Anda di halaman 1dari 16

A.

Definisi Gangguan Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim dan
penerima pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan, serta
orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si penerima pesan saling
mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab atau memberi reaksi terhadap
pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara pengirim pesan dan penerima pesan.

Sedangkan, Gangguan Komunikasi (Communication Disorders) adalah sekumpulan


gangguan psikologis yang ditandai dengan kesulitan- kesulitan dalam pemahaman atau
penggunaan bahasa. Kategori- kategori dari gangguan komunikasi adalah gangguan bahasa
ekspresif, gangguan bahasa campuran reseptif- ekspresif, gangguan fonologis dan gagap.
Masing- masing gangguan ini mempengaruhi fungsi akademik, atau pekerjaan, atau
kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial.Penanganan pada gangguan komunikasi
umumnya dilakukan melalui terapi bicara dan koseling psikologis untuk kecemasan social
dan masalah- masalah emosional lainnya.

Hal yang perlu ditekankan adalah kemampuan komunikasi tidak hanya kemampuan
bicara tapi juga termasuk semua aspek komunikasinya. Aspek komunikasi itu sendiri meliputi
kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara berkomunikasi, kemampuan
memahami kata-kata dan kemampuan menuangkan gagasan atau ide. Dengan demikian kita
dapat membantu mengembangkan kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan
komunikasi karena sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi,
misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).

B. Ciri – Ciri Gangguan Komunikasi

Anak berkebutuhan khusus biasanya diikuti dengan beberapa karakteristik atau ciri-
ciri sesuai dengan gangguan yang di alami, bagi anak yang mengalami gangguan komunikasu
terdapat 8 ciri-ciri, yaitu :
1. Menurut Hallahan dan Kaufan (2006) dalam buku yang ditulis oleh Frieda menjelaskan
bahwa anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah mereka yang tidak memiliki
perhatian untuk berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungannya dengan tujuan
bersosial.
2. Sewaktu kecil, gumaman yang biasanya muncul ketika anak sudah mulai atau sebelum
dapat bicara tidak muncul. Ini terjadi pada anak yang terdiagnoasa autisma.
3. Berbicara tapi ada hal yang abnormal dari segi intonasi, rate, volume dan isi bahasanya.
Misalnya bicara seperti robot, mengulang-ulang perkataan yang didengar, sulit
menggunakan bahasa karena mereka tidak sadar dengan reaksi pendengarnya.
4. Sering tidak memahami ucapan yang ditujukan kepada mereka. Sulit memahami bahwa
satu kata memiliki makna atau banyak arti.
5. Meggunakan kata-kata yang aneh, seperti ketika melihat mobil mereka mengatakan
“empat”.
6. Terus mengalami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meskipun mereka sudah tahu
jawaban dari pertanyaan tersebut. Contoh kecilnya adalah “Ma, itu kambing ya.?.
Mereka tidak menghiraukan lawan bicaranya, yang jelas mereka suka dengan topik
pembahasan yang diangkat dan tidak jarang memperpanjang pembicaraan.
7. Sering mengulang-ngulang kata-kata yang baru atau pernah mereka dengar tanpa ada
maksud untuk berkomunikasi sama sekali. Mereka sering berbicara dengan diri mereka
atau benda yang disukai dengan bahasa mereka sendiri.
8. Menarik diri dari lingkungan yang mereka tinggali, tidak paham dengan pembicaraan
yang didengarnya, kesulitan dalam mengolah kata-kata.
9. Memiliki gangguan komunikasi non verbal. Tidak pernah menggunakan gerak tubuh
ketika berbicara layaknya orang-orang normal lain yang secara spontan terlihat ketika
mereka berbicara.
10. Pada gangguan lain, gangguan komunikasi biasanya terjadi kepada orang-orang yang
tuna wicara yang memang tidak pernah tahu atau kesulitan untuk menyebut kata-kata
ketika berkomunikasi karena adanya gangguan saraf yang mengontrol komunikasi verbal
manusia.

Anak BK sebenarnya sangat banyak mengalami gangguan komunikasi baik dengan


skala besar maupun kecil meskipun dengan gangguan komunikasi tertentu. Misalnya anak
retardasi mental, autis, tuna wicara dan tuna-tuna yang lain. Gangguan komunikasi pada anak
autisma misalnya yang paling banyak disoroti karena mereka sangat jauh dengan dunia
sosialnya, dunia mereka yang kemungkinan besar membuat mereka hanya merasa nyaman
jika berada disana. Dengan demikian, hampir semua ABK mengalami gangguan komunikasi,
baik itu retardasi mental dan gangguan yang lain.

C. Penyebab Gangguan Komunikasi

Penyebab kelainan komunikasi adalah sangat kompleks. Meskipun kebanyakan anak-


anak dievaluasi dalam konteks sistem pendidikan mempunyai kelainan komunikasi
fungsional, tetapi pengenalan faktor-faktor penyebab lainnya yang bersifat organik sangat
penting diketahui oleh para guru. Penyebab dapat termasuk di dalamnya ketidaknormalan
sebelum lahir, kecelakaan prenatal, tumor, dan masalah dengan sistem syaraf atau otot, otak,
atau mekanisme bicara itu sendiri. Pengaruh dari agen yang mempengaruhi embrio atau janin,
termasuk sinar x, virus, obat-obatan, dan racun lingkungan dapat juga meneyebabkan
kelainan yang dibawa sejak lahir. Dalam enam minggu pertama sampai dua belas minggu
kehidupan janin, banyak organ tubuh sedang dibentuk. Apabila ada agen yang merusak satu
organ, maka dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem perkembangan secara terus menerus
(Northon, 1996).

Gangguan komunikasi pada anak dapat disebabkan karena adanya gangguan pada
masalah memproduksi kata-kata karena motoric mulut, gangguan system pernafasan,
gangguan pendengaran sehingga tidak dapat mendengar apalagi mengingat kata-kata dengan
jelas, tidak memahami arti kata dan mengasosiasikan dengan situasi serta keadaan lingkungan
yang tidak mendukung anak untuk termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan
berbicarannya.

Serta fisiologis gangguan yang akan mengakibatkan tidak lancarnya komunikasi yaitu :

1. Kondisi organ bicara mengalami kerusakan (bibir, gigi, pita suara, langit-langit keras
atau lunak, rongga mulut, hidung tenggorokan).
2. Organ pendengaran yang berfungsi sebagai transmisi rangsang bunyi dari lingkungan
dan diteruskan keotak untuk menerima pesan tidak berfungsi dengan baik.
3. Persyarafan pusat yang berfungsi untuk mengkoordinir sensorimotoris dalam
berkomunikasi berfungsi untuk mendasari pikiran dan organ pola tindakan juga tidak
berfungsi dengan baik.

Secara psikologis gangguan yang mengakibatkan tidak lancarnnya komunikasi yaitu :

1. Kecerdasan yang rendah yang mengakibatkan keterlambatan dalam perkembangan


bahasa.
2. Minat yang kurang pada lingkungan yang dilihat dan didengarnya.
3. Tidak adannya dukungan dari lingkungan mengakibatkan tidak adannya stimulus untuk
berinteraksi dan mengakibatkan gangguan dalam berinteraksi dan komunikasi.
4. Masalah emosi anak, seperti anak yang menghadapi perceraian orang tuannya.

D. Jenis – jenis Gangguan Komunikasi

1. Gangguan Bahasa
Bahasa adalah ujaran dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama
bahasa, yakni bahasa adalah lambang bunyi. Ganguan bahasa merupakan salah satu jenis
kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien yang mengalami
kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan simbolisasi ini
mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan simbol yang diterima dan tidak
mampu mengubah konsep pengertiannya menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti
oleh orang lain dalam lingkungannya. Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah sebagai
berikut:

a. Keterlambatan dalam perkembangan bahasa

Adalah salah satu bentuk dalam kelainan bahasa yang ditandai dengan
kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan
perkembangan bahasa anak normal seusiannya.

Kelambatan perkembangan bahasa diantaranya disebabkan karena


keterlambatan mental intelektual, ketunarunguan, congenital aphasia, autisme,
disfungsi neurologis dan kesulitan belajar. Anak-anak yang mengalami sebab-sebab
tersebut di atas cenderung terlambat dalam perkembangan kemampuan bahasa ,
sehingga anak mengalami kesulitan transformasi yang diperlukan dalam
komunikasi. Gangguan tingkah laku tersebut sangat mempengaruhi proses
pemerolehan bahasa, diantaranya kurang perhatian terhadap minat rangsangan yang
ada disekelilingnya, perhatian yang mudah beralih, konsentrasi yang kurang baik,
nampak mudah bingung, cepat putus asa, kreatifitas dan daya khayalnya kurang,
serta kurangnya pemilikan konsep diri.

b. Afasia

Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat
yang dialami oleh anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang dialami oleh
orang dewasa disebut afasia dewasa. Secara klinis afasia dibedakan menjadi :

1) Afasia Sensoria

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna


rangsangan yang diterimanya. Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-
kadang kurang relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi.

Seorang aphasia dewasa akan kesulitan untuk menyebutkan kata buku


walau di hadapannya ditunjukan benda buku. Klien dengan susah menyebut
busa…. bulu…,bubu (klien nampak susah dan putus asa). Untuk aphasia
auditory, klien tidak mampu memberikan makna apa yang didengarnya. Ketika
ditanya, “apakah bapak sudah makan?. Maka jawabannya adalah
piring…….piring…… meja….. ya…ya..

2) Afasia Motoris
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau
menyusun fikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan
dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus dan
ucapannya sering tidak dimengerti orang lain. Apabila bertutur kalimatnya
pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini mengerti dan dapat
menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya saja untuk
mengekspresikannya mengalami kesulitan.

Seorang aphasia dewasa berumur 59 tahun, kesulitan menjawab, rumah


bapak dimana?, maka dengan menunjuk ke arah barat , dan dengan kesal
karena tidak ada kemampuan dalam ucapannya. Jenis aphasia ini juga dialami
dalam menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini disebur dengan disgraphia
(agraphia).

3) Afasia Konduktif

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam meniru pengulangan


bunyi-bunyi bahasa. Pada ucapan kalimat-kalimat pendek cukup lancar, tetapi
untuk kalimat panjang mengalami kesulitan.

4) Afasia Amnestik

Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memilih dan


menggunakan simbol-simbol yang tepat. Umumnya simbol yang dipilih yang
berhubungan dengan nama, aktivitas, situasi yang berhubungan dengan
aktivitas kehidupan. Misalnya apabila mau mengatakan kursi maka diganti
dengan kata duduk.

2. Gangguan bicara

Perkembangan bahasa tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan bicara.


Perkembangan bahasa seseorang akan mempengaruhi perkembangan bicara.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan dimana anak
dibesarkan. Kelainan bicara merupakan salah satu jenis kelainan atau gangguan perilaku
komunikasi yang ditandai dengan adanya kesalahan proses produksi bunyi bicara.
Kelainan proses produksi menyebabkan kesalahan artikulasi fonem, baik dalam titik
artikulasinya maupun cara pengucapannya, akibatnya terjadi kesalahan seperti
penggantian /substitusi atau penghilangan /omosi. Ditinjau dari segi klinis, gejala
kelainan bicara dalam hubungannya dengan penyebab kelainannya, dapat dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Disaudia

Disaudia adalah satu jenis gangguan bicara yang disebabkan gangguan


pendengaran. Gangguan pendengaran tersebut menyebabkan kesulitan dalam
menerima dan mengolah nada intensitas dan kualitas bunyi bicara, sehingga pesan
bunyi yang tidak sempurna dan mungkin salah arti. Pada anak tunarungu kesalahan
tersebut sering dipergunakan dalam berkomunikasi. Misalnya kata /kopi/, ia
dengar /topi/, kata /bola/, ia dengar /pola/.

Anak yang mengalami gangguan pendengaran cenderung bersuara monoton


dan bernada tinggi, ia tidak mengenal lagu kalimat, mana kalimat tanya, kalimat
penegasan, makna tanda seru dalam kalimat. Umumnya anak dengan disaudia dalam
berkomunikasi cenderung menggunakan bahasa isyarat yang telah dikuasainya.
Namun tidak semua lawan bicaranya dapat menerima sehingga komunikasi secara
global terganggu.

b. Dislogia

Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh
kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya
kesalahan pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati
perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya
tadi dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya kemampuan mengingat
menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan
kalimat, misalnya /makan/ diucapkan /kan/, /pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke
pasar/ diucapkan / bu…gi….cal/.

c. Disartria

Disartria diartikan jenis kelainan bicara yang terjadi akibat adanya


kelumpuhan, kelemahan, kekakuan atau gangguan koordinasi otot alat-alat ucap
atau organ bicara karena adanya kerusakan susunan syaraf pusat. Disartria ada
beberapa jenis, yaitu:

1) Spastic Disartria
Ketidakmampuan berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot bicara.
Ditandai dengan bicara lambat dengan terputus-putus, karena tidak mampu
melakukan gerakan organ bicara secara biasa.
2) Flaksid Disartria
Ketidakmampuan bicara akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ bicara,
sehingga tidak mampu berbicara seperti biasa.
3) Ataksia Disartria
Ketidakmampuan bicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan
fonasi, artikulasi dan resonansi. Terutama pada saat memulai kata/kalimat.
4) Hipokinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak
dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex. Ditandai
dengan tekanan dan nada yang monoton.
5) Hiperkinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan
dalam melakukan gerakan yang disengaja, ditandai dengan abnormalitas tonus
atau gerakan yang berlebihan sehingga muncul kenyaringan.

d. Disglosia

Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan
bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk
dan struktur organ artikulasi yaitu:

1) Palatoskisis: sumbing langitan


2) Maloklusi : salah temu gigi atas dan gigi bawah
3) Anomali: kelainan atau penyimpangan/cacat bawaan misalnya bentuk lidah
yang tebal, tidak tumbuh velum atau tali lidah yang pendek.
e. Dislalia

Yaitu gejala gangguan bicara karena ketidakmampuan dalam memperhatikan bunyi-


bunyi bicara yang diterima, sehingga tidak mampu membentuk konsep bahasa.
Misalnya /makan/ menjadi /kaman/ atau /nakam/

3. Gangguan Suara
Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi.
Gangguan tersebut meliputi:

a. Kelainan Nada
Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada
gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada,
suara pubertas.
b. Kelainan kualitas suara
Yaitu gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara
pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan
suara yang biasanya. Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness,
hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.
c. Afonia
Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara
atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria,
pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.

4. Gangguan Irama

Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara,
meliputi:

a. Stuttering

Stuttering atau gagap, yaitu gangguan dalam kelancaran berbicara berupa


pengulangan bunyi atau suku kata, perpanjangan dan ketidakmampuan untuk
memulai pengucapan kata.

b. Cluttering

Cluttering merupakan ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat
cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.

Terdapat 3 type yaitu:

1. Distorsi : pengucapan yang tidak jelas


2. Substitusi : penggantian ucapan menjadi bunyi yang lain
3. Omisi : penghilangan bunyi-bunyi

c. Palilalia

Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia dewasa.

Peranan Guru dalam mengatasi anak dengan gangguan Komunikasi di Sekolah


Reguler. Sekolah merupakan lembaga yang menyelenggarakan pendidikan untuk
peserta didik , yang mempunyai tujuan untuk mengembangkan kemampuan dengan
memperhatikan tahap perkembangan dasar dan kesesuian dengan lingkungan,
sehingga muncul kemandirian.

E. Cara Komunikasi dan Penyampaian Ilmu Pada Anak yang Mengalami Gangguan
Komunikasi
1. Cara berkomuikasi dengan anak gangguan komunikasi
belajar berkomunikasi selalu menduduki peringkat pertama yang harus dikuasai terlebih
dahulu. Bahasa tutur boleh jadi sulit sekali untuk dipelajari oleh anak dengan dengan
gangguan komunikasi.
Oleh karena itu, cara mengajar berkomunikasi sebagai berikut:
a. Menunjukan sesuatu,
b. Menggunakan alat bantu berupa gambar-gambar, atau
c. Menggunakan bahasa isyarat standar

2. Pola atau cara komunikasi dengan anak gangguan komunikasi, sebagai berikut:
a. Wajah yang terarah
Dasar yang pertama dilakukan pada umunnya ketika seseorang berbicara
dengan orang lain adalah melihat wajah lawan bicaranya, karena itu anak autis yang
biasanya kesulitan melakukan kontak mata, pertama kali latihlah ia untuk melihat
wajah dari lawan bicaranya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melatih
anak melihat wajah :
1) Jangan mulai pembicaraan sebelum anak melihat kepada anda
2) Dekatkan mainan atau benda yang sangat disukai anak ke wajah anda sehingga
anak mengikutinya sebelum mulai berbicara
3) Setiap kali terjadi kontak mata dengan anak anda meskipun tidak
disengaja,usahakan untuk melakukan suatu pembicaraan
4) Bermainlah “ci luk ba” untuk melatih kesadaran anak dengan wajah orang lain di
sekitarnya
b. Suara yang terarah
Anak-anak autis seringkali tidak memahami makna dari bunyi yang
didengarnya, dan itu bunyi apa. Latihlah anak untuk sadar dengan berbagai bunyi
yang ada di sekitarnya dengan beberapa aktivitas sebagai berikut :
1) Pekalah terhadap reaksi anak saat mendengar bunyi tertentu, langsung tunjukan
pada anak dimana sumber bunyi tersebut berasal.
2) Mainkan bunyi-bunyian secara bergantian dari berbagai arah, dan pancing anak
untuk menemukan dari arah mana sumber bunyinya.
3) Biasakan anak bercakap-cakap dengan anda di berbagai suasana, sepi atau ramai
c. Suasana bersama antara anak dengan orangtuanya
Kemampuan berbahasa kita secara otomatis berkembang ketika kita berada di
tengah lingkungan yang terus menerus menggunakan bahasa tersebut. Percakapan
sehari-hari yang kita dengar sejak bayi membuat kosa kata kita bertambah dengan
sendirinya tanpa ada yang mengajarkannya secara sengaja. Karena itu percakapan
antara anak dengan orang tua ata deungan orang lain yang ada di sekitarnya sangat
penting perannya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Sering-
seringlah mengajak anak berbicara dalam situasi apapun. Ceritakan pada anak
apapun, lepas dari ia benar-benar mengerti atau tidak. Memang orang tua seringkali
terkesan “cerewet” dalam hal ini, tapi ini akan berdampak positif untuk
perkembangan bahasa dan wicara anak.
d. Tanggapan terhadap apa yang ingin dikatakan anak
Kadang-kadang anak berusaha mengatakan sesuatu, namun karena
kemampuan wicara dan bahasanya yang masih terbatas, ia hanya mengatakan dengan
menggunakan isyarat, eksspresi wajah, atau kata-kata yang tidak lengkap. Misalnya
saat ingin minum, anak hanya menunjuk sambil bilang ‘eeegghh...eghhh..”. saat
reperti ini dibahasakanlah kehendak anak dengan kalimat yang jelas : “oohh andi
ingin minum “ atau “Andi haus dan ingin minum dengan cangkir warna hijau”
e. Manfaatkan kepandaian anak dalam meniru
Anak memiliki kemampuan meniru sesuatu dengan sangat baik. Ada baiknya
kita memanfaatkan kemampuan ini dengan memberikan model bahasa atau kata-kata
yang sesuai. Misal dengan menggunakan flashcard lalu kita mengucapkan nama
gambar di dalam flashcard. Lakukan sesering mungkin dan terus-menerus. Ajak anak
berbicara berdua dengan berbagai kalimat dalam suasana yang nyaman sesering
mungkin sehingga ia terdorong untuk mengingat dan meniru kata-kata
f. Berikan apresiasi positif atau inisiatif anak bercerita
Ketika anak menceritakan sesuatu tentang dirinya sendiri, misalnya tentang
mainannya, temannya atau apapun secara spontan, selalu sempatkan untuk memberi
tanggapan dengan bahasa indonesia yang baik dan benar yang sering dipakai dalam
percakapan sehari-hari. Beri apresiasi atas apa yang diceritakan anak sehingga anak
termotivasi untuk berceritera kembali lain kali. Hindari sikap mengabaikan atau
komentar yang membuat anak merasa enggan untuk berbicara lagi lain kali seperti
“adek berisik ah, mama jadi gak bisa mikir nih”. Apresiasi secara positif kemauan
anak untuk bercerita dan pancing dengan berbagai pertanyaan yang membuat anak
bercerita lebih banyak. Selingi aktivitas bercakap-cakap dengan kegiatan yang
menyenangkan seperti meminta anak menggambarkan bentuk mainan yang
diceritakannya, atau binatang yang dilihatnya, memperagakan bagaimana kejadian
yang dilihatnya tadi, agar anak lebih bersemangat.

g. Kembangkan komunikasi yang penuh empati


Biasakan juga untuk melibatkan percakapan yang mewakili muatan emosi
untuk mengembangkan emosi anak terhadap sesuatu disekitarnya. Anak autis
seringkali kesulitan memahami apa yang ada di sekitarnya. Dengan mengembangkan
percakapan yang bermuatan emosi membantu anak sekaligus untuk belajar peka dan
memahami situasi disekitarnya, misalnya : “lihat kaki kucingnya terluka,pasti sakit
sekali kakinya ya, kasihan......, ayo kita obati atau adek tadi jatuh ya ? kasihan, pasti
sakit ya rasanya? Lain kali hati-hati ya ?”
h. Berbicara benar dalam berbagai situasi
Biasakan untuk melakukan percakapan lengkap dengan anak dalam kondisi
apapun, saat anak bermain, di rumah, di sekolah, dalam kegiatan apapun yang sedang
dilakukan anak. Meskipun anak masih kesulitan mengucapkan kata atau kalimat yang
benar, teruslah berbicara pada anak dengan bahasa yang baik dan benar. Hal ini akan
menstimulasi otak anak untuk memodel kalimat dan kata yang benar. Kalimat-kalimat
yang kita ucapkan menjadi input di otak anak untuk direkam dan dikeluarkan kembali
pada saat ia berbicara nantinya.
i. Permainan tiba-tiba
Permainan tiba-tiba merupakan permainan tidak terencana tapi mengasyikan,
karena mengajari anak berbicara dari apa yang menarik perhatian anak saat itu.
Misalnya anak tertarik pada kaleng berkas yang kebetulan tergeletak di lanlai. Lantas
anak mengambil, membuka dan menutup kaleng tersebut. Kesempatan ini dapat
digunakan oleh orang tua atau terapis untuk mengajari konsep “ buka “ atau “tutup”.
Caranya, orang tua atau terapis menutup kaleng sambil mengatakan, “tutup”.
Lantas penutup kaleng tersebut diberikan kepada anak. Kemudian minta anak untuk
mengikuti apa yang dilakukan sebelumnya. Atau, bisa juga menggunakan kaleng lain,
agar orang tua atau terapis dan anak melakukan permainan ini secara bersamaan.

Jadi, Pola atau cara orang tua melakukan komunikasi dengan anak di rumah adalah
melalui latihan kepatuhan kemudian diikuti dengan kontak mata melalui tatacaranya
masing-masing dan bila dua hal itu terjadi anak akan diberikan imbalan seperti pujian
dan pelukan, belaian baru dilanjutkan dengan melafalkan huruf-huruf atau bertanya
siapa namanya, sedang buat apa atau mengajak anak bernyanyi lagu-lagu yang
pendek bahkan dalam bidang akademik anak diajar menulis, membaca dan berhitung
dan bila berhasil dilakukan oleh anak akan diikuti dengan imbalan seperti pujian.

F. Karakteristik Gangguan Komunikasi dalam DSM V


Yang termasuk kedalam gangguan komunikasi diantaranya adalah kurangnya kemampuan
dalam bahasa, berbicara dan komunikasi ;

Kemampuan berbicara adalah bentuk ekspresi dari hasil bunyi yang termasuk didalamnya
artikulasi individu, kelancaran, suara dan kualitas resonansi.

Bahasa meliputi bentuk, fungsi dan sistem penggunaan simbol yang lazim digunakan untuk
komunikasi.

Komunikasi termasuk diantaranya perilaku verbal atau non verbal yang mempengaruhi
perilaku, pikiran atau sikap seseorang dengan orang lain.

Berbagai diagnosis kategori gangguan komunikasi diantaranya : Gangguan bahasa, Gangguan


suara, Gagap pada masa kanak-kanak, Gangguan komunikasi sosial, serta gangguan
komunikasi tertentu dan yang tidak ditentukan lainnya.

1. Language Disorder
a. Kesulitan yang sifatnya terus menerus dalam menerima dan menggunakan bahasa
saat melakukan banyak hal (berbicara, menulis, bahasa isyarat dan lainnya) karena
kurangnya pemahahan atau produktivitasnya yang diantaranya meliputi :
1) Pengurangan kosa kata
2) Struktur kalimat yang terbatas
3) Kelemahan dalam percakapan
b. Kemampuan bahasa yang pada hakikatnya dan secara terukur berada dibawah apa
yang seharusnya terjadi pada usia tertentu, yang menghasilkan keterbatasan dalam
berkomunikasi yang efektif, partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja
pekerjaan, terjadi secara individu ataupun dalam bentuk gabungan.
c. Munculnya gejala-gejala pada awal masa perkembangan.
d. Kesulitan yang dialami tidak disebabkan karena kelemahan atau kerusakan
pendengaran ataupun kemampuan sensoris lainnya, tidak karena ketidak berfungsian
motorik atau kondisi medis dan neurologi lainnya, serta dijelaskan sebagai
gangguan intelektual atau keterlambatan perkembangan global.
2. Speech Sound Disorder
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kemampuan Berbicara :
a. Kesulitan dalam mengeluarkan suara sehingga mengganggu kejelasan suara atau
menghalangi komunikasi pesan verbal.
b. Gangguan berbicara menyebabkan keterbatasan dalam komunikasi yang efektif
yang mengganggu partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja kerja, secara
individual atau dalam kombinasi apapun.
c. Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan.
d. Gangguan berbicara tidak disebabkan atau didapat dari kondisi bawaan seperti
kelumpuhan pada otak, bibir sumbing, tuli atau gangguan pendengaran, cedera otak
traumatis atau neurologis atau kondisi medis lainnya.
3. Childhood-Onset Fluency Disorder (Stuttering)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kefasihan Kata Pada Anak-anak (Gagap):
a. Gangguan kelancaran kata tidak sesuai untuk usia yang pada umumnya sudah
mampu untuk berbicara normal dan kemampuan bahasa pada individu ini biasanya
bertahan dari waktu ke waktu dan sering ditandai dengan satu kejadian (atau lebih),
seperti berikut;
1) Penggulangan suara pada suku kata.
2) Perpanjangna suara pada konsonan maupun vocal.
3) Pemutusan kata (misalnya, jeda dalam kata)
4) Hambatan yang terdengar atau tenang (ada atau tidaknya jeda dalam berbicara).
5) Pemakaian kata-kata yang terlalu banyak (substitusi kata untuk menghindari
kata-kata bermasalah).
6) Menghasilkan kata-kata yang berlebihan akibat ketegangan fisik yang
berlebihan.
7) Pengulangan seluruh kata yang bersuku (misalnya, aku-aku-aku-aku
melihatnya).
b. Gangguan kelancaran kata ini menyebabkan kecemasan atau keterbatasan berbicara
dalam komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, atau kinerja akademis atau
pekerjaan, baik secara individu atau dalam kombinasi apapun.
c. Timbulnya gejala pada periode awal perkembangan.
d. Gangguan kelancaran kata tidak disebabkan oleh kemampuan bicara motorik dan
sensorik, ketidaklancaran yang berhubungan dengan kondisi neurologis (misalnya,
stroke, tumor, trauma) atau kondisi medis lain dan tidak dapat dijelaskan oleh
gangguan mental lain.
4. Social (Pragmatic) Communication Disorder
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Komunikasi Sosial (Pragmatis) :
a. Kesulitan terus-menerus dalam penggunaan komunikasi sosial verbal dan nonverbal
seperti yang dituturkan hal berikut:
1) Kurang berkomunikasi dalam berinteraksi dalam sosial, seperti menyapa dan
berbagi informasi, dalam menggunakan cara yang tepat untuk konteks sosial.
2) Kelemahan dalam kemampuan mengubah komunikasi untuk mencocokkan
konteks dengan pendengar, seperti berbicara secara berbeda di kelas daripada
di taman bermain, berbicara secara berbeda kepada anak-anak daripada orang
dewasa, dan menghindari penggunaan bahasa yang terlalu formal.
3) Kesulitan dalam aturan berbicara dan bercerita, seperti bergiliran dalam
berbicara, mengulang ketika disalah pahamkan, dan mengetahui bagaimana
menggunakan sinyal verbal dan nonverbal untuk mengatur interaksi berikut.
4) Kesulitan memahami apa yang tidak dinyatakan secara eksplisit (membuat
kesimpulan) dan makna nonliteral atau ambigu dari bahasa (ungkapan, humor,
kiasan, beberapa makna yang bergantung pada konteks untuk interpretasi).
b. Kurangnya berkomuniksi mengakibatkan keterbatasan fungsional dalam komunikasi
yang efektif, partisipasi sosial, hubungan sosial, prestasi akademik, atau kinerja
kerja, secara individual atau dalam kombinasi.
c. Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan (tapi defisit tersebut mungkin
tidak menjadi sepenuhnya terwujud sampai tuntutan komunikasi sosial melebihi
kapasitas tertentu).
d. Gejala tersebut tidak disebabkan kondisi medis atau neurologis atau kemampuan
rendah dalam mendomain struktur kata dan tata bahasa, dan gangguan spektrum
autism tidak menjelaskan dengan baik, cacat intelektual (gangguan perkembangan
intelektual), keterlambatan perkembangan global, atau gangguan mental lainnya .
5. Unspecified Communication Disorder (Gangguan komunikasi yang tidak ditentukan)
Kelompok ini berlaku pada gejala karakteristik dari gangguan komunikasi yang
disebabkan karena distress atau kelemahan sosial, pekerjaan atau bidang-bidang penting
lainnya tentang fungsi yang menonjol namun tidak memenuhi kriteria secara keseluruhan
untuk gangguan komunikasi atau untuk salah satu gangguan dalam gangguan
perkembangan syaraf.
Kelompok Unspecified Communication Disorder digunakan pada situasi dimana
klinisi memilih untuk tidak memberikan diagnosa dengan alasan bahwa kriteria
gangguan tidak terpenuhi untuk gangguan komunikasi atau gangguan perkembangan
syaraf tertentu, dan disajikan ketika informasi tidak mencukupi untuk membuat diagnosa
khusus.

A. Kesimpulan
Secara garis besar gangguan komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu, gangguan bicara dan
gangguan bahasa. Gangguan bicara dapat disebut juga dengan tunawicara yang terjadi akibat
gangguan pendengaran yang telah dialami sejak lahir atau terjadi kerusakan pada organ
bicara, misalnya anak memiliki bentuk bibir yang kurang sempurna. Sedangkan gangguan
bahasa diakibatkan karena anak kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan. Hal tersebut biasanya terjadi karena anak memiliki
tingkat kecerdasan yang rendah sehingga sulit mengikuti atau mengucapkan kata atau suatu
bahasa.

B. Saran
Apabila ditemukan anak yang memiliki masalah gangguan komunikasi sebaiknya
dirujuk secepatnya kepada tenaga profesional. Hal terseebut agar anak dapat segera dievaluasi
dengan menggunakan tes dan skala yang telah terstandarisasi. Apabila anak memerlukan
terapi bicara dan konseling psikologis maka keterlibatan orangtua sangat berperan. Orangtua
dapat membantu untuk mengevaluasi dan mengamati perkembangan komunikasi anak,
mendorong perilaku anak untuk mau melakukan praktek komunikasi dan menjaga
keseimbangan keharmonisan keluarga. Sedangkan tugas ahli adalah memberikan instruksi
linguistik, bicara dan bahasa yang diintefrasikan ke dalam berbagai lingkungan secara
bersama-sama, memberikan sugesti, relaksasi dan pengalihan perhatian.

DAFTAR PUSTAKA

DSM – 5. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Washington DC: American
Psychiatric Association

File.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA
Greene B., Rathus. A, & Nevid S. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. PT. Gelora Aksara Pratama:
ERLANGGA.

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/aini-mahabbati-spd-ma/ppmlayanan-pendidikan-
untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf
Wahyuningtyas.2010. Gangguan Komunikasi.http://mencarilmu.blogspot.com/2010/05/gangguan-
komunikasi.html.diakses tanggal 4 Oktober 2014.

Anda mungkin juga menyukai