Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN STEVEN JOHNSON


SYNDROM DI RUANG MARWAH RSU CUT MEUTIA
LHOKSEUMAWE

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI

Disusun oleh :

NIKEN APDININGSIH
NIM.2207901006

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

LHOKSEUMAWE
2022
LEMBAR PENGESAHAN

PRAKTIK KEPERAWATAN DASAR PROFESI


ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. K DENGAN STEVEN JOHNSON
SYNDROM DI RUANG MARWAH RSU CUT MEUTIA
LHOKSEUMAWE

Lhokseumawe, 20 Oktober 2022

Telah Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing Kepala Ruangan

Ns. Rizki Dian, M.Kep


Ns.Ainol Mardiah. M.Kep
(NIDN. 1971201 2008 01 2001)

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya, yang memberikan kesehatan pada
kita semua, sehingga hari ini kami dapat menyelesaikan laporan “Asuhan
Keperawatan Pada Ny. K dengan Steven Johnson Syndrom di Ruang Marwah
RSU Cut Meutia Lhokseumawe.”
Penulisan laporan ini bertujuan untuk melengkapi tugas laporan Pada
Stase Keperawatan Dasar Profesi yang sudah diselesaikan dari tanggal 05 Oktober
2022 sampai 19 Oktober 2022, Laporan ini bertujuan untuk menambah
pengetahuan seputar kasus ulkus diabetic yang akan membantu pembaca
mengetahui tentang kasus tersebut serta terapi yang digunakan pada pasien
dengan kasus ulkus diabetic.
Dalam penyusunan laporan ini masih banyak menghadapi kesulitan tetapi
berkat bimbingan ibu CI dan support teman-teman, serta bantuan dari semua
pihak yang terkait, Akhirnya laporan kasus tentang “Asuhan Keperawatan Pada
Ny. K dengan Steven Johnson Syndrom di Ruang Marwah RSU Cut Meutia
Lhokseumawe.” Dapat terselesaikan, maka dari itu kelompok menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya.
Akhir kata penulis mengucapkan banyak terimakasih untuk seluruh pihak
yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, dapat menjadi amal kebaikan
dan diberi pahala yang setimpal oleh Allah SWT, Amin.

Lhokseumawe, 20 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................1

BAB II KONSEP TEORI


2.1 Definisi..............................................................................................................3
2.2 Etiologi...............................................................................................................4
2.3 Anatomi Fisiologi..............................................................................................5
2.4 Patofisiologi.......................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinis..............................................................................................8
2.6 Pathways..........................................................................................................10
2.7 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan...............................................................................................11

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Konsep Asuhan Keperawatan..........................................................................12
3.1.1 Pengkajian keperawatan...............................................................................12
3.1.2 Diagnosa keperawatan..................................................................................13
3.1.3 Perencanaan Keperawatan............................................................................13

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................19
4.2 Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom Steven Jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu
oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner
& Suddarth, 2013).
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika, yaitu
A. M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa
disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan dewasa maupun muda,
jarang dijumpai pada anak usia 3 tahun kebawah. Perbandingan antara pria
dan wanita tidak berbeda jauh, di rumah Sakit Ciptomangunkusumo setiap
tahun kira-kira ditemukan 10 kasus. Pada cuaca yang dingin, penyakit ini
sering ditemukan juga adanya faktor fisik pada lingkungan seperti sinar
matahari dan sinar X yang akan mempengaruhi timbulnya sindrom ini
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penyusun dalam penyusunan laporan ini terbagi menjadi dua bagian,
yaitu tujuan umum dan tujuan khusus, dimana :
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom steven johnson dan
asuhan keperawatan yang benar pada pasien dengan Sindrom Steven
Johnson.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit
sindrom steven johnson yang meliputi definisi sindrom steven johnson,

1
etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis,
pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan Sindrom Steven Johnson yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.

2
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi Steven Johnson Syndrom


Sindrom Steven Jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu
oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens anti kejang NSAID, dan
sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner &
Suddarth, 2013)
Stevens Johnson Syndrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari
dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reaksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus
bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi
dan terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015)
Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput
lendir diorifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai
berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura.
(Muttaqin, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven
johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh
permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui
disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang keganasan.
Terdapat tiga derajat klasifikasi yang diajukan menurut (Kusuma & Nurarif,
2015):
1. Derajat 1 : erosi mukosa SSJ dan pelepasan epidermis kurang dari 10%
2. Derajat 2 : lepasnya lapisan epidermis antara 10-30%
3. Derajat 3 : lepasnya lapisan epidermis lebih dari 30%

3
2.2 Etiologi
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom
steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi
kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi
terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik,
antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering
terlibat.
Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015) :
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes
simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein- Barr,
atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole,
valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,
azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide,
carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).
4. Faktor idiopatik (hingga 50%).
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng.
Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh karena penggunaan
kokain.
6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi
alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena
penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun
menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan
nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin
(antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin (antikonvulsan), fenitoindilantin
(antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan
resiko dari terjadinya SSJ.

4
2.3 Anatomi Fisiologi Kulit
2.3.1 Anatomi
Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan
mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai
2,3 m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit
tersebut adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut
dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan.
Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin,
dan kelenjat sebasea (Gonce, 2011).

Ketiga lapisan kulit, diantaranya :


a. Epidermis atau Kutikula
Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah
lapisan sel yang disusun atas dua lapis yang jelas tampak: selapis lapisan
tanduk dan selapis zona germinalis. Lapisan tanduk terletak paling luar,
dan tersusun atas tiga lapisan sel yang membentuk epidermis, yaitu
stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Sedangkan
zona germinalis terletak dibawah lapisan tanduk dan terdiri atas dua
lapisan epitel yang berbentuk tegas, yaitu sel berduri dan sel basal (Pearce,
2012).
Epidermis tidak berisi pembuluh darah. Saluran kelenjar keringat
menembus epidermis dan mendampingi rambut. Sel epidermis membatasi
folikel rambut. Di atas permukaan epidermis terdapat garis lekukan yang
berjalan sesuai dengan papil dermis dibawahnya. Garis-garis ini berbeda-
beda; pada ujung jari berbentuk ukiran yang jelas, yang pada setiap orang

5
berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan
(Pearce, 2012).
b. Dermis atau Korium
Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi
ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012).
Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam
dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan banyak
jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya yang keluar
melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam
lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang
berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam telinga, yaitu
kelenjar serumen (Pearce, 2012).
Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit. Bentuknya
seperti botol dsan bermuara di dalam folikel rambut. Kelenjar ini paling
banyak terdapat di kepala dan wajah, yaitu sekitar hidung, mulut, dan
telinga, dan sama sekali tak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak
kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel epitel. Perubahan di dalam
sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum (Pearce, 2012).
c. Hipodermis atau Subkutan
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang
diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan
terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu,
lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan
kalori (Gonce, 2011).
2.3.2 Fisiologi
a. Kulit sebagai organ pengatur panas
Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari
tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan sebagian lagi
melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu

6
dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (pengaliran) (Pearce,
2012).
Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara,
yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol memekar,
kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan
juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan karena itu terjadi
penguapan cairan dari permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh
darah dalam kulit mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir
dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan
panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh (Pearce, 2012).
b. Kulit sebagai indra peraba
Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di dalam
kulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. Perasaan panas,
dingin, sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di dalam kulit terdapat
tempat-tempat tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif (peka)
terhadap dingin, beberapa terhadap panas, dan lain lagi terhadap sakit (Pearce,
2012). Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan perasaan yang
memungkinkan seorang menentukan dan menilai berat suatu benda, timbul
pada struktur lebih dalam, misalnya pada otot dan sendi (Pearce, 2012).
c. Tempat penyimpanan
Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air;
jaringan adiposa di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang
utama pada tubuh (Pearce, 2012).
d. Beberapa kemapuan melindungi dari kulit
Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan
dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam jaringan,
misalnya bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur
di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis,
maka kulit mengurangi rasa sakit. Bila epidermis rusak, misalnya karena
terbakar sampai derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa
nyeri, dan eksudasi cairan dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan

7
hilangnya cairan dan elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya
dehidrasi, yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah (Pearce, 2012).

2.4 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama,
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).

2.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) tanda-tanda awal sindrom steven
johnson antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus,
demam, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia
(nyeri dan sakit). Dilanjutkan dengan awitan eritema yang cepat yang mengenai
sebagian besar permukaan tubuh dan membran mukosa, munculnya bula yang
kaku dan luas dibeberapa area. Di area lain, lapisan epidermis yang luas
mengelupas sehingga jaringan dermis dibawahnya terlihat kuku kaki, kuku
tangan, alis dan bulu mata dapat rontok, begitu juga dengan epidermis di
sekitarnya. Kulit yang sangat sensitif dan kulit yang mengelupas akan
menghasilkan permukaan kulit yang mengeluarkan cairan, mirip seperti luka
bakar partial thickness burn di seluruh tubuh, kondisi ini disebut juga sindrom
kulit melepuh. Pada kasus berat yang mengenai mukosa, mungkin terdapat bahaya
kerusakan pada laring, bronki, dan esofagus akibat ulserasi.
Perjalanan penyakit sangat akut dan mendadak dapat disertai gejala prodromal
berupa demam tinggi (30º - 40ºC), mulai nyeri kepala, batuk, pilek, dan nyeri
tenggorokan yang dapat berlangsung dua minggu. Gejala-gejala ini dengan segera
akan menjadi berat yang ditandai meningkatnya kecepatan nadi dan pernafasan,

8
denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran,
soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).
Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya
kelainan berupa :
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi)
yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan
pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga
terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura,
prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya
menjadi generalisate.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa
mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia
(50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% -
4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah,
mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan
menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel
dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan
terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat terbentuk psudomembran. Di bibir
kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tevbal. Adanya
stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di
mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan
esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat memberikan
keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum.
3. Kelainan mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering
terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis
purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea, iritis/iridosiklitis yang pada

9
akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis,
conjunctivitis, balanitis, uretritis.

2.6 Pathways

(Kusuma & Nurarif, 2015)


2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis Sindrom Steven
Johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :
1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka
penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

10
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan
esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain
mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah
komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang
suportif, diantaranya yaitu :
a) Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.
b) Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.
c) Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk
mengangkat kulit yang rusak.
d) Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan lepuhan
yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.
e) Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
f) Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.
g) Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.
h) Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat
perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.
i) Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.
j) Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik
semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
k) Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.

11
BAB III
KONSEP ASKEP

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Steven Johnson Syndrom


3.1.1 Pengkajian
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermat
harus dilakukan, dan penampilan kulit serta luas lesi dicatat. Kulit yang
normal diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah timbul daerah-
daerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untuk
memantau jumlah, warna dan baunya. Inspeksi rongga mulut untuk
mendeteksi pembentukan bula dan lesi yang terkelupas harus dilakukan
setiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan keluhan
gatal, terbakar dan kekeringan pada mata. Kemampuan pasien menelan
dan meminum cairan, di samping kemampuan berbicara secara normal,
ditentukan.
Tanda-tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khusus
terhadap keberadaan serta karakter demam di samping terhadap frekuensi,
dalam serta irama pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan jumlah
sekresi respiratorius dicatat. Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi,
takikardia dan kelemahan serta rasa lelah yang ekstrim sangat penting,
karena semua ini menunjukkan proses nekrosis epidermis, peningkatan
kebutuhan metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan mukosa
gastrointestinal serta respiratorius. Volume urin, berat jenis dan warnanya
harus dipantau. Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untuk
menemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat badan pasien dicatat
setiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).
Kepada pasien diminta untuk menjelaskan keluhan rasa lelah dan
tingkat nyeri yang dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkat
kecemasan pasien harus dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimiliki
pasien dinilai dan strategi koping yang efektif diidentifikasi (Smeltzer,
Suzanne C, 2010)

12
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan Sindrom Steven Johnson, adalah :
a) Hipertemi berhubungan respon alergi
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam,
sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa
d) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (gangguan integritas kulit)
e) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi
f) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan

3.1.3 Perencanaan Keperawatan


N TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
DIAGNOSA INTERVENSI
NOC (Nursing Outcomes
O KEPERAWATAN NIC (Nursing Intervention Classification)
Classification)
1 Hipertemi Tujuan yang diharapkan (NOC) : Fever Treatment
berhubungan Thermoregulation  Monitor suhu sesering mungkin
respon alergi Kriteria Hasil:  Monitor IWL (Insensible Water Loss)
1) Suhu tubuh dalam rentang  Monitor warna dan suhu kulit
normal
2) Nadi dan RR dalam rentang  Monitor tekanan darah, nadi dan RR
normal  Monitor penurunan tingkat kesadaran
3) Tidak ada perubahan warna  Monitor WBC, Hb, dan Hct

13
kulit dan tidak ada pusing
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan tapid sponge
 Kolaborasi pemberian cairan intravena
 Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
 Temperature regulation
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
 Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
 Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
 Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
 Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
 Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dan kedinginan
 Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
 Ajarkan indikasi dan hipotermi dan penanganan yang
diperlukan

14
 Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, pv eningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan Vital sign
2 Kerusakan Tujuan yang diharapkan (NOC) :  Pantau kulit dan membran mukosa pada area yang
integritas kulit Integritas jaringan : kulit & mengalami perubahan warna, memar, dan kerusakan.
berhubungan membran mukosa baik  Pantau adanya kekeringan dan kelembaban yang berlebihan
dengan agens pada kulit.
farmaseutikal Kriteria Hasil :  Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi.
ditandai dengan 1) Tidak ada lesi pada kulit dan  Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka.

15
mukosa membran  Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar
adanya lesi pada
2) Tidak ada pengelupasan kulit  Ajarkan kepada keluarga tentang tanda dan kerusakan kulit.
kulit, mukosa, dan
3) Tidak ada eritema  Rujuk pada ahli diet, dengan tepat
mata
4) Tidak ada peningkatan suhu
kulit

3 Ketidakseimbangan Tujuan yang diharapkan (NOC) :  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
nutrisi: kurang dari Status nutrisi klien baik dibutuhkan.
kebutuhan tubuh  Monitor kalori dan intake nutrisi
berhubungan Kriteria Hasil:  Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
dengan 1) Asupan makanan secara oral sebelum makan
ketidakmampuan adekuat  Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
makan ditandai 2) Tidak ada rasa tidak nyaman pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara
dengan demam, dengan menelan optimal
sakit tenggorokan, 3) Hasrat/keinginan untuk makan  Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien
dan adanya tidak terganggu dan orang terdekat dengan klein.
gangguan pada 4) Tidak ada lesi mukosa mulut
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
mukosa kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
4 Resiko infeksi Tujuan yang diharapkan (NOC) :  Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
berhubungan Kontrol resiko: proses infeksi dapat dengan tepat
dengan pertahanan dilakukan dan status imunitas baik  Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna,
tubuh primer tidak
Kriteria Hasil : ukuran, dan bau.
adekuat (gangguan
integritas kulit) 1) Mengidentifikasi faktor resiko  Batasi jumlah pengunjung
infeksi  Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.

16
2) Mengidentifikasi tanda dan  Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
gejala infeksi memasuki dan meninggalkan ruangan pasien.
3) Memonitor perilaku diri yang  Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
berhubungan dengan resiko
infeksi infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
4) Memonitor faktor di lingkungan penyediaperawatan kesehatan.
yang berhubungan dengan  Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai
resiko infeksi bagaimana menghindari infeksi.
5) Jumlah leukosit dalam batas  Berikan terapiantibiotik yang sesuai (kolaborasi
normal (5000 - 10.000/mm3)
 dengan dokter).
5 Nyeri akut Tujuan yang diharapkan
 Kaji tingkat nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
berhubungan (NOC) : Kontrol nyeri karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi,
dengan agens dapat dilakukan dan  Kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
cedera ditandai tingkat nyeri dapat presipitasinya
dengan kulit yang berkurang  Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan.
terkelupas dan
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
adanya lesi Kriteria Hasil:
analgesik pertama kali
 Secara konsisten menunjukkan
 Lakukan perubahan posisi dan relaksasi.
dalam menggunakan tindakan
 Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk membantu
pengurangan nyeri tanpa
mengurangi rasa nyeri
analgesik
 Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nonfarmakologi
 Nyeri yang dilaporkan : tidak
sebelum atau sesudah rasa sakit meningkat.
ada
 Berikan informasi yang lengkap dan akurat untuk
 Ekspresi nyeri wajah : tidak ada
mendukung pengetahuan keluarga terhadap respon nyeri
 Melaporkan nyeri yang

17
terkontrol pasien
 Melaporkan perubahan terhadap  Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri (berkolaborasi
gejala nyeri pada profesional dengan dokter)
kesehatan
6 Resiko kekurangan Tujuan yang diharapkan
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
volume cairan (NOC): Status nutrisi klien
dibutuhkan.
berhubungan faktor baik
 Monitor kalori dan intake nutrisi
yang Kriteria Hasil:
 Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
mempengaruhi  Asupan makanan secara oral
sebelum makan
kebutuhan cairan adekuat
 Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
 Tudak ada rasa tidak nyaman
pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara
dengan menelan
optimal
 Hasrat/keinginan untuk makan
 Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien
tidak terganggu
dan orang terdekat dengan klien.
 Tidak ada lesi mukosa mulut
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

18
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada
kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan
lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan,
infeksi, dan terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan
karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson
antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam,
sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri
dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput
lendir di orifisium, dan kelainan mata.
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven
johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunologi.
sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan
elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus
utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan
keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien,
menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi
yang akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat
agar klien dapat meningkat status kesehatannya.

4.2 Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.
4. EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC),
Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Missouri: Mosby Elsevier
Morton, Gonce, Patricia. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Puspitasari, Fanny, Steven Johnson Syndrom Word, Academia.edu, dilihat 22
Maret 2018
<https://www.academia.edu/27976721/STEVEN_JOHNSON_SYNRO
ME_WORD>
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi: 12. Jakarta: EGC.

20

Anda mungkin juga menyukai