Anda di halaman 1dari 23

Mata kuliah Dosen pengampu

Asesmen & Intervensi Gangguan Hirmaningsih, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog


Perkembangan

COMMUNICATION DISORDERS

(Gangguan Komunikasi pada Anak)

KELOMPOK C :
VI-C

Laelatul Istivaiyah
Mutia Sari Ramadhani
Tartini

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2019
A. Definisi Gangguan Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim
dan penerima pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi
pesan, serta orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si
penerima pesan saling mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab
atau memberi reaksi terhadap pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara
pengirim pesan dan penerima pesan.

Sedangkan, Gangguan Komunikasi (Communication Disorders) adalah


sekumpulan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesulitan- kesulitan dalam
pemahaman atau penggunaan bahasa. Kategori- kategori dari gangguan komunikasi
adalah gangguan bahasa ekspresif, gangguan bahasa campuran reseptif- ekspresif,
gangguan fonologis dan gagap. Masing- masing gangguan ini mempengaruhi fungsi
akademik, atau pekerjaan, atau kemampuan untuk berkomunikasi secara
sosial.Penanganan pada gangguan komunikasi umumnya dilakukan melalui terapi
bicara dan koseling psikologis untuk kecemasan social dan masalah- masalah
emosional lainnya.

Hal yang perlu ditekankan adalah kemampuan komunikasi tidak hanya


kemampuan bicara tapi juga termasuk semua aspek komunikasinya. Aspek
komunikasi itu sendiri meliputi kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara
berkomunikasi, kemampuan memahami kata-kata dan kemampuan menuangkan
gagasan atau ide. Dengan demikian kita dapat membantu mengembangkan
kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan komunikasi karena
sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi, misalnya dengan
gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).

B. Ciri – Ciri Gangguan Komunikasi

Anak berkebutuhan khusus biasanya diikuti dengan beberapa karakteristik


atau ciri-ciri sesuai dengan gangguan yang di alami, bagi anak yang mengalami
gangguan komunikasu terdapat 8 ciri-ciri, yaitu :

1. Menurut Hallahan dan Kaufan (2006) dalam buku yang ditulis oleh Frieda
menjelaskan bahwa anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah mereka
yang tidak memiliki perhatian untuk berkomunikasi dengan orang-orang
dilingkungannya dengan tujuan bersosial.
2. Sewaktu kecil, gumaman yang biasanya muncul ketika anak sudah mulai atau
sebelum dapat bicara tidak muncul. Ini terjadi pada anak yang terdiagnoasa
autisma.
3. Berbicara tapi ada hal yang abnormal dari segi intonasi, rate, volume dan isi
bahasanya. Misalnya bicara seperti robot, mengulang-ulang perkataan yang
didengar, sulit menggunakan bahasa karena mereka tidak sadar dengan reaksi
pendengarnya.
4. Sering tidak memahami ucapan yang ditujukan kepada mereka. Sulit memahami
bahwa satu kata memiliki makna atau banyak arti.
5. Meggunakan kata-kata yang aneh, seperti ketika melihat mobil mereka
mengatakan “empat”.
6. Terus mengalami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meskipun mereka sudah
tahu jawaban dari pertanyaan tersebut. Contoh kecilnya adalah “Ma, itu kambing
ya.?. Mereka tidak menghiraukan lawan bicaranya, yang jelas mereka suka
dengan topik pembahasan yang diangkat dan tidak jarang memperpanjang
pembicaraan.
7. Sering mengulang-ngulang kata-kata yang baru atau pernah mereka dengar tanpa
ada maksud untuk berkomunikasi sama sekali. Mereka sering berbicara dengan
diri mereka atau benda yang disukai dengan bahasa mereka sendiri.
8. Menarik diri dari lingkungan yang mereka tinggali, tidak paham dengan
pembicaraan yang didengarnya, kesulitan dalam mengolah kata-kata.
9. Memiliki gangguan komunikasi non verbal. Tidak pernah menggunakan gerak
tubuh ketika berbicara layaknya orang-orang normal lain yang secara spontan
terlihat ketika mereka berbicara.
10. Pada gangguan lain, gangguan komunikasi biasanya terjadi kepada orang-orang
yang tuna wicara yang memang tidak pernah tahu atau kesulitan untuk menyebut
kata-kata ketika berkomunikasi karena adanya gangguan saraf yang mengontrol
komunikasi verbal manusia.

Anak BK sebenarnya sangat banyak mengalami gangguan komunikasi baik


dengan skala besar maupun kecil meskipun dengan gangguan komunikasi tertentu.
Misalnya anak retardasi mental, autis, tuna wicara dan tuna-tuna yang lain. Gangguan
komunikasi pada anak autisma misalnya yang paling banyak disoroti karena mereka
sangat jauh dengan dunia sosialnya, dunia mereka yang kemungkinan besar membuat
mereka hanya merasa nyaman jika berada disana. Dengan demikian, hampir semua
ABK mengalami gangguan komunikasi, baik itu retardasi mental dan gangguan yang
lain.

C. Penyebab Gangguan Komunikasi

Penyebab kelainan komunikasi adalah sangat kompleks. Meskipun


kebanyakan anak-anak dievaluasi dalam konteks sistem pendidikan mempunyai
kelainan komunikasi fungsional, tetapi pengenalan faktor-faktor penyebab lainnya
yang bersifat organik sangat penting diketahui oleh para guru. Penyebab dapat
termasuk di dalamnya ketidaknormalan sebelum lahir, kecelakaan prenatal, tumor,
dan masalah dengan sistem syaraf atau otot, otak, atau mekanisme bicara itu sendiri.
Pengaruh dari agen yang mempengaruhi embrio atau janin, termasuk sinar x, virus,
obat-obatan, dan racun lingkungan dapat juga meneyebabkan kelainan yang dibawa
sejak lahir. Dalam enam minggu pertama sampai dua belas minggu kehidupan janin,
banyak organ tubuh sedang dibentuk. Apabila ada agen yang merusak satu organ,
maka dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem perkembangan secara terus
menerus (Northon, 1996).

Gangguan komunikasi pada anak dapat disebabkan karena adanya gangguan


pada masalah memproduksi kata-kata karena motoric mulut, gangguan system
pernafasan, gangguan pendengaran sehingga tidak dapat mendengar apalagi
mengingat kata-kata dengan jelas, tidak memahami arti kata dan mengasosiasikan
dengan situasi serta keadaan lingkungan yang tidak mendukung anak untuk
termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan berbicarannya.

Serta fisiologis gangguan yang akan mengakibatkan tidak lancarnya komunikasi


yaitu:

1. Kondisi organ bicara mengalami kerusakan (bibir, gigi, pita suara, langit-langit
keras atau lunak, rongga mulut, hidung tenggorokan).
2. Organ pendengaran yang berfungsi sebagai transmisi rangsang bunyi dari
lingkungan dan diteruskan keotak untuk menerima pesan tidak berfungsi dengan
baik.
3. Persyarafan pusat yang berfungsi untuk mengkoordinir sensorimotoris dalam
berkomunikasi berfungsi untuk mendasari pikiran dan organ pola tindakan juga
tidak berfungsi dengan baik.

Secara psikologis gangguan yang mengakibatkan tidak lancarnnya komunikasi yaitu :

1. Kecerdasan yang rendah yang mengakibatkan keterlambatan dalam


perkembangan bahasa.
2. Minat yang kurang pada lingkungan yang dilihat dan didengarnya.
3. Tidak adannya dukungan dari lingkungan mengakibatkan tidak adannya stimulus
untuk berinteraksi dan mengakibatkan gangguan dalam berinteraksi dan
komunikasi.
4. Masalah emosi anak, seperti anak yang menghadapi perceraian orang tuannya.

D. Jenis – jenis Gangguan Komunikasi

1. Gangguan Bahasa
Bahasa adalah ujaran dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah
pertama bahasa, yakni bahasa adalah lambang bunyi. Ganguan bahasa merupakan
salah satu jenis kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien
yang mengalami kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan
simbolisasi ini mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan simbol yang
diterima dan tidak mampu mengubah konsep pengertiannya menjadi simbol-
simbol yang dapat dimengerti oleh orang lain dalam lingkungannya. Beberapa
bentuk gangguan bahasa adalah sebagai berikut:

a. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa

Adalah salah satu bentuk dalam kelainan bahasa yang ditandai dengan
kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan
perkembangan bahasa anak normal seusiannya.

Kelambatan perkembangan bahasa diantaranya disebabkan karena


keterlambatan mental intelektual, ketunarunguan, congenital aphasia,
autisme, disfungsi neurologis dan kesulitan belajar. Anak-anak yang
mengalami sebab-sebab tersebut di atas cenderung terlambat dalam
perkembangan kemampuan bahasa , sehingga anak mengalami kesulitan
transformasi yang diperlukan dalam komunikasi. Gangguan tingkah laku
tersebut sangat mempengaruhi proses pemerolehan bahasa, diantaranya
kurang perhatian terhadap minat rangsangan yang ada disekelilingnya,
perhatian yang mudah beralih, konsentrasi yang kurang baik, nampak mudah
bingung, cepat putus asa, kreatifitas dan daya khayalnya kurang, serta
kurangnya pemilikan konsep diri.

b. Afasia

Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-
pusat yang dialami oleh anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang
dialami oleh orang dewasa disebut afasia dewasa. Secara klinis afasia
dibedakan menjadi :

1) Afasia Sensoria

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna


rangsangan yang diterimanya. Bicara spontan biasanya lancar hanya
kadang-kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks
komunikasi.

Seorang aphasia dewasa akan kesulitan untuk menyebutkan kata


buku walau di hadapannya ditunjukan benda buku. Klien dengan susah
menyebut busa…. bulu…,bubu (klien nampak susah dan putus asa).
Untuk aphasia auditory, klien tidak mampu memberikan makna apa
yang didengarnya. Ketika ditanya, “apakah bapak sudah makan?. Maka
jawabannya adalah piring…….piring…… meja….. ya…ya..

2) Afasia Motoris

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan


atau menyusun fikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang
bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar,
terputus-putus dan ucapannya sering tidak dimengerti orang lain.
Apabila bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang
dengan kelainan ini mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan
yang diterimanya, hanya saja untuk mengekspresikannya mengalami
kesulitan.

Seorang aphasia dewasa berumur 59 tahun, kesulitan menjawab,


rumah bapak dimana?, maka dengan menunjuk ke arah barat , dan
dengan kesal karena tidak ada kemampuan dalam ucapannya. Jenis
aphasia ini juga dialami dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini
disebur dengan disgraphia (agraphia).

3) Afasia Konduktif

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru


pengulangan bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek
cukup lancar, tetapi untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.

4) Afasia Amnestik

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan


menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih
yang berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan
dengan aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi
maka diganti dengan kata duduk.

2. Gangguan bicara

Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan


bicara. Perkembangan bahasa seseorang akan mempengaruhi perkembangan
bicara. Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan
dimana anak dibesarkan. Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan
atau gangguan perilaku komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan
proses produksi bunyi bicara. Kelainan proses produksi menyebabkan kesalahan
artikulasi fonem, baik dalam titik artikulasinya maupun cara pengucapannya,
akibatnya terjadi kesalahan seperti penggantian /substitusi atau penghilangan
/omosi. Ditinjau dari segi klinis, gejala kelainan bicara dalam hubungannya
dengan penyebab kelainannya, dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :

a. Disaudia
Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan
pendengaran. Gangguan pendengaran tersebut menyebabkan kesulitan dalam
menerima dan mengolah nada intensitas dan kualitas bunyi bicara, sehingga
pesan bunyi yang tidak sempurna dan mungkin salah arti. Pada anak
tunarungu kesalahan tersebut sering dipergunakan dalam berkomunikasi.
Misalnya kata /kopi/, ia dengar /topi/, kata /bola/, ia dengar /pola/.

Anak yang mengalami gangguan pendengaran cenderung bersuara


monoton dan bernada tinggi, ia tidak mengenal lagu kalimat, mana kalimat
tanya, kalimat penegasan, makna tanda seru dalam kalimat. Umumnya anak
dengan disaudia dalam berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa
isyarat yang telah dikuasainya. Namun tidak semua lawan bicaranya dapat
menerima sehingga komunikasi secara global terganggu.

b. Dislogia

Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan


oleh kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal.
Terdapatnya kesalahan pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak
mampu mengamati perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang
hampir sama. Misalnya tadi dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya
kemampuan mengingat menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau
kata pada waktu mengucapkan kalimat, misalnya /makan/ diucapkan /kan/,
/pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke pasar/ diucapkan / bu…gi….cal/.

c. Disartria

Disartria diartikan jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya


kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat
ucap atau organ bicara karena adanya kerusakan susunan syaraf pusat.
Disartria ada beberapa jenis, yaitu:

1) Spastic Disartria
Ketidakmampuan berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot
bicara. Ditandai dengan bicara lambat dengan terputus-putus, karena
tidak mampu melakukan gerakan organ bicara secara biasa.
2) Flaksid Disartria
Ketidakmampuan bicara akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ
bicara, sehingga tidak mampu berbicara seperti biasa.

3) Ataksia Disartria
Ketidakmampuan bicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-
gerakan fonasi, artikulasi dan resonansi. Terutama pada saat memulai
kata/kalimat.
4) Hipokinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan
gerak dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex.
Ditandai dengan tekanan dan nada yang monoton.
5) Hiperkinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara terjadi akibat
kegagalan dalam melakukan gerakan yang disengaja, ditandai dengan
abnormalitas tonus atau gerakan yang berlebihan sehingga muncul
kenyaringan.

d. Disglosia

Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya


kelainan bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya
kelainan bentuk dan struktur organ artikulasi yaitu:

1) Palatoskisis: sumbing langitan


2) Maloklusi : salah temu gigi atas dan gigi bawah
3) Anomali: kelainan atau penyimpangan/cacat bawaan misalnya bentuk
lidah yang tebal, tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek.
e. Dislalia

Yaitu gejala gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam memperhatikan


bunyi-bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep
bahasa. Misalnya /makan/ menjadi /kaman/ atau /nakam/

3. Gangguan Suara
Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan
komunikasi. Gangguan tersebut meliputi:
a. Kelainan Nada
Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang
berakibat pada gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada
rendah, nada datar, dwinada, suara pubertas.

b. Kelainan kualitas suara


Yaitu gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak
antara pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan
tidaksama dengan suara yang biasanya. Hal ini berpengaruh pada kualitas
suara yaitu, preathiness, hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.
c. Afonia
Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi
suara atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara,
histeria, pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.

4. Gangguan Irama

Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat


berbicara, meliputi:

a. Stuttering, Stuttering atau gagap, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara


berupa pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan
ketidakmampuan untuk memulai pengucapan kata.
b. Cluttering, Cluttering merupakan ganguan kelancaran bicara yang ditandai
bicara yang sangat cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit
dimengerti.
Terdapat 3 type yaitu:

1. Distorsi : pengucapan yang tidak jelas


2. Substitusi : penggantian ucapan menjadi bunyi yang lain
3. Omisi : penghilangan bunyi-bunyi

c. Palilalia, Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia
dewasa.
Peranan Guru dalam mengatasi anak dengan gangguan Komunikasi di
Sekolah Reguler. Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan
pendidikan untuk peserta didik , yang mempunyai tujuan untuk
mengembangkan kemampuan dengan memperhatikan tahap perkembangan
dasar dan kesesuian dengan lingkungan, sehingga muncul kemandirian.

E. Cara Komunikasi dan Penyampaian Ilmu Pada Anak yang Mengalami


Gangguan Komunikasi
1. Cara berkomuikasi dengan anak gangguan komunikasi
belajar berkomunikasi selalu menduduki peringkat pertama yang harus dikuasai
terlebih dahulu. Bahasa tutur boleh jadi sulit sekali untuk dipelajari oleh anak
dengan dengan gangguan komunikasi.
Oleh karena itu, cara mengajar berkomunikasi sebagai berikut:
a. Menunjukan sesuatu,
b. Menggunakan alat bantu berupa gambar-gambar, atau
c. Menggunakan bahasa isyarat standar

2. Pola atau cara komunikasi dengan anak gangguan komunikasi, sebagai berikut:
a. Wajah yang terarah
Dasar yang pertama dilakukan pada umunnya ketika seseorang
berbicara dengan orang lain adalah melihat wajah lawan bicaranya, karena itu
anak autis yang biasanya kesulitan melakukan kontak mata, pertama kali
latihlah ia untuk melihat wajah dari lawan bicaranya. Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan untuk melatih anak melihat wajah :
1) Jangan mulai pembicaraan sebelum anak melihat kepada anda
2) Dekatkan mainan atau benda yang sangat disukai anak ke wajah anda
sehingga anak mengikutinya sebelum mulai berbicara
3) Setiap kali terjadi kontak mata dengan anak anda meskipun tidak
disengaja,usahakan untuk melakukan suatu pembicaraan
4) Bermainlah “ci luk ba” untuk melatih kesadaran anak dengan wajah orang
lain di sekitarnya
b. Suara yang terarah
Anak-anak autis seringkali tidak memahami makna dari bunyi yang
didengarnya, dan itu bunyi apa. Latihlah anak untuk sadar dengan berbagai
bunyi yang ada di sekitarnya dengan beberapa aktivitas sebagai berikut :
1) Pekalah terhadap reaksi anak saat mendengar bunyi tertentu, langsung
tunjukan pada anak dimana sumber bunyi tersebut berasal.
2) Mainkan bunyi-bunyian secara bergantian dari berbagai arah, dan pancing
anak untuk menemukan dari arah mana sumber bunyinya.
3) Biasakan anak bercakap-cakap dengan anda di berbagai suasana, sepi atau
ramai
c. Suasana bersama antara anak dengan orangtuanya
Kemampuan berbahasa kita secara otomatis berkembang ketika kita
berada di tengah lingkungan yang terus menerus menggunakan bahasa
tersebut. Percakapan sehari-hari yang kita dengar sejak bayi membuat kosa
kata kita bertambah dengan sendirinya tanpa ada yang mengajarkannya secara
sengaja. Karena itu percakapan antara anak dengan orang tua ata deungan
orang lain yang ada di sekitarnya sangat penting perannya dalam
mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Sering-seringlah mengajak
anak berbicara dalam situasi apapun. Ceritakan pada anak apapun, lepas dari ia
benar-benar mengerti atau tidak. Memang orang tua seringkali terkesan
“cerewet” dalam hal ini, tapi ini akan berdampak positif untuk perkembangan
bahasa dan wicara anak.
d. Tanggapan terhadap apa yang ingin dikatakan anak
Kadang-kadang anak berusaha mengatakan sesuatu, namun karena
kemampuan wicara dan bahasanya yang masih terbatas, ia hanya mengatakan
dengan menggunakan isyarat, eksspresi wajah, atau kata-kata yang tidak
lengkap. Misalnya saat ingin minum, anak hanya menunjuk sambil bilang
‘eeegghh...eghhh..”. saat reperti ini dibahasakanlah kehendak anak dengan
kalimat yang jelas : “oohh andi ingin minum “ atau “Andi haus dan ingin
minum dengan cangkir warna hijau”
e. Manfaatkan kepandaian anak dalam meniru
Anak memiliki kemampuan meniru sesuatu dengan sangat baik. Ada
baiknya kita memanfaatkan kemampuan ini dengan memberikan model bahasa
atau kata-kata yang sesuai. Misal dengan menggunakan flashcard lalu kita
mengucapkan nama gambar di dalam flashcard. Lakukan sesering mungkin
dan terus-menerus. Ajak anak berbicara berdua dengan berbagai kalimat dalam
suasana yang nyaman sesering mungkin sehingga ia terdorong untuk
mengingat dan meniru kata-kata
f. Berikan apresiasi positif atau inisiatif anak bercerita
Ketika anak menceritakan sesuatu tentang dirinya sendiri, misalnya
tentang mainannya, temannya atau apapun secara spontan, selalu sempatkan
untuk memberi tanggapan dengan bahasa indonesia yang baik dan benar yang
sering dipakai dalam percakapan sehari-hari. Beri apresiasi atas apa yang
diceritakan anak sehingga anak termotivasi untuk berceritera kembali lain kali.
Hindari sikap mengabaikan atau komentar yang membuat anak merasa enggan
untuk berbicara lagi lain kali seperti “adek berisik ah, mama jadi gak bisa
mikir nih”. Apresiasi secara positif kemauan anak untuk bercerita dan pancing
dengan berbagai pertanyaan yang membuat anak bercerita lebih banyak.
Selingi aktivitas bercakap-cakap dengan kegiatan yang menyenangkan seperti
meminta anak menggambarkan bentuk mainan yang diceritakannya, atau
binatang yang dilihatnya, memperagakan bagaimana kejadian yang dilihatnya
tadi, agar anak lebih bersemangat.
g. Kembangkan komunikasi yang penuh empati
Biasakan juga untuk melibatkan percakapan yang mewakili muatan
emosi untuk mengembangkan emosi anak terhadap sesuatu disekitarnya. Anak
autis seringkali kesulitan memahami apa yang ada di sekitarnya. Dengan
mengembangkan percakapan yang bermuatan emosi membantu anak sekaligus
untuk belajar peka dan memahami situasi disekitarnya, misalnya : “lihat kaki
kucingnya terluka,pasti sakit sekali kakinya ya, kasihan......, ayo kita obati atau
adek tadi jatuh ya ? kasihan, pasti sakit ya rasanya? Lain kali hati-hati ya ?”
h. Berbicara benar dalam berbagai situasi
Biasakan untuk melakukan percakapan lengkap dengan anak dalam
kondisi apapun, saat anak bermain, di rumah, di sekolah, dalam kegiatan
apapun yang sedang dilakukan anak. Meskipun anak masih kesulitan
mengucapkan kata atau kalimat yang benar, teruslah berbicara pada anak
dengan bahasa yang baik dan benar. Hal ini akan menstimulasi otak anak
untuk memodel kalimat dan kata yang benar. Kalimat-kalimat yang kita
ucapkan menjadi input di otak anak untuk direkam dan dikeluarkan kembali
pada saat ia berbicara nantinya.
i. Permainan tiba-tiba
Permainan tiba-tiba merupakan permainan tidak terencana tapi
mengasyikan, karena mengajari anak berbicara dari apa yang menarik
perhatian anak saat itu. Misalnya anak tertarik pada kaleng berkas yang
kebetulan tergeletak di lanlai. Lantas anak mengambil, membuka dan menutup
kaleng tersebut. Kesempatan ini dapat digunakan oleh orang tua atau terapis
untuk mengajari konsep “ buka “ atau “tutup”.
Caranya, orang tua atau terapis menutup kaleng sambil mengatakan,
“tutup”. Lantas penutup kaleng tersebut diberikan kepada anak. Kemudian
minta anak untuk mengikuti apa yang dilakukan sebelumnya. Atau, bisa juga
menggunakan kaleng lain, agar orang tua atau terapis dan anak melakukan
permainan ini secara bersamaan.
Jadi, Pola atau cara orang tua melakukan komunikasi dengan anak di
rumah adalah melalui latihan kepatuhan kemudian diikuti dengan kontak mata
melalui tatacaranya masing-masing dan bila dua hal itu terjadi anak akan
diberikan imbalan seperti pujian dan pelukan, belaian baru dilanjutkan dengan
melafalkan huruf-huruf atau bertanya siapa namanya, sedang buat apa atau
mengajak anak bernyanyi lagu-lagu yang pendek bahkan dalam bidang
akademik anak diajar menulis, membaca dan berhitung dan bila berhasil
dilakukan oleh anak akan diikuti dengan imbalan seperti pujian.

F. Karakteristik Gangguan Komunikasi dalam DSM V

Yang termasuk kedalam gangguan komunikasi diantaranya adalah kurangnya


kemampuan dalam bahasa, berbicara dan komunikasi ; Kemampuan berbicara adalah
bentuk ekspresi dari hasil bunyi yang termasuk didalamnya artikulasi individu,
kelancaran, suara dan kualitas resonansi. Bahasa meliputi bentuk, fungsi dan sistem
penggunaan simbol yang lazim digunakan untuk komunikasi. Komunikasi termasuk
diantaranya perilaku verbal atau non verbal yang mempengaruhi perilaku, pikiran atau
sikap seseorang dengan orang lain. Berbagai diagnosis kategori gangguan komunikasi
diantaranya : Gangguan bahasa, Gangguan suara, Gagap pada masa kanak-kanak,
Gangguan komunikasi sosial, serta gangguan komunikasi tertentu dan yang tidak
ditentukan lainnya.

1. Language Disorder
a. Kesulitan yang sifatnya terus menerus dalam menerima dan menggunakan
bahasa saat melakukan banyak hal (berbicara, menulis, bahasa isyarat dan
lainnya) karena kurangnya pemahahan atau produktivitasnya yang
diantaranya meliputi :
1) Pengurangan kosa kata
2) Struktur kalimat yang terbatas
3) Kelemahan dalam percakapan
b. Kemampuan bahasa yang pada hakikatnya dan secara terukur berada
dibawah apa yang seharusnya terjadi pada usia tertentu, yang menghasilkan
keterbatasan dalam berkomunikasi yang efektif, partisipasi sosial, prestasi
akademik atau kinerja pekerjaan, terjadi secara individu ataupun dalam
bentuk gabungan.
c. Munculnya gejala-gejala pada awal masa perkembangan.
d. Kesulitan yang dialami tidak disebabkan karena kelemahan atau kerusakan
pendengaran ataupun kemampuan sensoris lainnya, tidak karena ketidak
berfungsian motorik atau kondisi medis dan neurologi lainnya, serta
dijelaskan sebagai gangguan intelektual atau keterlambatan perkembangan
global.
2. Speech Sound Disorder
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kemampuan Berbicara :
a. Kesulitan dalam mengeluarkan suara sehingga mengganggu kejelasan suara
atau menghalangi komunikasi pesan verbal.
b. Gangguan berbicara menyebabkan keterbatasan dalam komunikasi yang
efektif yang mengganggu partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja
kerja, secara individual atau dalam kombinasi apapun.
c. Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan.
d. Gangguan berbicara tidak disebabkan atau didapat dari kondisi bawaan
seperti kelumpuhan pada otak, bibir sumbing, tuli atau gangguan
pendengaran, cedera otak traumatis atau neurologis atau kondisi medis
lainnya.
3. Childhood-Onset Fluency Disorder (Stuttering)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kefasihan Kata Pada Anak-anak (Gagap):
a. Gangguan kelancaran kata tidak sesuai untuk usia yang pada umumnya sudah
mampu untuk berbicara normal dan kemampuan bahasa pada individu ini
biasanya bertahan dari waktu ke waktu dan sering ditandai dengan satu
kejadian (atau lebih), seperti berikut;
1) Penggulangan suara pada suku kata.
2) Perpanjangna suara pada konsonan maupun vocal.
3) Pemutusan kata (misalnya, jeda dalam kata)
4) Hambatan yang terdengar atau tenang (ada atau tidaknya jeda dalam
berbicara).
5) Pemakaian kata-kata yang terlalu banyak (substitusi kata untuk
menghindari kata-kata bermasalah).
6) Menghasilkan kata-kata yang berlebihan akibat ketegangan fisik yang
berlebihan.
7) Pengulangan seluruh kata yang bersuku (misalnya, aku-aku-aku-aku
melihatnya).
b. Gangguan kelancaran kata ini menyebabkan kecemasan atau keterbatasan
berbicara dalam komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, atau kinerja
akademis atau pekerjaan, baik secara individu atau dalam kombinasi apapun.
c. Timbulnya gejala pada periode awal perkembangan.
d. Gangguan kelancaran kata tidak disebabkan oleh kemampuan bicara motorik
dan sensorik, ketidaklancaran yang berhubungan dengan kondisi neurologis
(misalnya, stroke, tumor, trauma) atau kondisi medis lain dan tidak dapat
dijelaskan oleh gangguan mental lain.
4. Social (Pragmatic) Communication Disorder
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Komunikasi Sosial (Pragmatis) :
a. Kesulitan terus-menerus dalam penggunaan komunikasi sosial verbal dan
nonverbal seperti yang dituturkan hal berikut:
1) Kurang berkomunikasi dalam berinteraksi dalam sosial, seperti menyapa
dan berbagi informasi, dalam menggunakan cara yang tepat untuk
konteks sosial.
2) Kelemahan dalam kemampuan mengubah komunikasi untuk
mencocokkan konteks dengan pendengar, seperti berbicara secara
berbeda di kelas daripada di taman bermain, berbicara secara berbeda
kepada anak-anak daripada orang dewasa, dan menghindari penggunaan
bahasa yang terlalu formal.
3) Kesulitan dalam aturan berbicara dan bercerita, seperti bergiliran dalam
berbicara, mengulang ketika disalah pahamkan, dan mengetahui
bagaimana menggunakan sinyal verbal dan nonverbal untuk mengatur
interaksi berikut.
4) Kesulitan memahami apa yang tidak dinyatakan secara eksplisit
(membuat kesimpulan) dan makna nonliteral atau ambigu dari bahasa
(ungkapan, humor, kiasan, beberapa makna yang bergantung pada
konteks untuk interpretasi).
b. Kurangnya berkomuniksi mengakibatkan keterbatasan fungsional dalam
komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, hubungan sosial, prestasi
akademik, atau kinerja kerja, secara individual atau dalam kombinasi.
c. Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan (tapi defisit tersebut
mungkin tidak menjadi sepenuhnya terwujud sampai tuntutan komunikasi
sosial melebihi kapasitas tertentu).
d. Gejala tersebut tidak disebabkan kondisi medis atau neurologis atau
kemampuan rendah dalam mendomain struktur kata dan tata bahasa, dan
gangguan spektrum autism tidak menjelaskan dengan baik, cacat intelektual
(gangguan perkembangan intelektual), keterlambatan perkembangan global,
atau gangguan mental lainnya .
5. Unspecified Communication Disorder (Gangguan komunikasi yang tidak
ditentukan)
Kelompok ini berlaku pada gejala karakteristik dari gangguan komunikasi
yang disebabkan karena distress atau kelemahan sosial, pekerjaan atau bidang-
bidang penting lainnya tentang fungsi yang menonjol namun tidak memenuhi
kriteria secara keseluruhan untuk gangguan komunikasi atau untuk salah satu
gangguan dalam gangguan perkembangan syaraf.
Kelompok Unspecified Communication Disorder digunakan pada situasi
dimana klinisi memilih untuk tidak memberikan diagnosa dengan alasan bahwa
kriteria gangguan tidak terpenuhi untuk gangguan komunikasi atau gangguan
perkembangan syaraf tertentu, dan disajikan ketika informasi tidak mencukupi
untuk membuat diagnosa khusus.
G. Perkembangan Bahasa Pada Anak Umumnya
Menurut Nippold (2006), Masykouri (2011a, 2011b, 2011c) dan Zubaidah,
perkembangan bahasa dalam komunikasi sesuai tingkatan usia adalah sebagai berikut:
1) Masa usia 0 – 2 tahun
Pada rentang usia 0-2 tahun, bayi mengalami beberapa tahapan berbahasa,
yaitu :
a) Usia 0-6 minggu. Sejak bayi lahir hingga ia berusia 6 minggu, bayi hanya
dapat menangis dan tidak dapat mengeluarkan suara tertentu. Adapun
bentuk komunikasi yang dapat dilakukan oleh bayi adalah komunikasi
nonverbal atau bahasa tubuh dalam komunikasi lainnya seperti gerakan
kaki atau gerakan lengan, kontak mata, dan ekspresi wajah.
b) Usia 2-4 bulan. Di usia ini, bayi mulai mengeluarkan suara-suara atau
bunyi-bunyi vokal yang dilakukan secara berulang seperti “u…u…” atau
“a…a…” ketika ia merasa nyaman. Namun, suara atau bunyi seperti itu
selanjutnya akan menghilang beberapa bulan setelahnya.
c) Usia 4-6 bulan. Di usia sekitar 5 bulan, bayi akan mengeluarkan bunyi
mengoceh secara acak yaitu sekumpulan suara yang dikeluarkan bayi
ketika mendapatkan perhatian orang lain. Selain itu, bayi juga mulai dapat
mengeluarkan suara atau bunyi yang lebih beragam. Hal ini disebabkan
karena semakin matang dan membaiknya pita suara serta kemampuan
bernafas bayi.
d) Usia 6-8 bulan. Di rentang usia ini, bayi mengeluarkan ocehan dengan
bunyi yang lebih terkendali serta mulai menggunakan suara yang berulang
dan lebih jelas seperti “papapa”, “mamama”, atau “dadada”.
e) Usia 8-12 bulan. Di masa ini, anak mulai mengeluarkan suara seakan-akan
berbicara dengan orang tuanya. Komunikasi nonverbal seperti intonasi
suara dan ekspresi wajah mulai tampak seperti benar-benar berbicara,
tetapi belum ada kata jelas yang diucapkannya.
f) Usia 12-18 bulan. Di rentang usia ini, anak mulai dapat mengucapkan kata
pertama. Hingga usianya mencapai 18 bulan, kata-kata yang berhasil
diucapkan mencapai 50 kata.
2) Masa usia 2-4 tahun
Pada rentang usia ini, kemampuan bahasa anak mulai berkembang. Ia
tidak lagi menangis ketika ingin sesuatu tetapi mulai dapat mengungkapkan
apa yang ia inginkan. Tidak hanya kemampuan berbahasa yang mengalami
perkembangan melainkan juga kemampuan mendengar serta kemampuan
sosialnya. Di masa ini seorang anak mulai bermain dengan teman sebayanya
dan belajar berbagai keterampilan sosial dalam interaksi bersama lingkungan
sosialnya. Adapun tahapan perkembangan bahasa pada masa ini ditandai
dengan :
a) Usia sekitar 2 tahun. Di usia ini, anak mulai dapat menerima bahasa
dengan baik, menggunakan bahasa telegrafik yang terdiri dari 2 hingga 3
kata. Selain itu, jumlah kosa kata yang digunakan terdiri 3 hingga 50
kata.
b) Usia sekitar 3 tahun. Di usia ini, anak keterampilan sosial anak mulai
meningkat, berusaha untuk berkomunikasi, dan mulai menggunakan
percakapan. Jika anak tidak memahami apa yang disampaikan oleh orang
lain akan menunjukkan frustrasi. Adapun jumlah kosa kata yang dikuasai
semakin bertambah yakni sekitar 300 hingga 500 kata.
c) Masa usia 4-6 tahun. Di rentang usia 4-6 tahun, anak mengalami
kemajuan dalam penggunaan bahasa. Anak sudah mampu untuk
mengemukakan pikirannya dengan menggunakan kalimat-kalimat yang
jelas.

Ia pun sudah dapat bercakap-cakap setiap kali ada kesempatan.


Kemampuan ini ia peroleh melalui pengalaman selama menggunakan bahasa
yang sekaligus meningkatkan kemampuan berbicaranya. Dengan kesempatan
yang di dapat, anak berlatih dan terus berlatih untuk dapat melakukan
komunikasi dua arah. Adapun tahapan perkembangan bahasa pada masa ini
ditandai dengan :

a) Usia sekitar 4 tahun. Di usia ini, anak mulai dapat menerapkan


pengucapan beberapa kata beserta tata bahasanya. Adapun jumlah kosa
kata yang dikuasai mencapai 1400 hingga 1600 kata. Ia juga tampak lebih
berani mengemukakan pikiran dan pendapatnya, terutama bila ia merasa
tertarik dengan tema pembicaraannya. Sementara itu, keterampilan
sosialnya pun semakin berkembang yakni dengan mencari cara yang
tidak dimengerti, menyesuaikan pengucapan untuk pendengar informasi,
perselisihan dengan kawan sebaya dapat diselesaikan dengan kata dan
ajakan untuk bermain lebih sering.
b) Usia sekitar 5-6 tahun. Anak mulai dapat menyusun kalimat dan tata
bahasa dengan benar, menggunakan awalan, kata kerja sekarang,
kemarin, dan yang akan datang, rata-rata penjang kalimat setengah per
kalimat meningkat menjadi 6-8 kata.
3) Masa usia 6-12 tahun
Masa usia 6-12 tahun dikenal juga sebagai masa usia sekolah. Di masa usia 6-
12 tahun, anak mulai menggunakan bahasa secara simbolik. Adapun
perkembangan bahasa di masa ini ditandai dengan :
a) Menggunakan bahasa yang lebih kompleks, lebih banyak kata sifat yang
digunakan, menggunakan kalimat pengandaian, jumlah kata rata-rata per
kalimat 7 atau 6 kata.
b) Kosakata untuk bahasa lisan mencapai 3000 kata.
c) Di bidang sosial, anak menggunakan klausa adjektif dengan menggunakan
kata ‘yang’ dan lebih banyak menggunakan kata kerja yang dibendakan.
d) Semakin meningkatnya kemampuan untuk membaca dan memahami
bahasa tubuh dan komunikasi nonverbal lainnya
e) Mampu memprediksi perilaku orang lain
f) Berusaha untuk melihat dari sudut pandang orang lain, dan
g) Menyesuaikan bahasa yang digunakan.

Di masa usia sekolah ini, anak-anak juga juga mulai dapat memberikan
bantuan dan menunjukkan sifat memperhatikan dan mengutamakan
kepentingan orang lain, mengembangkan kemampuan naratif yang ditandai
oleh peristiwa yang diurutkan secara sebab akibat atau
bercerita, menunjukkan peningkatan keterampilan percakapan, memperluas
topik pembicaraan, dan menggunakan bahasa untuk berbagai macam fungsi.

H. Intervensi Gangguan Komunikasi


Salah satu metode yang dapat digunakan adalah PECS (Picture Exchange
Communication System). PECS ini merupakan suatu pendekatan untuk melatih
kemampuan komunikasi dengan menggunakan simbolsimbol verbal. PECS dapat
digunakan untuk mengembangkan keterampilan komunikasi anak autis atau anak-anak
yang perkembangan bahasanya tidak menggembirakan dan mereka yang tidak memiliki
kemauan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Kemampuan berbicara dan bahasa biasanya tidak bisa muncul bila anak tidak
memiliki kemampuan imitasi (Gill et al., 2011). Sebuah studi tentang terapi terapeutik
yang disebut Imitation Therapy dapat meningkatkan kemampuan imitasi dan
memfasilitasi kemampuan linguistik untuk balita nonverbal. orang tua juga bisa
membantu anak berlatih untuk meniru dengan menggunakan aktivitas di rumah dengan
cara menggabungkan suara sebagai transisi untuk meniru suara. Selain itu, cermin dapat
digunakan untuk memberikan umpan balik visual,dan ini sangat efektif untuk
meningkatkan anak dalam menghasilkan suara dan ucapan.
Tabel Asesmen Gangguan Komunikasi pada Anak

No Data Yang diperlukan Metode


Wawancara Observasi Skala∕ Angket
Test
1. Riwayat Keluarga √ √
2. Riwayat Anak √ √
3. Riwayat Kesehatan anak √
4. Riwayat Perkembangan Anak √
5 Interaksi Anak dengan lingkungannya √ √
6 Hasil Tes Kesehatan
7 Tingkat Intelegensi √
8 Kriteria Kemampuan Berbahasa yang √
Normal
DAFTAR PUSTAKA

DSM – 5. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Washington DC:
American Psychiatric Association

File.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA

Greene B., Rathus. A, & Nevid S. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. PT. Gelora Aksara
Pratama: ERLANGGA.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/aini-mahabbati-spd-ma/ppmlayanan-
pendidikan-untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf
Wahyuningtyas.2010. Gangguan

Anda mungkin juga menyukai