Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK


PADA KLIEN DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN (RPK)
DI RUANG GELATIK RUMAH SAKIT JIWA MENUR
SURABAYA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 :

ARINI DEWI (2021.04.003)


FENNY FRANSISCA ELIYARDI (2021.04.004)
INDAH SHOFYANAH (2021.04.006)
JUWITA (2021.04.008)
KIKI ERVIANI (2021.04.009)
LYDIA TJIANG (2021.04.011)
SYARIFAH CHOIRIYAH (2021.04.013)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2021
PROPOSAL
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK
RISIKO PERILAKU KEKERASAN

A. TOPIK
Terapi Aktivitas Kelompok Klien Dengan RPK

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan ini klien dapat lebih menerapkan stategi
pelaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan secara fisik dan sosial dalam
mengontrol Resiko Perilaku Kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a) Klien dapat mengekspresikan perasaannya lewat cerita.
b) Klien dapat mengetahui cara mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan
dengan SP.
c) Klien dapat melakukan aktivitas kognitif dengan mendengarkan,
bersosialisasi, menebak warna, mempraktikkan SP Resiko Perilaku
Kekerasan.
d) Klien dapat melakukan aktivitas motorik dengan bekerja sama dengan
melatih kekompakan dalam kelompok.
e) Klien dapat melatih konsentrasi melalui permainan.
f) Klien dapat melatih konsentrasi melalui permainan.

C. LANDASAN TEORI
1. Risiko Perilaku Kekerasan (RPK)
a) Definisi RPK
Risiko Perilaku Kekerasan adalah Suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
Perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi
dalam 2 bentuk yaitu sedang berlangsung Perilaku Kekerasan atau
riwayat Perilaku Kekerasan. (Untari, 2021).
Risiko Perilaku Kekerasan merupakan perilaku yang
memperlihatkan individu tersebut dapat mengancam secara fisik,
emosional atau seksual kepada orang lain dan adanya kemungkinan
seseorang melakukan tindakan yang dapat mencederai diri sendiri
bahkan orang lain dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengontrol
diri. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa amuk, bermusuhan
yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun kata-kata
(Lovinda, 2021).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis dapat terjai dalam
dua bentuk yaitu saat berlangsung kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari marah
akibat tidak mampu klien untuk mengatasi strssor lingkungan yang
dialaminya (Wulansari & Sholihah, 2021).
b) Etiologi RPK
Faktor terjadinya risiko perilaku kekerasan dibagi menjadi dua,
yaitu faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya skizofrenia meliputi biologis, psikologis dan
sosiokultural, dimana faktor biologis yang mendukung terjadinya
skizofrenia adalah genetik, neuroanatomi, neurokimia dan
imunovirologi, dan faktor presipitasi murupakan faktor stressor yang
menjadikan klien mengalami skizofrenia yang terdiri dari faktor
biologi, psikologi dan sosiokultural yang mampu menyebabkan risiko
perilaku kekerasan, halusinasi dan harga diri rendah (Pardede, Keliat, &
Wardani Dalam Meri, 2021).

1) Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
Berdasarkan teori Faktor biologis/genetik mempunyai peranan
dalam terjadinya skizofrenia, meskipun sulit dipisahkan apakah
karena faktor genetik atau lingkungan. Faktor biologis yang
mendukung terjadinya skizofrenia adalah genetik, neuroanatomi,
neurokimia dan imunovirologi (Pardede, Keliat, & Wardani Dalam
Meri, 2021).
b. Faktor psikologis
1. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa
kekurangan atas ketiadaan sesuatu yang tadinya ada. Kehilangan
disebabkan oleh berbagai macam yaitu kehilangan orang yang
dicintai, barang maupun pekerjaan. Rasa kehilangan akan
menyebabkan seseorang merasa cemas hingga mengalami
kecemasan yang berlebihan itulah yang akan menyebabkan
seseorang mengalami gangguan kejiwaan (Kandar, 2019).
2. Kepribadian
Kepribadian adalah organisasi-organisasi dinamis
sistemsistem psikofisik dalam individu yang turut menentukan
cara-caranya yang unik/khas dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. kepribadian adalah sesuatu yang menentukan
perilaku dalam ketetapan situasi dan kesadaran jiwa. faktor yang
mendukung terjadinya risiko perilaku kekerasan yaitu kepribadian
tertutup (Kandar, 2019).
c. Faktor sosial budaya
1. Pekerjaan
Faktor status sosioekonomi yang rendah menjadi
penyumbang terbesar adanya gangguan jiwa dan menyebabkan
perilaku agresif dibandingkan dengan pada seseorang yang
memiliki tingkat perekonomian tinggi. Seseorang yang tidak
memiliki pekerjaan mempengaruhi kejadian perilaku kekerasan,
masalah status sosioekonomi yang rendah berdampak pada status
kesehatan jiwa seseorang dan berpotensi menyebabkan gangguan
jiwa dan menyebabkna perilaku agresif atau risiko perilaku
kekerasan (Wulansari & Sholihah, 2021).
2. Pernikahan
Penderita risiko perilaku kekerasan yang dirawat dengan
gangguan jiwa memiliki riwayat status perkawinan hampir
setengahnya belum menikah atau bercerai. Tidak terpenuhinya
atau kegagalan dalam memenuhi tugas perkembangan pada masa
perkawinan merupakan stresor bagi individu. Rasa malu dan
marah dapat menimbulkan frustasi bagi penderita sehingga
mengakibatkan penderita cenderung mengalami perilaku
maladaptive (Wulansari & Sholihah, 2021).
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik,
keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang dapat
menjadi perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab lain. Ketika seseorang merasa
terancam terkadang tidak menyadari sama sekali apa yang menjadi
sumber kemarahannya. Tetapi secara umum, seseorang akan
mengerluarkan respon marah apabila merasa dirinya terancam
(Makhruzah, Putri, & Yanti, 2021).

c) Mekanisme Koping RPK


Menurut Dwi & Arum (2017), Perawat perlu mengidentifikasi
mekanisme koping klien, sehingga dapat membantu klien untuk
mengembangkan koping yang konstruktif dalam mengekpresikan
kemarahannya. Mekanisme koping yang umum digunakan adalah
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi,
represif, denial dan reaksi formasi (Dwi & Arum, 2017).
Perilaku yang berkaitan dengan risiko perilaku kekerasan antara lain:
1. Menyerang atau menghindar
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan
system syaraf otonom bereaksi terhadap sekresi epinefrin yang
menyebabkan tekanan darah meningkat, takikardi, wajah marah,
pupil melebar, mual, sekresi HCL meningkat, peristaltik gaster
menurun, kewaspadaan juga meningkat, tangan mengepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam
mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif
dan perilaku asertif adalah cara yang terbaik, individu dapat
mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain secara
fisik maupun psikologis dan dengan perilaku tersebut individu juga
dapat mengembangkan diri.
3. Memberontak
Perilaku muncul biasanya disertai kekerasan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan akibat konflik
perilaku untuk menarik perhatian orang lain (Kio, Wardana, &
Arimbawa, 2020).

d) Patofisiologi RPK
Penyebab dari perilaku kekerasan yaitu seperti kelemahan fisik
(Penyebab fisik), keputusasaan, ketidakberdayaan, dan kurang percaya
diri. Untuk fakor penyebab dari perilaku kekerasan yang lain seperti
situasi lingkungan yang terbiasa dengan kebisingan, padat, interaksi
social yang proaktif, kritikan yang mengarah pada penghinaan, dan
kehilangan orang yang dicintai (pekerjaan). Marah merupakan perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan (kebutuhan
yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai ancaman (Putri,Mella &
Fitriani Dalam Hilyati, 2020).

e) Tanda & Gejala RPK


Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani dan Sari
(2018), bahwa pasien yang mengalami risiko perilaku kekerasan
memiliki tanda dan gejala seperti fisik (muka merang, tegang, mata
melotot, tangan mengepal, dan mondar-mandir), verbal (bicara kasar,
suara tinggi, membentak, mengancam, mengumpat kata-kata kotor),
perilaku (melempar, memukul, menyerang orang, melukai diri sendiri,
orang lain dan amuk agresif), emosi (tidak adekuat, tidak nyaman, rasa
terganggu, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin
berkelahi, menalahkan dan menuntut) (Wardani & Sari, 2018).
Perawat dapat mengidentifikasikan dan mengobservasi tanda dan
gejala perilaku kekerasan : Muka merah dan tegang, mata melotot/
pandangan tajam, mengepalkantangan, mengatupkan rahang dengan
kuat, Bicara kasar Suara tinggi, menjerit atau berteriak, mengancam
secara verbal dan fisik, melempar atau memukul benda/orang lain,
merusak barang atau beda, tidak mempunyai kemampuan
mencegah/mengontrol perilaku kekerasan.
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017, dalam
Malfasari, et al 2020) Terdapat 2 tanda dan gejala yaitu mayor dan
minor pada pasien perilaku kekerasan, mayor subjektif : mengancam,
mengumpat dengan katakata kasar, suara keras, bicara ketus,
objektifnya
: menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, perilaku agresif/amuk, sedangkan minornya yaitu objektif :
mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku (Malfasari, et al, 2020).
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa dengan masalah risiko perilaku kekerasan, (Pardede,
2020):
1) Subjektif
a) Mengungkapkan perasaan kesal atau marah.
b) Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c) Klien suka membentak dan menyerang orang lain.
2) Objektif
a. Mata melotot/pandangn tajam.
b. Tangan mengepal dan Rahang mengatup.
c. Wajah memerah.
d. Postur tubuh kaku.
e. Mengancam dan Mengumpat dengan kata-kata kotor.
f. Suara keras.
g. Bicara kasar, ketus.
h. Menyerang orang lain dan Melukai diri sendiri/orang lain.
i. Merusak lingkungan.
j. Amuk/agresif.

f) Penatalaksanaan RPK
Penanganan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan
yaitu dengan cara medis dan non medis. Terapi medis yang dapat di
berikan kepada pasien yaitu Haloperidol 5 mg (2x1), Trihexyphenidyl 2
mg (2x1), Risperidone 2 mg (2x1), dan Chlorpromazine 1 mg (1x1)
(Silvia & Kartina, 2020). Untuk terapi non medis seperti terapi
generalis, untuk mengenal masalah perilaku kekerasan serta
mengajarkan pengendalian amarah kekerasan secara fisik : nafas dalam
dan pukul bantal, minum obat secara teratur, berkomunikasi verbal
dengan baik- baik, spritual : beribadah sesuai keyakinan pasien dan
terapi aktivitas kelompok, (Hastuti, Agustina, & Widiyatmoko 2019).
g) Rentang Respon RPK (Mulia, 2020)
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Gambar 2.2.7.1 Rentang Respon Marah


Keterangan :
1) Respon Adaptif
a. Asertif : Individu dapat mengungkapkan marah tanpa
menyalahkan orang lain dan memberikan ketenangan
b. Frustasi : Individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah
dan tidak dapat menemukan alternative (Mulia, 2020).
2) Respon Maladaptif
a. Pasif : Individu tidak dapat mengungkapkan perasaan nya.
b. Agresif : Perilaku yang menyertai marah, terdapat dorongan
untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
c. Kekerasan : Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta
hilang nya control (Mulia, 2020).

2. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)


a) Definisi
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan satu
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama
(Stuart & Laraia, 2021). Anggota kelompok mungkin datang dari
berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan
keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan,
ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik. Semua kondisi ini akan
mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi
dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang
terjadi dalam kelompok.
b) Tujuan
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan
dengan orang lain serta mengubah prtilaku ynag destruktif dan
maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap
anggota dan pemimpin dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagai pengalaman dan
saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan
masalah. Kelompok merupakan laboratorium tempat mencoba dan
menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan
perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa memiliki diakui, dan
dihargai eksistensinya oleh anggota kelompok yang lain.
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri
peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau
ketiganya.
Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu,
stimulasi sensoris, orientasi realita, dan sosialisasi. Terapi aktivitas
kelompok dibagi empat yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi.

D. KLIEN
1. Karakteristik/ Kriteria
Kriteria pasien sebagai anggota yang mengikuti terapi aktifitas kelompok
ini adalah :
a) Klien dengan riwayat perilaku kekerasan.
b) Klien yang mengikuti TAK ini tidak mengalami perilaku agresif atau
mengamuk, dalam keadaan tenang.
c) Klien dapat diajak kerjasama (cooperative).
2. Proses Seleksi
1) Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria
2) Mengumpulkan klien yang masuk criteria
3) Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK pada klien, rencana kegiatan kelompok dan
aturan main dalam kelompok (Prabowo, 2020).
Klien yang mengikuti kegiatan berjumlah 5 orang di ruang gelatik
Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya terdiri dari :
a) Tn. D
b) Tn. N
c) Tn. R
d) Tn. S
e) Tn. Y

E. PENGORGANISASIAN
1. Waktu :
Tanggal = 8 Desember 2021
Hari = Rabu
Jam = 08.00 WIB – Selesai
Tempat = Ruang Gelatik RSJ Menur Surabaya
Kontrak = 1 Jam
Lama Tiap Langkah Kegiatan = 10 Menit
2. Tim Terapis :
a) Leader (Kiki Erviani)
Tugas :
1) Menyiapkan proposal kegiatan TAK
2) Menyampaikan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktivitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai
3) Menjelaskan permainan
4) Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok
memperkenalkan dirinya
5) Mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan tertib
6) Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok
b) Co Leader (Indah Shofyanah & Syarifah Choiriyah)
Tugas :
1) Mendampingi leader
2) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas
pasien
3) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpangdari perencanaan
yang telah dibuat
4) Mengambil alih posisi leader jika leader mengalami blocking dalam
proses terapi
c) Fasilitator (Fenny Fransisca Eliyardi & Arini Dewi)
Tugas :
1) Menyediakan fasilitas selama kegiatan berlangsung
2) Memotivasi klien yang kurang aktif
3) Memfasilitasi dan memberikan stimulus dan motivator pada anggota
kelompok untuk aktif mengikuti jalannya terapi
d) Observer (Juwita & Lydia Tjiang)
Tugas :
1) Mengobservasi jalannya proses kegiatan
2) Mengamati serta mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien
selama kegiatan berlangsung
3) Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan,
proses, hingga penutupan

3. Metode/ Media :
1) Metode
a) Dinamika kelompok
b) Diskusi dan tanya jawab
c) Bermain peran/ stimulasi
2) Media
a) Papan tulis / flipchart/ whiteboard
b) Kapur/ spidol
c) Buku catatan dan pulpen
d) Bantal/ Kasur / kantong tinju/ gendang
e) Beberapa contoh obat
f) Jadwal kegiatan klien

4. Setting Tempat

Keterangan :
: Leader
: Co-leader + Observer
: Fasilitator
: Klien

F. PROSES PELAKSANAAN
1) Terapi Sesi 1 : Mengenal Perilaku Kekerasan yang Biasa Dilakukan
A. Tujuan :
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab kemarahannya.
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat marah (tanda
dan gejala marah).
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat marah (perilaku
kekerasan).
4. Klien dapat menyebutkan akibat perilaku kekerasan

B. Setting :
1. Terapis dan klien dapat duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
C. Alat :
1. Papan tulis / flipchart/ whiteboard
2. Kapur/ spidol
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader : Kiki Erviani
2. Co-leader : Indah Shofyanah & Syarifah Choiriyah
3. Observer : Juwita & Lydia Tjiang
4. Fasilitator : Fenny Fransisca Eliyardi & Arini Dewi

E. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ simulasi

F. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif
b. Membuat kontak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama).
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan masalah yang dirasakan
c. Kontak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenal perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
2) Menjelaskan aturan main berikut
 Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada terapis.
 Lama kegiatan 45 menit
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan penyebab marah.
1) Tanyakan pengalaman tiap klien
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar
oleh penyebab marah sebelum perilaku kekerasan terjadi.
1) Tanyakan perasaan tiap klien saat terpapar oleh penyebab (tanda
dan gejala)
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
c. Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien
(verbal, merusak lingkungan, mencederai/memukul orang lain,
memukul diri sendiri)
1) Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah.
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
d. Membantu klien memilih salah satu perilaku kekerasan yang paling
sering dilakukan untuk diperagakan
e. Melakukan bermain eran/ simulasi untuk perilaku kekerasan yang
tidak berbahaya (terapis sebagai sumber penyebab dan klien yang
melakukan perilaku kekerasan).
f. Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain peran /simulasi.
g. Mendiskusikan dampak/akibat perilaku kekerasan
1) Tanyakan akibat perilaku kekerasan.
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard.
h. Memberikan reinforcement pada peran serta klien.
i. Dalam menjalankan a sampai h, upayakan semua klien terlibat.
j. Beri kesimpulan penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan
dan akibat perilaku kekerasan.
k. Menanyakan kesediaan klien untuk memepelajari cara baru yang
sehat menghadapi kemarahan.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Memberikan reinforcement positif terhadap perilaku klien yang
positif.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi
penyebab marah, yaitu tanda dan gejala; perilaku kekerasan
yang terjadi; serta akibat perilaku kekerasan.
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab ; tanda dan gejala;
perilaku kekerasan dan akibatnya yang belum diceritakan.
c. Kontrak yang akan datang
1) Menyepakati belajar cara baru yang sehat untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2) Menyepakati waktu dan TAK berikutnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung,
khususnya pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah
kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan sesi 1, kemampun yang diharapkan
adalah mengetahui penyebab perilaku, mengenal tanda dan gejala,
perilaku kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan.
Formlir evaluasi sebagai berikut.
Sesi 1: TAK
Simulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan psikologis
Memberi tanggapan tentang
No Nama Klien Penyebab PK Tanda& Gejala Perilaku Akibat
PK Kekerasan PK

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mengetahui penyebab
perilakuk kekerasan, tanda dan gejala dirasakan, perilaku kekerasan yang
dilakukan dan akibat perilaku kekerasan. Beri tanda √ jika klienmampu
dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 1. TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan penyebab
perilaku kekerasannya (disalahkan dan tidak diberi uang), mengenal tanda
dan gejala yang dirasakan (“geregetan” dan “deg-degan”), perilaku
kekerasan yang dilakukan (memukul meja), akibat yang dirasakan (tangan
sakit dan dibawa ke rumah sakit jiwa). Anjurkan klien mengingat dan
menyampaikan jika semua dirasakan selama dirumah sakit.
2) Terapi Sesi 2 : Mencegah Perilaku Kekerasan Fisik
A. Tujuan:
1. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
2. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang dapat mencegah
perilaku kekerasan.
3. Klien dapat mendemonstrasikan dua kegiatan fisik yang dapat
mencegah perilaku kekerasan

B. Setting:
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan.
2. Ruangan nyaman dan tenang

C. Alat:
1. Kasur / kantong tinju/ gendang
2. Papan tulis/ flipchart/ witheboard
3. Buku catatan dan pulpen
4. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader (Fenny Fransisca Eliyardi)
2. Co-leader (Juwita & Lydia Tjiang)
3. Observer (Kiki Erviani)
4. Fasilitator (Indah Shofyanah & Arini Dewi)

E. Metode:
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran/ stimulasi
F. Langkah kegiatan:
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi 1.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1. Salam dari terapis pada pasien
2. Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi /validasi
1. Menanyakan perasaan klien saat ini
2. Menyanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan:
penyebab; tanda dan gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya.
c. Kontrak
1. Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu secara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
2. Menjelaskan aturan main berikut :
a. Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
minta izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap Kerja
a. Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
1) Tanyakan kegiatan : rumah tangga, harian, dan olahraga yang
biasa dilakukan klien
2) Tulis di papan tulis/ flipchart/whiteboard
b. Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk
menyalurkan kemarahan secara sehat : tarik napas dalam,
menjemur/memukul kasur/bantal, menyikat kamar mandi, main
bola, senam, memukul bantal pasir tinju, dan memukul gendang.
c. Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d. Bersama klien mempraktikan dua kegiatan yang dipilih
1) Terapis mempraktikan
2) klien melakukan redemonstrasi
e. Menanyakan perasaan klien setelah mempraktikan cara
penyaluran kemarahan
f. Upayakan semua klien berperan aktif

4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2. Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku
kekerasan
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari
jika stimulus penyebab perilaku kekerasan
2. Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah
dipelajari
3. Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien
c. Kontrak yang akan datang
1. Meyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi
sosial yang asertif
2. Meyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai
dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Sesi 2, kemampuan yang di harapkan adalah 2 kemampuan mencegah
perilaku kekerasan secara fisik. Formulir evaluasi sebagai berikut :
Sesi 2
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan fisik

Mempraktikan cara fisik Mempraktikan cara


No Nama Klien
yang pertama fisik yang kedua
1
2

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk setiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikan
dua cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Beri tanda jika
klien mampu dan tanda  jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti Sesi 2
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan, klien mampu mempraktikkan
tarik napas dalam, tetapi belum mampu mempraktikkan pukul kasus dan
bantal. Anjurkan dan bantu klien mempraktikkan di ruang rawat (buat
jadwal).

3) Terapi Sesi 3 : Mencegah Perilaku Kekerasan Seksual


A. Tujuan
1. Klien dapat mengungkapkan keinginan dan permintaan tanpa
memaksa.
2. Klien dapat mengungkapkan penolakan dan rasa sakit hati tanpa
kemarahan.
B. Setting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
C. Alat
1. Papan tulis / flipchart/whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader (Juwita)
2. Co-leader (Indah Shofyanah & Arini Dewi)
3. Observer (Fenny Fransisca Eliyardi)
4. Fasilitator (Kiki Erviani & Syarifah Choiriyah)

E. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
3. Bermain peran / simulasi

F. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 2.
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Klien dan terapis pakai papan nama.
b. Evaluasi / validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala
marah serta perilaku kekerasan.
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku
kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara sosial untuk mencegah
perilaku kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut.
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta
sesuatu dari orang lain.
b. Menuliskan cara-cara yang disampaikan klien.
c. Terapis mendemonstrasikan cara meninta sesuatu tanpa paksaan,
yaitu “Saya perlu / ingin/ minta ..., yang akan saya gunakan
untuk...”.
d. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan
ulang cara pada poin c.
e. Ulangi d. sampai semua klien mencoba.
f. Memberikan pujian pada peran serta klien.
g. Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan
rasa sakit hati pada orang lain, yaitu “Saya tidak dapat
melakukan
...” atau “Saya tidak menerima dikatakan ...” atau “Saya kesal
dikatakan seperti ...”.\
h. Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan
ulang cara pada poin d.
i. Ulangi h sampai semua klien mencoba.
j. Memberikan pujian pada peran serta klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari.
3. Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1. Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik dan interaksi
sosil yang asertif , jika stimulus penyebab perilaku kekerasan
terjadi.
2. Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik dn interaksi sosial
yang asertif secara teratur.
3. Memasukkan interaksi sosial yang asertif pada jadwal kegiatan
harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu kegiatan
ibadah.
2. Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 3,
kemampuan klien yang diharapkan adalah mencegah perilaku kekerasan
secara sosial. Formulir evaluasi sebagai berikut.

Sesi 3: TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan sosial

Memperagakan Memperagakan Memperagakan cara


No. Nama klien cara meminta cara menolak mengungkapkan
tanpa paksa yang baik kekerasan yang baik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian akan kemampuan mempraktikan
pencegahan perilaku kekerasan secara social : meminta tanpa paksa,
menolak dengan baik , mengungkapkan kekesalan dengan baik. Beri
tanda centang jika klien mampu dan tanda silang jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada
catatan proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3, TAK
stimulasi persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan cara
meminta tanpa paksa, menolak dengan baik dan mengungkapkan kekerasan.
Anjurkan klien mempraktikan di ruang rawat ( buat jadwal).

4) Terapi Sesi 4 : Mencegah Perilaku Kekerasan Spiritual


A. Tujuan
Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur.

B. Setting
1. Terapis dan k lien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangannyaman dan tenang.

C. Alat
1. Papan tulis/flipchart/whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien

D. Pengorganisasian :
1. Leader (Indah Shofyanah)
2. Co-leader (Lydia Tjiang & Fenny Fransisca Eliyardi)
3. Observer (Kiki Erviani)
4. Fasilitator (Arini Dewi)

E. Metode
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan Tanya jawab
3. Bermain peran /simulasi

F. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi
b. Menyiapkan alat dan tempat
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluas/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala
marah, serta perilaku kekerasan
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik dan interaksi social yang asertif
untuk mencegah perilaku kekerasan sudah dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu kegiatan ibadah untuk
mencegah perilaku kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut.
a. Jika ada klien yang meninggalkan kelompok, harus meminta
izin kepada terapis.
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Menanyakan agama dan kepercayaan masing masing klien.
b. Mendiskusikan kegiatan ibadah yang biasa dilakukan masing
masing klien.
c. Menuliskan kegiatan ibadah masing masing klien.
d. Meminta klien untuk memilih satu kegiatan ibadah.
e. Meminta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.
f. Memberikan pujian pada penampilan klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi
sosial yang asertif, dan kegiatan ibadah jika stimulus penyebab
perilaku kekerasan terjadi.
2) Menganjurkan klien melatih kegiatan fisik, interaksi social yang
asertif, dan kegiatan ibadah secara teratur.
3) Memasukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan dating
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu minum
obat teratur.
2) Menyepakati waktu dan tempat pertemuan berikutnya.

Evaluasi dan Dokumentasi


Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada saat proses TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 4,
kemampuan klien yang diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk
mencegah kekerasan. Formulir evaluasi sebagai berikut:

Sesi 4 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan spiritual

Mempraktikkan Mempraktikkan
No Nama Klien
Kegiatan ibadah pertama Kegiatan ibadah kedua
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Petunjuk:
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan mempraktikkan dua
kegiatan ibadah pada saat TAK. Beri tanda centang jika klien mampu dan
tanda silang klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimilki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan tiap klien.Contoh : klien mengikuti sesi 4 , TAK stimulasi
persepsi perilaku kekerasan. Klien mampu memperagakan dua cara ibadah.
Anjurkan klien melakukannya secara teratur di ruangan( buat jadwal).
5) Terapi Sesi 5 : Mencegah Perilaku Kekerasan Dengan Patuh
Mengkonsumsi Obat
A. Tujuan :
1. Umum : Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasan
dengan patuh mengkonsumsi obat.
2. Khusus :
a) Klien dapat menyebutkan keuntungan patuh minum obat.
b) Klien dapat menyebutkan akibat/kerugian tidak patuh minum obat.
c) Klien dapat menyebutkan lima benar cara minum obat.

B. Setting :
1. Terapis dan Klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.

C. Alat :
1. Papan tulis/flipchart/whiteboard dan alat tulis
2. Buku catatan dan pulpen
3. Jadwal kegiatan klien
4. Beberapa contoh obat

E. Pengorganisasian :
1. Leader (Syarifah Choiriyah)
2. Co-leader (Arini Dewi & Kiki Erviani)
3. Fasilitator (Fenny Fransisca Eliyardi & Lydia Tjiang)
4. Observer (Indah Shofyanah & Juwita)

E. Metode :
1. Dinamika kelompok
2. Diskusi dan tanya jawab
F. Langkah kegiatan :
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut Sesi 4
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah, tanda dan gejala
marah, serta perilaku kekerasan.
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik, interaksi social yang asertif dan
kegiatan ibadah untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan.
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu patuh minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
2) Menjelaskan aturan main berikut :
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Mendiskusikan macam obat yang dimakan klien : nama dan warna
(upayakan tiap klien menyampaikan)
b. Mendiskusikan waktu minum obat yang biasa dilakukan klien.
c. Tuliskan di whiteboard hasil a dan b.
d. Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu
minum obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum
obat, benar dosis obat.
e. Menjelaskan tentang prinsip 5 benar dan meminta klien
menyebutkan lima benar cara minum obat, secara bergiliran.
f. Berikan pujian pada klien yang benar.
g. Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat (catat di
whiteboard)
h. Mendiskusikan peranan klien jika teratur minum obat (catat di
whiteboard).
i. Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara
mencegah perilaku kekerasan/kambuh.
j. Menjelaskan akibat/kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu
kejadian perilaku kekerasan/kambuh.
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan patuh minum obat
dan kerugian tidak patuh minum obat.
l. Member pujian setiap kali klien benar.

4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menyanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan jumlah cara pencegahan perilaku kekerasan yang
telah dipelajari.
3) Memberikan pujian dan penghargaan atas jawaban yang benar.
b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan kegiatan fisik, interaksi
social asertif, kegiatan ibadah, dan patuh minum obat untuk
mencegah perilaku kekerasan.
2) Memasukkan minum obat dalam jadwal kegiatan harian klien.
c. Kontrak yang akan datang
Mengakhiri pertemuan untuk TAK perilaku kekerasan, dan
disepakati jika klien perlu TAK yang lain.
Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap
keraj. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan
yang diharapkan adalah mengetahui lima benar cara minum obat,
keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat. Formulir
evaluasi sebagai berikut :

Sesi 5 : TAK
Stimulasi persepsi perilaku kekerasan
Kemampuan mencegah perilaku kekerasan dengan patuh minum obat

Menyebutkan Menyebutkan
Nama Menyebutkan akibat
No lima benar keuntungan
Klien tidak patuh minum obat
minum obat minum obat

Petunjuk :
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan menyebutkan lima benar
cara minum obat, keuntungan minum obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
Beri tanda v jika klien mampu dan tanda x jika klien tidak mampu.

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada cartatan proses
keperawatan tiap klien. Contoh : klien mengikuti sesi 5, TAK stimulasi persepsi
perilaku kekerasan. Klien mampu menyebutkan lima benar cara minum obat,
belum dapat menyebutkan keuntungan minum obat dan akibat tidak minum obat.
Anjurkan klien mempraktikan lima benar cara minum obat, bantu klien merasakan
keuntungan minum obat, dan akibat tidak minum obat.
DAFTAR PUSTAKA

Ariandy, W At All. 2018. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi


Berhubungan dengan Kemampuan pasien dalam Mengontrol Resiko Perilaku
Kekerasan (RPK). Jurnal Keperawatan Aisyiyah 14 (1).83-90.
Keliat, Budi Ana dan Akemat. 2017. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC.
Maulana, I., Hernawaty, T., &Shalahuddin, I. 2021. Terapi Aktivitas Kelompok
menurunkan Tingkat Resiko Perilaku Kekerasan pada Pasien Skizofrenia:
Literature Review. Jurnal Keperawatan Jiwa (JKJ): Persatuan Perawat
Nasional Indonesia, 9 (1), 153-160.

Hilyati, Husna At All. 2020. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi Pada
Pasien Resiko Perilaku Kekerasan Di Yayasan Pemenang Jiwa. Sumatra:
Universitas Sriwijaya.

Hilyati, Husna. 2020. Studi Kasus: Asuhan Keperwatan Jiwa Pada Tn.B Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan. Sumatra: Universitas Sriwijaya.

Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. 2020. Efektivitas Behaviour Therapy
Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah
Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners,
3(1), 8-14. http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005.

Prabowo, E. 2020. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Medical Book.

Putri, V. 2017. Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi


terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien skizofrenia di
ruang rawat inap Arjuna Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi. Riset
Informasi Kesehatan, 6(2), 174-183. https://doi.org/10.30644/rik.v6i2.95.

Anda mungkin juga menyukai