Anda di halaman 1dari 11

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian
Trauma arteri adalah trauma pada pembuluh darah arteri yang bisa

disebabkan oleh trauma tembus atau trauma tumpul terhadap ekstremitas yang

jika tidak diketahui dan tidak dilakukan tindakan sedini mungkin akan

mengakibatkan hilangnya atau matinya ekstremitas tersebut atau bahkan bisa

menyebabkan kematian bagi pasien. (Dennis JW, 2008)

B. Konsep Dasar Penyakit


1. Presipitasi & Predisposisi

Penyebab paling sering trauma pada pembuluh darah ekstremitas adalah

luka tembak ( 70-80%), luka tusuk ( 5-10%), luka akibat pecahan kaca.

Selain itu trauma pada pembuluh darah yang disebabkan oleh trauma

tumpul seperti pada korban kecelakaan atau seorang atlet yang cedera

biasanya jarang ( 5-10%). Penyebab iatrogenik sekitar 10 % dari semua

kasus yang diakibatkan oleh prosedur endovaskuler seperti kateterisasi

jantung. (Samett EJ, 2006)

a. Trauma Tajam

Derajat I adalah robekan adventisia dan media, tanpa menembus

dinding. Derajat II adalah robekan parsial sehingga dinding arteri juga


terluka dan biasanya menyebabkan perdarahan hebat karena tidak

mungkin terjadi retraksi. Derajat III pembuluh putus total.

b. Trauma tumpul

Derajat I adalah robekan tunika intima yang luas. Pada derajat II,

terjadi robekan tunika intima dan tunika media disertai hematoma dan

trombosis dinding arteri. Derajat III merupakan kerusakan seluruh

tebal dinding arteri diikuti dengan tergulungnya tunika intima dan

media ke dalam lumen serta pembentukan trombus pada tunika

adventisia yang utuh.

c. Trauma iatrogenik

Tindak diagnosis maupun penanganan kedokteran dapat

menimbulkan trauma arteri derajat I, baik berupa trauma tumpul yang

merobek intima, atau trauma tajam yang merobek sebagian dinding.

Penyebab tersering adalah pungsi arteri untuk pemeriksaan darah,

dialisis darah, atau penggunaan kateter arteri untuk diagnosis atau

pengobatan.

d. Trauma luka tembak

Luka tembak umumnya melibatkan arteri besar. Trauma ini dapat

ditolong dengan rekonstruksi arteri. Pertolongan pertama selalu berupa

bebat tekan tanpa turniket di daerah perlukaan arteri.


2. Patofisiologi

Pada ekstremitas atas, area yang patut di cermati dan menjadi

lokasi yang beresiko tinggi adalah axilla, medial dan anterior lengan atas,

dan fosa antecubiti karena lokasi arteri axillaries dan brachialis terletak

superficial. Sedangkan pada ekstremitas bawah area yang patut dicermati

adalah anterior ligamentum inguinalis, inferior dari lipatan gluteus , dan

fossa popliteal Trauma pada arteri radialis atau ulnaris dapat dilakukan

tindakan ligasi saja asalkan arkus palmaris intak dan tidak ada trauma

pada kedua arteri tersebut sebelumnya. (Hafez HM, 2007)

3. Manifestasi Klinis

Anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang teliti terhadap

tanda-tanda trauma pada pembuluh darah adalah langkah pertama dan

yang terpenting dalam menegakkan diagnosa. Pada anamnesa perlu

ditanyakan mekanisme kejadian, waktu kejadian dan lamanya sampai

datang ke tempat pertolongan oleh karena iskemia dengan temperature

suhu tubuh selama 6 jam menyebabkan terjadinya gangguan fungsi saraf

yang irreversible dan kerusakan otot pada 10% pasien, trauma arteri

sebelumnya, riwayat obat2an yang mengganggu fungsi koagulasi. Tanda

pasti (Hard Sign) trauma vascular meliputi perdarahan yang sifatnya

pulsatil, hematoma yang meluas, thrill atau bruit, dan tanda2 terjadinya

iskemia(pallor, paresthesia, paralysis, pain, pulselesness, dan


poikilothermia). Jika ditemukan tanda pasti tersebut maka harus segera

dilakukan tindakan bedah eksplorasi dan repair. Tanda tak pasti (Soft

Sign ) meliputi hematoma yang kecil dan tetap tidak bertambah ukuran,

gangguan pada saraf tepi akibat cedera langsung pada sistem saraf

( neuropati iskemik terjadi pada fase lanjut beberapa jam kemudian bukan

pada fase akut ), hipotensi atau syok , atau adanya cedera yang bersamaan

seperti fraktur atau dislokasi, adanya cedera pada lokasi dimana terdapat

pembuluh darah yang melintasi. Jika ditemukan tanda tak pasti ini

merupakan indikasi untuk evaluasi lanjut dengan dupplex sonografi,

arteriografi, atau Multidetector Helical CT untuk memastikan apakah ada

trauma pada pembuluh darah. Terabanya pulsasi arteri radialis tidak

menyingkirkan diagnosa trauma arteri pada bagian proksimalnya oleh

karena banyaknya kolateral pada daerah shoulder dan elbow dengan

pembuluh darah pada lengan. Pemeriksaan lain yang berguna adalah allen

test, arterial pressure index ( API ) yang diukur dengan menggunakan

doppler berguna untuk menegakkan diagnosa trauma pada arteri. Johansen

dkk mengungkapkan bahwa API<0.90 memiliki 95% sensitivity dan 97%

specificity terhadap penegakkan diagnosa trauma pada arteri. API > 0.90

memiliki angka negative predictive value sebesar 99% Pemeriksaan

ankle-brachial index ekivalen dengan arterial pressure index dan

digunakan jika didapatkan multiple trauma pada ekstremitas. Angka ABI


didapatkan dengan membagi nilai sistole dari dorsalis pedis atau arteri

tibialis posterior dengan arteri brachialis ipsilateral. (Durham JR, 2006).

4. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan non invasive adalah dengan menggunakan duplex

sonography. Keistimewaan alat ini adalah portable, cepat dan murah, dan

akurat. Selain itu alat ini juga bisa digunakan untuk mendiagnosa cedera

pada pembuluh vena . Fry dkk melaporkan bahwa doppler ultra

sonography memiliki sensitivitas 100% dan spesifisitas 97% untuk

menegakkan diagnosa trauma pada pembuluh darah besar. Kekurangan

alat ini adalah perlu keahlian dari operator, alat tidak bisa pada luka yang

terbuka, dan tidak bisa dilakukan pada hematoma yang sangat luas, tidak

bisa menjangkau arteri subclavia, profunda femoris, dan arteri brachialis

profunda.

Pemeriksaan arteriografi merupakan standard untuk evaluasi

pada kasus trauma arteri, tetapi pemeriksaan ini memiliki kerugian biaya

yang mahal, butuh waktu yang cukup lama untuk mempersiapkan

pemeriksaan tersebut, dibutuhkan pemeriksaan fungsi ginjal oleh karen

apemeriksaan tersebut menggunakan kontras. Pemeriksaan non invasive

yang lain adalah Multidetector Helical CT angiography yang memberikan

pencitraan dengan resolusi tinggi terhadap vaskular, tulang, dan soft tissue

dibandingkan dengan arteriogram konvensional. Selain itu biaya lebih


murah, tidak memerlukan kontras. Pemeriksaan ini ditujukan pada kasus –

kasus yang tidak indikasi untuk dilakukan tindakan operative segera.

(Eskandari MK, 2005).

5. Komplikasi

a. Oklusi dan perdarahan dari thrombosis sering menjadi komplikasi dini

setelah operasi dan ini membutuhkan reoperasi segera

b. Sindroma kompartemen

Yang perlu diwaspadai setelah repair vaskular . Sindroma

kompartemen disebabkan oleh peningkatan tekanan pada fasia

kompartemen yang disebabkan oleh iskemia otot dan sel saraf. Gejala

kompartemen yang bisa diwaspadai adalah nyeri yang sangat dan

bertambah dengan gerakan pasif serta adanya tanda2 paralisis,

paresthesia, pucat, bengkak, dan penurunan sensasi sensorik. Jika

terjadi sindroma kompartemen maka perlu dilakukan fasiotomi. Pada

ekstremitas atas terdapat 3 tempat yang memiliki kompartemen yakni

lengan atas memiliki kompartemen anterior dan posterior, lengan

bawah 3 kompartemen, volar, dorsal, dan kumpulan tendon.

Sedangkan pada tangan terdapat 4 kompartemen yakni central, thenar,

hypothenar, dan kompartemen interossei.

c. Cedera pada saraf yang bisa berakibat kelumpuhan motorik atau

gangguan sensasi
d. Nekrosis jaringan akibat vaskular compromise dalam waktu yang lama

e. Infeksi

f. Komplikasi lanjut adalah terjadinya fistula arteri-vena dan

pseudoaneurisma. (Kaar G, 2002).

6. Penatalaksanaan Medis

a. Terapi Medikamentosa

Terapi medikamentosa pada trauma arteri dengan gambaran

arteriogram yang positif, non oklusif dan asimptomatik masih

kontroversial.

b. Terapi Surgikal

Tindakan bedah untuk menangani trauma pada pembuluh darah

(arteri) adalah melakukan tekanan langsung pada sumber perdarahan .

Melakukan torniket pada proksimal dari luka yang berdarah akan

mencederai saraf tepi selain itu juga tidak efektif untuk kontrol

perdarahan. Tidak dibenarkan melakukan klem pada struktur vaskular

karena akan menyebabkan kesulitan pada saat dilakukan definitif

repair selain itu juga akan menyebabkan kerusakan jaringan sekitar.

Jika pada pasien didapatkan fraktur atau dislokasi maka sebelum

dilakukan pemeriksaan terhadap pembuluh darah, harus dilakukan

reposisi terlebih dahulu.


Tipe repair dari pembuluh darah tergantung dari seberapa luas dan

parah kerusakan dari arteri. Repair primer dengan end to end

anastomose dengan jahitan continous atau interrupted menggunakan

benang monofilament nonabsorbable, ukuran benang tergantung dari

diameter dari arteri yang terluka. Jika gap arteri cukup besar, maka

diperlukan rekonstruksi interposition graft yang diambil dari vena

saphena magna atau vena cephalica. Meskipun polytetrafluoroethylene

(PTFE) graft dapat digunakan pada kasus trauma, tetapi

penggunaannya perlu dihindari sebisa mungkin karena meningkatkan

resiko terjadinya infeksi dan menyebabkan gangguan patensi inferior

akibat trombosis terutama pada pembuluh darah yang kecil.

c. Perawatan Post Operasi

Selama prosedur operasi dilakukan pemberian heparin intravena untuk

mencegah terjadinya pembekuan darah akibat klem arteri sementara.

Pemberian heparin 5000IU secara tunggal diberikan selama operasi.

Penggunaan heparin pasca operasi tidak rutin digunakan, selain tidak

memberikan keuntungan terhadap perbaikan, juga akan menyebabkan

timbulnya komplikasi perdarahan. Penggunaan Low Molecular Weight

Dextran memberikan hasil yang baik terhadap penyembuhan reparasi

pembuluh darah vena. Pemberian aspirin atau antiplatelet lain juga

diperlukan sesaat setelah operasi selesai. (McCroskey BL, 2002)


C. Diagnosa

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Fisik

2. Resiko Infeksi ditandai dengan prosedure invasif

3. Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan dengan Faktor mekanik

4. Ansietas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan

D. Intevensi

1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Fisik

Intervensi Rasional
a. Lakukan pemeriksaan nyeri a. Mengetahui penyebab nyeri
secara komprehensif b. Mengurangi nyeri
b. Ajarkan teknik non c. Menambah pengetahuan
farmakologi (relaksasi, terapi mengenai nyeri
musik) d. Mengurangi nyeri
c. Berikan informasi mengenai
nyeri (penyebab nyeri)
d. Kolaborasi pemberian
analgetik

2. Resiko Infeksi ditandai dengan prosedure invasif

Intervensi Rasional
a. Monitor adanya tanda dan a. Mengetahui jika terjadi infeksi
gejala infeksi b. Mengurangi penyebaran
b. Batasi jumlah pengunjung bila infeksi
perlu c. Mengurangi infeksi
c. Cuci tangan sebelum dan d. Mencegah terjadinya infeksi
sesudah tindakan pada area tusukan infus
d. Ganti letak IV perifer dan e. Membantu mengurangi
dressing sesuai petunjuk terjadinya infeksi
umum
e. Kolaborasi pemberian
antibiotik
3. Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan dengan Faktor mekanik

Intervensi Rasional
a. Monitor kulit akan adanya a. Mengetahui keadaan kulit klien
kemerahan b. Mengurangi gesekan luka pada
b. Ajarkan pasien untuk kulit
menggunakan pakaian yang c. Mencegah terjadinya infeksi
longgar dan mencegah kulit agar tidak
c. Jaga kebersihan kulit agar lembab
tetap bersih dan kering d. Mengetahui rentang gerak
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien
pasien setiap 2 jam sekali)
e. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien

4. Ansietas berhubungan dengan Perubahan status kesehatan

Intervensi Rasional
a. Jelaskan semua prosedur dan a. Mengetahui prosedur dan dapat
apa yang dirasakan selama mengurangi kecemasan
prosedur b. Membantu mengurangi
b. Dengarkan dengan penuh kecemasan
perhatian c. Membantu kliem lebih rileks
c. Ajarkan teknik relaksasi nafas d. Dapat membantu klien lebih
dalam tenang
d. Kolaborasi pemberian obat
untuk mengurangi kecemasan

DAFTAR PUSTAKA
Dennis JW, Frykberg ER, Crump JM. New perspectives on the management of

penetrating trauma in proximity to major limb arteries. J Vasc

Surg. Jan 2008 ;11(1):84-92; discussion 92-3. [Medline].

Durham JR, Yao JS, Pearce WH. Arterial injuries in the thoracic outlet syndrome. J

Vasc Surg. Jan 2006 ;21(1):57-69; discussion 70.

Eskandari MK, Yao JST. Occupational Vascular Problems. In: Rutherford RB, ed.

Vascular Surgery, 6th ed. Philadelphia, Pa:. WB Saunders;2005, in press.

Hafez HM, Woolgar J, Robbs JV. Lower extremity arterial injury: results of 550 cases

and review of risk factors associated with limb loss. J Vasc Surg. Jun 2007 ;

33(6):1212-9. [Medline].

Kaar G, Broe PJ, Bouchier-Hayes DJ. Upper limb emboli. A review of 55 patients

managed surgically. J Cardiovasc Surg (Torino). Mar-Apr 2002 ;30(2):165-

8.

McCroskey BL, Moore EE, Pearce WH. Traumatic injuries of the brachial artery. Am

J Surg. Dec 2002;156(6):553-5.

Samett EJ , Espinosa GA, Chiu JC. Clinical assessment and arteriography for patients

with penetrating extremity injuries: a review of 500 cases with the Veterans

Affairs West Side Medical Center. Mil Med. Jan 2006 ;162(1):19-23.

[Medline].

Anda mungkin juga menyukai