Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

J DENGAN
DIAGNOSA MEDIS BATU SALURAN KEMIH

DISUSUN OLEH :
GLORY SAMPOUW
711440120045

POLTEKKES KEMENKES MANADO


DIII KEPERAWATAN
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Batu saluran kemih (BSK) merupakan penyakit yang sering di Indonesia. Dewasa ini, penyakit
Batu Saluran Kemih menjadi salah satu kasus yang membutuhkan perhatian perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan karena prevalensinya di Indonesia yang terus meningkat
(Nurlina, 2008).

BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi
daya larut substansi. BSK dapat menyebabkan gejala nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran
kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan
dapat terbentuk pada ginjal (nefrolitiasis), ureter (ureterolithiasis), vesica urinaria
(vesicolithiasis), dan uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009).

Batu Saluran Kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno
dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi (Muslim, 2007). Batu Saluran
Kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum,
ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di ginjal kemudian turun ke saluran
kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya
stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang
terbentu di dalam divertikel uretra. (Brunner dan Suddarth, 2003).

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya gangguan aliran urine,
gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum
terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu: faktor intrinsik: herediter (diduga
diturunkan dari orangtuanya), umur (paling sering didapatkan pada usia 30 – 50 tahun),
jenis kelamin (jumlah pasien lakilaki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan) dan faktor ekstrinsik: geografi, iklim dan temperatur, asupan air, diet pekerjaan
(Purnomo, 2011 dalam Wardani, 2014).

Peran perawat sangatlah penting dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan masalah Batu saluran kencing. Asuhan keperawatan yang professional diberikan
melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa,
pembuatan intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasisawa mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada Ny. J dengan
batu saluran kemih.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada Ny. J
dengan batu saluran kemih.
2. Mahasiswa dapat menetapkan diagnosa keperawatan pada Ny. J
dengan batu saluran kemih.
3. Mahasiswa dapat menyusun rencana keperawatan pada Ny. J dengan
batu saluran kemih..
4. Mahasiswa dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada Ny. J
dengan batu saluran kemih.
5. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi keperawatan pada Ny. J dengan
batu saluran kemih.
Manfaat
1. Masyarakat
Hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi
dan informasi bagi masyarakat yang membaca supaya dapat mengetahui
penyakit batu saluran kemih.
2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan,
Diharapkan dapat menjadi sumber referensi untuk mengembangkan
ilmu dalam bidang keperawatan tentang gangguan sistem perkemihan.

3.Bagi Penulis
Penulisan karya tulis ilmiah ini juga bermanfaat untuk mengetahui
antara teori dan kasus nyata yang terjadi dilapangan sinkron atau tidak, karena
dalam teori yang sudah ada tidak selalu sama dengan kasus yang terjadi.
Sehingga disusunlah karya tulis ilmiah ini.
BAB 2
PEMBAHASAN
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR BATU SALURAN KEMIH


Pengertian
Batu Saluran Kemih adalah penyakit dimana didapatkan material keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih baik saluran kemih atas
(ginjal dan ureter) dan saluran kemih bawah yang dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih dan infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (batu ginjal).
Urolithiasis berasal dari bahasa Yunani Ouron, “urin” dan Lithos, “batu”
(Ram, Moteriya and Chanda, 2015).Urolithiasis secara umum mencakup
nefrolithiasis (batu ginjal), ureterolithiasis (batu ureter) dan cystolithiasis (batu
kandung kemih) (Panigrahi, Dey and Jena, 2016).
Batu saluran kemih (BSK) atau urolithiasis adalah pembentukan batu
(kalkuli) di saluran kemih, paling sering terbentuk di pelvis atau kaliks
(widiarti,dkk.2008). menurut dongoes,dkk batu ginjal kalkulus adalah bentuk
deposit mineral, paling umum oksalat Ca2+, namun asa urat dan Kristal lain juga
pembentuk batu. Meskipun kalkulus ginjal dapat terbentuk di mana saja dari
saluran perkemihan, batu ini paling umum di temukan pada pelvis dan kaliks
ginjal. Batu ginjal dapat tetap asimtomatik sampai keluar ke dalam ureter dan
atu aliran urin terhambat.
Dengan kata lain, batu saluran kemih adalah adanya gumpalan (konkresi)
padat yang terbentuk di saluran kemih. Batu dengan ukuran lebih kecil yang
mungkin terbentuk,bisa lewat di sepanjang saluran kemih, dan bisa dikeluarkan
selama berkemih (mikturisi), menyebabkan beberapa atau bahkan tidak ada
gejala, tetapi batu dengan ukuran yang lebih besar akan menimbulkan gejala
klinis ketika telah menyumbat saluran kemih atau telah mengandung
patogenpatogen yang menimbulkan infeksi yang menetap meskipun telah diberi
terapi antimikroba (Gray, 2009).
Urolithiasis adalah penyakit yang sangat umum, dimana merupakan masalah
kesehatan ke-6. Data epidemiologi mengungkapkan bahwa adanya peningkatan
prevalensi batu saluran kemih bagian atas di negara negara berkembang.

Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin,gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) (Purnomo, 2011).
Secara epidemiologis terdapat beberapa beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu
meliputi faktor intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan
faktor ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya
(Purnomo, 2011).
Faktor intrinsik itu antara lain adalah : Herediter (keturunan) : Penyakit ini
diduga diturunkan dari orangtuanya, Umur : Pada umumnya batu terbentuk pada
yang orang orang yang lebih tua (Daudon et al., 2004). Dimana penyakit Batu
Saluran Kemih S masih tetap jarang terjadi pada anak-anak (Rizvi et al.,2002), Jenis
kelamin: Ada penelitian yang mengatakan bahwa prevalensi terjadinya Batu
Saluran Kemih pada wanita dan pria adalah sama tapi ada juga penelitian yang
mengatakan bahwa pada pria resiko nya lebih besar (Cameron MA, Sakhaee K,
2011).
Beberapa faktor ekstrinsik di antaranya adalah : Geografi : Pada beberapa
daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari
pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu
saluran kemih (Purnomo, 2011), Iklim dan temperatur : Ada beberapa penulis
yang mengemukakan bahwa ada dampak perubahan iklim terhadap penyakit BSK
(Chen et al., 2008), Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral
kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran
kemih (Purnomo, 2011).
Selain faktor resiko diatas, perubahan metabolik juga menjadi salah satu
faktor resiko.Diabetes dan hipertensi juga merupakan faktor resiko lain yang
berhubungan dekat dengan terjadinya batu ginjal. Selain itu, batu ginjal juga
sering terjadi pada orang orang yang obesitas dibandingkan orang-orang
dengan berat badan normal (Shahida Banu Shamsuddeen* and Shamaah
Huseen Al Enezi, 2013). Tingkat kekambuhan pada pria tiga kali lebih tinggi
daripada wanita karena dalam pembentukan batu ada hubungannya dengan
testosteron (Devi, Baskar and P.Varalakshmi, 1993).

Tanda dan gejala


Urolithiasis dapat menimbulkan berbagai gejala tergantung pada letak batu,
tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih (Brooker, 2009). Ketika
batu menghambat aliran urine, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi
(pielonefritis dan sistisis yang di sertai menggigil, demam, dan disuria) dapat terjadi
dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit
gejala, sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan
ketidaknyamanan (Zmeltzer dan Bare, 2013 )
Beberapa gambaran klinis yang dapat muncul pada urolithiasis
1) Nyeri
Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kronik dan
nyeri non kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnansi batu pada
saluran kemih sehingga terjadi resistensi dan iritabilisasi pada jaringan
sekitar (Brooker,2009). Nyeri kolik juga karena adanya aktivitas peristaltic
otot polos system kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu pada saluran kemih. Peningkatan peristaltic itu
menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi
peregangan pada terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri (Purnomo,
2012).
2) Gangguan Mikasi
Adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urine (urine flow) mengalami
penururnan sehungga sulit sekali untuk miksasi secara spontan. Pada pasien
nefrolithiasis, obstruksi saluran kemih terjadi di ginjal sehingga urine yang masuk
ke vesika urinary mengalami penurunan. Sedangkan pada pasien uretrolithiasis,
obstruksi urin eterjadi di saluran paling akhir sehingga kekuatan untuk
mengeluarkan urine ada namun hambatan pada saluran menyebabkan urin
stagnansi (Brooker,2009). Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat keluar secara
spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretro-pelvik, saat ureter
menyilang vasa iliaka dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli (purnomo,2012).
3) Hematuria
Batu yang terperangkap di dalam ureter (klonik ureter) sering mengalami
desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urine yang keluar. Keadaan ini akan
menimbulkan gesekan yang di sebabkan oleh batu sehingga urine yang di
keluarkan bercampur dengan darah (hematuria) (Brunner & suddart, 2015).
Hematuria. Tidak selalu terjadi pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi
pada saluran kemih utamanya ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria
yang massive, hal ini di karenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan
memiliki sensivitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam
pada sisanya (Brooker,2009)
4) Mual dan muntah
Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada
pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien mengalami stess
yang tinggi dan memacu sekresi HCLI pada lambung (Brooker, 2009). Selain
itu, hal ini juga dapat di sebankan karena adanya stimulasi dari celiac plexus,
namun gejala gastrointestinal biasanya tidak ada (Portis & Sundaram,2001).
5) Demam
Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam di sertai dengan hipotensi, palpitasi,vasodilatasi pembuluh darah di
kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan
kedaruratan di bidang urologi dalam hal ini harus secepatnya ditentutakn
letak kelainan anatomic pada saluran kemih yang mendasari timbulnya
urosepsis dan di lakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotic
(purnomo,2012)
6) Distensi vesika urinaria
Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan
menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu, akan
teraba bendungan (distensi) pada waktu di lakukan palpasi pada region
vesika (Brooker,2009). \

Patofisiologi
Banyak faktor menyebabkan berkurangnya aliran urin dan menyebabkan
obstruksi, salah satunya adalah statis urine dan menurunnya volume urin akibat
dehidrasi serta ketidakadekuatan intake cairan, hal ini dapat meningkatkan resiko
terjadinya urolithiasis, rendahnya aliran urin adalah gejala abnormal yang umum
terjadi (Colella, et al., 2005), selain itu, berbagai kondisi pemicu terjadinya
urolithiasis seperti komposisi batu yang beragam menjadi faktor utama bekal
identifikasi penyebab urolithiasis. Batu yang terbentuk dari ginjal dan berjalan
menuju ureter paling mungkin tersangkut pada satu dari lokasi berikut, yaitu
sambungan uroteropelvik, titik ureter menyilang disebut batu staghorn. pembuluh
darah iliaka, dan sambungan ureterovesika keputusan untuk tindakan pengangkatan
batu. Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes yang di sebut
staghorn.

Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih parah. Indikasi
untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah
menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi sosial.
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL,
melalui tindakan endourologi, bedah laparaskopi, atau pembedahan terbuka.
 Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan
pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong
batu keluar dari saluran kemih (Purnomo, 2011).
 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal,atau batu
buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan
melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang sedang keluar
menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria
(Purnomo, 2011).
 Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih.
 Pembedahan
Bedah laparoskopi sering dipakai untuk mengambil batu ureter.

Bedah terbuka, antara lain adalah : pielolitotomi atau nefrolitotomi


untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi
untuk batu di ureter.
Pemeriksaan diagnostic
Diagnosis di tegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih. Urografi
intravena, atau pielografi retrograde. Uji kimia darah urine 24 jam untuk mengukur
kadar kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, pH, dan volume total merupakan
bagian dari upaya diagnostic.
Pengobatan
Terapi medikamentosa di tunjukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5
mm , karena di harapakan baru dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine, dengan pemberian
diuretikum.
Pencegahan
Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat), Meningkatkan konsentrasi
inhibitor pembentukan batu : Sitrat (kalium sitrat 20 meq tiap malam hari, minum
jeruk nipis atau lemon sesudah makan malam), Batu ginjal tunggal (meningkatkan
masukan cairan, mengontrol secara berkala pembentukan batu baru. Pengaturan
diet: Meningkatkan masukan cairan dengan menjaga asupan cairan diatas 2L per
hari (Lotan et al., 2013) Lebih banyak urin yang dikeluarkan maka akan mengurangi
supersaturasi kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat (Meschi, Nouvenne and
Borghi, 2011), Hindari masukan minum gas (soft drinks) lebih 1L per minggu, Batasi
masukan natrium (80 sampai 100 mq/hari), Tingkatkan konsumsi buah-buahan
segar, serat dari sereal gandum dan magnesium serta kurangi konsumsi daging
dapat kurangi resiko pembentukan batu ginjal.
Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin(stasis urin),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan kronis
pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika
seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu
(Purnomo, 2011).
Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat
atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amoniumfosfat (MAP), xanthyn, dan
sistin, silikat, dan senyawa lainnya. Data mengenai kandungan/komposisi zat
yang terdapat pada batu sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya batu residif.
Pathway Batu Saluran Kemih
Urolithiasis

Nyeri akut

Penurunan urine flow s tagnansi urine

Iritabibilitas mukosa ureter Regangan otot destrusor

Lesi d an inflamasi sensifitas

Stress ulcer HCL meningkat Nausea

kebutuhan tubuh

Robekan vaskuler

Vemiting Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari

Hematuria/gross hematuria Kebocoran plasma

Resiko keseimbangan volume cairan Absorbsi nutrient inadekuat

Refluks Haluaran Inadekuat

Hidronephrosis Retensi Urin


Kolinisasi
Resiko gangguan fungsi ginjal Gangguan eliminasi urin bakteri meningkat
Pengkajian

Tgl. Pengkajian : 06-09 2021


Pengkaji : Glory Sampouw
Diagnosa Medis : Batu Saluran Kemih (BSK)

PENGKAJIAN
1. Identitas
 Klien

Nama : Ny.J

Umur : 36 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : PNS

Status Perkawinan : Kawin

Agama :Kristen Protestan

Alamat : Tondano Timur

Penanggung

Nama : Tn. B

Hubungan dengan pasien : Suami


Umur : 40

. 2. Riwayat Keluarga
• Genogram
40 36

21 18

• Keterangan Genogram
= Laki-laki
= perempuan
= Tinggal serumah
= Keluarga yang sakit
= Hubungan keluarga
= Anggota keluarga yang meninggal
17,19,22,50 dan 53 = Umur
. 3. Status Kesehatan
3.1 Status Kesehatan Saat Ini
1)Keluhan utama (saat MRS dan saat ini)
Keluhan utama saat MRS :
Klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada daerah perut

bagian bawah tembus hingga belakang serta menyebar ke bagian

genitalia. Nyeri dirasakan terutama saat buang air kecil.

2) Keluhan utama saat pengkajian :


Klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah tembus hingga
belakang
P : Klien mengatakan nyeri bertambah
(Propokatif) parah ketika buang air kecil

Q (Quality)
: Klien mengatakan nyerinya seperti

tertusuk-tusuk.
R (Radiation) : Klien mengatakan nyeri pada perut
bagian

bawah tembus belakang, menyebar

kebagian genitalia
S (Severity) : Skala nyeri yang dirasakan 6 (sedang)

T (Time) : Klien mengatakan nyeri yang dirasakan


hilang timbul

3) Alasan masuk Rumah Sakit dan perjalanan penyakit saat ini Pada

tanggal 19 juli klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri perut

bagian bawah tembus hingga belakang serta menyebar kebagian

genitalia. Nyeri dirasakan 1 hari sebelum masuk rumah sakit terutama

saat buang air kecil. Saat dilakukan pengkajian tanggal 22 Juli pukul

09.00 WITA klien mengeluh nyeri pada perut bagian bawah tembus
hinga belakang. Klien juga mengatakan setiap kali BAK kencingnya

keluar sedikitsedikit dan berwarna kuning keruh tetapi tuntas

meskipun terasa

sakit.
4) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Klien mengatakan tidak melakukan upaya apa-apa untuk mengatasi

sakitnya di rumah. Saat keluhan dirasakan klien langsung

memeriksakannya ke Puskesmas.

3.2 Riwayat Kesehatan Yang Lalu


1) Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit Konawe

Utara dengan keluhan yang sama sekitar 1 tahun yang lalu. Klien juga

mengatakan pernah berobat 6 bulan sebanyak 4 kali karena penyakit

TBC . Pengobatan yang terakhir sampai

tuntas.

2) Pernah dirawat
Klien mengatakan sudah pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan

yang sama sekitar 1 tahun yang lalu

3) Riwayat alergi
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi baik pada makanan

maupun pada obat-obatan

4) Riwayat Transfusi
Klien mengatakan ia tidak memiliki riwayat tranfusi
.5) Kebiasaan :
1. Merokok
Klien mengatakan ia sudah lama berhenti merokok
2. Minum Kopi
Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan minum kopi

3. Penggunaan Alkohol
Klien mengatakan tidak memiliki kebiasaan minumminuman yang

beralkohol

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit yang

sama seperti yang ia rasakan

5. Diagnosa Medis dan Therapy

5.1 Diagnosa medis : BSK


5.2 Therapy yang diberikan pada tanggal 15 Juli 2018
• Infus RL 20 tpm (Makro drip)

• CiprofIoxacin 500 mg 2x1 tablet

• Ranitidin 150 mg 2x1 tablet

• Natrium Diklofenax 25 mg 2x1 tablet

• Alprazolam 0,5 mg 1x1 tablet

6. Pola Fungsi Kesehatan


6.1 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit ia tidak terlalu memperhatikan

kesehatannya tetapi setelah masuk rumah sakit klien mengatakan ternyata

kesehatan sangatlah penting dan saat sakit sangatlah tidak nyaman.

6.2 Nutrisi/metabolik
Klien mengatakan tidak ada masalah dengan kebiasaan makannya dimana

frekuensi makannya 2-3 x/hari dan porsinya selalu dihabiskan. Klien

mengatakan air yang di konsumsi di rumahnya banyak mengandung kapur.

Klien mengatakan tiap hari minum 2 - 2,5 liter air/hari sebelum sakit.
6.3 Pola Eliminasi
Klien mengatakan ada gangguan pada buang air kecil (BAK) 1 hari sebelum

masuk rumah sakit dan tidak ada masalah pada buang air besar

(BAB). Klien mengatakan sering bolak-balik WC (> 10 kali/24 jam)

untuk buang air kecil dan setiap kali BAK kencingnya keluar sedikitsedikit dan

berwarna kuning keruh serta terasa sakit.

6.4 Oksigenasi
Klien tidak nampak terpasang oksigen
6.5 Pola tidur dan istirahat
Klien mengatakan sebelum sakit klien tidak mengalami susah tidur terutama

pada malam hari dimana klien biasa tidur 8 jam setiap harinnya tetapi pada

saat sakit klien mengatakan susah untuk memulai tidur dikarenakan

memikirkan penyakit yang dialaminnya.

6.6 Pola kognitif-perseptual


Klien sering menanyakan apakah penyakit yang dideritanya bisa disembuhkan

dan klien juga berpersepsi bahwa penyakitnya dapat disembuhkan dengan

jalan lain selain proses pembedahan misalnya dengan pengobatan tradisional.

6.7 Pola persepsi diri/konsep diri


Klien mengatakan sudah mengetahui informasi tentang penyakitnnya, tetapi

klien merasa cemas memikirkannya. Klien mengatakan yang terpenting

sekarang adalah ia cepat sembuh dan menjalani aktivitasnya seperti semula.

6.8 Pola seksual dan produksi


Klien mengatakan tidak ada masalah yang dirasakan terkait seksualitas

6.9 Pola peran-hubungan


Klien mengatakan selama sakit tidak pernah lagi menjalankan perannya

sebagai penopang perekonomian keluarga seperti sebelum sakit.

6.10 Pola manajemen koping stress


Klien mengatakan sangat cemas dengan kondisi kesehatannya saat ini, klien

nampak gelisah dan sering ke meja perawat bertanya mengenai kondisinya,

klien berulang kali bertanya kepada perawat mengenai tindakan operasi itu

seperti apa.

6.11 Pola keyakinan-nilai


Klien mengatakan selama sakit tidak pernah lagi menjalankan ibadahnya dan

ibadahnya menjadi terganggu akibat penyakit yang dialaminya.

7. Riwayat Kesehatan dan Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum pasien lemah dengan tingkat kesadaran sadar sepenuhnya
(composmentis).
7.1 Tanda-tanda vital: Tekanan darah: 150/90 mmHg, Nadi : 89 x/menit, Suhu :

36,7 oC, Pernapasan : 23 x/menit, BB : 62 , TB : 167, IMT : 62/1,67 = 22,23 7.1 Kulit,
Rambut, dan Kuku
Distribusi rambut pasien nampak lebat, Tidak ada lesi, kulit kepala bersih,
warna kulit coklat gelap, akral hangat, turgor kulit baik, tidak ada oedem,
warna kuku pink.
7.2 Kepala dan Leher
Bentuk kepala pasien simetris antara kiri dan kanan dan tidak tampak ada lesi
serta tidak ada deviasi trakea, tidak ada pembesaran pada kelenjar tiroid dan
KGB.
7.3 Mata dan Telinga
Klien tidak mengalami gangguan penglihatan dan tidak memakai kaca mata,
pupil klien nampak isokor, konjungtiva klien tidak nampak anemis, sclera tidak
ikterus, klien tidak mengalami gangguan pendengaran dan tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
7.4 Sistem Pernafasan
Tidak ada batuk dan sesak
1) Inspeksi :

Pengembangan dinding dada simetris kiri-kanan (+)/(+), deformitas


tulang dada (-), trakea tidak mengalami deviasi, frequensi pernapasan
normal dan tidak mengunakan otot bantu pernapasan.
2) Palpasi :
Tidak ditemukan adanya benjolan dan masa. Taktil fremitus seirama.
Nyeri tekan (-)
3) Perkusi :
Suara perkusi resonan dan tidak ada tanda-tanda penumpukan cairan
4) Auskultasi :
Bunyi napas vesicular pada perifer paru, bunyi napas bronchial diatas
trachea, bunyi broncovesiculer (+) dan tidak ada bunyi napas
tambahan {crackles (-), whezing (-), mengi (-)}.
7.5 Sistem Kardiovaskuler
Klien tidak mengalami nyeri dada dan palpitasi.
Inspeksi :
Tidak nampak ada pembesaran vena jugularis dan bentuk dada simetris
antara kiri dan kanan serta tidak ada sianosis.
Palpasi :
Tidak terdapat nyeri tekan dan ictus kordis teraba pada ICS 5 mid
klavikula kiri, CRT < 3 detik, dan tekanan vena jugular
(jugularis venous pressure/JVP) 7 cmH2O.
Perkusi :
Suara perkusi pekak pada ICS 4 dan 5 pada mid klavikula kiri.
Auskultasi :
Tidak terdengar bunyi jantung tambahan, Bj 1 dan Bj2 normal (lub-dub).
Bj1 terdengar bertepatan dengan teraba pulsase nadi pada arteri
carotis
7.6 Sistem Gastrointestinal
Inspeksi :
Mulut klien nampak bersih dengan mukosa lembab, tidak
terdapat karies gigi.
Auskultasi “
Peristaltik usus 15 x/menit.
Perkusi :
Suara perkusi timpani, pada perut tidak ada penumpukan cairan.
Palpasi :
Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah, pembesaran hepar (-)
7.7 Sistem Urinarius
Inspeksi :
Klien tidak menggunakan alat bantu/kateter, klien nampak meringis
memegang perut bagian bawah dan pinggang. Urine berwarna kuning
keruh
Palpasi :
Ada nyeri tekan pada perut bagian bawah dan pada area pinggang.
Kandung kemih tidak terab
Perkusi :
Ada nyeri ketok pada pinggang bagian belakang kanan.
Sistem Reproduksi Pria :
Tidak ada keluhan dan tidak dilakukan pemeriksaan fisik
Sistem Saraf :
GCS : 15 Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
7.8 Sistem Muskuloskeletal
Inspeksi :
Tidak ada hambatan pergerakan sendi pada saat jalan, duduk dan
bangkit dari posisi duduk, tidak ada deformitas dan fraktur.
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan, tahan terhadap tekanan, kekuatan otot 5
dimana klien dapat melakukan rentang gerak penuh, dapat melawan
gravitasi dan dapat menahan tahanan penuh.
Sistem Imun :
Klien tidak mengalami perdarahan pada gusi dan klien tidak mengalami
keletihan/kelemahan. Klien nampak lemah, dikarenakan memikirkan penyakit
yang sedang dialaminnya.
Sistem Endokrin :
Hasil pemeriksaan laboratorium klien tidak mengalami hiperglikemia dan
hipoglikemia serta tidak ada luka gangrene.

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Data laboratorium pemeriksaan darah
Tanggal 23/7/2020
Tabel 3.1 Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Normal Unit
WBC 7,00 4.00-10.0 103/µL
RBC 4,72 4.00-6.00 106/ml
HGB 12,7 12.00-16.00 g/dl
HCT 38,0 37.0-48.0 %
MCV 79,7 80-97.0 fL
MCH 26,6 26-33.5 pg
MCHC 33,4 31.5-35.0 pg
PLT 263 150-400 103/µL
Creatinine 0,9 0.7-1.2 mg/dL
Glukosa 94 70-180 mg/dL
SGOT 38 <45 U/L
SGPT 38 <41 gr/dL
Ureum 23 19-44 mg/dL

B. Klasifikasi data

Data Subyektif Data Obyektif


1. Klien mengeluh nyeri pada perut 1. Keadaan umum pasien lemah 2.
bagian bawah tembus hingga belakang TTV :
dan menjalar ke bagian genitalia. Tekanan darah : 150/90 mmHg,
P (Propokatif): Klien mengatakan Nadi : 89 x/mnt,
nyeri Suhu : 36,7 oC,
bertambah parah ketika Pernapasan : 23 x/mnt
buang air kecil 3. Skala nyeri 6 (sedang)
Q (Quality): Klien mengatakan 4. Klien nampak meringis memegang
nyerinya seperti tertusuktusuk. perut bagian bawah dan pinggang.
R (Radiation): Klien mengatakan
5. Klien sering menanyakan apakah
nyeri pada perut bagian bawah
penyakit yang dideritanya bisa
tembus belakang dan
disembuhkan.
menjalar ke bagian genitalia.
6. Klien nampak gelisah dan sering ke
S (Severity): Skala nyeri yang
meja perawat bertanya
dirasakan 6 (sedang)
mengenai kondisinya
T (Time): Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan hilang timbul. 7. Klien berulang kali bertanya
kepada perawat mengenai
2. Klien mengatakan sudah mengetahui
tindakan operasi.
informasi tentang penyakitnnya
8. Ada nyeri tekan pada perut bagian
3. Klien mengatakan sangat cemas
bawah dan pada area pinggang.
dengan kondisi kesehatannya saat ini
9. Ada nyeri ketok pada pinggang
4. Klien mengatakan susah untuk
bagian belakang
memulai tidur dikarenakan
memikirkan penyakit yang 10. Urine tampak kuning keruh
dialaminnya. 11. Kandung kemih tidak teraba
5. Klien mengatakan setiap kali BAK 12. Pemeriksaan pada tanggal 14 Juli
kencingnya keluar sedikit-sedikit dan 2018 WBC 7.00 103/µL
berwarna kuning keruh tetapi tuntas 13. Hasil USG : Nefrolisis dextra
meskipun terasa sakit.
6. Klien mengatakan sering bolak-balik
WC (> 10 kali/24 jam) untuk buang air
kecil

c. Analisa Data
SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM
Data Subyektif : Faktor Ekstrinsik (Asupan air Nyeri akut
• Klien mengeluh nyeri pada mengandung kapur) D.0077
perut bagian bawah tembus ↓
hingga belakang dan menjalar Proses kristalisasi dan agresi
ke bagian genitalia substansi
Data Obyektif : ↓
• Tekanan darah : 150/90 Pengendapan batu
mmHg ↓
• Skala nyeri 6 (sedang) Pembentukan Batu Saluran
• Klien nampak meringis Kemih
memegang perut bagian bawah ↓
dan pinggang. Respon Obstruksi
Penekanan pada saraf ↓
• Ada nyeri tekan pada perut
Penekanan pada saraf
bagian bawah dan pada area

pinggang.
Mengaktifkan mediator kimia
• Ada nyeri ketok pada (Histamin dan bradikinin)
pinggang bagian belakang ↓
Menstimulasi pelepasan
prostaglandin di hipotalamus

Nyeri dipersepsikan(nyeri
kolik)

Nyeri Akut

Data Subyektif : Faktor Ekstrinsik (Asupan air Ansietas D.0080


 Klien mengatakan sudah mengandung kapur)
mengetahui informasi ↓
tentang penyakitnnya Proses kristalisasi dan agresi
• Klien mengatakan sangat substansi
cemas dengan kondisi ↓
kesehatannya saat ini Pengendapan batu
• Klien sering bertanya pada ↓
perawat tentang kondisinya. Pembentukan Batu Saluran
• Klien mengatakan susah Kemih
untuk memulai tidur dikarenakan ↓
memikirkan penyakit yang Perubahan status kesehatan
dialaminnya. ↓
Data Obyektif : Ansietas
• Tekanan darah : 150/90
mmHg
• Klien sering menanyakan
apakah penyakit yang dideritanya
bisa disembuhkan.
• Klien nampak gelisah dan
sering ke meja perawat bertanya
mengenai kondisinya
• Klien berulang kali bertanya
kepada perawat mengenai
tindakan operasi.
Data subyektif : Faktor Ekstrinsik (Asupan air Gangguan
• Klien mengatakan sering mengandung kapur) Eliminasi Urin
bolakbalik WC (> 10 kali/24 jam) ↓ D.0040
untuk buang air kecil Proses kristalisasi dan agresi
• Klien mengatakan setiap kali substansi
BAK kencingnya keluar sedikit- ↓
sedikit dan berwarna kuning Pengendapan batu
keruh tetapi tuntas meskipun ↓
terasa sakit. Pembentukan Batu Saluran
Data obyektif : Kemih
• Urine tampak kuning keruh ↓
• Kandung kemih tidak teraba Hambatan aliran urine

Gangguan eliminasi urine

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut D.0077 b.d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uroteral, trauma
jaringan, pembentukan edema, dan iskemia seluler.

2. gGangguan Eliminasi urin D.0040 b.d stimluasi kandung kemih oleh


batu, iritasi ginjal atau uretra, inflamasi atau obstruksi mekanis.

3. Ansietas D.0080 b.d prognosis pembedahan, tindakan

infasi diagnostik.

 3. RENCANA KEPERAWATAN

Diagnose Tujuan Intervensi Rasional


Nyeri b/d dengan mendemonstrasika 1.   Kaji dan catat ·  Untuk
cedera n rasa nyeri hilang lokasi, intensitas menentukan
jaringan  sekund (skala 0-10) dan intervensi
Dengan Kriteria
er terhadap batu penyebarannya. selanjutnya
Hasil :
ginjal Perhatikan tanda-
tak ada nyeri, tanda verbal :
ekspresi wajah tekanan darah, nadi, ·  Mengetahui
rileks, tak ada gelisah, merintih tingkat nyeri
mengerang dan dan intervensi
2.   Jelaskan
perilaku selanjutnya
penyebab nyeri dan
melindungi bagian
pentingnya
yang nyeri,
melaporkan ke staf
frekwensi nadi 60-
terhadap perubahan
100 kali/menit,
kejadian/karakteristi ·  Nafas dalam
frekwensi nafas
k nyeri dapat
12-24 kali/menit
membantu otot
3.   Berikan tindakan
perut sehingga
untuk meningkatkan
memungkinkan
kenyamanan seperti
otot perut ke
pijatan punggung,
jaringan
lingkungan nyaman,
istirahat ·  Mengurangi
rasa nyeri
4.   Bantu atau
dorong penggunaan
nafas berfokus,
bimbingan imajinasi
dan aktifitas
terapeutik

5.   Dorong/bantu
dengan ambulasi
sesuai indikasi dan
tingkatkan
pemasukan cairan
sedikitnya 3-4 l/hari
dalam toleransi
jantung

6.   Kolaborasi,
berikan obat sesuai
indikasi

7.   Berikan kompres
hangat pada
punggung

8.   Pertahankan
patensi kateter bila
digunakan

Perubahan  pola klien berkemih 1.   Tentukan pola ·      Menentuka


eliminasi dengan jumlah berkemih normal n intervensi
urine b/d dengan normal dan pola klien dan perhatikan selanjutnya
biasa atau tidak
adanya resistensi variasi
ada gangguan ·      Untuk
urine
2.   Dorong klien mengganti
Kriteria Hasil :
untuk meningkatkan cairan yang
jumlah urine 1500 pemasukan cairan hilang
ml/24 jam dan
pola biasa, tidak 3.   Periksa semua
ada distensi urine, catat adanya
kandung kemih keluaran batu dan
dan oedema
kirim ke
laboratorium untuk
analisa

4.   Selidiki keluhan
kandung kemih
penuh : palpasi
untuk distensi
suprapubik.
Perhatikan
penurunan keluaran
urine, adanya edema
periorbital/tergantu
ng

5.   Observasi
perubahan status
mental, perilaku atau
tingkat kesadaran

6.   Awasi
pemeriksaan
laboratorium,
contoh elektrolit,
BUN kreatinin

7.   Ambil urine
untuk kultur dan
sensitivitas

8.   Berikan obat
sesuai indikasi,
contoh : Perhatikan
patensi kateter tak
menetap, bila
menggunakan

9.   Irigasi dengan
asam atau larutan
alkali sesuai indikasi

4. Implementasi

N Nama Hari/Ta Jam Implementasi Evaluasi


o nggal
Diagnosa
Keperawatan
1 Nyeri Akut selasa 09.32 1. Mengajarkan S: pasien
. berhubungan 28 Mey pasien teknik relaksasi mengatakan
dengan Agen 2019 napas dalam nyerinya
Cedera 2. Mengevaluasi berkurang
efektifitas tindakan
Biologis O: skala nyeri dari
pengontrolan nyeri
4-6(nyeri

yang pernah di lakukan sedang) menjadi


oleh pasien, observasi 1-3(nyeri ringan)
nyeri setiap 15 menit A: Masalah
3. Berkolaborasi teratasi
pemasangan infuse P: intervensi di
IFVD RL dan hentikan
pemberian analgesic:
melayani injeksi
keterolak dan
ranitidine
4. Menganjurkan
pasien mengurangi
aktifitas yang berlebih
yang dapat
meningkatkan nyeri

2 Gangguan selasa 10.24 1. Mengajarkan S: Pasien


Eliminasi 28 Mey pasien dan keluarga mengatakan saat
Urine 2019 kompres hangat berkemih
berhubungan 2. Menganjurkan tidak
dengan pasien minum terasa panas lagi,
Infeksi air sehari 8 menetes, dan
Saluran gelas urine berwarna
Kemih 3.Memberikan obat kuning
analgesic (Ranitine) O: Pasien tampak
4. Memberikan tenang
informasi
mengenai A: Masalah
penyakit batu saluran Teratasi
kemih
P: Intervensi di
hentikan

5.EVALUASI

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatis dan evaluasi sumatif. Evaluasi somatif
berfokus pada aktifitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi
formatif di lakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan
guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah di laksanakan. Penurunan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang di kenal dengan istilah SOAP yakni
subjektif(data berupa keluhan pasien), objekstif(data hasil pemeriksaan), analisis data
(perbandingan data dengan teori), dan perencanaan (Asmadi,2008)

Evaluasi yang di lakukan berdasarkan kondisi pasien Ny. J di lakukan setelah tindakan
keperawatan di terapkan kepada pasien. Hasil evaluasi pada Ny. J dengan diagnosa nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera biologis pada tanggal 06 september 2021 dengan
beberapa pon di antara nya secara subjektif pasien Ny. J mengatakan nyerinya sudah
berkurang, yang di buktikan dengan data objektif yaitu skala nyeri dari nyeri sedang (4-6),
menjadi nyeri ringan(2-3) . masalah keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen
cedera biologis teratasi, dan intervensi di hentikan. Dan untuk diagnosa ke dua gangguan
eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih secara subjektif pasien
mengatakan saat berkemih sudah tidak terasa panas dan kencing sudah tidak menetes yang
di dukung dengan data objektif pasien tidak tampak lemas, masalah keperawatan gangguan
eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih dengan stressor teratasi dan
intervensi di hentikan.
BAB 4

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

1 .Pengkajian

Pengkajian pada kasus nyata Ny. j pada tanggal 6 september 2021 jam 9.00 di dapatkan
keluhan utama pasien mengatakan nyeri hilang timbul pada perut bagian kanan bawah,
nyeri menyebar dari perut hingga ke pinggang bagian belakang, saat berkemih terasa panas
pada penis saat berkemih hanya menetes dan warna urine kuning kemerahan sekitar nyeri
yang di rasakan pasien sekitar 3 hari yang lalu

2 Diagnosa

Daignosa yang di ambil yaitu: Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera biologis dan
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Infeksi saluran kemih.

3 Perencanaan

Rencana keperawatan yang di ambil berdasarkan NOC dan NIC yaitu pada NOC yang di ambil
tingkat nyeri dan pola eliminasi urine, NIC yang di ambil yaitu manajemen nyeri dan
mananjemen eliminasi urin.

.4 Pelaksanaan

Semua tindakan keperawatan di lakukan sesuai dengan aktifitasaktifitas yang berada pada
rencana keperawatan yang di susun, mulai dari Nyeri Akut berhubungan Agen Cedera
Biologis, samapai Gangguan

Eliminasi Urin berhubungan dengan Infeksi Saluran Kemih

5 Evaluasi
Klien di pulangkan karena kondisinya telah membaik dan disarankan untuk kembali
melakukan kontrol. Maka penulis memberikan health education mengenai menganjurkan
kepada klien untuk selalu melakuan teknik relaksasi napas dalam ketika nyeri kembali
dirasakan dan ketika merasa cemas dan menganjurkan klien untuk selalu meningkatkan
istirahat, juga menganjurkan pada klien untuk selalu mengkonsumsi air yang cukup dan
menganjurkan keluarga untuk selalu menemani klien serta mengkonsumsi obat yang
diberikan sesuai dengan instruksi.

2. saran

1. Bagi klien dan keluarga klien

Diharapkan keterlibatan dan kerja sama antara klien dan keluarga klien dengan perawat
dalam proses keperawatan. Sehingga didapatkan proses keperawatan yang
berkesinambungan, cepat dan tepat kepada klien.

3. Bagi Mahasiswa

Untuk mahasiswa yang akan melakukan studi kasus selanjutnya agar lebih memeperhatikan
dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan data yang diperoleh pada
saat pengkajian.

Anda mungkin juga menyukai