Komunikasi merupakan suatu proses timbal balik yang terjadi antara pengirim dan
penerima pesan. Proses komunikasi terdiri dari orang yang mengirim pesan, isi pesan, serta
orang yang menerima pesan. Antara si pengirim pesan maupun si penerima pesan saling
mempengaruhi. Orang yang menerima pesan akan menjawab atau memberi reaksi terhadap
pengiriman pesan, sehingga terjadi interaksi antara pengirim pesan dan penerima pesan.
Hal yang perlu ditekankan adalah kemampuan komunikasi tidak hanya kemampuan
bicara tapi juga termasuk semua aspek komunikasinya. Aspek komunikasi itu sendiri meliputi
kemampuan mendengar, kemampuan menjawab, cara berkomunikasi, kemampuan
memahami kata-kata dan kemampuan menuangkan gagasan atau ide. Dengan demikian kita
dapat membantu mengembangkan kemampuan komunikasi anak yang mengalami gangguan
komunikasi karena sesungguhnya mereka masih memiliki potensi untuk berkomunikasi,
misalnya dengan gerak tubuh atau dengan visualnya (Williams dan Wright, 2004).
Anak berkebutuhan khusus biasanya diikuti dengan beberapa karakteristik atau ciri-
ciri sesuai dengan gangguan yang di alami, bagi anak yang mengalami gangguan komunikasu
terdapat 8 ciri-ciri, yaitu :
1. Menurut Hallahan dan Kaufan (2006) dalam buku yang ditulis oleh Frieda menjelaskan
bahwa anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah mereka yang tidak memiliki
perhatian untuk berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungannya dengan tujuan
bersosial.
2. Sewaktu kecil, gumaman yang biasanya muncul ketika anak sudah mulai atau sebelum
dapat bicara tidak muncul. Ini terjadi pada anak yang terdiagnoasa autisma.
3. Berbicara tapi ada hal yang abnormal dari segi intonasi, rate, volume dan isi bahasanya.
Misalnya bicara seperti robot, mengulang-ulang perkataan yang didengar, sulit
menggunakan bahasa karena mereka tidak sadar dengan reaksi pendengarnya.
4. Sering tidak memahami ucapan yang ditujukan kepada mereka. Sulit memahami bahwa
satu kata memiliki makna atau banyak arti.
5. Meggunakan kata-kata yang aneh, seperti ketika melihat mobil mereka mengatakan
“empat”.
6. Terus mengalami pertanyaan-pertanyaan yang diajukan meskipun mereka sudah tahu
jawaban dari pertanyaan tersebut. Contoh kecilnya adalah “Ma, itu kambing ya.?.
Mereka tidak menghiraukan lawan bicaranya, yang jelas mereka suka dengan topik
pembahasan yang diangkat dan tidak jarang memperpanjang pembicaraan.
7. Sering mengulang-ngulang kata-kata yang baru atau pernah mereka dengar tanpa ada
maksud untuk berkomunikasi sama sekali. Mereka sering berbicara dengan diri mereka
atau benda yang disukai dengan bahasa mereka sendiri.
8. Menarik diri dari lingkungan yang mereka tinggali, tidak paham dengan pembicaraan
yang didengarnya, kesulitan dalam mengolah kata-kata.
9. Memiliki gangguan komunikasi non verbal. Tidak pernah menggunakan gerak tubuh
ketika berbicara layaknya orang-orang normal lain yang secara spontan terlihat ketika
mereka berbicara.
10. Pada gangguan lain, gangguan komunikasi biasanya terjadi kepada orang-orang yang
tuna wicara yang memang tidak pernah tahu atau kesulitan untuk menyebut kata-kata
ketika berkomunikasi karena adanya gangguan saraf yang mengontrol komunikasi verbal
manusia.
Gangguan komunikasi pada anak dapat disebabkan karena adanya gangguan pada
masalah memproduksi kata-kata karena motoric mulut, gangguan system pernafasan,
gangguan pendengaran sehingga tidak dapat mendengar apalagi mengingat kata-kata dengan
jelas, tidak memahami arti kata dan mengasosiasikan dengan situasi serta keadaan lingkungan
yang tidak mendukung anak untuk termotivasi berbicara atau mengembangkan kemampuan
berbicarannya.
Serta fisiologis gangguan yang akan mengakibatkan tidak lancarnya komunikasi yaitu :
1. Kondisi organ bicara mengalami kerusakan (bibir, gigi, pita suara, langit-langit keras
atau lunak, rongga mulut, hidung tenggorokan).
2. Organ pendengaran yang berfungsi sebagai transmisi rangsang bunyi dari lingkungan
dan diteruskan keotak untuk menerima pesan tidak berfungsi dengan baik.
3. Persyarafan pusat yang berfungsi untuk mengkoordinir sensorimotoris dalam
berkomunikasi berfungsi untuk mendasari pikiran dan organ pola tindakan juga tidak
berfungsi dengan baik.
1. Gangguan Bahasa
Bahasa adalah ujaran dan bukan tulisan. Hal ini sesuai dengan kaidah pertama
bahasa, yakni bahasa adalah lambang bunyi. Ganguan bahasa merupakan salah satu jenis
kelainan atau gangguan dalam komunikasi dengan indikasi klien yang mengalami
kesulitan atau kehilangan dalam proses simbolisasi. Kesuliatan simbolisasi ini
mengakibatkan seseorang tidak mampu memberikan simbol yang diterima dan tidak
mampu mengubah konsep pengertiannya menjadi simbol-simbol yang dapat dimengerti
oleh orang lain dalam lingkungannya. Beberapa bentuk gangguan bahasa adalah sebagai
berikut:
Adalah salah satu bentuk dalam kelainan bahasa yang ditandai dengan
kegagalan klien dalam mencapai tahapan perkembangannya sesuai dengan
perkembangan bahasa anak normal seusiannya.
b. Afasia
Afasia adalah salah satu jenis kelainan bahasa yang disebabkan adanya
kerusakan pada pusat-pusat bahasa di cortex cerebri. Kerusakan pada pusat-pusat
yang dialami oleh anak disebut afasia anak. Dan kerusakan pusat yang dialami oleh
orang dewasa disebut afasia dewasa. Secara klinis afasia dibedakan menjadi :
1) Afasia Sensoria
2) Afasia Motoris
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam mengkoordinasikan atau
menyusun fikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol yang bermakna dan
dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar, terputus-putus dan
ucapannya sering tidak dimengerti orang lain. Apabila bertutur kalimatnya
pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini mengerti dan dapat
menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya saja untuk
mengekspresikannya mengalami kesulitan.
3) Afasia Konduktif
4) Afasia Amnestik
2. Gangguan bicara
b. Dislogia
Dislogia diartikan sebagai satu bentuk kelainan bicara yang disebabkan oleh
kemampuan kapasitas berpikir atau taraf kecerdasan di bawah normal. Terdapatnya
kesalahan pengucapan yang terjadi disebabkan karena tidak mampu mengamati
perbedaan bunyi-bunyi benda terutama bunyi-bunyi yang hampir sama. Misalnya
tadi dengan tapi, kopi dengan topi. Rendahnya kemampuan mengingat
menyebabkan penghilangan fonem, suku kata atau kata pada waktu mengucapkan
kalimat, misalnya /makan/ diucapkan /kan/, /pergi/ diucapkan /gi/, /ibu pergi ke
pasar/ diucapkan / bu…gi….cal/.
c. Disartria
1) Spastic Disartria
Ketidakmampuan berbicara akibat spastisitas atau kekakuan otot-otot bicara.
Ditandai dengan bicara lambat dengan terputus-putus, karena tidak mampu
melakukan gerakan organ bicara secara biasa.
2) Flaksid Disartria
Ketidakmampuan bicara akibat layuh atau lemahnya otot-otot organ bicara,
sehingga tidak mampu berbicara seperti biasa.
3) Ataksia Disartria
Ketidakmampuan bicara karena adanya gangguan koordinasi gerakan-gerakan
fonasi, artikulasi dan resonansi. Terutama pada saat memulai kata/kalimat.
4) Hipokinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara akibat penurunan gerak
dari otot-otot organ bicara terhadap rangsangan dari pusat/cortex. Ditandai
dengan tekanan dan nada yang monoton.
5) Hiperkinetik Disartria
Ketidakmampuan dalam memproduksi bunyi bicara terjadi akibat kegagalan
dalam melakukan gerakan yang disengaja, ditandai dengan abnormalitas tonus
atau gerakan yang berlebihan sehingga muncul kenyaringan.
d. Disglosia
Disglosia mengandung arti kelainan bicara yang terjadi karena adanya kelainan
bentuk struktur dari organ bicara. Kegagalan tersebut akibat adanya kelainan bentuk
dan struktur organ artikulasi yaitu:
3. Gangguan Suara
Gangguan pada proses produksi suara merupakan salah satu jenis gangguan komunikasi.
Gangguan tersebut meliputi:
a. Kelainan Nada
Gangguan pada frekuensi getaran pita suara pada waktu ponasi yang berakibat pada
gangguan nada yang diucapkan, yaitu nada tinggi, nada rendah, nada datar, dwinada,
suara pubertas.
b. Kelainan kualitas suara
Yaitu gangguan suara yang terjadi karena adanya ketidaksempurnaan kontak antara
pita suara pada saat adduksi, sehingga suara yang dihasilkan tidaksama dengan
suara yang biasanya. Hal ini berpengaruh pada kualitas suara yaitu, preathiness,
hoarness, harness, hipernasal, hiponasal.
c. Afonia
Yaitu kelainan suara yang diakibatkan ketidakmampuan dalam memproduksi suara
atau tidak dapat bersuara sama sekali karena kelumpuhan pita suara, histeria,
pertumbuhan yang tidak sempurna atau karena suatu penyakit.
4. Gangguan Irama
Yaitu gangguan bicara dengan ditandai adanya ketidaklancaran pada saat berbicara,
meliputi:
a. Stuttering
b. Cluttering
Cluttering merupakan ganguan kelancaran bicara yang ditandai bicara yang sangat
cepat, sehingga terjadi kesalahan artikulasi sehingga sulit dimengerti.
c. Palilalia
Kelainan ini jarang terjadi, dan biasanya terjadi setelah usia dewasa.
E. Cara Komunikasi dan Penyampaian Ilmu Pada Anak yang Mengalami Gangguan
Komunikasi
1. Cara berkomuikasi dengan anak gangguan komunikasi
belajar berkomunikasi selalu menduduki peringkat pertama yang harus dikuasai terlebih
dahulu. Bahasa tutur boleh jadi sulit sekali untuk dipelajari oleh anak dengan dengan
gangguan komunikasi.
Oleh karena itu, cara mengajar berkomunikasi sebagai berikut:
a. Menunjukan sesuatu,
b. Menggunakan alat bantu berupa gambar-gambar, atau
c. Menggunakan bahasa isyarat standar
2. Pola atau cara komunikasi dengan anak gangguan komunikasi, sebagai berikut:
a. Wajah yang terarah
Dasar yang pertama dilakukan pada umunnya ketika seseorang berbicara
dengan orang lain adalah melihat wajah lawan bicaranya, karena itu anak autis yang
biasanya kesulitan melakukan kontak mata, pertama kali latihlah ia untuk melihat
wajah dari lawan bicaranya. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melatih
anak melihat wajah :
1) Jangan mulai pembicaraan sebelum anak melihat kepada anda
2) Dekatkan mainan atau benda yang sangat disukai anak ke wajah anda sehingga
anak mengikutinya sebelum mulai berbicara
3) Setiap kali terjadi kontak mata dengan anak anda meskipun tidak
disengaja,usahakan untuk melakukan suatu pembicaraan
4) Bermainlah “ci luk ba” untuk melatih kesadaran anak dengan wajah orang lain di
sekitarnya
b. Suara yang terarah
Anak-anak autis seringkali tidak memahami makna dari bunyi yang
didengarnya, dan itu bunyi apa. Latihlah anak untuk sadar dengan berbagai bunyi
yang ada di sekitarnya dengan beberapa aktivitas sebagai berikut :
1) Pekalah terhadap reaksi anak saat mendengar bunyi tertentu, langsung tunjukan
pada anak dimana sumber bunyi tersebut berasal.
2) Mainkan bunyi-bunyian secara bergantian dari berbagai arah, dan pancing anak
untuk menemukan dari arah mana sumber bunyinya.
3) Biasakan anak bercakap-cakap dengan anda di berbagai suasana, sepi atau ramai
c. Suasana bersama antara anak dengan orangtuanya
Kemampuan berbahasa kita secara otomatis berkembang ketika kita berada di
tengah lingkungan yang terus menerus menggunakan bahasa tersebut. Percakapan
sehari-hari yang kita dengar sejak bayi membuat kosa kata kita bertambah dengan
sendirinya tanpa ada yang mengajarkannya secara sengaja. Karena itu percakapan
antara anak dengan orang tua ata deungan orang lain yang ada di sekitarnya sangat
penting perannya dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak. Sering-
seringlah mengajak anak berbicara dalam situasi apapun. Ceritakan pada anak
apapun, lepas dari ia benar-benar mengerti atau tidak. Memang orang tua seringkali
terkesan “cerewet” dalam hal ini, tapi ini akan berdampak positif untuk
perkembangan bahasa dan wicara anak.
d. Tanggapan terhadap apa yang ingin dikatakan anak
Kadang-kadang anak berusaha mengatakan sesuatu, namun karena
kemampuan wicara dan bahasanya yang masih terbatas, ia hanya mengatakan dengan
menggunakan isyarat, eksspresi wajah, atau kata-kata yang tidak lengkap. Misalnya
saat ingin minum, anak hanya menunjuk sambil bilang ‘eeegghh...eghhh..”. saat
reperti ini dibahasakanlah kehendak anak dengan kalimat yang jelas : “oohh andi
ingin minum “ atau “Andi haus dan ingin minum dengan cangkir warna hijau”
e. Manfaatkan kepandaian anak dalam meniru
Anak memiliki kemampuan meniru sesuatu dengan sangat baik. Ada baiknya
kita memanfaatkan kemampuan ini dengan memberikan model bahasa atau kata-kata
yang sesuai. Misal dengan menggunakan flashcard lalu kita mengucapkan nama
gambar di dalam flashcard. Lakukan sesering mungkin dan terus-menerus. Ajak anak
berbicara berdua dengan berbagai kalimat dalam suasana yang nyaman sesering
mungkin sehingga ia terdorong untuk mengingat dan meniru kata-kata
f. Berikan apresiasi positif atau inisiatif anak bercerita
Ketika anak menceritakan sesuatu tentang dirinya sendiri, misalnya tentang
mainannya, temannya atau apapun secara spontan, selalu sempatkan untuk memberi
tanggapan dengan bahasa indonesia yang baik dan benar yang sering dipakai dalam
percakapan sehari-hari. Beri apresiasi atas apa yang diceritakan anak sehingga anak
termotivasi untuk berceritera kembali lain kali. Hindari sikap mengabaikan atau
komentar yang membuat anak merasa enggan untuk berbicara lagi lain kali seperti
“adek berisik ah, mama jadi gak bisa mikir nih”. Apresiasi secara positif kemauan
anak untuk bercerita dan pancing dengan berbagai pertanyaan yang membuat anak
bercerita lebih banyak. Selingi aktivitas bercakap-cakap dengan kegiatan yang
menyenangkan seperti meminta anak menggambarkan bentuk mainan yang
diceritakannya, atau binatang yang dilihatnya, memperagakan bagaimana kejadian
yang dilihatnya tadi, agar anak lebih bersemangat.
Jadi, Pola atau cara orang tua melakukan komunikasi dengan anak di rumah adalah
melalui latihan kepatuhan kemudian diikuti dengan kontak mata melalui tatacaranya
masing-masing dan bila dua hal itu terjadi anak akan diberikan imbalan seperti pujian
dan pelukan, belaian baru dilanjutkan dengan melafalkan huruf-huruf atau bertanya
siapa namanya, sedang buat apa atau mengajak anak bernyanyi lagu-lagu yang
pendek bahkan dalam bidang akademik anak diajar menulis, membaca dan berhitung
dan bila berhasil dilakukan oleh anak akan diikuti dengan imbalan seperti pujian.
Kemampuan berbicara adalah bentuk ekspresi dari hasil bunyi yang termasuk didalamnya
artikulasi individu, kelancaran, suara dan kualitas resonansi.
Bahasa meliputi bentuk, fungsi dan sistem penggunaan simbol yang lazim digunakan untuk
komunikasi.
Komunikasi termasuk diantaranya perilaku verbal atau non verbal yang mempengaruhi
perilaku, pikiran atau sikap seseorang dengan orang lain.
1. Language Disorder
a. Kesulitan yang sifatnya terus menerus dalam menerima dan menggunakan bahasa
saat melakukan banyak hal (berbicara, menulis, bahasa isyarat dan lainnya) karena
kurangnya pemahahan atau produktivitasnya yang diantaranya meliputi :
1) Pengurangan kosa kata
2) Struktur kalimat yang terbatas
3) Kelemahan dalam percakapan
b. Kemampuan bahasa yang pada hakikatnya dan secara terukur berada dibawah apa
yang seharusnya terjadi pada usia tertentu, yang menghasilkan keterbatasan dalam
berkomunikasi yang efektif, partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja
pekerjaan, terjadi secara individu ataupun dalam bentuk gabungan.
c. Munculnya gejala-gejala pada awal masa perkembangan.
d. Kesulitan yang dialami tidak disebabkan karena kelemahan atau kerusakan
pendengaran ataupun kemampuan sensoris lainnya, tidak karena ketidak berfungsian
motorik atau kondisi medis dan neurologi lainnya, serta dijelaskan sebagai
gangguan intelektual atau keterlambatan perkembangan global.
2. Speech Sound Disorder
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kemampuan Berbicara :
a. Kesulitan dalam mengeluarkan suara sehingga mengganggu kejelasan suara atau
menghalangi komunikasi pesan verbal.
b. Gangguan berbicara menyebabkan keterbatasan dalam komunikasi yang efektif
yang mengganggu partisipasi sosial, prestasi akademik atau kinerja kerja, secara
individual atau dalam kombinasi apapun.
c. Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan.
d. Gangguan berbicara tidak disebabkan atau didapat dari kondisi bawaan seperti
kelumpuhan pada otak, bibir sumbing, tuli atau gangguan pendengaran, cedera otak
traumatis atau neurologis atau kondisi medis lainnya.
3. Childhood-Onset Fluency Disorder (Stuttering)
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Kefasihan Kata Pada Anak-anak (Gagap):
a. Gangguan kelancaran kata tidak sesuai untuk usia yang pada umumnya sudah
mampu untuk berbicara normal dan kemampuan bahasa pada individu ini biasanya
bertahan dari waktu ke waktu dan sering ditandai dengan satu kejadian (atau lebih),
seperti berikut;
1) Penggulangan suara pada suku kata.
2) Perpanjangna suara pada konsonan maupun vocal.
3) Pemutusan kata (misalnya, jeda dalam kata)
4) Hambatan yang terdengar atau tenang (ada atau tidaknya jeda dalam berbicara).
5) Pemakaian kata-kata yang terlalu banyak (substitusi kata untuk menghindari
kata-kata bermasalah).
6) Menghasilkan kata-kata yang berlebihan akibat ketegangan fisik yang
berlebihan.
7) Pengulangan seluruh kata yang bersuku (misalnya, aku-aku-aku-aku
melihatnya).
b. Gangguan kelancaran kata ini menyebabkan kecemasan atau keterbatasan berbicara
dalam komunikasi yang efektif, partisipasi sosial, atau kinerja akademis atau
pekerjaan, baik secara individu atau dalam kombinasi apapun.
c. Timbulnya gejala pada periode awal perkembangan.
d. Gangguan kelancaran kata tidak disebabkan oleh kemampuan bicara motorik dan
sensorik, ketidaklancaran yang berhubungan dengan kondisi neurologis (misalnya,
stroke, tumor, trauma) atau kondisi medis lain dan tidak dapat dijelaskan oleh
gangguan mental lain.
4. Social (Pragmatic) Communication Disorder
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Komunikasi Sosial (Pragmatis) :
a. Kesulitan terus-menerus dalam penggunaan komunikasi sosial verbal dan nonverbal
seperti yang dituturkan hal berikut:
1) Kurang berkomunikasi dalam berinteraksi dalam sosial, seperti menyapa dan
berbagi informasi, dalam menggunakan cara yang tepat untuk konteks sosial.
2) Kelemahan dalam kemampuan mengubah komunikasi untuk mencocokkan
konteks dengan pendengar, seperti berbicara secara berbeda di kelas daripada
di taman bermain, berbicara secara berbeda kepada anak-anak daripada orang
dewasa, dan menghindari penggunaan bahasa yang terlalu formal.
3) Kesulitan dalam aturan berbicara dan bercerita, seperti bergiliran dalam
berbicara, mengulang ketika disalah pahamkan, dan mengetahui bagaimana
menggunakan sinyal verbal dan nonverbal untuk mengatur interaksi berikut.
4) Kesulitan memahami apa yang tidak dinyatakan secara eksplisit (membuat
kesimpulan) dan makna nonliteral atau ambigu dari bahasa (ungkapan, humor,
kiasan, beberapa makna yang bergantung pada konteks untuk interpretasi).
b. Kurangnya berkomuniksi mengakibatkan keterbatasan fungsional dalam komunikasi
yang efektif, partisipasi sosial, hubungan sosial, prestasi akademik, atau kinerja
kerja, secara individual atau dalam kombinasi.
c. Timbulnya gejala dalam periode awal perkembangan (tapi defisit tersebut mungkin
tidak menjadi sepenuhnya terwujud sampai tuntutan komunikasi sosial melebihi
kapasitas tertentu).
d. Gejala tersebut tidak disebabkan kondisi medis atau neurologis atau kemampuan
rendah dalam mendomain struktur kata dan tata bahasa, dan gangguan spektrum
autism tidak menjelaskan dengan baik, cacat intelektual (gangguan perkembangan
intelektual), keterlambatan perkembangan global, atau gangguan mental lainnya .
5. Unspecified Communication Disorder (Gangguan komunikasi yang tidak ditentukan)
Kelompok ini berlaku pada gejala karakteristik dari gangguan komunikasi yang
disebabkan karena distress atau kelemahan sosial, pekerjaan atau bidang-bidang penting
lainnya tentang fungsi yang menonjol namun tidak memenuhi kriteria secara keseluruhan
untuk gangguan komunikasi atau untuk salah satu gangguan dalam gangguan
perkembangan syaraf.
Kelompok Unspecified Communication Disorder digunakan pada situasi dimana
klinisi memilih untuk tidak memberikan diagnosa dengan alasan bahwa kriteria
gangguan tidak terpenuhi untuk gangguan komunikasi atau gangguan perkembangan
syaraf tertentu, dan disajikan ketika informasi tidak mencukupi untuk membuat diagnosa
khusus.
A. Kesimpulan
Secara garis besar gangguan komunikasi dibagi menjadi 2 yaitu, gangguan bicara dan
gangguan bahasa. Gangguan bicara dapat disebut juga dengan tunawicara yang terjadi akibat
gangguan pendengaran yang telah dialami sejak lahir atau terjadi kerusakan pada organ
bicara, misalnya anak memiliki bentuk bibir yang kurang sempurna. Sedangkan gangguan
bahasa diakibatkan karena anak kesulitan dalam memahami dan menggunakan bahasa baik
dalam bentuk lisan maupun tulisan. Hal tersebut biasanya terjadi karena anak memiliki
tingkat kecerdasan yang rendah sehingga sulit mengikuti atau mengucapkan kata atau suatu
bahasa.
B. Saran
Apabila ditemukan anak yang memiliki masalah gangguan komunikasi sebaiknya
dirujuk secepatnya kepada tenaga profesional. Hal terseebut agar anak dapat segera dievaluasi
dengan menggunakan tes dan skala yang telah terstandarisasi. Apabila anak memerlukan
terapi bicara dan konseling psikologis maka keterlibatan orangtua sangat berperan. Orangtua
dapat membantu untuk mengevaluasi dan mengamati perkembangan komunikasi anak,
mendorong perilaku anak untuk mau melakukan praktek komunikasi dan menjaga
keseimbangan keharmonisan keluarga. Sedangkan tugas ahli adalah memberikan instruksi
linguistik, bicara dan bahasa yang diintefrasikan ke dalam berbagai lingkungan secara
bersama-sama, memberikan sugesti, relaksasi dan pengalihan perhatian.
DAFTAR PUSTAKA
DSM – 5. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Washington DC: American
Psychiatric Association
File.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA
Greene B., Rathus. A, & Nevid S. 2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. PT. Gelora Aksara Pratama:
ERLANGGA.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/aini-mahabbati-spd-ma/ppmlayanan-pendidikan-
untuk-anak-berkebutuhan-khusus.pdf
Wahyuningtyas.2010. Gangguan Komunikasi.http://mencarilmu.blogspot.com/2010/05/gangguan-
komunikasi.html.diakses tanggal 4 Oktober 2014.