A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan
radiasi yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Irna Bedah RSUD
Dr.Soetomo, 2001)
2. Etiologi
1) Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
a. Gas
b. Cairan
c. Bahan padat (Solid)
2) Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
3) Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
4) Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
5. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan karena terpapar panas, radiasi, bahan kimia, radiasi dan listrik,
sehingga terjadi pengalihan dari suatu sumber panas ke tubuh. Akibat adanya rangsangan
tersebut maka terjadi kehilangan barier kulit sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan
jaringan, dan berlanjut ke kerusakan termogulasi. Kehilangan barier kulit ini juga
menimbulkan respon inflamasi yang kemudian terjadi pelepasan makrofag, karena makrofag
ini berperan untuk fagositosis serta respon imun maka terjadi reaksi antibodi-antigen, lalu dari
reaksi tersebut terjadi pelepasan tromboplastin dan fibrinogen sehingga terjadi trombus,
iskemik dan nekrosis.
Segera setelah cedera termal, terjadi kenaikkan nyata pada tekanan hidrostatik kapiler
pada jaringan yang cedera, disertai peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini mengakibatkan
perpindahan cairan plasma intravaskuler menembus kapiler yang rusak karena panas dalam
daerah interstisial (mengakibatkan edema).
Kehilangan plasma dan protein cairan mengakibatkan penurunan tekanan osmotik koloid
pada kompartemen vaskuler kemudian kebocoran cairan dan elektrolit, kemudian berlanjut
pembentukan edema tambahan pada jaringan yang terbakar dan keseluruh tubuh.
Kebocoran ini yang terdiri atas natrium, air, dan plasma diikuti penurunan curah jantung,
maka terjadilah penurunan perfusi pada organ besar seperti aliran darah ke ginjal yang
akhirnya menyebabkan asidosis metabolik, aliran darah gastrointestinaal menurun akibatnya
resiko ileus, begitu pula aliran darah tidak lancaryang jika tidak segera diatasi menyebabkan
nekrosis.
6. Penyimpangan KDM
Gagal nafas
Hipoksia Otak Tek.Onkotik dan
Jalan nafas tdk Tek. Hidrostatik
efektif Kerusakan
Pertukaran Gas Cairan intravaskuler
Stimulasi saraf
Kekurangan Hipovolemia dan
sensoris kulit Vol.cairan hemokonsentrasi
Stimulasi
Stimulasi Nyeri
mediator kimia
resiseptor
Ketakutan
Gangguan
Sirkulasi Mikro Hipotermi
kulit
7. Perubahan Fisiologis Pada Luka Bakar
Tingkatan hipovolemik Tingkatan diuretik
Perubahan ( s/d 48-72 jam pertama) (12 jam – 18/24 jam pertama)
Mekanisme Dampak dari Mekanisme Dampak dari
Pergeseran Vaskuler ke Hemokonsentras Interstitial ke Hemodilusi.
cairan insterstitial. i oedem pada vaskuler.
ekstraseluler. lokasi luka
bakar.
Fungsi renal. Aliran darah Oliguri. Peningkatan Diuresis.
renal aliran darah
berkurang renal karena
karena desakan desakan
darah turun darah
dan CO meningkat.
berkurang.
Kadar Na+ Defisit sodium. Kehilangan Defisit sodium.
sodium/natrium. direabsorbsi Na+ melalui
oleh ginjal, diuresis
tapi kehilangan (normal
Na+ melalui kembali
eksudat dan setelah 1
tertahan dalam minggu).
cairan oedem.
Kadar K+ dilepas Hiperkalemi K+ bergerak Hipokalemi.
potassium. sebagai akibat kembali ke
cidera jarinagn dalam sel,
sel-sel darah K+ terbuang
merah, K+ melalui
berkurang diuresis
ekskresi (mulai 4-5
karena fungsi hari setelah
renal luka bakar).
berkurang.
Kadar protein. Kehilangan Hipoproteinemia Kehilangan Hipoproteinemia.
protein ke . protein
dalam jaringan waktu
akibat berlangsung
kenaikan terus
permeabilitas. katabolisme.
Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan Katabolisme Keseimbangan
nitrogen. jaringan, nitrogen negatif. jaringan, nitrogen negatif.
kehilangan kehilangan
protein dalam protein,
jaringan, lebih immobilitas.
banyak
kehilangan
dari masukan.
Keseimbnagan Metabolisme Asidosis Kehilangan Asidosis
asam basa. anaerob karena metabolik. sodium metabolik.
perfusi bicarbonas
jaringan melalui
berkurang diuresis,
peningkatan hipermetabol
asam dari isme disertai
produk akhir, peningkatan
fungsi renal produk akhir
berkurang metabolisme
(menyebabkan .
retensi produk
akhir tertahan),
kehilangan
bikarbonas
serum.
Respon stres. Terjadi karena Aliran darah Terjadi Stres karena
trauma, renal berkurang. karena sifat luka.
peningkatan cidera
produksi berlangsung
cortison. lama dan
terancam
psikologi
pribadi.
Eritrosit Terjadi karena Luka bakar Tidak terjadi Hemokonsentrasi
panas, pecah termal. pada hari- .
menjadi fragil. hari pertama.
Lambung. Curling ulcer Rangsangan Akut dilatasi Peningkatan
(ulkus pada central di dan paralise jumlah cortison.
gaster), hipotalamus dan usus.
perdarahan peingkatan
lambung, jumlah cortison.
nyeri.
Jantung. MDF Disfungsi Peningkatan CO menurun.
meningkat 2x jantung. zat MDF
lipat, (miokard
merupakan depresant
glikoprotein factor)
yang toxic sampai 26
yang unit,
dihasilkan oleh bertanggung
kulit yang jawab
terbakar. terhadap
syok spetic.
9. Pemeriksaan diagnostik:
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini terutama penting
untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam pertama karena peningkatan
kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal, khususnya pada
cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan otot pada
luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka bakar
masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
10. Komplikasi
a) Gagal respirasi akut
b) Syok sirkulasi/Hipovolemia
c) Gagal ginjal
d) Sindrom Kompartemen
e) Ileus Paralitik
11. Penatalaksanaan
A. Resusitasi A, B, C.
1) Pernafasan:
a. Udara panas mukosa rusak oedem obstruksi.
b. Efek toksik dari asap: HCN, NO2, HCL, Bensin iritasi Bronkhokontriksi
obstruksi gagal nafas.
2) Sirkulasi:
gangguan permeabilitas kapiler: cairan dari intra vaskuler pindah ke ekstra vaskuler
hipovolemi relatif syok ATN gagal ginjal.
B. Resusitasi cairan Baxter.
Dewasa : Baxter.
RL 4 cc x BB x % LB/24 jam.
Anak: jumlah resusitasi + kebutuhan faal:
RL : Dextran = 17 : 3
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal :
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
C. Mencegah Infeksi
o Jika kulit masih utuh, bersihkan dengan larutan antiseptik secara perlahan tanpa
merobeknya.
o Jika kulit tidak utuh, hati-hati bersihkan luka bakar. Kulit yang melepuh harus
dikempiskan dan kulit yang mati dibuang.
o Berikan antibiotik topikal/antiseptik (ada beberapa pilihan bergantung
ketersediaan obat: peraknitrat, perak-sulfadiazin, gentian violet, povidon dan
bahkan buah pepaya tumbuk). Antiseptik pilihan adalah perak-sulfadiazin karena
dapat menembus bagian kulit yang sudah mati. Bersihkan dan balut luka setiap
hari.
o Luka bakar kecil atau yang terjadi pada daerah yang sulit untuk ditutup dapat
dibiarkan terbuka serta dijaga agar tetap kering dan bersih.
Obati bila terjadi infeksi sekunder
o Jika jelas terjadi infeksi lokal (nanah, bau busuk, selulitis), kompres jaringan
bernanah dengan kasa lembap, lakukan nekrotomi, obati dengan amoksisilin oral
(15 mg/kgBB/dosis 3 kali sehari), dan kloksasilin (25 mg/kgBB/dosis 4 kali
sehari). Jika dicurigai terdapat septisemia gunakan gentamisin (7.5 mg/kgBB
IV/IM sekali sehari) ditambah kloksasilin (25–50 mg/kgBB/dosis IV/IM 4 kali
sehari). Jika dicurigai terjadi infeksi di bawah keropeng, buang keropeng tersebut .
Periksa status imunisasi tetanus
o Bila belum diimunisasi, beri ATS atau immunoglobulin tetanus (jika ada)
o Bila sudah diimunisasi, beri ulangan imunisasi TT (Tetanus Toksoid) jika sudah
waktunya.
Kontraktur luka bakar. Luka bakar yang melewati permukaan fleksor anggota tubuh dapat
mengalami kontraktur, walaupun telah mendapatkan penanganan yang terbaik (hampir
selalu terjadi pada penanganan yang buruk). Cegah kontraktur dengan mobilisasi pasif
atau dengan membidai permukaan fleksor Balutan dapat menggunakan gips. Balutan ini
harus dipakai pada waktu pasien tidur.
D. Nutrisi
a. Bila mungkin mulai beri makan segera dalam waktu 24 jam pertama.
b. Anak harus mendapat diet tinggi kalori yang mengandung cukup protein,
vitamin dan suplemen zat besi.
c. Anak dengan luka bakar luas membutuhkan 1.5 kali kalori normal dan 2-3
kali kebutuhan protein normal.
E. Fisioterapi dan rehabilitasi
a. Harus dimulai sedini mungkin dan berlanjut selama proses perawatan luka
bakar.
b. Jika pasien dirawat-inap dalam jangka waktu yang cukup lama, sediakan
mainan untuk pasien dan beri semangat untuk tetap bermain
F. Topikal dan tutup luka
- Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang jaringan nekrotik.
- Tulle.
- Silver sulfa diazin tebal.
- Tutup kassa tebal.
- Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
G. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
H. Obat – obatan:
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai hasil kultur.
Analgetik : kuat (morfin, petidine)
Antasida : kalau perlu
e) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
f) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada
cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal;
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
g) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk
disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang
derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua
tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
h) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan
sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas
atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas
dalam (ronkhi).
i) Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat
pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status
syok.
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas
panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya
secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis.
Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka
bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik
sehubungan dengan syok listrik).
2. Diagnosa Keperawatan
Marilynn E. Doenges dalam Nursing care plans, Guidelines for planning and documenting
patient care mengemukakan beberapa diagnosa keperawatan sebagai berikut :
1. Pre Operasi
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida, inhalasi
asap, dan obstruksi saluran nafas atas.
b. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi asap.
c. Nyeri berhubungan dengan luka bakar.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
e. Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan
kehilangan cairan.
f. Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka.
g. Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.
2. Post Operasi
a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas kulit
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan pemulihan kembali integritas kapiler.
c. Risti infeksi berhubungan dengan hilangnya barier kulit dan terganggunya respon
imun.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan dengan kebutuhan nutrisi
bagi kesembuhan luka.
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema luka bakar, rasa nyeri.
3. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi
a) Diagnosa : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan karbon monoksida,
inhalasi asap, dan obstruksi saluran nafas atas.
Tujuan : Tidak ada dispnea, frekuensi pernafasan 12-20 x/menit, paru bersih pada
aukultasi.
Intervensi :
1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, trauma dan dalam.
Rasional : Untuk mengetahui apakah dalam rentang normal, batas sianosis.
2. Pantau pasien untuk mendeteksi tanda-tanda hipoksia.
Rasional : Untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
3. Amati letak-letak keadaan luka bakar
Rasional : Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan
4. Pantau hasil gas darah arteri (nilai AGD)
Rasional : Untuk mengetahui data dasar dalam pengkajian status pernafasan dalam
pengobatan.
5. Pantau dengan ketat keadaan pasien yang menggunakan alat ventilator mekanik.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya obstruksi jalan nafas.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya hipoksia/asidosis.
b) Diagnosa : Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek inhalasi
asap.
Tujuan : Jalan nafas paten, pola, dan bunyi nafas normal.
Intervensi :
1. Kaji bunyi nafas, frekuensi pernafasan, dan irama pernafasan.
Rasional : Untuk mengetahui tindakan lanjut apa yang akan dilakukan.
2. Awasi keseimbangan cairan dalam 24 jam.
Rasional : Mencegah kekurangan dan kelebihan cairan.
3. Beri posisi semi fowler
Rasional : Untuk meningkatkan ekspansi paru sehingga melancarkan pernafasan.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen.
Rasional : Mencegah hipoksemia/asidosis.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk fisioterapi dada.
Rasional : Untuk memperbaiki jalan nafas klien sehingga meningkatkan fungsi
pernafasan.
c) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan luka bakar
Tujuan : Nyeri berkurang dan terkontrol
Intervensi :
1. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri dan lokasi nyeri.
Rasional : Untuk menentukan tindakan yang tepat selanjutnya.
2. Balut luka segera mungkin
Rasional : Untuk mecegah timbulnya bakteri yang menyebabkan infeksi.
3. Beri lingkungan yang nyaman
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
d) Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka bakar.
Tujuan : Penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
1. Kaji ukuran, warna, dan kedalaman luka.
Rasional : Untuk mengetahui apakah terjadi proses infeksi
2. Amati tanda-tanda infeksi : suhu dan warna
Rasional : Untuk menghindari komplikasi
3. Berikan perawatan luka bakar yang tepat
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi dan membantu penyembuhan luka.
4 Anjurkan pasien agar tidak memegang daerah luka bakar.
Rasional : Agar tidak terkontaminasi dengan kuman yang ada ditangan.
5 Rubah posisi klien setiap 4 jam.
Rasional : Untuk mencegah kerusakan integritas kulit yang lebih lanjut.
e) Diagnosa : Kurang volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
dan kehilangan cairan.
Tujuan : Volume cairan adekuat. turgor kulit elastis, dan mukosa lembab.
Intervensi :
1. Kaji perubahan kesadaran
Rasional : Sebagai tanda awal kekurangan cairan.
2. Observasi TTV setiap 4 jam.
Rasional : Untuk menentukan keadaan pasien lebih lanjut.
3. Observasi intake/output
Rasional : Mengetahui keseimbangan cairan
4. Ukur lingkar ekstremitas yang terbakar tiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui apakah pasien kekurangan volume cairan.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan parenteral.
Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
f) Diagnosa : Hipotermi berhubungan dengan gangguan mikrosirkulasi kulit dan luka terbuka
Tujuan : Suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
1. Kaji demam klien
Rasional : Untuk mengetahui keadaan umum klien.
2. Observasi TTV tiap 4 jam
Rasional : Sebagai indikator dini dari reaksi hipotermi
3. Berikan lingkungan yang hangat.
Rasional : Memberikan rasa nyaman
4. Anjurka klien untuk banyak minum air putih 2000-2500 ml/hari.
Rasional : Mencegah terjadinya reaksi hipotermi.
g) Diagnosa : Ansietas berhubungan dengan ketakutan dan dampak dari luka bakar.
Tujuan : Cemas teratasi
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan klien
2. Berikan penjelasan dan informasi tentang proseur keperawatan.
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien.
3. Dengarkan keluhan klien
Rasional : Meningkatkan rasa percaya pada perawat.
4 Libatkan orang terdekat klien dalam proses keperawatan
Rasional : Untuk mengurangi rasa cemas pada klien
5 Berikan kesempatan klien untuk bertanya.
Rasional : Untuk mengurangi kecemasan klien
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and suddart. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B.
Lippincott Campany. Philadelpia. Hal. 1293 – 1328.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Goodner, Brenda & Roth, S.L. (1995). Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Alih
bahasa Ni Luh G. Yasmin Asih. PT EGC. Jakarta.
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedoketran
EGC. Jakarta
Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik. Volume I. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC.
Jakarta.