Anda di halaman 1dari 17

KEGAWATDARURATAN

ASUHAN KEPERAWATAN SENGATAN PADA GIGITAN HEWAN AIR


UBUR - UBUR

Disusun Oleh : Klompok 4

1. Dewi Lara Valenthien ( PO 0320120 043 )

2. Edwin Mardiansyah ( P0 0320120 046 )

3. Helsya Meiyora ( PO 0320120 050 )

4. Nabila Ismaya Nurhafizah ( P0 0320120 057 )

5. Puji Lestari ( P0 0320120 058 )

6. Ranti Tiarasela ( P0 0320120 059 )

7. Sefti Anjani ( P0 0320120 061 )

Dosen Pembimbing

Fatimah Khoirini, M.Kes

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

PRODI DIII KEPERAWATAN CURUP

TA 2022
KATA PEGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “ ASUHAN KEPERAWATAN
SENGATAN PADA GIGITAN HEWAN AIR UBUR – UBUR ” ini. Sholawat
dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus
berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalan ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Rejang Lebong, 15 Juli 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………….............. I
Daftar Isi……………………………………………………………............. ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………........ 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………........... 2
C. Tujuan Penulisan ……………………………………………............. 2

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Definisi ................................................................................................ 3
B. Tanda dan Gejala ................................................................................. 5
C. Patofisiologi ......................................................................................... 6
D. Pathway ............................................................................................... 7
E. Penanganan .......................................................................................... 8

BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian ........................................................................................... 10

B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................... 10

C. Intervensi Keperawatan ...................................................................... 11

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ……………………………………….………….…....... 14
B. Saran …………………………………………….....……….……..... 14
Daftar Pustaka

ii

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Physalia physalis memiliki sel-sel berbisa yang disebut cnidocytes,
nematocytes atau cnidoblasts dalam tentakel. Ini digunakan untuk
menyuntikkan racun ke mangsa. Kontak dengan kulit manusia dapat
menyebabkan envenomations dengan gejala lokal (nyeri langsung dan intens,
inflamasi kulit dengan evolusi nekrotik) dan kemungkinan gejala umum
(manifestasi jantung dan / atau neurologis depresi sistem saraf pusat dan
ganggua pernapasan pada kasus yang lebih parah ( Labadie et al., 2012 )

Salah satu kebiasaan masyarakat untuk pertolongan pertama pada sengatan


ubur-ubur menggunakan air seni maupun amoniak, dan tentunya hal ini tidak
dibenarkan. Jika air seni bersifat basa justru akan meningkatkan efek dari
racun. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pertolongan pertama pada
sengatan ubur-ubur juga menjadi salah satu faktor terjadinya kasus sengatan
ubur-ubur yang berakibat fatal.

Di dunia, Bluebottle bertanggung jawab atas antara 10.000 hingga 30.000


sengatan di pantai timur Australia setiap musim panas, dengan hanya sekitar
500 di Australia Barat dan Australia Selatan digabungkan. Pada tahun 2006,
ada 26.000 sengatan di New South Wales , dengan 4.256 di Queensland . Di
indonesia kasus sengatan ubur-ubur beracun ini juga mengakibatkan kematian
20-40 korban tiap tahunnya. Di Indonesia, terutama di daerah wisata Pantai
Selatan Jawa sering dilaporkan adanya kasus sengatan ubur-ubur, beberapa di
antaranya berakibat fatal (munawir dkk, 2014). Menurut informasi dari koran
lokal dan internet Pada tahun 2019 ada 220 kasus sengatan ubur-ubur yang
terjadi di indonesia yang tepatnya di daerah Parangtritis yogyakarta.

4
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep teori dan konsep asuhan keperawatan dari gigitan hewan
air ubur – ubur ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui konsep teori dan konsep asuhan keperawatan dari gigitan
hewan air ubur – ubur ?

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Keracunan Sengatan Ubur-Ubur


Ubur-ubur (jellyfish) merupakan invertebrata laut yang termasuk
dalam filum Cnidaria (dahulu disebut dengan Coelenterata). Physalia
physalis merupakan salah satu jenis ubur-ubur dari kelas Hydrozoa.
Physalia physalis inilah yang banyak ditemukan di pantai selatan
Indonesia seperti pernah ditemukan di Pantai Papuma Jember. Indonesia
ini merupakan salah satu negara yang memiliki faktor resiko yang tinggi
karena letak Indonesia yang terbuka dengan Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Envenomasi toksin Physalia physalis ini sangat berbahaya karena
bersifat kardiotoksik, neurotoksik, muskulotoksik, menyebabkan nyeri
kutaneus, dan transpor ion melewati membran plasma menjadi abnormal
serta dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya (Hartoyo, 2014).

Physalia utriculus atau biasa disebut blue bottle yang termasuk


dalam kelas Hydrozoa yang sering disalah artikan sebagai jellyfish
sebenamya melainkan sebuah Siphonophora.

a . Jenis Ubur-Ubur
Dua spesies yang sering ditemukan dan menyebabkan kasus
sengatan ubur-ubur adalah Physalia physalis atau yang sering disebut
Portuguese man-o• war dan Physalia utriculus atau Blue bottle.
Sengatan dari Physalia utriculus dapat menyebabkan tidak sadarkan
diri, tidak terabanya denyut nadi, dan dilatasi pupil yang abnormal.
Disamping efek tersebut, racun dari Physalia utriculus juga dapat
menyebabkan hipersensitivitas langsung yang berupa urtikaria,
edema, dan bronkospasme (Tibballs et al., 2011).

6
b . Tempat Hidup
Physalia utriculus hidup dengan cara mengapung di atas
permukaan air laut dan memiliki wama biru transparan, merah
muda atau keunguan dengan banyak tentakel. Tubuh Physalia
utriculus ini tersusun dari sebuah medusa yang disebut dengan
pneumatophore, dan tiga polip yaitu dactylozooid, gonozooid, dan
Pneumatophore merupakan bagian dari Physalia utriculus yang
terlihat pada permukaan laut karena bagian tersebut terisi udara
untuk mengapung, pneumatophore memiliki wama translusen
dengan sedikit berwama biru atau ungu. Fungsi pneumatophore
juga memungkinkan ubur-ubur untuk bersandar horizontal saat
angin berhembus, berlayar dengan hembusan angin, dan terbawa
oleh arus air (Cegolon et al., 2013). Dactylozooid merupakan tentakel
yang berbentuk umbai panjang yang digunakaan sebagai
pertahanan diri dan menangkap mangsa. Gonozooid merupakan
tentakel yang digunakan untuk bereproduksi. Gastrizooid merupakan
tentakel yang digunakan untuk mencema makanan. Physalia
utriculus mempunyai tentakel utama yang banyak yakni kurang
lebih 7-8 tentakel dan beberapa tentakel pendek lainnya. Tentakel
Physalia utriculus panjang rata-ratanya mencapai 10 m dan ada
yang mencapai 30 m dibawah permukaan air laut.. Physalia utriculus
dapat ditemukan di daerah Indo-Pasifik, Laut India dan Atlantis
Selatan. Physalia utriculus lebih sering ditemukan di perairan yang
panas dan beriklim sedang. Namun, ubur-ubur ini kadang-kadang
dapat pula ditemukan di perairan Atlantik yang dingin, seperti di
Perancis Utara, Belgia, dan Inggris bagian Baratdaya (Cegolon et al.,
2013).

7
B. Tanda dan Gejala
Toksin Physalia utriculus menyebabkan berbagai gejala baik gejala
lokal maupun gejala sistemik. Gejala lokal berupa lesi seperti eritema,
pruritus, nyeri, bengkak, dan parastesi. Gejala sistemik dapat muncul ketika
terpapar toksin ubur-ubur Physalia utriculus dalam dosis besar, berupa nyeri
kepala, mual, lakrimasi, nasal discharge, vertigo, dan bisa mengarah ke
syok anafilaktik (Alam dan Qasim, 1991). Daerah yang kontak dengan
nematocyst Physalia utriculus akan timbul papul dan disekitarnya terdapat
zona eritema. Papul akan berkembang dan membesar dengan cepat disertai
dengan nyeri dan sensasi rasa terbakar. Otot akan mengalami spasme dan
kram yang timbul beberapa jam setelah injury (Alam dan Qasim, 1991).
Sengatan yang lebih parah bisa menyebabkan terjadinya nekrosis kulit
dalam dua puluh empat jam setelah masuknya toksin, yang dapat hilang
dalam waktu 2 minggu atau menetap (Cegolon et al., 2013) dalam
(Zimografi, 2018).

1. Nyeri seperti terbakar


2. Tanda merah, coklat atau keunguan pada kulit
3. Gatal
4. Nyeri berdenyut yang dapat menyebar sampai kaki, lengan.
5. Mual
6. Muntah
7. Sakit kepala
8. Kejang otot
9. Kelemahan
10. Pusing
11. Demam
12. Nyeri sendi
13. Kehilangan kesadaran
14. Kesulitan bernafas
15. Detak jantung ireguler

8
Nyeri hebat selama ada gangguan kesadaran, dapat menjurus ke dalam
koma maupun kematian.Nyeri berkurang dalam 4 – 12 jam, kematian dapat
terjadi dalam 10 menit pertama. Bila lewat jam pertama, biasanya dapat
bertahan hidup. Gejala kardiovaskular merupakan gejala yang menonjol dari
gejala – gejala umum.

C. Patofisiologis
Tentakel pada ubur-ubur dilapisi oleh deretan alat penyengat khusus yang
disebut nematocyst. Nematocyst sendiri berada dalam suatu struktur yang
disebut cnidoblast yang merupakan kapsul-kapsul terbuat dari collagen-like
protein sehingga terbentuk dinding kuat namun mudah untuk
ditembuhs ketika nematocyst keluar untuk menusuk mangsa (Oppegard et
al., 2014). Cnidoblast berupa rongga yang berisi suatu bentukan benang yang
melingkar-lingkar dengan duri di permukaannya, dan di dalam cnidoblast
terdapat titik picu yang dapat dirangsang oleh stimulus mekanik maupun
kimia. Jika terdapat stimulus yang mengenai titik picu, maka benang
melingkar-lingkar yang mengandung racun dapat ditembakkan . (Eritrosit &
Vitro, 2018)

9
D. Phatway

Stimulus Mekanik Kimia

Cninoblast

Nematocyst

Toksin Ubur-Ubur

Gejala Siskemik
Gejala Lokal

Gatal-Gatal Mual , Muntah,


Pusing, Spasme
Nyeri Terbakar Otot, Paralisis,
Hipotensi

Distres
Pernapasan

10
E. Penanganan Sengatan Ubur-Ubur
1. Tindakan pertama
a. Cegah tenggelam
b. Tekanan daerah yang terluka
c. Berikan alkohol, spiritual atau cairan lain yang mengandung alkohol
untuk mengurangi sensitifitas dan nematosit. Bila tidak ada maka
keringkan tentakel dengan garam, gula, talk, dan lain-lain.
d. Ambil tentakel yang kering satu arah, hati-hati dengan pasir nelayan
yang berpengalaman menggunakan pisau silet untuk mengambil
tentakel dari kulit yang terluka
e. Resusitasi bila diperlukan
f. Awasi penderita
g. Berikan anti toksin
2. Tindakan kedua
Pertolongan pertama untuk sengatan ubur-ubur terdiri dari dua tindakan
penting : mencegah pelepasan nematosit lebih lanjut dan menghilangkan
nyeri. Untuk menginaktifasi racun dan mencegah keracunan lebih lanjut,
maka luka sengatan ubur-ubur harus dicuci dengan cuka yang banyak
(larutan asam asetat 4-6%) sesegera mungkin setidaknya 30 detik. Jika
cuka tidak tersedia larutan baking soda juga digunakan.
Untuk terapi nyeri, setelah nematokis dikeluarkan atau dinonaktifkan
sengatan ubur-ubur harus diterapi dengan merendam kedalam air hangat
jika memungkinkan, korban harus diintruksikan untuk mandi dengan air
hangat atau merendam dibagian yang disengat didalam air hangat (suhu
sepanas mungkin yang bisa ditolerir oleh korban atau 45 derajat C jika air
panas dapat diatur suhunya) segera mungkin selama min 20 menit atau
selama nyeri dirasakan. Jika tidak tersedia air panas, maka alat pemanas
kering atau sebagai pilihan kedua alat pendingin kering dapat membantu
dalam mengurangi nyeri namun alat tersebut tidak seefektif air panas.
Reaksi sistemik dapat terjadi dan penanganan untuk ini termasuk
menunjang fungsi vital dengan resusitasi kardiopulmonal, oksigen, dan cairan
intravena. Aplikasi bebat yang menimbulkan kontriksi pada vena-limfatik

11
proksimal dari area luka dapat dipertimbangkan pada kasus dengan sengatan
yang berat ketika terjadi atau akan terjadi reaksi sistemik, jika deaktivasi
tentakel secara topikal tidak memberikan hasil, dan ketika transportasi untuk
mendapatkan antiracun spesifik untuk sengatan C. fleckeri telah tersedia.
Antiracun diambil dari serum domba dan kemungkinan dapat menyebabkan
risiko terjadinya reaksi alergi pada individu yang sensitif. Cara yang dipilih
adalah intravena, tetapi antiracun juga dapat diberikan intramuskular. Pada
sengatan yang berat telah dibuktikan dapat menyelamatan nyawa. Penanganan
ini juga dapat mengurangi intensitas nyeri dan inflamasi pada tempat sengatan
dan menurunkan kemungkinan terjadinya skar. Verapamil intravena dapat
diberikan sebagai pengobatan dan profilaksis aritmia. Untuk nyeri pada
sengatan yang berat, analgesik narkotik parenteral dan kompres es, begitu juga
dengan antiracun harus dipertimbangkan. Reaksi lokal dapat diobati dengan
anestesi topikal salep, krim, losion, atau spray untuk mengurangi gatal atau
nyeri terbakar. Untuk reaksi hipersensitivitas tipe lambat, glukokortikoid
topikal, antihistamin, dan glukokortikoid sistemik dapat digunakan jika perlu.
(Suling, 2011)

12
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Kaji kondisi pasien,apabila ada sengatan akan ditemukan :

a)      Mendesah
b)      Sesak nafas
c)      Tenggorokan sakit atau susah berbicara
d)     Pingsan atau lemah
e)      Infeksi
f)       Kemerahan
g)      Bengkak
h)      Nyeri
i)        Gatal-gatal di sekitar area yang terkena gigitan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut behubungan dengan agen cedera fisiologis ( inflamasi ).
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kecemasan.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer.

13
C. Intervensi

No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan tingkat nyeri Observasi :
menurun, dengan kriteria 1. Identifikasi lokasi,
hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Keluhan nyeri kualitas, intensitas nyeri
menurun ( 5 ) 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun ( 5 Terapeutik :
) 1. Berikan teknik non
3. Sikap protektif farmakologis untuk mengurangi
menurun ( 5 ) rasa nyeri
4. Gelisah menurun ( 5 ) 2. Kontrol ligkungan yang
5. Frekuensi nadi memperberat rasa nyeri
membaik ( 5 ) Edukasi :
1. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
Klaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan pola nafas Observasi :
membaik, dengan kriteria 1. Monitor pola nafas
hasil : Terapeutik :

14
1. Dispnea menurun 1. Pertahankan kepatenan jalan
(5) nafas
2. Frekuensi nafas 2. Posisikan semi fowler atau
membaik ( 5 ) fowler
3. Kedalaman nafas 3. Berikan minum hangat
membaik ( 5 ) Edukasi :
1. Anjurkan asupan cairan 2000
ml / hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka
keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan integritas Observasi :
kulit dan jaringan meningkat, 1. Monitor tanda – tanda infeksi
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
1. Kerusakan jaringan 1. Berikan salep yang sesuai
menurun ( 5 ) kekulit
2. Suhu kulit membaik 2. Pertahankan teknik steril dalam
(5) melakukan perawatan
3. Nyeri menurun ( 5 ) Edukasi :
4. Kemerahan menurun 1. Jelaskan tanda dan gejala
(5) infeksi
2. Ajarkan prosedur perawatan
secara mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Indonesia ini merupakan salah satu negara yang memiliki faktor resiko
yang tinggi karena letak Indonesia yang terbuka dengan Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Envenomasi toksin Physalia physalis ini sangat berbahaya
karena bersifat kardiotoksik, neurotoksik, muskulotoksik, menyebabkan nyeri
kutaneus, dan transpor ion melewati membran plasma menjadi abnormal
serta dapat menimbulkan kematian bagi penderitanya.

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk menambah
pengetahuan masyarakat baik juga pelajar tentang Sengatan Ubur-Ubur.

16
DAFTAR PUSTAKA

Eritrosit, J. T., & Vitro, S. I. N. (2018). Digital Digital Repository Repository


Universitas Universitas Jember Jember Digital Digital Repository
Repository Universitas Universitas Jember Jember.

Hartoyo, S. H. (2014). Efek toksin ubur-ubur (.

Labadie, M., Hospitalier, C., Bordeaux, U. De, Rolland, P., & Haro, L. De.
(2012). Portuguese man-of-war ( Physalia physalis ) envenomation on the
Aquitaine Coast of France : An emerging health risk. December 2014.
https://doi.org/10.3109/15563650.2012.707657

Suling, P. L. (2011). Cutaneous Lesions From Coastal and Marine Organisms.


Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries, 22–23.

Zimografi, D. M. (2018). Digital Digital Repository Repository Universitas


Universitas Jember Jember Digital Digital Repository Repository
Universitas Universitas Jember Jember.

Tim pokja SDKI DPP PPNI, Agustus 2017 standar diagnosis keperawatan
indonesia, Dewan pengurus pusat,persatuan perawat nasional indonesia.
J.raya lenteng anggung No.64 jagakarsa, Jakarta selatan 12610.

Tim pokja SLKI DPP PPNI, Januari 2019 standar luaran keperawatan indonesia,
Dewan pengurus pusat, Persatuan perawat nasional indonesia. J.raya lenteng
anggung No.64 jagakarsa, Jakarta selatan 12610.

Tim pokja SIKI DPP PPNI, September 2019 standar intervensi keperawatan
indonesia, Dewan pengurus pusat, persatuan perawat nasional indonesia.
J.raya lenteng anggung No.64 jagakarsa, Jakarta selatan 12610.

17

Anda mungkin juga menyukai