Konsep adalah
“gambaran mental dari objek” (Depdikbud, 1994 : 520). Sedangkan diri adalah “orang”
(Depdikbud, 1994 : 236). Sehingga definisi konseptual konsep diri berarti gambaran mental
seseorang.
Menurut Hurlock (dalam Nia, 2011 : ) konsep diri adalah konsep seseorang dari siapa dan
apa dia itu. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran
dan hubungan dengan orang lain, dan apa yang kiranya reaksi orang lain terhadapnya.
Konsep diri mencakup citra diri fisik dan psikologis. Citra diri fisik biasanya berkaitan
dengan penampilan, sedangkan citra diri psikologis berdasarkan atas pikiran, perasaan, dan
emosi.
Konsep diri merupakan inti dari pola perkembangan kepribadian individu yang akan
memengaruhi berbagai bentuk sifat. Konsep diri juga dikatakan berperan dalam perilaku
individu,karena seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya akan memengaruhi
individu tersebut dalam menafsirkan setiap aspek pengalaman-pengalamannya. Suatu
kejadian akan ditafsirkan secara berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang
lain,karena masing-masing mempunyai pandangan dan sikap berbeda terhadap diri.
(Hurlock,1997).
Hurlock (2001) mengemukakan bahwa konsep diri terdiri dari dua aspek, yaitu:
1. Fisik
Aspek ini meliputi sejumlah konsep yang dimiliki individu mengenai penampilan, kesesuaian
dengan jenis kelamin, arti penting tubuh, dan perasaan gengsi di hadapan orang lain yang
disebabkan oleh keadaan fisiknya. Hal penting yang berkaitan dengan keadaan fisik adalah
daya tarik dan penampilan tubuh dihadapan orang lain.
Individu dengan penampilan yang menarik cenderung mendapatkan sikap sosial yang
menyenangkan dan penerimaan sosial dari lingkungan sekitar yang akan menimbulkan
konsep yang positif bagi individu.
2. Psikologis
Aspek ini meliputi penilaian individu terhadap keadaan psikis dirinya, seperti rasa percaya
diri, harga diri, serta kemampuan dan ketidakmampuannya. Penilaian individu terhadap
keadaan psikis dirinya, seperti perasaan mengenai kemampuan atau ketidakmampuannya
akan berpengaruh terhadap rasa percaya diri dan harga dirinya.
Hurlock menambahkan bahwa konsep diri dapat dilihat dari aspek-aspek psikologis , yaitu :
a. Potensi diri
Konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya.
b. Penerimaan masyarakat
Harga diri yang dimiliki individu untuk berada dalam lingkungan.
c. Interaksi sosial
Adanya konsep bahwa individu diakui dalam kelompok orang lian, merasa dihargai,
dicintai oleh orang lain.
d. Pandangan sebagai anggota keluarga
Adanya hubungan yang hangat dalam keluarga,perhatian keluarga terhadap tingkah
laku individu,persepsi individu kepada ajaran atau norma yang ditetapkan keluarga.
e. Harapan dan cita-cita
Pandangan individu tentang tingkah lakunya yang disesuaikan dengan harapan atau
cita-cita yang diinginkan, nilai yang ingin dicapai dari adanya idola atau tokoh yang
menjadi panutuan dalam bertingkah laku.
KONSEP DIRI MENURUT WILLIAM H.FITTS
“…the self as seen, perceived and experienced by him. This is the perceived self or the
individual’s self concept.”(Fitts, 1971:3)
Konsep diri adalah sebagaimana diri dipersepsikan, diamati, serta dialami oleh individu.
Konsep diri merupakan susunan pola persepsi yang terorganisir.
Fitts (1971) meninjau konsep diri secara fenomenologis yaitu bahwa diri (self) atau konsep
diri merupakan aspek penting dalam diri sesesorang, karena konsep diri merupakan kerangka
acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts juga menambahkan
jika individu mempersepsikan diri, bereaksi terhadap dirinya, maka hal ini menunjukan suatu
kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari diri sendiri, hal ini
sebagaimana dilakukan terhadap obyek-obyek lain dilingkungannya.
Diri sebagai identitas merupakan aspek dasar dari konsep diri. Dalam diri identitas,
terkumpullah seluruh label dan symbol yang dipergunakan seseorang untuk menggambarkan
dirinya yang didasarkan pada pertanyaan : “Siapakah saya?”. Label yang melekat pada diri
seseorang dapat berasal dari orang lain atau orang itu sendiri. Semakin banyak label yang
dimiliki seseorang, maka semakin terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang
identitas dirinya.
Diri identitas dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan juga
dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, diri identitas mempunyai hubungan dengan diri
pelaku dan hubungan ini umumnya berlaku timbal balik, seperti yang dikemukakan
oleh Fitts (1971).
Diri pelaku merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak,
yang terbentuk dari suatu tingkah laku biasanya diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi dari
luar diri, dari dalam diri sendiri atau dari keduanya. Konsekuensi menentukan apakah suatu
tingkah laku cenderung dipertahankan atau tidak. Disamping itu juga menetukan apakah
tingkah laku tersebut akan diabstraksikan, disimbolisasikan dan dimasukkan kedalam diri
identitas seseorang. Contohnya, seorang anak kecil mempunyai dorongan untuk berjalan.
Ketika ia bisa berjalan ia merasa puas, dan lama kelamaan kemampuan berjalan serta
kesadaran bahwa ia bisa berjalan merupakan label baru yang ada dalam diri identitasnya.
Tindakkan berjalan itu sendiri merupakan bagian dari diri pelakunya.
Penilaian diberikan terhadap label-label yang ada dalam identitas diri pelaku secara terpisah,
contohnya, seseorang menggambarkan dirinya tinggi dan kuat (identitas diri); selain itu
gambaran diri juga disertai perasaan suka atau tidak suka terhadap bentuk tubuhnya.
Seseorang merasa tegang dan letih (diri pelaku); ia juga memikirkan apakah perasaannya baik
atau tidak. Selain itu, penilaian juga dapat diberikan kepada kedua macam bagian diri
sekaligus. Misalnya, seseorang berkata, saya melakukan ini dan saya nakal”. Hal ini berarti
orang tersebut memberikan label secara keseluruhan dirinya, bukan terhadap tingkah laku
tertentu. Atau orang itu bisa juga mengatakan, “saya melakukan ini, tetapi saya bukan orang
yang biasa berbuat demikian”. Hal ini berarti bahwa orang itu tidak setuju dengan tingkah
lakunya.
2. Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya,
nilai-nilai yang dianutnya serta hal-hal diluar dirinya dimensi ini merupakan suatu hal yang
luas, misalnya diri berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Dimensi ini
dibedakan atas 5 bentuk yaitu:
a. Diri Fisik (Physical self), merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan fisik,
kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.
d. Diri Keluarga (Family self), merupakan perasaan dan harga diri seseorang sebagai
anggota keluarga dan teman-teman dekatnya. Sejauhmana dirinya merasa adekuat sebagai
anggota keluarga dan teman-teman.
e. Diri Sosial (Social self), merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya dalam
berinteraksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas.
Perkembangan Konsep Diri
Menurut William H. Fitts (1971), Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor berikut :
a. Pengalaman yang diperoleh dalam kehidupan, karena konsep diri adalah hasil dari
sebuah interaksi individu dengan lingkungannya, maka pengalaman interpersonal merupakan
faktor yang paling penting bagi perkembangan konsep diri seseorang.
c. Aktualisasi diri, realisasi dari potensi-potensi fisik maupun psikologis yang ada pada
diri individu untuk mencapai tujuannya.
Pada usia 6 sampai 7 bulan, batas- batas dari diri individu mulai menjadi lebih jelas sebagai
hasil dari eksplorasi dan pengalaman dengan tubuhnya sendiri. Selama periode awal
kehidupan, konsep diri individu sepenuhnya didasari oleh persepsi individu tentang dirinya.
Kemudian dengan bertambahnya usia, pandangan tentang diri ini menjadi lebih banyak
didasari oleh nilai- nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain.
Pendapat Fitts (1971) menyatakan bahwa aspek-aspek konsep diri adalah sebagai berikut:
1. Aspek Pertahanan Diri (Self Defensiveness)
Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan dirinya, terkadang muncul
keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya. Keadaan ini terjadi dikarenakan
individu memiliki sikap bertahan dan kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yang
sebenarnya.
Hal ini dapat terjadi, dikarenakan individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di
dalam dirinya. Aspek pertahanan diri ini, membuat seorang individu mampu untuk
"menyimpan" keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai yang diharapkan oleh
lingkungan dari dirinya.
Demikian pula bila individu memiliki label-label atau simbol-simbol yang kurang baik pada
dirinya, maka penilaian tersebut akan diinternalisasikannya dan membentuk penghargaan diri
yang kurang baik pada dirinya sendiri.
Rohim,S. 2010. Konsep Diri Eks Wanita Tuna Susila Pasca Razia (Studi Kasus Di Panti
Sosial Bina Karya Wanita Harapan Mulya Kedoya Jakarta).Jakarta
Selatan; Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 1, Januari - April 2010
Hal 74-85
Nova A & Agustin H. 2012. Hubungan Antara Konsep Diri Dan Kematangan Emosi Dengan
Penyesuaian Diri Istri Yang Tinggal Bersama Keluarga Suami.
Semarang; Jurnal Psikologi Pitutur Volume 1 No.1, Juni 2012
Hal 57-67
Fatimah, S. 2014. Konsep Diri Wanita yang Tidak Perawan dan Kepuasan Perkawinan.
EJournal Psikologi, 2014, 2 (2): 195 - 205 ISSN 0000-0000,
ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id
Padatu, H. 2015. Konsep Diri dan Self Disclosure Remaja Broken Home di Kota
Makassar.Makassar; Skripsi Universitas Hasanuddin.