Disusun oleh :
NIKEN APDININGSIH
NIM.2207901006
LHOKSEUMAWE
2022
LEMBAR PENGESAHAN
i
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang....................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................1
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................19
4.2 Saran................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
etiologi, anatomi fisiologi kulit, patofisiologi, manifestasi klinis,
pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada
klien dengan Sindrom Steven Johnson yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan perencanaan keperawatan.
2
BAB II
KONSEP TEORI
3
2.2 Etiologi
Menurut (Porth & Maffin, 2009 dalam Brunner & Suddarth, 2010) sindrom
steven johnson dipicu oleh reaksi obat. Etiologinya tidak diketahui, tetapi
kemungkinan berhubungan dengan sistem imun dan bisa berupa suatu reaksi
terhadap obat atau kelainan sekunder akibat infeksi virus. Antibiotik,
antikonvulsan, butazon dan sulfonamid merupakan obat yang paling sering
terlibat.
Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015) :
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes
simpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus Epstein- Barr,
atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole,
valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin,
azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen, ethosuximide,
carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).
4. Faktor idiopatik (hingga 50%).
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek
samping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung ginseng.
Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh karena penggunaan
kokain.
6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi
alergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya karena
penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun
menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom Lyell, dan
nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin
(antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin (antikonvulsan), fenitoindilantin
(antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan
resiko dari terjadinya SSJ.
4
2.3 Anatomi Fisiologi Kulit
2.3.1 Anatomi
Kulit digambarkan sebagai pelindung, bersifat sensitif, reparatif, dan
mampu mempertahankan homeostatisnya sendiri. Kulit menutupi 1,2 sampai
2,3 m3 area dan merupakan organ terberat dalam tubuh. Ketiga lapisan kulit
tersebut adalah bagian terluar disebut epidermis, bagian tengah disebut
dermis, dan bagian dalam disebut hipodermis atau jaringan subkutan.
Apendiks kulit terdiri atas rambut, kuku, kelenjar keringat ekrin dan apokrin,
dan kelenjat sebasea (Gonce, 2011).
5
berbeda. Maka atas hal ini studi sidik jari dalam kriminologi dilandaskan
(Pearce, 2012).
b. Dermis atau Korium
Korium atau dermis tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat
yang elastis. Pada permukaan dermis tersusun papil-papil kecil yang berisi
ranitng-ranting pembuluh darah kapiler (Pearce, 2012).
Ujung akhir saraf sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam
dermis. Kelenjar keringat yang berbentuk tabung berbelit-belit dan banyak
jumlahnya, terletak di sebelah dalam dermis, dan salurannya yang keluar
melalui dermis dan epidermis bermuara di atas permukaan kulit di dalam
lekukan halus yang disebut pori. Ada beberapa kelenjar keringat yang
berubah sifat yang dapat dijumpai di kulit sebelah dalam telinga, yaitu
kelenjar serumen (Pearce, 2012).
Kelenjar sebseus adalah kelenjar kantong di dalam kulit. Bentuknya
seperti botol dsan bermuara di dalam folikel rambut. Kelenjar ini paling
banyak terdapat di kepala dan wajah, yaitu sekitar hidung, mulut, dan
telinga, dan sama sekali tak terdapat dalam kulit tapak tangan dan telapak
kaki. Kelenjarnya dan selurannya dilapisi sel epitel. Perubahan di dalam
sel ini berakibat sekresi berlemak yang disebut sebum (Pearce, 2012).
c. Hipodermis atau Subkutan
Hipodermis atau lapisan kulit subkutan terdiri atas jaringan ikat yang
diselingi dengan lemak. Lemak hipodermis memiliki fungsi perlindungan
terhadap retensi panas dan melindungi strukrtur dibawahnya. Selain itu,
lemak di lapisan kulit subkutan berfungsi sebagai tempat penyimpanan
kalori (Gonce, 2011).
2.3.2 Fisiologi
a. Kulit sebagai organ pengatur panas
Kulit adalah organ utama yang berurusan dengan pelepasan panas dari
tubuh. Sebagian panas menghilang melalui paru-paru, dan sebagian lagi
melalui feses dan urine. Panas dilepas oleh kulit dengan berbagai cara, yaitu
6
dengan penguapan, pemancaran, konduksi, dan konveksi (pengaliran) (Pearce,
2012).
Persarafan vaso-motorik mengendalikan arteriol kutan dengan dua cara,
yaitu vaso-dilatasi dan vaso-konstriksi. Pada vaso-dilatasi arteriol memekar,
kulit menjadi lebih panas, dan kelebihan panas cepat terpancar dan hilang, dan
juga hilang karenas kelenjar keringat bertambah aktif, dan karena itu terjadi
penguapan cairan dari permukaan tubuh. Pada vaso-konstriksi pembuluh
darah dalam kulit mengerut, kulit menjadi pucat dan dingin, keringat hampir
dihentikan, dan hilangnya panas dibatasi. Dengan pengendalian ini pelepasan
panas ditambah atau dikurangi sesuai kebutuhan tubuh (Pearce, 2012).
b. Kulit sebagai indra peraba
Rasa sentuhan yang disebabkan rangsangan pada ujung saraf di dalam
kulit berbeda-beda menurut ujung saraf yang dirangsang. Perasaan panas,
dingin, sakit, semua ini perasaan yang berlainan. Di dalam kulit terdapat
tempat-tempat tertentu, yaitu tempat perabaan, beberapa sensitif (peka)
terhadap dingin, beberapa terhadap panas, dan lain lagi terhadap sakit (Pearce,
2012). Perasaan yang disebabkan tekanan yang dalam, dan perasaan yang
memungkinkan seorang menentukan dan menilai berat suatu benda, timbul
pada struktur lebih dalam, misalnya pada otot dan sendi (Pearce, 2012).
c. Tempat penyimpanan
Kulit dan jaringan dibawahnya bekerja sebagai tempat penyimpanan air;
jaringan adiposa di bawah kulit merupakan tempat penyimpanan lemak yang
utama pada tubuh (Pearce, 2012).
d. Beberapa kemapuan melindungi dari kulit
Kulit relatif tak tertembus air, dalam arti menghindarkan hilangnya cairan
dari jaringan dan juga menghindarkan masuknya air ke dalam jaringan,
misalnya bila tubuh terendam air. Epidermis menghalangi cedera pada struktur
di bawahnya dan karena menutupi ujung akhir saraf sensorik di dalam dermis,
maka kulit mengurangi rasa sakit. Bila epidermis rusak, misalnya karena
terbakar sampai derajat ketiga, proteksi ini hilang dan setiap sentuhan terasa
nyeri, dan eksudasi cairan dari dermis yang sekarang terbuka ini menyebabkan
7
hilangnya cairan dan elektrolit, dengan akibatnya klien berada dalam bahaya
dehidrasi, yamg dapat menimbulkan keadaan yang lebih parah (Pearce, 2012).
2.4 Patofisiologi
Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV.
Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang
membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen.
Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama,
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).
8
denyut nadi melemah, kelemahan yang hebat serta menunrunnya kesadaran,
soporeus sampai koma (Kusuma & Nurarif, 2015).
Menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), pada sindroma ini terlihat adanya
kelainan berupa :
1. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema
mberbentuk seperti cincin (pinggir eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi)
yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler berbentuk target dengan
pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga
terjadi erupsi hemorrhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura,
prognosisnya menjadi lebih buruk. Pada keadaan yang berat kelainannya
menjadi generalisate.
2. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa
mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia
(50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% -
4%). Kelainan yang terjadi berupa stomatitis dengan vesikel pada bibir, lidah,
mukosa mulut bagian buccal. Stomatitis merupakan gejala yang dini dan
menyolok. Stomatiti kemudian menjadi lebih berat dengann pecahnya vesikel
dan bulla sehingga terjadi erosi, excoriasi, pendarahan, ulcerasi, dan dan
terbentuk krusta kehitaman. Juga dpaat terbentuk psudomembran. Di bibir
kelainan yang sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tevbal. Adanya
stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar menenlan. Kelainan ini di
mukosa dapat juga terjadi di faring, traktus respiratorus bagian atas, dan
esophagus. Terbentuknya pseudommebran di faring dapat memberikan
keluhan sukar bernafas dan penderitanya tidak dapat makan dan minum.
3. Kelainan mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering
terjadi ialah conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis
purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea, iritis/iridosiklitis yang pada
9
akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis,
conjunctivitis, balanitis, uretritis.
2.6 Pathways
10
2. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan
esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
3. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal
superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.
2.8 Penatalaksanaan
Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain
mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah
komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian asuhan yang
suportif, diantaranya yaitu :
a) Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.
b) Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.
c) Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk
mengangkat kulit yang rusak.
d) Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan lepuhan
yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.
e) Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit.
f) Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.
g) Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.
h) Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat
perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.
i) Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agens anestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.
j) Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik
semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
k) Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.
11
BAB III
KONSEP ASKEP
12
3.1.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan Sindrom Steven Johnson, adalah :
a) Hipertemi berhubungan respon alergi
b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi pada kulit, mukosa, dan mata
c) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan makan ditandai dengan demam,
sakit tenggorokan, dan adanya gangguan pada mukosa
d) Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat (gangguan integritas kulit)
e) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi
f) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan
13
kulit dan tidak ada pusing
Monitor intake dan output
Berikan anti piretik
Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Lakukan tapid sponge
Kolaborasi pemberian cairan intravena
Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan
tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
kemungkinan efek negatif dan kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan
penanganan emergency yang diperlukan
Ajarkan indikasi dan hipotermi dan penanganan yang
diperlukan
14
Berikan anti piretik jika perlu
15
mukosa membran Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang longgar
adanya lesi pada
2) Tidak ada pengelupasan kulit Ajarkan kepada keluarga tentang tanda dan kerusakan kulit.
kulit, mukosa, dan
3) Tidak ada eritema Rujuk pada ahli diet, dengan tepat
mata
4) Tidak ada peningkatan suhu
kulit
3 Ketidakseimbangan Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
nutrisi: kurang dari Status nutrisi klien baik dibutuhkan.
kebutuhan tubuh Monitor kalori dan intake nutrisi
berhubungan Kriteria Hasil: Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
dengan 1) Asupan makanan secara oral sebelum makan
ketidakmampuan adekuat Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
makan ditandai 2) Tidak ada rasa tidak nyaman pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara
dengan demam, dengan menelan optimal
sakit tenggorokan, 3) Hasrat/keinginan untuk makan Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien
dan adanya tidak terganggu dan orang terdekat dengan klein.
gangguan pada 4) Tidak ada lesi mukosa mulut
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
mukosa kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
4 Resiko infeksi Tujuan yang diharapkan (NOC) : Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
berhubungan Kontrol resiko: proses infeksi dapat dengan tepat
dengan pertahanan dilakukan dan status imunitas baik Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna,
tubuh primer tidak
Kriteria Hasil : ukuran, dan bau.
adekuat (gangguan
integritas kulit) 1) Mengidentifikasi faktor resiko Batasi jumlah pengunjung
infeksi Tingkatkan intake nutrisi yang tepat.
16
2) Mengidentifikasi tanda dan Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat
gejala infeksi memasuki dan meninggalkan ruangan pasien.
3) Memonitor perilaku diri yang Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala
berhubungan dengan resiko
infeksi infeksi dan kapan harus melaporkannya kepada
4) Memonitor faktor di lingkungan penyediaperawatan kesehatan.
yang berhubungan dengan Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai
resiko infeksi bagaimana menghindari infeksi.
5) Jumlah leukosit dalam batas Berikan terapiantibiotik yang sesuai (kolaborasi
normal (5000 - 10.000/mm3)
dengan dokter).
5 Nyeri akut Tujuan yang diharapkan
Kaji tingkat nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,
berhubungan (NOC) : Kontrol nyeri karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi,
dengan agens dapat dilakukan dan Kualitas, intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor
cedera ditandai tingkat nyeri dapat presipitasinya
dengan kulit yang berkurang Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan.
terkelupas dan
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
adanya lesi Kriteria Hasil:
analgesik pertama kali
Secara konsisten menunjukkan
Lakukan perubahan posisi dan relaksasi.
dalam menggunakan tindakan
Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup untuk membantu
pengurangan nyeri tanpa
mengurangi rasa nyeri
analgesik
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nonfarmakologi
Nyeri yang dilaporkan : tidak
sebelum atau sesudah rasa sakit meningkat.
ada
Berikan informasi yang lengkap dan akurat untuk
Ekspresi nyeri wajah : tidak ada
mendukung pengetahuan keluarga terhadap respon nyeri
Melaporkan nyeri yang
17
terkontrol pasien
Melaporkan perubahan terhadap Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri (berkolaborasi
gejala nyeri pada profesional dengan dokter)
kesehatan
6 Resiko kekurangan Tujuan yang diharapkan
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
volume cairan (NOC): Status nutrisi klien
dibutuhkan.
berhubungan faktor baik
Monitor kalori dan intake nutrisi
yang Kriteria Hasil:
Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
mempengaruhi Asupan makanan secara oral
sebelum makan
kebutuhan cairan adekuat
Pastikan makanan disajikan dengan cara yang menarik dan
Tudak ada rasa tidak nyaman
pada suhu yang paling cocok untuk konsumsi secara
dengan menelan
optimal
Hasrat/keinginan untuk makan
Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien
tidak terganggu
dan orang terdekat dengan klien.
Tidak ada lesi mukosa mulut
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sindrom steven johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi pada
kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan
lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan,
infeksi, dan terkadang keganasan. Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan
karena reaksi alergi tipe III dan IV. tanda-tanda awal sindrom steven jhonson
antara lain konjungtiva terasa panas atau gatal, nyeri tekan kutaneus, demam,
sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan, malaise ekstrem, dan mialgia (nyeri
dan sakit). Pada sindroma ini terlihat adanya kelainan kulit, kelainan selaput
lendir di orifisium, dan kelainan mata.
Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom steven
johnson yaitu pemeriksaan laboratorium, histopatologi, dan imunologi.
sasaran penanganan antara lain mengontrol keseimbangan cairan dan
elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Fokus
utama penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif. Pemberian asuhan
keperawatan yang komprehensif yaitu dimulai dari pengkajian klien,
menentukan diagnosa keperawatan yang muncul, dan menyusun intervensi
yang akan dilakukan pada klien dengan sindrom steven johnson dengan tepat
agar klien dapat meningkat status kesehatannya.
4.2 Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja
karena masih banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari
makalah ini. Oleh karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan
literatur lain untuk menambah wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.
4. EGC: Jakarta
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC),
Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Missouri: Mosby Elsevier
Morton, Gonce, Patricia. 2011. Keperawatan Kritis: Pendekatan Asuhan Holistic.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10. Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Pearce, Evelyn C. 2012. Anatomi dan Fisiologi Untuk para Medis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Puspitasari, Fanny, Steven Johnson Syndrom Word, Academia.edu, dilihat 22
Maret 2018
<https://www.academia.edu/27976721/STEVEN_JOHNSON_SYNRO
ME_WORD>
Smeltzer, Suzanne C. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi: 12. Jakarta: EGC.
20