Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT II


PADA PASIEN DENGAN CORPUS ALIENUM

KELOMPOK I
TINGKAT IV A/SEMESTER VII/S.Tr KEPERAWATAN

I GEDE AGUS NARAYANA (P07120216 059)


KOMANG TRISNA HANDAYANI (P07120217 001)
PUTU GEDE SURYA SWARNATA (P07120217 002)
I KETUT SUARDIKA (P07120217 003)
NI LUH GEDE LEODY RACCILLIA PUTRI (P07120217 004)
PUTU MITHA EKA GAYATRI (P07120217 005)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2020

1
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN CORPUS ALIENUM

A. DEFINISI
Corpus alienum atau benda asing pada telinga, hidung, dan tenggorok
(THT) merupakan masalah kesehatan keluarga, yang biasanya terjadi pada anak-
anak. Bahan- bahan asing yang sering ditemukan biasanya merupakan makanan,
mainan, dan peralatan rumah tangga yang kecil. Diagnosis pada pasien sering
terlambat karena penyebab biasanya tidak terlihat, dan gejalanya tidak spesifik,
dan sering terjadi kesalahan diagnosis pada awalnya. Sebagian besar benda asing
pada telinga dan hidung dapat dikeluarkan oleh dokter yang sudah terlatih dengan
komplikasi yang minimal. Pengeluaran benda asing lazim dilakukan dengan
forceps, irigasi dengan air, dan kateter hisap. Benda asing pada faring atau trakea
merupakan keadaan yang darurat dan memerlukan konsultasi bedah. Hasil
pemeriksaan radiografi biasanya normal. Endoskopi lunak ataupun kaku sering
digunakan untuk memperkuat diagnosis dan untuk mengeluarkan benda asing.
Dokter harus memiliki beberapa kecurigaan untuk benda asing pada anak-anak
dengan gejala saluran nafas atas yang tidak dapat diterangkan. Sangat penting
untuk mengetahui anatomi dan indikasi untuk dirujuk pada subspesialis.
Kekerapan benda asing pada bidang THT terjadi pada anak maupun
dewasa dengan atau tanpa penyakit mental. Dokter keluarga biasanya dapat
mengeluarkan benda asing tersebut, namun hal ini bergantung pada beberapa
faktor seperti lokasi dari benda asing, bahan material benda asing, apakah benda
berupa bahan yang mudah diambil ( lebut dan irregular) atau tidak mudah diambil
(keras dan bulat), ketrampilan dokter dan kerjasama pasien.

B. KLASIFIKASI
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen,
biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam
tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat,
cair atau gas. Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organic seperti kacang-
kacangan (yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan), tulang (yang berasal dari
kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu, dan lain-

2
lain. Benda asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif,
seperti zat kimia, dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda
asing endogen dapat berupa secret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta,
perkijuan, membran difteri, bronkolit. Cairan amnion, mekonium dapat masuk ke
dalam saluran napas bayi pada saat proses persalinan.
1. Benda Asing di Telinga
Liang telinga luar terdiri dari cartilago dan tulang yang dilapisi oleh
periosteum dan kulit. Bagian tulang merupakan bagian yang sangat sensitive.
Karena itulah percobaan mengeluarkan benda asing di telinga terasa sangat
sakit. Liang telinga luar menyempit pada bagian persambungan antara
cartilago dan tulang. Benda asing dapat terjepit disini sehingga membuat
semakin sulit pada pengangkatan benda asing. Percobaan mengambil benda
asing dapat membuat benda tersebut semakin masuk kedalam dan tersangkut
pada tempat penyempitan tersebut. Maka dari itu perlu pencahayaan yang
kuat dan alat yang memadai. Biasanya alat yang digunakan adalah alat yang
masuk ke telinga, magnet untuk bahan dari logam, irigasi telinga, dan mesin
dengan alat hisap.

Gambar 1. Letak predileksi benda asing di telinga

3
a) Gejala
Pada beberapa kasus pasien dengan benda asing di telinga adalah tanpa
gejala, dan pada anak-anak ditemukan secara kebetulan. Pasien yang lain
mungkin merasa sakit dengan gejala seperti otitis media, pendengaran
berkurang, atau rasa penuh ditelinga. Beberapa kasus sering ditemukan pada
anak-anak berumur kurang dari 8 tahun.
Benda asing yang sering terdapat pada telinga adalah manik-manik,
mainan plastik, kelereng, biji jagung. Serangga lebih sering pada pasien
berumur lebih dari 10 tahun. Terkadang pada anak-anak umur kurang dari 10
tahun pengambilan benda asing perlu dilakukan anestesi umum.

b) Diagnosa
Benda asing dalam telinga dapat dilihat oleh dokter yang kompeten
dengan langsung melihat ke dalam telinga menggunakan otoskop. Pada anak-
anak perlu dicurigai adanya benda asing yang jumlahnya lebih dari satu
ataupun lubang lain yang juga terlibat (mulut, dan hidung) yang juga harus
diperiksa.

Gambar 2. Pemeriksaan telinga dengan otoskop

4
Gambar 3. Benda asing dalam liang telinga

c) Penatalaksanaan
Pada benda yang sangat kecil dapat dicoba untuk mengoyangkan
secara hati-hati. Menarik pinna telinga kearah posterior meluruskan liang
telinga dan benda asing dapat keluar dengan goncangan lembut pada telinga.
Jika benda asing masuk lebih dalam maka perlu diangkat oleh dokter yang
kompeten. Tidak dianjurkan untuk mengorek telinga sendiri karena dapat
mendorong lebih kedalam dan menyebabkan ruptur membran timpani atau
dapat melukai liang telinga. Beberapa tehnik di klinik pada pengeluaran benda
asing di teinga:
 Forceps yang sudah dimodifikasi dapat digunakan untuk mengambil benda
dengan bantuan otoskop
 Suction dapat digunakan untuk menghisap benda
 Irigasi liang telinga dengan air hangat dengan pipa kecil dapat membuat
benda-benda keluar dari liang telinga dan membersihkan debris.
 Penggunaan alat seperti magnet dapat digunakan untuk benda dari logam
 Sedasi pada anak perlu dilakukan jika tidak dapat mentoleransi rasa sakit dan
takut.
 Serangga dalam liang telinga biasanya diberikan lidocain atau minyak, lalu
diirigasi dengan air hangat.
 Setelah benda asing keluar, diberikan antibiotik tetes selama lima hari sampai
seminggu untuk mencegah infeksi dari trauma liang telinga.

5
2. Benda Asing di Hidung
Benda asing sebagai penyebab sumbatan hidung hampir selalu
ditemukan pada anak-anak. Anak-anak cenderung memasukan benda-benda
kecil dalam hidung. Benda asing yang lazim ditemukan adalah manik-manik,
kancing, kacang, kelereng, dan karet penghapus. Bila benda tersebut belum
lama dimasukan, maka tidak atau hanya sedikit mengganggu, kecuali bila
benda tersebut tajam atau sangat besar.
a) Gejala
Gejala yang lazim adalah obstruksi unilateral dan secret yang berbau.
Benda asing umumnya ditemukan di anterior vestibulum atau pada meatus
inferior sepanjang dasar hidung. Tidak satupun benda asing boleh dibiarkan
dalam hidung oleh karena bahaya nekrosis dan infeksi sekunder yang mukin
timbul, dan kemungkinan aspirasi kedalam saluran pernapasan bawah.

Gambar 4. Letak predileksi benda asing di hidung

6
b) Diagnosa
Untuk memeriksa hidung bagian dalam dapat digunakan speculum
hidung dan penlight. Pada inspeksi akan telihat benda asing yang terjepit
dalam hidung.

Gambar 5. Pemeriksaan rhinoskopi anterior

Gambar 6. Benda asing dalam hidung


c) Penatalaksanaan
Pengangkatan dapat dilakukan di klinik pada anak yang kooperatif,
setelah sebelumnya dioleskan suatu anastetik topical dan vasokonstriktor
misalnya kokain. Suatu kait buntu yang diselipkan di belakang benda tersebut
atau suatu forsep alligator yang kecil akan sangat membantu. Kadang
diperlukan anestesi umum untuk mengeluarkan benda tersebut.

7
d) Rinolit
Rinolit juga dianggap sebagai suatu benda asing tipe khusus yang
biasanya diamati pada orang dewasa. Garam-garam tak larut dalam secret
hidung membentuk suatu masa berkapur sebesar benda asing yang tertahan
lama atau bekuan darah. Sekret sinus kronik dapat mengawali terbentuknya
masa seperti itu di dalam hidung.

3. Benda Asing di Laring, Trakea, dan Bronkus


Setelah benda asing teraspirasi, maka benda asing tersebut dapat
tersangkut pada 3 tempat anatomis yaitu, laring, trakea atau bronkus.
 Dari semua aspirasi benda asing, 80–90% diantaranya terperangkap di bronkus
dan cabang-cabangnya.
 Pada orang dewasa, benda asing bronkus cenderung tersangkut di bronkus
utama kanan, karena sudut konvergensinya yang lebih kecil dibandingkan
bronkus utama kiri.
 Benda asing yang lebih besar lebih banyak tersangkut di laring atau trakea
a) Gejala
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada
lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan
ukuran benda asing. Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut
di hidung, nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui
mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus
piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea
dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian
sebelum diberikan pertolongan akibat sumbatan total. Seseorang yang
mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan mengalami 3 stadium.
Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk-batuk hebat secara
tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), rasa tercekik (choking), rasa
tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi
dengan segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh
interval asimtomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-
refleks akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini
berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung

8
mengabaikan kemungkinan aspirasi benda asing karena gejala dan tanda yang
tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan
obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap benda asing,
sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru. Benda
asing di laring dapat menutup laring, tersangkut di antara pita suara atau
berada di subglotis. Gejala sumbatan laring tergantung pada besar, bentuk dan
letak (posisi) benda asing. Sumbatan total di laring akan menimbulkan
keadaan yang gawat biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia
dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan
gejala antara lain disfonia sampai afonia, apnea dan sianosis. Sumbatan tidak
total di laring dapat menyebabkan disfonia sampai afonia, batuk yang disertai
serak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa
subjektif dari benda asing (penderita akan menunjuk lehernya sesuai dengan
letak benda asing tersebut tersangkut) dan dispnea dengan derajat bervariasi.
Gejala ini jelas bila benda asing masih tersangkut di laring, dapat juga benda
asing sudah turun ke trakea, tetapi masih menyisakan reaksi laring oleh karena
adanya edema.
b) Diagnosa
Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan
radiologis dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda
asing yang bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto segera setelah
kejadian, benda asing radiolusen dibuatkan rongent foto setelah 24 jam
kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran
radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak tanda-tanda
atelektasis atau emfisema.Video fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk
melihat saluran napas secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat
ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi parsial. Pemeriksaan laboratorium
darah diperlukan untuk mengetahui adanya gangguan keseimbangan asam
basa, serta tanda-tanda infeksi saluran napas.
c) Penatalaksanaan
Untuk dapat menanggulangi kasus aspirasi benda asing dengan cepat dan
tepat, perlu diketahui dengan baik lokasi tersangkutnya benda asing tersebut.
Secara prinsip benda asing di saluran napas dapat ditangani dengan
pengangkatan segera secara endoskopik dengan trauma minimum. Umumnya

9
penderita dengan aspirasi benda asing datang ke rumah sakit setelah melalui
fase akut, sehingga pengangkatan secara endoskopik harus dipersiapkan
seoptimal mungkin, baik dari segi alat maupun personal yang telah terlatih.
Penderita dengan benda asing di laring harus mendapat pertolongan segera,
karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya beberapa menit. Cara lain
untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring secara total ialah
dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlichmaneuver), dapat dilakukan pada
anak maupun dewasa. Menurut teori Heimlich, benda asing yang masuk ke
dalam laring ialah pada saat inspirasi. Dengan demikian paru penuh dengan
udara, diibaratkan sebagai botol plastik yang tertutup, dengan menekan botol
itu, maka sumbatnya akan terlempar keluar. Komplikasi perasat Heimlich
adalah kemungkinan terjadinya ruptur lambung atau hati dan fraktur kosta.
Oleh karena itu pada anak sebaiknya cara menolongnya tidak dengan
menggunakan kepalan tangan tetapi cukup dengan dua buah jari kiri dan
kanan. Pada sumbatan benda asing tidak total di laring perasat Heimlich tidak
dapat digunakan. Dalam hal ini penderita dapat dibawa ke rumah sakit terdekat
yang memiliki fasilitas endoskopik berupa laringoskop dan bronkoskop.

Gambar 7. Benda asing di laring pada pemeriksaan foto Rontgen

10
Gambar 8. Duri ikan pada laring tampak pada endoskopi

Gambar 9. Benda asing pada bronkus principalis dekstra


4. Benda Asing di Orofaring dan Esofagus
Benda asing dapat masuk ke saluran cerna bagian atas. Orofaring
terinervasi maka pasien dapat menunjukan benda asing pada orofaring. Luka
gores atau lecet pada mukosa orofaring dapat menimbulkan sensasi benda
asing. Benda asing yang terlalu lama dapat menyebabkan infeksi jaringan
lunak sekitar dari tenggorokan dan leher.
Esofagus merupakan struktur berbentuk tabung sepanjang 20-25cm.
pasien biasanya dapat menunjukan benda asing jika berada pada esofagus
bagian atas tapi akan sulit jika berada pada esophagus bagiah bawah.
Esophagus memiliki 3 tempat penyempitan dimana biasanya benda asing
terperangkap yaitu: upper esophageal sphincter(UES), crossover aorta, lower
esophageal sphincter(LES). Struktur abnormal dari esophagus termasuk
striktur, web, divertikel, dan keganasan meningkatkan kejadian benda asing

11
yang terperangkap dan sama halnya dengan gangguan motorik seperti
scleroderma, spasme esophageal difus, atau achalasia.

Gambar 10. Anatomi esofagus

a) Gejala
Gejala orofaring biasanya terdapat sensasi benda asing terutama
setelah memakan ayam ataupun ikan. Rasa tidak nyaman dari ringan sampai
berat. Pasien biasanya mengeluh sulit menelan atau tidak dapat mengontrol air
liur. Biasanya pasien dapat melokalisir benda asing tersebut.
Gejala esophagus biasanya akut dengan riwayat mencerna.
Ketidaknyamanan padaepigastrium menandakan bahwa benda asing
terperangkap pada LES. Disfagia biasa dikeluhkan oleh pasien dewasa dengan
ketidakmampuan mengendalikan sekresi air liur. Pada pasien anak biasanya
tidak terdapat gejala yang khas. Orang tua biasanya yang memberitahu kepada
dokter bahwa anaknya telah menelan sesuatu. Rasa tersumbat ditenggorok,
muntah, dan sakit tenggorokan biasanya muncul. Jika benda asing berlangsung
lama maka biasanya anak menjadi tidak ingin makan, rewel, gagal tumbuh,
demam, stridor, gejala pulmonal seperti pneumonia yang berulang yang
berasal dari aspirasi. Benda asing esophagus yang besar pada UES dapat
mendesak trakea sehingga menyebabkan stidor dan membahayakan
pernafasan.
b) Diagnosis
Benda asing pada orofaring biasanya dapat terlihat dan mudah diambil.
Pada pasien yang kooperatif dapat dilakukan laringoskopi indirect atau

12
nasofaringoskopi serat optik. Foto Rontgen polos esophagus servikal dan
torakal anteroposterior dan lateral dilakukan pada pasien yang menelan benda
asing terutama logam. Sehingga dapat diketahui letak dari benda asing di
esophagus. Endoscopi dilakukan pada pasien dimana jalan nafas ikut terlibat
dan sudah timbul komplikasi. Jika belum jelas maka dapat dilakukan CT scan
sebelum endoskopi.
c) Penatalaksanaan
Benda asing di esophagus dikeluarkan dengan esofagoskopi
menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut. Bila benda
asing telah berhasil dikeluarkan harus dilakukan esofagoskopi ulang untuk
melihat adanya kelainan-kelainan esophagus yang telah ada sebelumnya.
Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus
dikeluarkan dengan pembedahan yaitu servikotomi, torakotomi, atau
esofagotomi, tergantung lokasi benda asing. Bila dicurigai adanya perforasi
yang kecil segera dipasang pipa nasogaster agar pasien tidak menelan
makanan ataupun ludah dan diberikan antibiotika bersprektm luas selama 7-10
hari untuk mencegah timbulnya sepsis.

Gambar 11. Koin dalam esophagus pada foto Rontgen AP

13
Gambar 12. Koin dalam esophagus pada foto Rontgen lateral

Gambar 13. Koin dalam esophagus pada pemeriksaan endoskopi

14
C. ETIOLOGI
Berdasarkan jenis bendanya, etiologi nasal corpus alienum dibagi menjadi :
1. Benda Asing Hidup
a. Lalat
Beberapa kasus miasis hidung yang pernah ditemukan di hidung manusia dan
hewan di Indonesia disebabkan oleh larva lalat dari spesies Chryssomya bezziana.
Chrysomya bezziana adalah serangga yang termasuk dalam famili Calliphoridae,
ordo diptera, subordo Cyclorrapha, kelas Insecta. Lalat dewasa berukuran sedang
berwarna biru atau biru kehijauan dan berukuran 8-10 mm, bergaris gelap pada
toraks dan pada abdomen bergaris melintang. Larva mempunyai kait-kait di
bagian mulutnya berwarna coklat tua atau coklat orange. Lalat dewasa
meletakkan telurnya pada jaringan hidup dan hewan berdarah panas yang hidup
liar dan juga pada manusia misalnya pada luka, lubang-lubang pada tubuh seperti
mata, telinga, hidung, mulut dan traktus urogenital.

b. Lintah
Lintah (Hirudinaria javanica) merupakan spesies dari kelas hirudinae.
Hirudinea adalah kelas dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk
dalam filum annelida. Anggota jenis cacing ini tidak mempunyai rambut,
parapodia, dan seta. Tempat hidup hewan ini ada yang berada di air tawar, air
laut, dan di darat. Lintah merupakan hewan pengisap darah. Pada tubuhnya
terdapat alat pengisap di kedua ujungnya yang digunakan untuk menempel pada
tubuh inangnya. Pada saat mengisap, lintah ini mengeluarkan zat penghilang rasa
sakit dan mengeluarkan zat anti pembekuan darah sehingga darah korban tidak
akan membeku. Setelah kenyang mengisap darah, lintah itu akan menjatuhkan
dirinya ke dalam air. Bentuk tubuh lintah ini pipih, bersegmen, mempunyai warna
kecokelatan, dan bersifat hemaprodit.

c. Cacing
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda usus yang masih menjadi masalah
di negara berkembang seperti Indonesia. Hidung dapat menjadi Port d’entry atau
tempat cacing tersebut bermigrasi dari usus untuk mendapatkan oksigen yang
lebih banyak.

15
2. Benda Asing Tidak Hidup
Benda asing mati yang tersering yaitu manik-manik, baterai logam, kancing
baju. Kapur barus merupakan kasus yang jarang namun mengandung naftalen
yang bersifat sangat mengiritasi. Kasus baterai logam di hidung juga harus
diperlakukan sebagai kasus gawat darurat yang harus dikeluarkan segera, karena
kandungan zat kimianya yang dapat bereaksi terhadap mukosa hidung.

D. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (gejala), pemeriksaan fisik
(tanda) dan pemeriksaan penunjang. Benda asing di hidung pada anak sering
luput dari perhatian orangtua karena kebanyakan asimptomatik sehingga dapat
bertahan untuk waktu yang lama. Gejala yang paling sering adalah hidung
tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental dan berbau. Kadang-kadang
terdapat rasa nyeri, demam dan bersin. Gejala lainnya bervariasi sesuai
patogenesisnya. Misalnya, benda asing seperti karet busa sangat cepat
menimbulkan sekret yang berbau busuk. Baterai logam di hidung akan
menimbulkan keluhan rasa terbakar atau panas di hidung. Begitu pula kapur
barus.
Benda asing hidup kebanyakan menimbulkan sensasi benda yang bergerak-
gerak di dalam hidung. Epistaksis tanpa rasa nyeri sering merupakan keluhan
utama pasien dengan lintah di hidung. Pada miasis hidung pasien sering
mengeluhkan sakit kepala, terutama daerah sekitar hidung. Hidung tersumbat
diikuti rasa sesuatu bergerak-gerak di dalam rongga hidung. Kadang-kadang
disertai epistaksis.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, selain benda asing yang dapat dilihat
langsung, akan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral, dan
dapat terjadi ulserasi. Benda asing biasanya tertutup oleh mukopus, sehingga
disangka sinusitis. Lintah sulit dilihat dengan rinoskopi anterior, sehingga kadang
memerlukan pemeriksaan endoskopi. Bila terlihat, akan tampak berupa benda
asing berwarna coklat tua, perabaan lunak dan melekat pada mukosa. Pada miasis
hidung tampak hidung bengkak, kemerahan sekitar mata dan sebagian muka
bagian atas. Pada kavum nasi tampak keropeng-keropeng dan ulat bergerak-
gerak. Mukosa hidung nekrotik, kadang-kadang perforasi septum nasi. Hidung
berbau busuk.

16
Pemeriksaan yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis pemeriksaan
radiologis foto kepala dan CT-Scan kepala.Gambaran radiologis radioopak pada
foto kepala biasanya letaknya di dasar cavum nasi. Pada CT-scan di dapatkan
massa hiperdens.
E. PENATALAKSANAAN
Benda asing yang harus diperlakukan sebagai kasus gawat darurat sehingga
harus dikeluarkan secepatnya antara lain baterai dan kapur barus (naftalen). Cara
mengeluarkan benda asing di hidung ialah dengan memakai pengait (haak) yang
dimasukkan kedalam hidung bagian atas, menyusuri atap kavum nasi sampai
menyentuh nasofaring. Setelah itu pengait diturunkan sedikit dan ditarik kedepan.
Dengan cara ini benda asing akan ikut terbawa keluar. Dapat pula menggunakan
forsep aligator, cunam Nortman atau “wire loop”. Bila benda asing berbentuk
bulat, maka sebaiknya digunakan pengait yang ujungnya tumpul.
Cara lain yaitu dengan menggunakan kateter dengan balon ukuran 5 atau 6 F
yang dimasukkan ke hidung melewati benda asing yang terperangkap, kemudian
balon dikembangkan, sehingga diharapkan benda asing akan keluar ke nares
anterior sehingga dapat dengan mudah diekstraksi.
Sebelum tindakan dapat terlebih dahulu diberikan fenilefrin 0,5% untuk
mengurangi edema mukosa dan lidokain topikal atau spray sebagai analgesia.
Sebaiknya jangan mendorong benda asing dari hidung kearah nasofaring dengan
maksud agar masuk ke dalam mulut, karena malah dapat menyebabkan benda
asing tersebut malah terus masuk ke laring dan saluran nafas bagian bawah,
sehingga menimbulkan keadaan gawat nafas.
Benda asing hidup sebaiknya dimatikan terlebih dahulu dengan meneteskan
minyak, parafin atau alkohol sebelum diangkat. Untuk lintah dapat diteteskan
tembakau. Untuk miasis hidung, sebagian penulis menganjurkan pemberian
reagen tertentu (misalnya kloroform, premium) yang dapat melumpuhkan larva,
kemudian larva tersebut diambil satu persatu. Pendapat lain mengemukakan
tindakan pengambilan larva yang masih hidup tanpa pemberian reagen tertentu.
Ada pula pendapat untuk tindakan irigasi perhidrol 3% setiap hari dan pemberian
analgetik kuat. Perhidrol merubah homeostasis sekitar larva sehingga larva
berusaha keluar. Tindakan operatif dengan melakukan nekrotomi merupakan
tindakan alternatif lain dengan sebelumnya daerah tersebut ditetesi kloroform.
Untuk memastikan terapi yang tepat terhadap miasis perlu suatu penelitian in

17
vitro yang mampu membunuh larva miasis tetapi tidak toksik terhadap tubuh
manusia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh balai penelitian veteriner
Bogor menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak heksan daging biji srikaya
(Annona squamosa L) berpengaruh terhadap pertumbuhan larva C. bezziana.
Pemberian antibiotika sistemik selama 5-7 hari hanya diberikan pada kasus
benda asing di hidung yang telah menimbulkan infeksi hidung maupun sinus.

F. KOMPLIKASI
Edema pada mukosa dapat menyebabkan obstruksi pada drainase sinus dan
tuba eustachius sehingga mengakibatkan sinusitis dan otitis media. Rinolith,
seperti yang telah disebutkan diatas dapat timbul bila benda asing bertahan
selama bertahun-tahun. Infeksi struktur disekitarnya juga dapat terjadi, seperti
selulitis periorbital, meningitis, epiglotitis, difteri dan tetanus.

18
G. PATHWAY

Benda Asing hidup, Benda asing tak hidup

Telinga Hidung Tenggorokan

Terjebak
Anterior Orofaring dan
antara Esofagus
vestibulum
cartilago dan
tulang
Lecet pada
Aspirasi ke
Nyeri Akut mukosa
dalam saluran
orofaring
pernapasan
bawah.
Nyeri Akut
Gangguan
Persepsi
Sensori
Bersihan
(Auditori)
jalan nafas
tidak efektif

Keluar cairan
berbau busuk

Risiko
Infeksi

19
KONSEP DASAR PADA PASIEN DENGAN CORPUS ALIENUM

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1. Terdapat sekret di jalan napas atau tidak
2. Bunyi napas
b. Breathing
1. Distress pernapasan
2. Menggunakan otot bantu nafas
3. Kesulitan bernapas
4. Pernafasan (cepat atau dangkal)
c. Circulation
1. Akral
2. Nadi
3. Perdarahan
2. Pengkajian Sekunder
1. Wawancara
a) Klien
Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir,
usia. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat
kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien
b) Anamnese
Klien biasanya mengeluh nyeri pada telinga, hidung, dan sekitar
tenggorokan.
2. Pemeriksaan Fisik
Telinga : Adanya secret dan perdarahan.
Hidung : Periksa adanya secret, jejas, dan perdarahan.
Leher : Periksa adanya jejas atau tidak.
3. Pemeriksaan Penunjang
Benda asing dalam telinga dapat dilihat oleh dokter yang kompeten
dengan langsung melihat ke dalam telinga menggunakan otoskop. Pada
anak-anak perlu dicurigai adanya benda asing yang jumlahnya lebih dari

20
satu ataupun lubang lain yang juga terlibat (mulut, dan hidung) yang juga
harus diperiksa.
Untuk memeriksa hidung bagian dalam dapat digunakan speculum
hidung dan penlight. Pada inspeksi akan telihat benda asing yang terjepit
dalam hidung. Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan
pemeriksaan radiologis dan laboratorium untuk membantu menegakkan
diagnosis. Benda asing yang bersifat radioopak dapat dibuat rongent foto
segera setelah kejadian, benda asing radiolusen dibuatkan rongent foto
setelah 24 jam kejadian, karena sebelum 24 jam kejadian belum
menunjukkan gambaran radiologis yang berarti. Biasanya setelah 24 jam
baru tampak tanda-tanda atelektasis atau emfisema.Video fluoroskopi
merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas secara keseluruhan,
dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi
parsial

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
3. Risiko infeksi
4. Gangguan persepsi sensori (auditori)

C. RENCANA TINDAKAN

Diagnosa
No Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan

1 Nyeri Akut Luaran Utama Intervensi Utama


Label : Tingkat Nyeri Label: Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan intervensi Observasi :
selama ..x..2 jam, diharapkan  Identifikasi lokasi,
nyeri teratasi dengan kriteria karakteristik, durasi,
hasil : frekuensi, kualitas,
 Keluhan nyeri intensitas nyeri.
menurun  Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun  Identifikasi respon nyeri

21
 Sikap protektif non verbal
menurun  Identifikasi factor yang
 Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
 Frekuensi nadi  Identifikasi pengetahuan
membaik dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh
budaya terhadap respon
nyeri
 Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
 Monitor keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah diberikan
 Monitor efek saming
penggunaan analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresure, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat atau dingin,
terapi bermain)
 Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,

22
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan
tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Bersihan Jalan Setelah dilakukan intervensi Intervensi Utama
Napas Tidak selama ..x..2 jam, diharapkan Label : Lakukan Batuk
Efektif bersihan jalan napas teratasi Efektif
dengan kriteria hasil :  Identifikasi kemampuan
Luaran Utama batuk
Label : Bersihan Jalan  Monitor adanya retensi
Napas sputum
o Batuk efektif meningkat  Monitor tanda dan gejala
o Produksi sputum infeksi saluran napas

23
menurun  Monitor input dan output
o Mengi menurun cairan (mis. Jumlah dan
o Wheezing menurun karakteristik)
o Mekonium (pada  Atur posisi semi fowler
neonates) menurun atau fowler
o Dispnea menurun  Pasang perlak dant
o Ortopnea menurun empat sputum

o Sulit bicara menurun  Jelaskan tujuan dan

o Sianosis menurun prosedur batuk efektif

o Gelisah menurun  Anjurkan Tarik napas


dalam melalui hidung
o Frekuensi napas menurun
selama 4 detik, ditahan
o Pola napas menurun
selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari
mulut dengan bibir
mencucu (dibulatkan)
selama 8 detik
 Anjurkan mengulangi
Tarik napas dalam
hingga 3 kali
 Anjurkan batuk dengan
kuat langsung setelah
Tarik napas dalam yang
ke-3
 Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jikaperlu

Manajemen Jalan Napas


 Monitor pola napas
(frekuensi, kedalaman,
usaha napas)
 Monitor bunyi napas

24
tambahan (mis. gurgling,
mengi, wheezing,
ronkhi)
 Monitor sputum (jumlah,
warna, aroma)
 Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-
tilt dan chin-lift (jaw-
thrust) jika curiga
trauma servikal
 Posisikan semi-fowler
atau fowler
 Berikan minum hangat
 Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
 Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
 Lakukan hiperoksigenas
sebelum penghisapan
endotrakeal
 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
 Berikan oksigen, jika
perlu
 Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan Teknik batuk
efektif
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,

25
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
3 Risiko Infeksi Luaran Utama Intervensi Utama
Label : Tingkat Infeksi Label : Pencegahan Infeksi
Setelah dilakukan intervensi Observasi
selama ..x..2 jam, diharapkan  Monitor tanda dan
risiko infeksi teratasi dengan gejala lokal sistemik
kriteria hasil: Terapeutik
 Nyeri menurun  Batasi jumlah
 Kemerahan menurun pengunjung
 Bengkak menurun  Berikan perawatan kulit
 Kadar sel darah putih pada area edema
membaik  Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tingi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci
tangan yang benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi

26
 Kolaborasi pemberian
antibiotik/imunisasi,
jika perlu
4. Gangguan Persepsi Luaran Utama Intervensi Utama
Sensori (Audiotori) Label : Fungsi Sensori Label : Minimalisasi
Setelah dilakukan intervensi Rangsangan
selama ..x..2 jam, diharapkan Observasi
gangguan audiotori teratasi  Periksa status mental,
dengan kriteria hasil : status sensori, dan
 Ketajaman pendengaran tingkat kenyamanan
meningkat (mis nyeri, kelelahan)
Terapeutik
 Diskusikan tingkat
toleransi terhadap beban
sensori (mis bising,
terlalu terang)
 Batasi stimulasi
lingkungan (mis
cahaya, suara, aktivitas)
 Jadwalkan aktivitas
harian dan waktu
istirahat
 Kombinasikan
prosedur/tindakan dalm
satu waktu, sesuai
kebutuhan.
Edukasi
 Ajarkan cara
meminimalisasi
stimulus (mis mengatur
pencahayaan ruangan,
mengurangi kebisingan,
membatasi kunjungan)
Kolaborasi

27
 Kolaborasi dengan
meminimalkan
prosedur/tindakan
 Kolaborasi pemberian
obat yang
mempengharui persepsi
stimulus

28
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN
Alamat : Jl. Pulau Moyo No 33 A , Denpasar Selatan

Telp : (0361) 725273 FAX : (0361) 724568


FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

I. IDENTITAS PASIEN :
Nama : An. AF
Umur :10 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Pekerjaan :Pelajar
Agama :Islam
Tanggal Masuk RS :Senin, 10 Agustus 2020 pukul 09.00 WITA
Alasan Masuk : Pasien mengeluh pendengaran berkurang,
telinga terasa penuh, dan nyeri telinga (otalgia)
dengan riwayat kemasukan biji kapuk sejak 3
hari yang lalu.
Diagnosa Medis : Corpus Alienum AD

II. INITIAL SURVEY:


A (Alertness) : Pasien sadar dengan tingkat kesadaran composmentis
V (Verbal) : Pasien merespon
P (Pain) : Pasien merespon
U (Unserpons) :-

Warna triase : P 1 P2 P3 P4 √ P5

III. SURVEY PRIMER DAN RESUSITASI


A. CIRCULATION
1. Keadaan sirkulasi
a. Tingkat kesadaran : Composmentis

29
b. Perdarahan (internal/eksternal) : Tidak Ada
c. Kapilari Refill : <2 Detik
d. Tekanan darah : 120/80mmHg
e. Nadi radial/carotis : 88 x/menit
f. Akral perifer : Hangat
2. Diagnosa Keperawatan :-
B. AIRWAY DAN KONTROL SERVIKAL
1. Keadaan jalan nafas
a. Tingkat kesadaran : Composmentis
b. Pernafasan : 18 x/menit
c. Upaya bernafas :Tidak menggunakan otot bantu
pernafasan
d. Benda asing di jalan nafas : Tidak ada
e. Bunyi nafas : Tidak ada
f. Hembusan nafas : Normal
2. Diagnosa Keperawatan
-
C. BREATHING
1. Fungsi pernafasan
a. Jenis Pernafasan : Normal
b. Frekwensi Pernafasan :18 x/ Menit, SpO2 : 98%
c. Retraksi Otot bantu nafas : Tidak ada
d. Kelainan dinding thoraks : Simetris, perlukaan (-), jejas (-),
trauma
(-)
e. Bunyi nafas : Tidak ada
f. Hembusan nafas : Normal
2. Diagnosa Keperawatan
-
D. DISABILITY
1. Pemeriksaan Neurologis:
a. GCS : E 4V 5 M 6 : 15
b. Reflex fisiologis : + normal
c. Reflex patologis : + normal

30
d. Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555
e. Nyeri :
Pasien mengeluhkan nyeri pada telinga kanan, memegangi area
nyeri :
P : Nyeri dirasakan pada telinga kanan ketika tidur, tertekan, dan
bicara
Q : Nyeri dirasakan seperti tertusuk
R : Telinga bagian kanan
S : Skala nyeri 6 (0-10)
T : Hilang timbul, munculnya nyeri bisa 30 detik – 1 menit.
2. Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut berhubungan dengan agen
pencedera fisik (trauma)

IV. PENGKAJIAN SEKUNDER / SURVEY SEKUNDER


1. RIWAYAT KESEHATAN
a. RKD
Keluarga pasien mengatakan pasien belum pernah mengalami keluhan
seperti ini sebelumnya. Pasien biasanya hanya mengalami keluhan
sakit seperti panas, batuk, dan pilek saja. Keluarga pasien mengatakan
aktivitas pasien sehari-hari bersekolah dan bermain di kebun yang
terdapat pohon kapuknya tetapi belum pernah sampai mengalami
keluhan seperti ini.
b. RKS
Keluarga pasien mengatakan pasien mengalami keluhan telinga
sebelah kanan kemasukan biji kapuk sejak 3 hari yang lalu. Saat itu
orang tua pasien berusaha mengambilnya tetapi tidak bisa dan
membuat pasien merasakan sakit. Pasien sempat dibawa pergi ke
dokter terdekat dan mendapatkan obat tetes telinga. Namun pasien
mengeluhkan pendengaran berkurang, telinga terasa penuh, nyeri
telinga, dan merasa ada benda asing di telinga. Kemudian keluarga
langsung membawa pasien ke IGD BRSU Tabanan pada Rabu, 10
Agustus 2020 pukul 09.00 WITA.
c. RKK

31
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
keturunan seperti hipertensi, DM, dll.

2. RIWAYAT DAN MEKANISME TRAUMA


Tidak ada riwayat trauma pada pasien.

3. PEMERIKSAAN FISIK (HEAD TO TOE)


a) Kepala
Bentuk Kepala : bentuk kepala normocephal
Kulit Kepala : bersih, tidak terdapat lesi atau rambut berwarna
hitam.
Mata : lengkap dan simetris antara kanan dan kiri,
tidak terdapat edema pada palpebra,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
pupil isokor dengan diameter 2-3 mm dan
miosis saat terkena cahaya.
Telinga :bentuk telinga simetris kanan dan kiri, tidak ada
kelainan bentuk, ukuran sedang atau normal,
pada lubang telinga tidak terdapat perdarahan.
Terdapat pengeluaran cairan pada telinga.
Telinga Kanan Telinga Kiri
Nermotia, nyeri tekan, Aurikula Nermotia, nyeri tekan,
retroaurikular (-) retroaurikular (-)
Hiperemesis (+), edema CAE Hieperemesis (-),
(+), serumen (-), secret (-), serumen (-), benda asing
benda asing (+), bulat (-), secret (-), massa (-)
coklat diameter 2 mm,
massa (-)
Sulit di nilai Membran Reflek cahaya (+), intak,
Tympani perforasi (-)

Hidung :pada hidung tidak ditemukan adanya kelainan,


tulang hidung simetris kanan dan kiri, posisi
septum nasi tegak di tengah, tidak ditemukan

32
adanya sumbatan, tidak terdapat epistaksis,
tidak ada nafas cuping hidung.
Mulut dan Gigi :tidak terdapat sputum, tidak ditemukan
adanya sumbatan, pada pemeriksaan bibir
mukosa bibir lembab, tidak ada sariawan,
keadaan gusi dan gigi kurang bersih.
Wajah :struktur wajah simetris dan lengkap, warna
kulit sawomatang, tidak ada sianosis.
b) Leher : pada leher posisi trakhea berada di tengah, simetris dan tidak
ada penyimpangan. Pembesaran tiroid(-). Vena jugularis tidak
mengalami pembesaran dandenyut nadi karotis teraba 88 x/menit.
c) Dada/Thoraks
Paru-paru
- Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada penggunaan otot
bantu pernapasan.
- Palpasi : Tidak ada kelainan
- Perkusi : Tidak ada kelainan
- Auskultasi : Tidak terdengar suara napas tambahan
Jantung
- Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada jejas
- Palpasi : Tidak ada jejas, tidak teraba massa abnormal, tidak
ada lesi
- Palpasi : Ictus cordis teraba
- Auskultasi : S1 Lup, S2 Dup, tidak ada suara tambahan
d) Abdomen
- Inspeksi : Bentuk abdomen datar, tidak ada benjolan, tidak
tampak adanya trauma, tidak terlihat adanya bendungan pembuluh
darah vena pada abdomen, dan luka (-).
- Auskultasi : Terdengar bising usus 8 x/menit.
- Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, benjolan atau massa tidak ada,
tanda ascites tidak ada.
- Perkusi : Suara abdomen tympani.
e) Pelvis
- Inspeksi : Tidak terlihat benjolan

33
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
f) Perineum dan Rektum : Tidak terkaji
g) Genetalia : Tidak terkaji
h) Ekstermitas
Status Sirkulasi : CRT <2 detik, akral hangat.
Keadaan Injury : Tidak terdapat injury.
i) Neurologis
Fungsi Sensorik : Baik, reflek pupil +/+, pasien berespon
terhadap rangsangan verbal.
Fungsi Motorik : Kekuatan otot baik

5555 5555

5555 5555

2. HASIL LABORATORIUM
Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium

3. HASIL PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


-

4. TERAPI DOKTER
1. Ottopain tetes telinga ( 3 x 5 tetes sehari)
2. Methylprednisolone tab 2 x 1
3. Antibiotik khloramfenikol 1 % ( 3 x 2 tetes sehari)

V. ANALISA DATA

No Data Fokus Analisis Masalah

34
1. Data Subyektif : Trauma benda asing Nyeri Akut
Pasien mengeluh nyeri
telinga bagian kanan.
Nyeri dirasakan seperti Trauma organ telinga
tertusuk, dan dirasakan
hilang timbul, pasien
merasakan seperti ada
Inflamasi,
benda yang masuk
ditelinga.
Data Objektif : Nyeri Akut
a. Pasien tampak
meringis
b. Pasien tampak
gelisah
c. Memegangi area
nyeri
d. Pengkajian nyeri :
- P : Nyeri
dirasakan pada
telinga kanan
ketika tidur ,
tertekan, dan
bicara
- Q : Nyeri
dirasakan seperti
tertusuk
- R : Telinga
bagian kanan
- S : Skala nyeri
4 (0-10)
- T : Hilang
timbul,
munculnya nyeri
bisa 30 detik – 1

35
menit.

VI. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS MASALAH


1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (trauma)
ditandai dengan paseien mengeluh nyeri telinga kanan, pasien tampak
meringis, gelisah, memegangi area nyeri
VII. PERENCANAAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


(SDKI) (SLKI) (SIKI)

Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri (I.08238)


keperawatan selama 1 x 2 jam 1. Observasi
dengan agen pencedera fisik
maka tingkat nyeri (L.08065)  lokasi,
(trauma) ditandai dengan menurun dengan kriteria hasil: karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas,
paseien mengeluh nyeri
2. Meringis menurun intensitas nyeri
telinga kanan, pasien tampak 3. Sikap protektif menurun  Identifikasi skala
4. Gelisah menurun nyeri
meringis, gelisah, memegangi
 Identifikasi
area nyeri faktor yang memperberat
dan memperingan nyeri
 Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
2. Edukasi
 Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Anjurkan
memonitor nyri secara
mandiri
3. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

PEMBERIAN ANALGETIK
(I.08243)
1. Observasi
 Identifikasi
karakteristik nyeri (mis.
Pencetus, pereda, kualitas,
lokasi, intensitas,
frekuensi, durasi)
 Identifikasi
riwayat alergi obat

36
 Monitor tanda-
tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik
2. Edukasi
 Jelaskan efek
terapi dan efek samping
obat
3. Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian dosis dan jenis
analgesik, sesuai indikasi

VIII. IMPLEMENTASI

No Tgl/Jam Implementasi Respon Paraf


Dx
1 09.10 Mengobservasi lokasi, karakteristik, DS : - Perawat
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
DO :
nyeri
Mengidentifikasi skala nyeri Hasil pengkajian nyeri :
Mengidentifikasi faktor yang
P : Nyeri dirasakan pada telinga
memperberat dan memperingan
nyeri kanan ketika tidur, tertekan, dan
bicara
Q : Nyeri dirasakan seperti tertusuk
R : Telinga bagian kanan
S : Skala nyeri 6 (0-10)
T : Hilang timbul, munculnya nyeri
bisa 30 detik – 1 menit.

1 09.20 Memonitor tanda-tanda vital DS : pasien mengatakan tidak Perawat


sebelum dan sesudah pemberian
memiliki riwayat alergi obat
analgesic
Mengidentifikasi riwayat alergi obat DO :
Hasil TTV : TD = 120/80 mmHg,
S=36,80C, N= 88 x/mnt, RR = 18
x/mnt, GCS = 15

1 09.30 Menjelaskan penyebab, periode, dan DS : pasien mengatakan ketika Perawat


pemicu nyeri
bergerak-gerak nyerinya semakin
Menganjurkan memonitor nyri

37
secara mandiri kuat
DO : tampak pasien mengangguk
mengerti

1 09.40 Menjelaskan efek terapi dan efek DS : - Perawat


samping obat
DO :
Mengkolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgesik, sesuai indikasi 1. Ottopain tetes telinga (3 x 5 tetes
Mengkolaborasi pemberian
sehari)
analgetik
2. Methylprednisolone tab 2 x 1
3. Antibiotik khloramfenikol 1 % ( 3
x 2 tetes sehari)

38
XI. EVALUASI
No. Tgl/Jam Catatan Perkembangan (SOAP) Paraf
Dx
1 10.10 S: - Perawat
O: TTV : TD = 120/80 mmHg, S= 36,60C, N= 88 x/mnt, RR =
18x/mnt,
Hasil pengkajian nyeri :
P : Nyeri dirasakan pada telinga kanan ketika tidur, tertekan,
dan bicara
Q : Nyeri dirasakan seperti tertusuk
R : Telinga bagian kanan
S : Skala nyeri 4 (0-10)
T : Hilang timbul, munculnya nyeri bisa 30 detik – 1 menit.

A: masalah nyeri akut belum teratasi


P: lanjutkan intervensi
 Rujuk poli THT
 lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

39
DAFTAR PUSTAKA

Junizaf MH. Benda Asing di Saluran Napas. In: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

Hilger PA. Penyakit Hidung. Dalam: BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Editor: Adams
GL, Boeis LR, Higler PA. Edisi ke-6. EGC. 1997.

Yunizaf M. Benda Asing di Esofagus. In: Soepardi EA, Iskandar N. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher edisi 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2008.

SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik 2016. Tim Pokja SDKI DPP PPNI.
SLKI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan 2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.
SIKI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan 2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.

40
41

Anda mungkin juga menyukai