Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY.S.

DENGAN MULTIPLE FRAKTUR+SUSP. INTERNAL BLEEDING

DI IGD RSO SURAKARTA

Disampaikan dalam rangka laporan kegiatan Praktek Klinik Keperawatan II

di IGD RS. Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta tanggal 28 Juni 2012

Oleh

Kelompok I

Hadri
Risma
Mulyo Hartono

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D IV KEPERAWATAN

PEMINATAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

2012
KONSEP DASAR

MULTIPLE FRAKTUR

A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat
diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).

Fraktur dikenal dengan istilah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik, kekuatan, sudut, tenaga,keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi tersebut lengkap atau tidak lengkap ( Silvia A.
Prince, 2000 ).
Multiple fraktur adalah keadaan dimana terjadi hilangnya kontinuitas jaringan tulang
lebih dari satu garis ( Silvia A. Prince, 2000 ).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan multiple fraktur adalah
keadaan dimana terjadi hilangnya kontinuitas jaringan tulang lebih dari satu garis yang
disebabkan oleh tekanan eksternal yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan,
deformitas dan gangguan fungsi pada area fraktur.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


1. Anatomi Tulang

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic
hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini
dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat
penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam enam
kelompok berdasarkan bentuknya : (Arif Muttaqin, 2008)
a) Tulang panjang (long bone), misalnya femur, tibia, fibula, ulna, dan humerus. Daerah
batas disebut diafisis dan daerah yang berdekatan dengan garis epifisis disebut metafasis.
Di daerah ini sangat sering ditemukan adanya kelainan atau penyakit karena daerah ini
merupakan daerah metabolik yang aktif dan banyak mengandung pembuluh darah.
Kerusakan atau kelainan perkembangan pada daerah lempeng epifisis akan menyebabkan
kelainan pertumbuhan tulang.
b) Tulang pendek (short bone) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy)
dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat, misalnya tulang-tulang karpal.
c) Tulang sutura (sutural bone) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar
adalah tulang concellous, misalnya tulang tengkorak.
d) Tulang tidak beraturan (irreguler bone) sama seperti dengan tulang pendek misalnya
tulang vertebrata.
e) Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan
dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella.
f) Tulang pipih (flat bone), misalnya parietal, iga, skapula dan pelvis.

2. Fisiologi Tulang

Fungsi tulang adalah sebagai berikut : (Arif Muttaqin, 2008)

a) Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.

b) Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
c) Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).

d) Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).

e) Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

Komponen utama jaringan tulang adalah mineral dan jaringan organik (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang
tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Matriks organik disebut juga osteoid.
Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberi tinggi pada
tulang. Materi organ lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan (Arif
Muttaqin, 2008).

C. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan
membengkok, memutar, dan menarik. Trauma muskuloskeletal yang dapat
mengakibatkan fraktur adalah :
1) Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada
daerah tekanan. Frakur yang terjadi biasanya bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut
mengalami kerusakan. Misalnya karena trauma yang tiba tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi
patah.
2) Trauma tidak langsung
Disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan kedaerah yang lebih jauh dari
daerah fraktur. Misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula. Pada keadaan ini jaringan lunak tetap utuh, tekanan membengok yang
menyebabkan fraktur transversal, tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat
spiral atau oblik.
3) Trauma patologis
Trauma patologis adalah suatu kondisi rapuhnya tulang karena proses patologis.
Contohnya :
a) Osteoporosis terjadi karena kecepatan reabsorbsi tulang melebihi kecepatan
pembentukan tulang, sehingga akibatnya tulang menjadi keropos secara cepat dan rapuh
sehingga mengalami patah tulang, karena trauma minimal.
b) Osteomilitis merupakan infeksi tulang dan sum sum tulang yang disebabkan oleh bakteri
pirogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui
sirkulasi darah.
c) Ostheoartritis itu disebabkan oleh rusak/ menipisnya bantalan sendi dan tulang rawan.
(Arif Muttaqin, 2008).
D. PATOFISIOLOGI

Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidakseimbangan,


fraktur terjadi dapat berupa fraktur tertutup atau terbuka. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak sedangkan fraktur terbuka disertai dengan kerusakan jaringan
lunak seperti otot, tendon, ligamen dan pembuluh darah. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001 )
Tekanan yang kuat dapat terjadi multiple fraktur terbuka karena fragmen tulang keluar
menembus kulit dan menjadi luka terbuka serta peradangan yang dapat memungkinkan
infeksi, keluarnya darah dapat mempercepat perkembangan bakteri. Tertariknya segmen
karena kejang otot pada area fraktur sehingga disposisi tulang. Multiple fraktur terjadi
jika tulang dikenakan oleh stres yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya.
Multiple fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah jaringan
disekitarnya akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak, perdarahan keotot
dan sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh
dapat mengalami cidera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen
tulang. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001 )
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi multiple fraktur, pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan
yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya. (Chirudin
Rasjad, 2000).
E. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala dari multiple fraktur antara lain sebagai berikut :
1. Nyeri terus menerus sampai tulang diimobilisasi
2. Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas ( terlihat maupun teraba ) ekstermitas yang dapat diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal, ekstermitas tak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antra fragmen satu dengan yang lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal, pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cidera. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001 )
F. MASALAH KEPERAWATAN

Pathway :
Kondisi patologis Trauma langsung
(osteoporosis,osteomelitik, Trauma tidak langsung
Kanker tulang)
Tekanan eksternal>tekanan

Tulang tdk mampu


menahan trauma

Fraktur

Tertutup Tulang tembus kulit

Terbuka diskontinuitas tulang

Perubahan jar. sekitar

laserasi
gangguan perfusi gangguan potensial putusnya vena & arteri
jaringan integritas kulit infeksi
perdarahan nekrosis
syok

resiko defisit vol. disfungsi


cairan neurovaskuler
G. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan medis
a. Recognisi atau pengenalan adalah riwayat kecelakaan derajat keparahannya, prinsip
pertama yaitu mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis,
pemeriksaan klinik dan radiologis
b. Reduksi adalah usaha manipulasi fragmen tulang patah untuk kembali seperti
asalnya, reduksi ada dua macam yaitu reduksi tertutup ( tanpa operasi), contohnya
dengan traksi dan reduksi terbuka (dengan operasi), contohnya dengan fiksasi
internal dengan pemasangan pin, kawat,sekrup atau batangan logam
c. Retensi adalah metode untuk mempertahankan fragmen selama penyembuhan,
dengan fiksasi internal maupun fiksasi eksternal, contohnya GIPS yaitu alat
immobilisasi eksternal yang kaku dan dicetak sesuai bentuk tubuh yang dipasang.
d. Rehabilitasi dimulai segera dan sesudah dilakukan pengobatan untuk menghindari
kontraktur sendi dan atrofi otot. Tujuannya adalah mengurangi oedema,
mempertahankan gerakan sendi, memulihkan kekuatan otot, dan memandu pasien
kembali ke aktivitas normal
e. ORIF yaitu pembedahan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan
stabilitas dan mengurangi nyeri tulang yang patah yang telah direduksi dengan
skrup, paku, dan pin logam
f. Traksi yaitu pemasangan tarikan ke bagian tubuh, beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi. ( Smeltzer, Suzanne C. 2001)
2. Penatalaksanaan Perawatan
a. Fraktur tertutup
Tirah baring diusahakan seminimal mungkin latihan segera dimulai untuk
mempertahankan kekuatan otot yang sehat, dan untuk meningkatkan otot yang
dibutuhkan untuk pemindahan mengunakan alat bantu ( tongkat ) klien diajari
mengontrol nyeri sehubungan fraktur dan trauma jaringan lunak.
b. Fraktur terbuka
Pada fraktur terbuka terdapat risiko infeksi osteomielitis, gas ganggren, dan
tetanus, tujuan perawatan untuk meminimalkan infeksi agar penyembuhan luka
atau fraktur lebih cepat, luka dibersihkan, didebridemen dan diirigasi ( Arif
Muttaqin, 2008 ).
3. Penatalaksanaan kedaruratan
Klien dengan fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian tubuh yang terkena
segera sebelum klien dipindahkan. Daerah yang patah harus di sangga diatas dan
dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi. Immobilisasi tulang panjang
ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua tungkai bersama.
Pada cidera ekstremitas atas lengan dapat dibebatkan ke dada. Peredaran di distal
cidera harus dikaji untuk menentukan kecukupan perfusi jaringan perifer. Luka
ditutup dengan kasa steril ( Arif Muttaqin, 2008 ).
H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat
memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas: ( Arif Muttaqin, 2008)
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa tentang :
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
memperberat dan faktor yang memperingan/ mengurangi nyeri
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang yang menyebabkan fraktur patologis yang sering
sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
2) Pemeriksaan Fisik
Perlu menyebutkan: Keadaan umum, kesadaran penderita, tanda-tanda
vital,neurosensori ( kesemutan, kelemahan, dan deformitas), sirkulasi, seperti
hipertensi kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas), hipotensi ( respon
terhadap kehilangan darah), penurunan nadi pada bagian distal yang cidera,
capilary refil melambat, pucat pada bagian yang terkena, dan masa hematoma
pada sisi cedera.
Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah sebagai berikut :

(1) Look (inspeksi)

(2) Feel (palpasi)

(3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang


yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu
disadari bahwa permintaan Sinar - X harus atas dasar indikasi kegunaan.
Pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan
seperti tomografi, myelografi, arthrografi, Computed Tomografi-Scanning

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
(3) Hematokrit dan leukosit akan meningkat
( Arif Muttaqin, 2008 )
b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas
2. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskular, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, fraktur tertutup.
5. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,
edema, pembentukan trombus)
6. Resiko kekurangan volume cairan b/d ketidakadekuatan intake dan output cairan
c. Rencana tindakan.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
1.1. Tujuan : Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
1.2. Kriteria Hasil : klien melaporkan nyeri berkurang, mengidentifikasi aktivitas yang
meningkatkan atau mengurangi nyeri, tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teratasi
1.3. Intervensi dan rasional
a. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan
atau traksi rasional mengurangi nyeri dan mencegah malformasi
b. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena rasional meningkatkan aliran balik
vena, mengurangi edema/nyeri
c. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif rasional mempertahankan kekuatan
otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler.
d. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)
rasional meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot
e. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, ) rasional
mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang
mungkin berlangsung lama
f. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan
rasional menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri
g. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi rasional menurunkan nyeri
melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun
perifer
h. Evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-
tanda vital) Rasional: Menilai perkembangan masalah klien
(Doenges, 2000)

2. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit) ,taruma jaringan
lunak, prosedur invasif/traksi tulang
2.1. Tujuan : infeksi tidak terjadi selama perawatan
2.2. Kriteria Hasil : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau eritema dan demam
2.3. Intervensi dan rasional
a. Lakukan perawatan luka sesuai protocol rasional mencegah infeksi sekunder dan
mempercepat penyembuhan luka.
b. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi rasional
antibiotika spektrum luas atau spesifik dapat digunakan secara profilaksis, mencegah
atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus
c. Analisa hasil pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap, LED, Kultur dan
sensitivitas luka/serum/tulang) rasional leukositosis biasanya terjadi pada proses
infeksi, anemia dan peningkatan LED dapat terjadi pada osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme penyebab infeksi
(Carpenito, 2002)
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muttaqin, (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Muskuloskeletal,


EGC, Jakarta

Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed. 6, EGC, Jakarta

Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Mansjoer, A., 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta.

Prince Wilson, 2000, Patologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta.

Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
LAPORAN KASUS

Tanggal MRS : 12-06-2012 Pukul : 20.05 BBWI


Tanggal Pengkajian : 12-06-2012 Pukul : 20.05 BBWI

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama inisial : Ny. S
Umur : 63 Thn
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Magelang
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
No. MR : 00.21.87.85
Diagnosa Medis : - OF Humerus 1/3 Proximal D
- OF Pattela D
- OF Tibia Plateu D
- OF Metatarsal Digiti II dan III D
- Susp. Internal Bleeding
2. Keluhan Utama
Nyeri pada tangan kanan dan lutut kanan setelah kecelakaan lalu lintas kira-kira 9
jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri seperti ditusuk-tusuk dan menjalar smapai
tungkai kanan, nyeri terasa terus menerus dan bertambah bila dicoba digerakkan.
Skala nyeri 8.
3. Riwayat Penyakit Sekarang ( kronologis kejadian )
Sekitar 9 jam sebelum MRS pasien mengalami kecelakaan lalu lintas yakni
tabrakan sepeda motor dan mobil. Pasien dibonceng oleh adiknya yang
mengendarai sepeda motor dan pada saat melaju tiba-tiba ditabrak oleh mobil dari
arah yang berlawanan. Pasien terjatuh kearah kanan dan terbentur sebagian body
mobil. Pasien yang tampak terluka saat itu dibawa ke RS. Magelang dan
selanjutnya di rujuk ke IGD RS. Ortopedi Surakarta.
Terapi dari RS Magelang : Infus RL 20 tpm, inj. Ketorolac 1 amp, heating
situasi+pasang spalk.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit kronis seperti tekanan
darah tinggi, kencing manis, asma, TBC, ataupun penyakit jantung.
5. Usaha pengobatan yang telah dilakukan
Dibawa langsung ke RS. Magelang
6. Alergi Obat : Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obat
tertentu ataupun makanan tertentu.
7. Pengkajian ABCD dan Data Fokus
a. Airway : Paten
b. Breathing : Spontan, RR 20 x/mnt, pengembangan dada simetris, tidak
ada penggunaan otot bantu pernafasan.
c. Circulation : TD = 74/45 mmHg, HR : 106 X/mnt, SpO2 : 98 %, CRT 2
detik, akral dingin, turgor menurun, pucat dan mengeluh pusing.
d. Disability : Kesadaran : compos mentis, GCS E4 V5 M6, pupil isokor,
reflek cahaya +
e. Exposure dan data lainnya :
Keadaan umum : sedang
Status lokalis : luka lecet di dagu, luka robek yang terjahit di tangan kanan
kira-kira 10 cm ( anterior ) dan 8 cm ( lateral ), oedem +, deformitas +,
perdarahan merembes.
Tampak juga luka robek yang terjahit di lutut kanan kira-kira 15 cm dan 2 cm,
odem +, krepitasi +, perdarahan merembes. Tampak deformitas pada
punggung kaki kanan ruas kedua dan ketiga, krepitasi +, oedem +, perdarahan-
Pemeriksaan fisik ( Head to toe )
1. Kepala dan wajah
Inspeksi : tampak luka lecet di dagu, deformitas ataupun perdarahan dari
hidung dan telinga tidak tampak, conjungtiva anemi +.
Palpasi : Tidak teraba adanya hematome, krepitasi.
2. Leher : Tidak ada deviasi trakea, tidak ada luka/jejas dan keluhan nyeri
tulang cervikal.
3. Dada :
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, tidak ada luka/jejas.
Palpasi : Tidak teraba krepitasi
Perkusi : Terdengar sonor
Auskultasi : Suara paru vesikular, suara jantung S1 S2 tunggal.
4. Abdomen :
Inspeksi : Tampak jejas di perut sebelah kanan atas, hematome+.
Palpasi : Tidak teraba pembesaran organ, massa - dan distensi
abdomen-, nyeri tekan +.
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bising usus normal. 10 x/mnt.
5. Punggung :
Tidak ada luka/jejas, tidak ada kelainan bentuk tulang belakang.
Tidak ada nyeri punggung.
6. Ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Tangan kanan :Tampak luka robek yang terjahit di tangan kanan kira-
kira 10 cm ( anterior ) dan 8 cm ( lateral ), oedem +, deformitas +,
perdarahan merembes, nyeri +, pergerakan dan kekuatan otot 3 .
Tangan kiri : tidak ada kelainan/gangguan.
b. Ekstremitas bawah
Kaki kanan : luka robek yang terjahit di lutut kanan kira-kira 15 cm
dan 2 cm, odem +, krepitasi +, perdarahan merembes. Pergerakan dan
kekuatan otot 3. Tampak deformitas pada punggung kaki kanan ruas
kedua dan ketiga, krepitasi +, oedem +, perdarahan- .
Kaki kiri : tidak ada kelainan/gangguan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit volume cairan b.d. perdarahan
2. Resiko tinggi infeksi b.d. ketidak adekuatan pertahanan primer ( luka robek )
dtiandai dengan luka terbuka dengan perdarahan merembes, kejadian 9 jam
SMRS.
3. Nyeri akut b.d. kerusakan jaringan ditandai dengan nyeri tangan kanan dan kaki
kanan, ekspresi wajah tampak tegang/cemas, skala nyeri 8.
C. Perencanaan dan Implementasi
1. Prioritas pasien : P1
2. Tujuan, kriteria hasil dan tindakan keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Jam Tindakan Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
Defisit Volume Tujuan : Terjadi 20.15 Mandiri :
cairan keseimbangan
s.d. a. Mengkaji tanda-tanda vital
berhubungan volume cairan/tidak tiap 15 menit.
dengan perdarahan jatuh pd kondisi 23.45 b. Memantau cairan parenteral
syok dlm waktu 2 dengan elektrolit.
jam. c. Memantau tetesan infus
Turgor baik d. Memberikan O2 3 liter/mnt
e. Memberikan balut tekan
TTV normal
f. Melakukan observasi lingkar
perut pasien
Kolaborasi :
a. Memberikan cairan
parenteral sesuai indikasi.
Infus 2 line :
RL 2 flash dlm 1 jam
pertama ( grojok ) dan
HaEs 1 flash ( grojok )
Jam 20.15 s.d. 21.15.
Bila belum stabil,
dilanjutkan lagi pada 1 jam
berikutnya.
Jam 21.15 s.d. 22.15.
diberikan lagi RL 2 flash
dan HaEs 1 flash ( grojok ).
Jam 22.20 kondisi stabil
RL 20 tpm dan Nacl 20
tpm.
b. Memberikan transfusi
darah sesuai indikasi WB 2
kolf dan PRC 1 kolf.
Jam 22.55 masuk PRC 1
kolf
Resiko tinggi Mandiri :
Tujuan :
infeksi b.d. 1. Membersihkan area
Resiko infeksi
ketidakadekuatan luka dengan betadin
dapat
pertahanan primer dan Nacl.
diminimalisasi.
(luka robek) 2. Menutup luka dengan
Kriteria hasil :
kassa steril.
Luka bersih
3. Memonitor keadaan
Tidak ada demam
umum dan TTV
TTV dlm batas
pasien.
normal
Kolaborasi :
4. Memberikan obat-
obatan:
Antibiotik : Cefazolin
2 gr, IV+Gentamicin 1
amp+Metronidazol 1
flash.
ATS 1 amp. IM
Nyeri akut b.d. Tujuan :Pasien Mandiri :
kerusakan jaringan 1. Mengkaji karakteristik
dapat beradaptasi
nyeri.
thd nyeri
2. Menganjurkan untuk
Kriteria hasil : nafas dalam.
Keluhan nyeri 3. Memantau tanda-tanda
vital.
berkurang/hilang.
4. Memasang spalk untuk
Skala nyeri < 8 immmobilisasi.
Ekspresi wajah 5. Mengelevasikan
bagian kaki yg sakit
tenang/rileks
(kanan).
TTV dlm batas Kolaborasi :
normal. 6. Memberikan inj.
ketorolac 30 mg IV.
KIE :
7. Memberikan
pendidikan kesehatan
kepada pasien &
keluarga tentang
kebutuhan
perawatan/pengobatan
8. Menganjurkan pada
keluarga untuk
memenuhi kebutuhan
pasien(ADL).

3. Tindakan dan terapi medis


O2 3 liter/menit
Infus 2 line : RL 20 tet/mnt+Nacl 20 tet/mnt
Inj. Cefazolin 2 gr. IV.
Inj. Ketorolac 30 mg. IV.
Inj. Gentamicyn IV.
Inj. Metronidazol IV
Inj. Ranitidin IV.
Inj. ATS IM
Transfusi PRC 1 kolf dan WB 2 kolf
Konsul Anastesi untuk perawatan di ICU
4. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium ( 12-06-2012 jam 22.00 BBWI)
Hb : 5,5 ( 12-14 )
Ht : 39% ( 37-43% )
Eritrosit : 4,44 ( 4,5-5,5 )
Leukosit : 16.500 ( 5.000-10.000 )
Trombosit : 280.000 ( 150.000-500.000 )
Gol. Darah : O
PT : 14,5 detik ( 10,8-14,4 detik )
INR : 1,21 ( 2,0-4,5 )
APTT : 2
HbsAg : positif
GDS : 95 mg/dl
OT : 7 u/l ( < 32 )
PT : 10 u/l ( < 31 )
Ureum : 22 mg/dl ( 10-50 )
 Foto Rontgen : - OF Humerus D
- OF Pattela D
- OF Tibia Plateu D
- OF Metatarsal D
Thorax PA : Cor&Pulmo dlm batas normal
 USG Abdomen : perdarahan retroperitoneal, hematome intramuskuler.
 EKG : Irama sinus, HR 90 x/mnt
D. Evaluasi
A : Paten
B : Spontan, RR 20 x/mnt
C : TD 102/63 mmHg, HR 93 X/mnt, S : 36,8 derajat C, akral dingin, CRT < 2 dtk,
anemi +, keringat dingin -..
D : Kesadaran : CM, GCS E4 V5 M6, pupil isokor.
Catatan perkembangan :
Dx. 1. S = Pasien masih mengeluh kepala pusing
Jam. O = TD : 102/63 mmHg, N : 93 x/mnt
23.30 Pucat, akral dingin, turgor membaik, lingkar perut tidak ada penambahan(distensi
abdomen -)
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi, pemberian transfusi WB dan monitor TTV

Dx. 2. S =-
Jam 23.30 O = Luka bersih, perdarahan merembes, demam -,bengkak+, kulit sekitar luka
tampak kemerahan, nyeri tekan +.
A = Masalah teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi
Dx.3. S = Pasien mengatakan masih merasakan nyeri pada lutut kanan
Jam 23.30 O = Pasien tampak cemas, sesekali mengerang kesakitan
TD = 102/63 mmHg, N = 93 x/mnt, terpasang spalk di tangan dan kaki kanan
Skala nyeri 8
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi.
Jam 23.45 Pasien dikirim ke ruang perawatan intensif ( ICU )

Anda mungkin juga menyukai