Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAH FRAKTUR MULTIPLE COSTAE

A. Pengertian Fraktur Multiple Costae

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang

disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang,

( Linda Juall C, 2002 ). Fraktur Multiple Costae merupakan gangguan sistem

muskuluskeletal, dimana terjadi pemisahan atau patahnya tulang iga lebih dari satu

disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. (Doenges E Marilyn, 2000).

Multiple fraktur adalah patahnya tulang lebih dari satu garis fraktur (Silvia A.

Prince, 2000). Fraktur Multiple Costae adalah keadaan dimana terjadi hilangnya

kontinuitas jaringan tulang di daerah costae lebih dari satu garis (Silvia A. Prince, 2000).

Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan Fraktur Multiple Costae

adalah keadaan dimana terjadi hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan 2 tulang

lebih dari satu garis yang disebabkan oleh tekanan eksternal.

B. Etiologi Fraktur Multiple Costae

Kasus Fraktur Multiple Costae ini jarang terjadi namun penyebab paling sering

terjadinya yaitu pada pengendara bermotor (Prasenohadi, 2012). Morbiditas dan mortalitas

yang disebabkan oleh fraktur iga dan sternum berkaitan erat dengan penyebab cedera,

kegawatan pada insiden Fraktur Multiple Costae dapat menyebabkan kerusakan yang

bermakna pada paru karena akan mempengaruhi ventilasi dan menyebabkan rasa nyeri

hebat. Bagaimanapun juga mengatasi nyeri pada pasien dengan trauma toraks tidak hanya

membantu meringankan keluhan tetapi juga mengurangi serta mencegah komplikasi

sekunder (Howell NJ, Ranasinghe AM, Graham TR, 2005; Weinberg JA, Croce MA,

2008).

1
C. Tanda dan Gejala Fraktur Multiple Costae

1. Sesak napas

Pada fraktur costae terjadi pendorongan ujung-ujung fraktur ke rongga pleura

sehinnga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan pada rongga dada

lalu dapat terjadi penumothoraks dan hemothoraks yang akan menyebabkan gangguan

ventilasi sehinnga menyebabkan terjadinya sesak napas.

2. Tanda-tanda insufisiensi pernapasan: Sianosis, Takipnea

Pada fraktur costae terjadi gangguan pernapasan yang disertai meningkatnya

penimbunan CO2 dalam darah dan bermanifetasi terjadinya sianosis.

3. Nyeri tekan pada dinding dada

Nyeri pada fraktur costae terjadi akibat terdorongnya ujung-ujung fraktur masuk

ke rongga pleura sehinnga mengakibatkan terjadinya kerusakan struktur dan jaringan

pada rongga dada dan terjadi stimulasi pada saraf sehingga menyebabkan terjadinya

nyeri tekan pada dinding dada.

4. Gerakan nafas paradoksal

Gerak paradoksal terjadi akibat adanya fraktur costae yang multiple, yaitu

adanya garis patahan lebih dari satu dan terjadi di beberapa costae (kurang lebih 3

costae) dan mengakibatkan adanya Flail Chest (Mengambang). Costae yang biasanya

menempel atau terhubung dengan costae lainnya oleh dikarenakan fraktur costae

multiple maka coste tidak lagi terhubung dengan rongga dada. Akibat tidak lagi

terhubung dengan rongga dada, maka saat bernafas seharusnya rongga dada

mengembang maka daerah yang terkena flail chest tersebut tidak bergerak dan

mempertahankan posisinya sehingga seperti bergerak ke dalam. Sedangkan saat

Ekspirasi, rongga dada seharusnya mengempis tetapi daerah yang terkena flail chest

tetap mempertahankan posisinya sehingga terlihat seperti menonjol keluar.

2
5. Krepitasi pada bagian dada

D. Klasifikasi Fraktur Multiple Costae

1. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :

b. Fraktur simple

c. Fraktur multiple

2. Menurut jumlah fraktur pada tiap costa:

a. Fraktur segmental

b. Fraktur simple

c. Fraktur comminutif

3. Menurut letak fraktur dibedakan :

a. Superior (costa 1-3 )

b. Median (costa 4-9)

c. Inferior (costa 10-12 )

4. Menurut posisi:

a. Anterior

b. Lateral

c. Posterior

3
Fraktur

E. WOC
Trauma :
Non Trauma :
1. Tajam (luka tusuk &
akibat adanya
luka tembak)
gerakan berlebihan
2. Tumpul (Lakalantas,
dan stress fraktur,
jatuh dari ketinggian,
seperti pada
jatuh di tempat yg keras/
gerakan olahraga
Perkelahian)
lempar martil, soft
ball, tennis, golf

Multiple Fraktur

Superior (costa 1-3 ) Median (costa 4-9) Inferior (costa 10-12 )

Cedera sel Trauma pada dada Luka terbuka Reaksi


peradangan
Kerusakan pada pleura
Keterbatasan untuk paru
Degranulasi sel mast Mk : Gangguan Edema
bergerak, penurunan Terpapar Kuman
kekuatan/kontrol otot atau kotoran integritas kulit
dan jaringan Penekanan pada
Tension
(D.0129) jaringan vaskuler
MK : Gangguan Mobilitas
Fisik (D.0054)

4
Pelepasan mediator
Kimia Tekanan dalam Mk : Resiko infeksi
pleura (D.0142) Penurunan
meningkat aliran darah
Nociceptor
Mk : perfusi
Udara tertahan di perifer tidak
Medulla Spinalis
lapisan pleura efektif (D.0009)

Korteks Serebri
Luas Permukaan Paru
Mk : Nyeri Akut Menurun
(D.0077)

Penurunan laju difusi

Mk : Gangguan pertukaran gas


(D.0003)

5
F. Komplikasi

Menurut (Melendez,2015) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan Fraktur

Multiple Costae yaitu:

1. Kegagalan fungsi respirasi

Nyeri pada dinding dada karena patah tulang meningkatkan kerja dari

pernapasan dan risiko terjadi kelemahan pada paru-paru. Kegagalan respirasi dapat

terjadi karena trauma pada dinding thoraks dan lebih sering terjadi kontusio paru atau

terjadinya pneumonia nosokomial.

2. Hipoksia

Fraktur tulang iga mengganggu proses ventilasi dengan berbagai mekanisme.

Ketidaksesuaian perfusi/ventilasi menurunkan pertukaran gas dan penurunan

compliance paru sehingga secara klinis muncul gejala seperti hipoksia. Kegagalan

pernapasan terjadi ketika pertukaran O2 dengan CO2 tidak adekuat sesuai kebutuhan

metabolisme sehingga menyebabkan hypoxemia (Gunning, 2003).

3. Atelektasis

Nyeri dari patah tulang costae dapat disebabkan karena penekanan respirasi yang

menyebabkan atelectasis dan pneumonia. Hipoksemia berhubungan dengan

ketidaksesuaian ventilasi dan perfusi karena penurunan ventilasi sehingga

meningkatkan FiO2. Bila atelectasis muncul, positive end expiratory pressure (PEEP)

akan meningkatkan PaO2 (Gunning, 2003).

4. Pneumonia

Penumonia merupakan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada

patah tulang costae. Pneumonia dapat bervariasi tergantung pada patah tulang costae

dan usia pasien. Insiden terjadinya pneumonia pada semua pasien yang dirawat di

rumah sakit dengan satu atau lebih patah tulang costae sekitar 6% (Melendez, 2015).

6
b. Kerusakan organ viseral

Fraktur pada costae bagian bawah biasanya berhubungan dengan trauma pada

organ abdomen dibandingkan dengan parenkim paru. Fraktur pada bagian bawah kiri

berhubungan dengan trauma lien dan fraktur pada bagian bawah kanan berhubungan

trauma liver dengan fraktur pada costae 11 dan 12 biasanya berhubungan dengan

cedera ginjal (Melendez, 2015).

c. Pneumothoraks

Adanya akumulasi udara dalam rongga pleura yang menekan paru-paru dapat

dilihat pada pemeriksaan diagnostik foto polos thoraks. Pneumothoraks adalah suatu

kondisi adanya udara yang terperangkap di rongga pleura akibat robeknya pleura

viseral, dapat terjadi spontan atau karena trauma yang mengakibatkan terjadinya

peningkatan tekanan negatif intrapleura sehingga mengganggu proses pengembangan

paru. Pneumothoraks terjadi karena trauma tumpul atau tembus thorak. Dapat pula

terjadi karena robekan pleura viseral yang disebut dengan barotrauma atau robekan

pleura mediastinal yang disebut dengan trauma trakheobronkial (Neto,2015).

d. Hemothoraks

Hemothoraks berhubungan dengan adanya darah/bekuan darah pada rongga

thoraks dan memerlukan tindakan segera thoracostomy drainage. Risiko empysema

meningkat pada pasien dengan hemothoraks. Terakumulasinya darah pada rongga

thoraks terjadi akibat trauma tumpul atau tembus pada thoraks. Sumber perdarahan

umumnya berasal dari arteri interkostalis atau arteri mamaria interna. Perlu diingat

bahwa rongga hemothoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehinnga pasien

hemothoraks dapat terjadi syok hipovolemik berat yang mengakibatkan terjadinya

kegagalan sirkulasi tanpa terlihat adanya perdarahan yang nyata oleh karena

perdarahan massif yang terjadi terkumpul di dalam rongga thoraks (Melendez,2015).

7
e. Kontusio Paru

Trauma tumpul thoraks menyebabkan kontusio paru merupakan kasus yang

sering terjadi dengan 10% - 17% dari semua pasien yang masuk rumah sakit dengan

angka kematian 10% - 25% (Martin et al, 2009). Fraktur costae selalu berhubungan

dengan kontusio paru. Fraktur Multiple Costae ditemukan menjadi faktor predisposisi

atau faktor penyebab terjadinya penurunan fungsi paru dan compromised ventilation.

G. Penatalaksanaan Medis

Fraktur 1-2 costae tanpa adanya penyulit/kelainan lain ditangani secara

konservatif (analgetika). Fraktur lebih dari 2 costae harus diwaspadai kelainan lain

(edema paru, hematotoraks, pneumotoraks). Penatalaksanaan fraktur iga multipel

yang disertai penyulit lain (seperti: pneumotoraks, hematotoraks dsb.) ditujukan

untuk mengatasi kelainan yang mengancam jiwa secara langsung, di ikuti oleh

penanganan pasca operasi/ tindakan yang adekuat (analgetika, bronchial toilet, cek lab

dan rontgen berkala, sehingga dapat menghindari morbiditas komplikasi (Anonim,

2011). Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,

hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah (Dewi, 2010; Sjamsuhidajat,

dkk., 2004):

a. Analgetik yang adekuat (oral/ iv /intercostal block)

b. Bronchial toilet

c. Cek lab berkala : Hb, Ht, leukosit, trombosit,dan analisa gas darah

d. Cek foto rontgen berkala

H. Primary Survey dan Secondary Survey Fraktur Multiple Costae

Primary Survey :

8
1. Airway dan kontrol cedera cervical

a. Kaji adanya sumbatan jalan napas.

b. Kaji adanya suara napas snoring, gurgling dan stridor.

c. Buka jalan napas, jika dicurigai adanya fraktur cervical buka jalan napas dengan

teknik jaw trust dan jika tidak ada fraktur cervical buka jalan napas dengan head til,

chin lift atau head til dan chin lift.

2. Breathing

a. Look : pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit,

memar, deformitas, gerakan paradoksal.

b. Listen: vesikular paru, suara jantung, suara tambahan

c. Feel: krepitasi, nyeri tekan

3. Circulation dan control perdarahan

a. Ukur Tekanan darah

b. Kaji adanya perdarahan

c. Kaji adanya tanda-tanda syok (nadi cepat dan lemah, akral dingin, CRT > 2 detik)

4. Disability

a. Tingkat kesadaran

b. Respon pupil

c. Tanda-tanda lateralisasi

d. Tingkat cedera spinal

e. Kaji refleks cahaya, pupil, Babinski.

5. Eksposure

a. Buka pakaian pasien tetap pertahankan suhu tubuh pasien agar tidak mengalami

hipotermi.

b. Kaji DOTS (Deformitas, Open Wounds, Tenderness, dan Swelling).

9
6. Folley Catheter

Dilakukan pemasangan kateter jika tidak ada kontraindikasi dilakukan pemasangan

kateter.

7. Gastric Tube

Pemasangan OGT atau NGT jika ada indikasi dan tidak ada kontra indikasi.

8. Heart Monitor

Pemasangan monitor kelistrikan jantung, tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu

tubuh.

Secondary Survey :

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu:

i. Rontgen standar

a. Rontgen rhorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hemothoraks

dan pneumothoraks ataupun kontusio paru, dan untuk mengetahui jenis dan letak

fraktur.

b. Foto oblique untuk mengetahui fraktur multiple

ii. EKG

iii. Monitor laju pernapasan

iv. Pemeriksaan Laboratorium (analisa gas darah), pulse oksimetri dan laju

nafas

I. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

2. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)

3. Nyeri akut (D.0077)

4. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)

5. Gangguan integritas kulit dan jaringan (D.0129)

10
6. Resiko infeksi (D.0142)

J. Rencana Keperawatan

1. Gangguan Pertukaran Gas (D.0003)

NOC :

b. Respiratory Status : Gas exchange

c. Respiratory Status : ventilation

d. Vital Sign Status

Kriteria Hasil :

a. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat

b. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

c.  Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis

dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,

tidak ada pursed lips)

d. Tanda tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Airway Management

a. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu

b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan

d. Pasang mayo bila perlu

e.  Lakukan fisioterapi dada jika perlu

f.  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

g. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

h.  Lakukan suction pada mayo

i. Berika bronkodilator bial perlu

11
j.  Barikan pelembab udara

k.  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

l.  Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

a. Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi

b. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi

otot supraclavicular dan intercostal

c. Monitor suara nafas, seperti dengkur

d.  Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne

stokes, biot

e.  Catat lokasi trakea

f.  Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis)

g. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara

tambahan

h. Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada

jalan napas utama

i. auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya

3. Perfusi perifer tidak efektif (D0009)

NOC :

a. Circulation status

b. Tissue Prefusion : cerebral

Kriteria Hasil :

a. mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :

1) Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan

12
2) Tidak ada ortostatikhipertensi

3) Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15

mmHg)

b.  mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

1) berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan

2) menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi

3)  memproses informasi

4) membuat keputusan dengan benar

c.  menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran

mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter

NIC :

Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)

a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul

b. Monitor adanya paretese

c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi

d. Gunakan sarun tangan untuk proteksi

e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

f. Monitor kemampuan BAB

g. Kolaborasi pemberian analgetik

h. Monitor adanya tromboplebitis

i. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

4. Nyeri akut (D0077)

NOC :

13
a. Pain Level

b. Pain control

c. Comfort level

Kriteria Hasil :

a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik

nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

e. Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Pain Management

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien

d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol

nyeri masa lampau

g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,

pencahayaan dan kebisingan

i. Kurangi faktor presipitasi nyeri

14
j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter

personal)

k. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi

m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

n. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

o. Tingkatkan istirahat

p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

c. Cek riwayat alergi

d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian

lebih dari satu

e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

f. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

g. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

i. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

5. Gangguan mobilitas fisik (D0054)

NOC :

a. Joint Movement : Active

b. Mobility Level

15
c. Self care : ADLs

d. Transfer performance

Kriteria Hasil :

a. Klien meningkat dalam aktivitas fisik

b. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

c. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan

berpindah

d. Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi (walker)

NIC :

Exercise therapy : ambulation

a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan

b. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan

kebutuhan

c. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera

d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi

e. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi

f. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai

kemampuan

g. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps.

h. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.

i. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

6. Gangguan integritas kulit dan jaringan (D0129)

NOC :

Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

Kriteria Hasil :

16
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur,

hidrasi, pigmentasi)

b. Tidak ada luka/lesi pada kulit

c. Perfusi jaringan baik

d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya

sedera berulang

e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan

alami

NIC : Pressure Management

a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

b. Hindari kerutan padaa tempat tidur

c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

e. Monitor kulit akan adanya kemerahan

f. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan

g. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

h. Monitor status nutrisi pasien

7. Resiko infeksi (D0142)

NOC :

a. Immune Status

b. Knowledge : Infection control

c. Risk control

17
Kriteria Hasil :

a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan

serta penatalaksanaannya,

c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

d. Jumlah leukosit dalam batas normal

e. Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :

Infection Control (Kontrol infeksi)

a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

b. Pertahankan teknik isolasi

c. Batasi pengunjung bila perlu

d. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah

berkunjung meninggalkan pasien

e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan

f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan

g. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

h. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat

i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

j. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

k. Tingktkan intake nutrisi

l. Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)

a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

b. Monitor hitung granulosit, WBC

18
c. Monitor kerentanan terhadap infeksi

d. Batasi pengunjung

e. Saring pengunjung terhadap penyakit menular

f. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko

g. Pertahankan teknik isolasi k/p

h. Berikan perawatan kuliat pada area epidema

i. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

j. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah

k. Dorong masukkan nutrisi yang cukup

l. Dorong masukan cairan

m. Dorong istirahat

n. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep

o. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

p. Ajarkan cara menghindari infeksi

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Kolaps Paru Pada Pneumothorax. Diakses dari

http://medicastore.com/penyakit/148/Kolaps_Paru-Paru_Pneumothorax.html pada

tanggal 5 Januari 2012.

Anonim. 2004. Pneumothorax dan Kolaps Paru. Diakses dari

http://fordisfisio.forumotion.com/kardiorespirasi-f4/pneumothorax-kolaps- paru-

t12.htm pada tanggal 5 Januari 2012.

19
Azz, Y. 2008. Fraktur Costae. Diakses dari http://www.slideshare.net/yar_azz/fraktur-iga

pada tanggal 5 Januari 2012.

Dewi, I.K. 2010. Fraktur Clavicula dan Fraktur Costae. Diakses dari

http://www.scribd.com/doc/47345054/Fraktur-Clavicula-dan-Fraktur-Costae pada

tanggal 5 Januari 2012.

Howell, N., Ranasinghe, A., & Graham, T. (2005). Management of rib and sternal fractures.

Trauma, 7, 47–54.

Prasenohadi, T. S. (2012). Penatalaksanaan Pasien Trauma dengan Fraktur Iga Multipel.

Majalah Kedokteran Terapi Intensif, 2.

Syamsuhidajat, R, Wim De Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai