Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MINI RISET “KOMUNIKASI DALAM KELUARGA”

Memenuhi tugas perkuliahan Psikologi Perkawinan dan Keluarga (PG 324 D)

yang diampu oleh Ratriana Y.E.Kusumiati,M.Si.S.Psi.

Disusun Oleh:

Paul Junisias 802013048

Indhira Vinandha 802013087

Chrestian D.M Oley 802103119

Kenneth Mariw K S 802013153

Dinar Margia Tanaya 802013171

Triana Octaviani Pita 802014048

Ayie Nudwina 802014106

Fakultas Psikologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2016

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut kodratnya, manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial
adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa orang lain di sekitarnya. Oleh karena itu,
manusia membutuhkan orang lain untuk berinteraksi. Interaksi antar manusia akan
berlangsung melalui komunikasi, baik komunikasi secara verbal maupun komunikasi secara
nonverbal. Manusia berkomunikasi untuk menyatakan dan mendukung identitas diri,
membangun kontak sosial dengan orang lain, dan untuk mempengaruhi orang lain agar
bertindak sesuai dengan apa yang kita inginkan (Mulyana, 2005). Salah satu bentuk
komunikasi yang penting adalah keluarga, yaitu dengan ayah, ibu, anak, saudara, dan
sebagainya karena keluarga merupakan kelompok sosial pertama dimana individu pertama
kali melakukan interaksi dan berkomunikasi.
. Menurut Friedman (1998) keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung
karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan
emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga. Pada dasarnya
keluarga itu adalah tempat antara individu satu dengan lainnya berkumpul dan hidup
bersama. Kesadaran untuk hidup bersama dalam satu atap sebagai suami istri, anak dan
saling interaksi dan akhirnya akan membentuk komunikasi. Menurut Irwanto (dalam Yatim
dan Irwanto, 1997) keluarga berperan penting dalam memberikan dan menggeneralisasikan
nilai norma pengetahuan sikap dan harapan terhadap anak-anak. Sehingga komunikasi yang
efektif antara orang tua dan anak perlu dikembangkan dan dibangun dalam suatu keluarga.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan
dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan
pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly:
2002; 1). Komunikasi yang efektif juga akan terjadi apabila informasi yang disampaikan
dapat dipahami oleh penerima. Komunikasi dimulai dari tingkatan terkecil, yaitu keluarga.
Komunikasi yang tidak efektif berdampak pada adanya salah penafsiran informasi dan
menimbulkan kesalahpahaman. Selain itu Komunikasi yang tidak efektif dalam lingkungan
keluarga dapat berdampak pada perubahan sikap dari anak-anak yang menimbulkan saling
ketertutupan antara anggota keluarga, dan meningkatnya perceraian. Hal ini juga berdampak
pada psikologi anak yang merasa frustasi, marah, sedih, dan kecewa karena merasa

2
diabaikan oleh orang tuanya, sehingga mendorong mereka menjadi anak yang nakal untuk
menarik perhatian orang tua mereka.
Berdasarkan fenomena di atas, yang menegaskan bahwa komunikasi keluarga yang
efektif dan sehat adalah penting untuk di miliki oleh setiap keluarga dan pasti akan banyak
hambatan – hambatan yang terjadi di dalamnya namun tinggal bagaimana tiap individu
dalam keluarga mengatasinya. Maka peneliti tertarik untuk melakukan “Mini Research –
Komunikasi dalam Keluarga” tentang apa saja pola komunikasi dalam keluarga, apa saja
hambatan yang di alami lalu dampaknya terhadap invidu dalam keluarga itu sendiri serta
cara – cara efektif mengatasi masalah tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi dalam keluarga ?
2. Bagaimana hambatan-hambatan dan dampak dalam komunikasi keluarga ?
3. Bagaimana cara mengatasi hambatan komunikasi dalam keluarga?

C. Tujuan Penelitian
1. Memenuhi tugas mata kuliah Psikologi perkawinan dan keluarga.
2. Memberi gambaran tentang komunikasi dalam keluarga,hambatan dan dampak serta
bagaimana cara mengatasinya.

3
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Komunikasi dalam keluarga


Menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu pengorganisasian
yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara, tindakan untuk
menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi pengertian (Dikutip
dari Achdiat, 1997: 30).
Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan
tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian.
Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi
antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif.
Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan
dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan
pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Friendly: 2002).
Dapat disimpulkan bahwa komunikasi keluarga adalah komunikasi yang terjadi
diantara orang tua dengn anak-anaknya dan suami dengan istri, dalam berbagai hal sebagai
sarana bertukar pikiran,mensosialisasikan nilai-nilai kepribadian orang tua kepada anaknya,
dan penyampaian segala persoalan atau keluh kesah dari anak kepada kedua orang tuanya.
B. Hambatan-hambatan komunikasi keluarga
Menurut Monica (1998), hambatan dalam proses komunikasi meliputi :

a. Hambatan dari Proses  Komunikasi


1) Hambatan dari pengirim pesan, misalnya pesan yang akan disampaikan belum
jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi  oleh perasaan atau situasi
emosional (kekurangan atau kesalahan pengirim pesan)
2) Hambatan dalam penyandian/symbol (Keterbatasan pengetahuan
komunikator/komunikan), hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak
jelas sehingga mempunyai arti  lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si
pengirim dan penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit.
3) Hambatan media (faktor teknis), adalah hambatan yang terjadi dalam
penggunaan media komunikasi, misalnya gangguan suara radio dan aliran listrik
sehingga tidak dapat mendengarkan pesan .

4
4) Hambatan dalam bahasa sandi. Hambatan terjadi dalam menafsirkan sandi
oleh si penerima
5) Hambatan dari pola komunikasi yang hanya satu arah
6) Hambatan dari penerima pesan (prasangka), misalnya kurangnya perhatian
pada  saat menerima, mendengarkan pesan, tanggapan yang keliru dan tidak mencari
informasi lebih lanjut.
7) Hambatan dalam memberikan  balikan. Balikan yang diberikan tidak
menggambarkan apa adanya akan tetapi memberikan interpretatif, tidak tepat waktu
atau tidak jelas dan sebagainya.
b. Hambatan Fisik
Hambatan fisik dapat mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat
komunikasi, dan lain lain, misalnya: gangguan kesehatan, gangguan alat komunikasi dan
sebagainya.  

c. Hambatan Semantik.
Kata-kata yang dipergunakan dalam komunikasi  kadang-kadang mempunyai  arti
mendua yang berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit (cara penyampaian verbalistik)
antara pemberi pesan dan penerima sehingga berlebihan

d. Hambatan Psikologis 
Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang mengganggu komunikasi, misalnya
perbedaan nilai-nilai serta harapan yang berbeda antara pengirim  dan penerima pesan. 

C. Dampak Komunikasi Keluarga- Disfungsional


Menurut Djamarah (2004), dampak komunikasi dalam keluarga yang tidak efektif
(disfungsional) adalah :
1. Citra diri yang rendah dari keluarga maupun anggota
Ketika orang berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain, dua mempunyai
citra diri dia merasa dirinya sebagai apa dan bagaimana. Setiap orang mempunyai
gambaran – gambaran tertentu mengenai dirinya statusnya, kelebihan dan
kekurangannya.

2. Pemusatan pada diri sendiri


Dicirikan oleh memfokuskan pada kebutuhan sendiri, mengesampingkan kebutuhan,
perasaan dan perspektif orang lain.

5
3. Kurangnya empati
Keluarga yang berpusat pada diri sendiri dan tidak dapat mentoleransi perbedaan
juga tidak dapat mengenal efek dari pikiran perasaan dan perilaku mereka sendiri
terhadap anggota keluarga yang lain, dan juga mereka tidak dapat memahami
pikiran, perasaan dan perilaku dari anggota keluarga lain.
4. Ekspresi perasaan tak jelas
Dari komunikasi disfungsional yang dilakukan oleh anak kepada orangtua atau
sebaliknya, pengungkapkan perasaan yang tidak jelas karena takut ditolak,
pengungkapan perasaan khususnya dari anak kepada orangtua harus diluar kebiasaan
atau diungkapkan dengan suatu cara yang tidak jelas.
5. Kemarahan terpendam
Ungkapan perasaan yang tidak jelas, tidak mengungkapkan marahnya secara jelas
dan bisa saja menjadi menumpuk dan justru semakin membuat hubungan menjadi
tidak baik.
6. Ekspresi menghakimi
Pernyataan menghakimi selalu membawa kesan penilaian moral dimana jelas bagi
anak bahwa orangtua sedang mengevaluasi nilai moral anaknya.
7. Ketidakmampuan mengungkapkan kebutuhan anak
Yang disfungsional tidak hanya dapat mengungkapkan kebutuhannya, tapi karena
takut ditolak, maka dia tidak mampu mendefenisikan perilaku yang dia harapkan
dari orangtua untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut.

D. Teknik Komunikasi Efektif dalam Keluarga


Teknik komunikasi yang efektif dalam keluarga menurut Devito (1986), dirinci
sebagai berikut :
1. Keterbukaan (opennes).
Keterbukaan adalah kemampuan untuk saling membuka diri,mengatakan tentang
keadaan diri masing-masing. Tidak tertutup dalam menerima pesan dan senantiasa
menyampaikan pesan dari dirinya.

6
2. Perilaku Suportif (supportiviness)
Keadaan dimana pelaku komunikasi saling memberi dukungan dan tidak bersikap
bertahan (defensif) terhadap pesan yang disampaikan, sehingga memperlancar
proses komunikasi.
3. Perilaku positif (positiveness)
Sikap positif harus terjadi secara timbal balik,baik kepada diri sendiri maupun
orang lain, utamanya saat proses komunikasi berlangsung. Sikap positif akan
memberikan tanggapan ataupun umpan balik juga bersifat positif.
4. Empati (empathy)
Empati adala kemampuan seseorang untuk menempatkan dirinya pada peranan
atau posisi orang lain. Dalam arti,mampu memahami apa yang dirasakan dan
dialami orang lain.
5. Kesamaan (equality)
Kesamaan adalah adanya unsur-unsur kesamaan yang terdapat pada pelaku
komunikasi . Misalnya dari segi tujuan yang sama.
Dengan mengetahui karakteristik teknik komunikasi yang efektif antar pribadi
dalam keluarga,maka komunikasi dapat berjalan dengan baik, segala pesan yang
disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan.

7
BAB III
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.


Penelitian deskriptif akan menjadikan peneliti sebagai human instrument terlebih dalam hal
pengumpulan data. Jenis penelitian inilah yang dipilih karena penelitian ini akan memberikan
penggambaran tentang suatu proses yang terjadi sebagai sebuah fenomena. Istilah deskripsi
dapat diartikan sebagai penggambaran atau pencandraan data (Wirjokusumo & Ansori,
2009). Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pengertian dan pemahaman dari
subyek yang berasal dari pandangan subyek sendiri (Bogdan & dkk, 2009 dalam Mariska,
2014).
Pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik
wawancara. Subjek penelitian adalah sumber data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam
sebuah penelitian. Informan dipilih guna mendapat informasi yang sesuai dengan
permasalahan penelitian, dimana terlebih dahulu peneliti menetapkan siapa saja informannya
dan kemudian mendelegasikan tugas di bidang yang sesuai dengan tema penelitian.
Informan-informan tersebut akan diminta untuk bertukar pikiran dengan penelitian, berbicara,
atau membandingkan suatu kejadian (Moleong, 2009 dalam Mariska, 2014). Subjek
penelitian berjumlah 6 orang dengan latar belakang keluarga yang berbeda-beda, yaitu 3 istri,
1 suami dan 2 anak.
Tehnik analisis data kualitatif dilakukan sesuai dengan pendekatan studi kasus,
sehingga analisis data yang digunakan dengan cara menelaah jawaban-jawaban yang
dikumpulkan yang dapat didapat dari subjek penelitian. Jawaban-jawaban tersebut diorganisir
dengan cara mengidentifikasikan dan mengkategorisasikan sesuai dengan tujuan-tujuan
penelitian. 

8
BAB IV
PELAKSANAAN PENELITIAN , HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSAAN PENELITIAN
Peneliti menjalin komunikasi yang baik guna memperlancar proses penelitian. Kemudian
penelitian berlangsung mulai dari tanggal 2 oktober sampai 11 oktober 2016. Sebelum
melakukan wawancara, peneliti membuat janji untuk mengadakan wawancara dengan
subjek dan mengambil data pribadi yang diperlukan.
B. HASIL PENELITIAN
Hasil pengumpulan data yang menggunakan metode wawancara, peneliti melakukan
pemilahan kategorisasi dari setiap subjek. Hambatan-hambatan komunikasi dalam keluarga,
dampak bagi keluarga dan berkaitan dengan cara mengatasi hambatan komunikasi keluarga.
Selanjutnya diperoleh data sebagai berikut :
Panduan wawancara Subjek 1 Subjek 2
1. Identitas - KN - SR
- Initial - Perum Candirejo Kab Semarang - Jln Bima marga,Jakarta
- Alamat - 49 Tahun - 55 Tahun
- Usia - Istri - Istri
- Status dalam - 25 Tahun - 25 Tahun
keluarga
- Lama menikah
2. Pendapat mengenai Sangat penting untuk keharmonisan Komunikasi dalam keluarga komunikasi
komunikasi dalam keluarga, untuk mempererat yang terkecil, komunikasi yang dimaksud
keluarga hubungan antara anak dan orangtua. berarti komunikasi yang terjadi dua arah.
Itu semua faktor utama dalam Antara ibu dan anak, anak dan ibu, yang
komunikasi keluarga itu saja. dalam posisi sejajar. Komunikasi antara
bapak dengan orangtua,Bapak, ibu, sama
anak-anak itu komunikasi yang dibangun
secara terbuka.
3. Bagaimana Hambatan suami jarang bertemu Pertama situasi bicara saat menegur apa
hambatan-hambatan keluarga karena kerja terlalu jauh, yang disampaikan beda dengan yang
komunikasi dalam namun memaklumi semua itu demi diterima. Kedua, keterbukaan ini kadang-
keluarga keluarga.Hambatan dengan anak, kadang kita ingin ngobrol,bapak mondar-
orang tua misalkan kasih nasihat, mandir, ibu maunya duduk santai, jadi salah
pengertian, wawasan kadang-kadang fokus. Ketiga bapak kurang terbuka,anak
anak tidak bisa menerima. anggap ibu terlalu cerewet dan anak jika
kumpul mainan HP sibuk.
4. Apa saja dampak Dampak untuk anak dan saya sendiri Pesannya tidak tersampaikan dengan baik
komunikasi dalam karena suami berjauhan dan membuat hal tersebut menjadi beurlang-
keluarga ulang maka timbul kesan ibu terlalu cerewet.
5. Bagaimana cara Cara mengatasinya dengan orangtua Dengan cara menulis melalui sms, melalui

9
mengatasi hambatan harus menyadari, mengerti watak dan wa, dengan menunggu selang beberapa hari
komunikasi keluarga sifat masing-masing anak, jangan agar anak-anak mengerti apa yang
saling menyalahkan, harus saling sebenarnya ingin ibu sampaikan dan tidak
mengerti, pokoknya intropeksi diri. dengan emosi,akhirnya mereka tahu apa
Itu semua menciptakan yang ibu maksud.
keharmonisan keluarga kita, dan
semua itu poin yang paling penting
menjadi keluarga yang bahagia.

Panduan Wawancara Subjek 3 Subjek 4


1. Identitas - DW - HP
- Initial - Jln Kenanga ,Salatiga - Perum Sraten Permai Kab
- Alamat - 27 Tahun Semarang
- Usia - Istri - 61Tahun
- Status dalam - 1 Tahun 1 bulan - Suami
keluarga - 30 Tahun
- Lama menikah
2. Pendapat mengenai Komunikasi dalam keluarga itu dalam suami Sangat penting saling terbuka satu
komunikasi dalam istri sangatlah penting yaitu komunikasi dua sama lain, merasakan adanya
keluarga arah,tidak ada suami yang lebih dominan atau kenyamannan keluarga.

10
istri yang dominan tapi dalam hal ini harus
setara komunikasi suami dan istri, artinya
sama sama atau porsi bicaranya dan
mendengarkan itu harus sama itu yang
namanya dua arah.
3. Bagaimana hambatan- Hambatan komunikasi dari sisi emosi Anggota keluarga memiliki
hambatan komunikasi misalnya sama-sama capek masalah kecil jadi perbedaan misalnya antara ibu dan
dalam keluarga besar. Kemudian cara penyampaian dan beda ayah komunikasi itu kurang
karakter , nada bicara dengan suami beda terbuka satu sama lain sehingga
yang langsung to the point ke masalah,istri menjadi kendala, berbeda budaya
lebih ke sisi emosionalnya kadang langsung jadi cara berbicaranya beda dan
membentak. Serta masalah beda bahasa ego masing-masing yang beda.
cenderung pakai bahasa daerah maka suami
kadang salah paham.
4. Apa saja dampak Dampak lebih ke diri sendiri, merasa kesal dampak bagi anggota keluarga
komunikasi dalam dengan suami dan bila tidak diselesaikan akan tergantung masing-masing daya
keluarga bertengkar. penalaran dan penerimaan diri.
5. Bagaimana cara Hambatan emosional mengelola emosi Cara mengatasinya dengan
mengatasi hambatan masing-masing/meredakan emosi dulu, kedua mengoreksi diri ,saling mengalah
komunikasi keluarga cara penyampaian, intonasi bicara kemudian mengendalikan emosi
misalnya mudah tersinggung,
dikontrol,ketiga mengenai bahasa sepakat
mengelola informasi terlebih
meggunakan satu bahasa bahasa indonesia. dahulu dan menerima, memberi
Serta saling memahami karakter masing- pendapat satu sama lain.
masing, intensitas berkomunikasi dengan
pasangan cara penyampaian dan menciptakan
suasana humor.

Panduan wawancara Subjek 5 Subjek 6


1. Identitas - AR - NT
- Initial - Palangkaraya-Salatiga - Salatiga
- Alamat - 21 Tahun - 21 Tahun
- Usia - Anak (3 dari 3 bersaudara) - Anak
- Status dalam
keluarga
- Lama menikah
2. Pendapat mengenai Komunikasi keluarga untuk memberikan Komunikasi dalam keluarga itu sangat
komunikasi dalam motivasi melalui komunikasi, intens dalam penting dan unit paling kecil, keluarga
keluarga berhubungan dengan mereka, menanyakan yang harmonis pasti komunikasinya
kabar , saling terbuka dan bertukar pikiran. sehat.
3. Bagaimana Karena sibuk dengan kuliah dan merantau Hambatan komunikasi dengan anggota
hambatan-hambatan serta orangtua yang sibuk dengan keluarga,orangtua yang khawatir dan

11
komunikasi dalam pekerjaan masing-masing semakin jarang berprasangka terhadap anak yang
keluarga untuk berkomunikasi lewat telepon atau sebenarnya sudah mengkomunikasikan
sms. Jarang komunikasi atau memberi kegiatannya namun orang tua masih
kabar. berpikir negatif.

4. Apa saja dampak Berdampak untuk diri sendiri menjadi Dampak emosional, marah dan kurang
komunikasi dalam tidak tahu kabar orangtua disana. percaya pada anak sehingga komunikasi
keluarga menjadi terhambat serta dilarang
mengikuti kegiatan sekolah dan gereja.
5. Bagaimana cara Caranya dengan meluangkan waktu untuk Dari kejadian dilarang mengikuti
mengatasi hambatan bertelepon atau memberi kabar dengan kegiatan sekolah dan gereja,maka
komunikasi keluarga orangtua, saling terbuka satu sama lain. berusaha untuk memberi bukti nyata
pada orangtua dengan menggunakan
surat dari pihak sekolah dan gereja agar
orangtua percaya.

Hasil penelitian dari komunikasi keluarga diperoleh data bahwa terdapat beberapa pandangan
mengenai komunikasi dalam keluarga, hambatan-hambatan yang berbeda dalam komunikasi
dengan keluarga, dampak bagi diri sendiri maupun anggota keluarga yang lain dan berbagai
cara yang berbeda untuk mengatasi hambatan komunikasi dalam keluarga.

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara dari ke 6 subjek mengenai pandangan komunikasi


dalam keluarga, yakni mempererat hubungan satu sama lain sehingga muncul keharmonisan,
keterbukaan, saling berbagi dan berbentuk dua arah. Seperti pengertian dari komunikasi
dalam keluarga menurut Rae Sedwig (1985), Komunikasi Keluarga adalah suatu
pengorganisasian yang menggunakan kata-kata, sikap tubuh (gesture), intonasi suara,
tindakan untuk menciptakan harapan image, ungkapan perasaan serta saling membagi
pengertian (Dikutip dari Achdiat, 1997: 30). Dimana interaksi yang terjadi antar anggota
keluarga akan efektif bila tujuan dari komunikasi tersebut terpenuhi.
Ada 10 hambatan yang muncul dalam komunikasi dalam keluarga yakni dari
pengirim pesan, penyandian/symbol, media (faktor teknis), bahasa, hanya satu arah, penerima
pesan (prasangka), memberikan  balikan, hambatan fisik, hambatan semantik,psikologis
12
(Monica, 1998). Namun berdasarkan hasil wawancara dengan keenam subjek maka didapati
data mengenai hambatan komunikasi keluarga hanya ada 6 antara lain hambatan dari
pengirim pesan, hambatan dalam penyandian/symbol (keterbatasan pengetahuan
komunikator/komunikan), hambatan dari penerima pesan (prasangka), hambatan semantik,
hambatan psikologis , hambatan media. Hambatan dari pengirim pesan dimana pesan yang
akan disampaikan belum jelas bagi dirinya atau pengirim pesan, hal ini dipengaruhi  oleh
perasaan atau situasi emosional seperti subjek 3 (DW) dan subjek 4 (HP) dimana
menggunakan sisi emosionalnya dan ego masing-masing.
Hambatan dalam penyandian/symbol (keterbatasan pengetahuan
komunikator/komunikan), hal ini dapat terjadi karena bahasa yang dipergunakan tidak jelas
sehingga mempunyai arti  lebih dari satu, simbol yang dipergunakan antara si pengirim dan
penerima tidak sama atau bahasa yang dipergunakan terlalu sulit seperti pada subjek 3
(DW),subjek 4 (HP) dan subjek 1 (KN) dimana kedua subjek merasa budaya bahasa yang
terkadang arti dari bahasa daerah masing-masing memiliki makna yang berbeda sehingga
terkadang menyebabkan masalah dan keterbatasan dari anggota lain dalam menerima pesan.
Hambatan dari penerima pesan (prasangka), dimana informasi kurang diterima atau berpikir
negatif seperti yang dialami subjek 6 (NT). Kemudian hambatan semantik dimana subjek 2
(SR) dianggapberbelit-belit atau cerewet dalam menyampaikan pesan. Hambatan psikologis
pada intinya mengenai perasaan masing-masing individu seperti yang disampaikan keenam
subjek yang terkadang sudah lelah,jenuh dengan aktivitas masing-masing dan hambatan
media yang terjadi dalam penggunaan media komunikasi seperti subjek 5 (AR) yang jarang
berkomunikasi via media karena jarak dengan orangtua. Dari hambatan-hambatan diatas
maka muncul dampak seperti yang dikemukakan Djamarah (2004), dampak komunikasi
dalam keluarga yang tidak efektif (disfungsional) antara lain citra diri yang rendah dari
keluarga maupun anggota, pemusatan pada diri sendiri, kurangnya empati, ekspresi perasaan
tak jelas, kemarahan terpendam, ekspresi menghakimi, ketidakmampuan mengungkapkan
kebutuhan anak. Namun pada fenomena yang ada dari keenam subjek hanya muncul
ekspresi perasaan tak jelas yakni merasa kesal dengan pasangan atau orangtua, kemarahan
terpendam rata-rata subjek mengemukakan dampak lebih pada diri sendiri, ekspresi
menghakimi yakni pernyataan menghakimi selalu membawa kesan penilaian moral dimana
jelas bagi anak bahwa orangtua sedang mengevaluasi nilai moral anaknya seperti tampak
cerewet yang sebenarnya hanya memberi pesan-pesan serta melarang anak mengikuti
kegiatan karena khawatir. Kemudian kemarahan yang terpendam yaitu ungkapan perasaan
yang tidak jelas, tidak mengungkapkan marahnya secara jelas dan bisa saja menjadi

13
menumpuk dan justru semakin membuat hubungan menjadi tidak baik nampak pada subjek 3
(DW) dan subjek 6 (NT) ketika merasa kesal dan emosional yang muncul dari subjek
biasanya berujung pada pertengkaran. Dampak lain yang muncul dari subjek 1 (KN) dan
subjek 4 (HP) komunikasi jarak jauh menjadi berdampak antar individu dan tergantung daya
penalaran dan penerimaan masing-masing individu.
Teknik komunikasi yang efektif dalam keluarga menurut Devito (1986), antara lain
keterbukaan (opennes), perilaku suportif (supportiviness), perilaku positif (positiveness)
,empati (empathy) dan kesamaan (equality). Subjek KN, SR,AR,HP dan NT lebih
menekankan pada teknik keterbukaan (opennes) yakni saling membuka diri,mengatakan
tentang keadaan diri masing-masing tidak memendam dan saling menerima pesan dan
menyampaikan pesan satu sama lain yang membedakan hanya media seperti WA atau SMS
dan telepon atau secara langsung dalam cara penyampaiannya saja. Sedangkan subjek DW
menggunakan teknik perilaku positif yakni mengelola emosi masing-masing serta
menciptakan suasana humor.

14
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa subjek, maka dapat disimpulkan
komunikasi dalam keluarga itu sangat penting, komunikasi dalam keluarga merupakan
interaksi antara anggota keluarga baik istri, suami, maupaun anak-anak. Komunikasi yang
baik antar anggota keluarga adalah komunikasi dua arah dimana tidak saling mendominasi
melainkan porsi untuk berbicara dan mendengarkan seimbang, dibutuhkan intensitas dalam
berkomunikasi serta tujuan dari komunikasi dalam keluarga untuk mempererat keakraban
satu sama lain. Dalam kehidupan berkeluarga pasti akan mengalami hambatan-hambatan.
Hambatan yang terjadi dalam komunikasi keluarga antara lain intensitas yang kurang dalam
berinteraksi, saling menyalahkan, berbeda pendapat/ide, emosi dan ego masing-masing,
bahasa, intonasi berbicara, cara penyampaian dan penerimaan masing-masing yang berbeda.
Hambatan-hambatan tersebut dapat diatasi dengan tidak saling menyalahkan, menerima
masukan/pendapat anggota lain, memahami, saling mendengarkan dan berbicara dengan
seimbang, menciptakan suasana yang nyaman/harmonis, mengendalikan emosi, mengelola
informasi secara lebih baik dan saling mengoreksi diri masing-masing.

B. Saran

Peneliti disarankan untuk mencari subjek lebih agar lebih memperkaya informasi dan
pemahaman dari banyaknya pengalaman atau sudut pandang orang lain. Peneliti harus lebih
spesifik dan mendalam lagi tentang pembahasan mengenai Komunikasi dalam keluarga
dalam bahasan hambatan-hambatan, dampak serta cara mengatasinya.
Bagi peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya, disarankan untuk mencari
dan membaca referensi lain lebih banyak lagi sehingga hasil penelitian selanjutnya akan
semakiin baik serta dapat memperoleh ilmu pengetahuan yang baru.

15
DAFTAR PUSTAKA

Jein Kapantow & Josef S.B& Tuda Tati Ponidjan. 2013. Hubungan Komunikasi Dalam
Keluarga Dengan Perkembangan
Psikologis Anak Asia Sekolah (6-12 Tahun) Di Desa Tumaratas
Dua Kecamatan Langowan Barat. Manado; ejournal keperawatan (eKp) Volume 1.
Nomor 1. Agustus 2013.

Wahida,N. 2011. Pola Komunikasi dalam Keluarga. Musawa, jurnal Vol. 3, No. 2, Desember
2011: 163-178

Djamarah, Syaiful Bahri, 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga,
Jakarta : Rineka Cipta.

Sartika,K. 2014. 4 Hambatan Komunikasi dalam Keluarga. Diunduh dari


http://www.tabloidbintang.com/articles/gaya-hidup/psikologi/5306-4-hambatan-
komunikasi-dalam-keluarga

Sari,R. 2013. Pola Komunikasi dalam Keluarga. Diunduh dari http://informid.com/pola-


komunikasi-dalam-keluarga/

Pahlevy, T. 2011. Komunikasi dalam Keluarga. Diunduh dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24295/4/Chapter%20II.pdf

16
17

Anda mungkin juga menyukai