Anda di halaman 1dari 8

FEAR OF SUCCESS PADA WANITA KARIR DITINJAU DARI STATUS

PERNIKAHAN

Dosen Pembimbing :

Berta Esti Ari Prasetya, S.Psi., MA.

DISUSUN OLEH :

Triana Octaviani Pita 802014048

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2017
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergeseran budaya dari masyarakat tradisonal ke masyarakat modern berdampak pada

terbukanya kesempatan bagi wanita untuk bekerja di luar rumah. Seiring berjalannya

waktu dapat dilihat semakin banyak wanita yang menduduki posisi-posisi tertentu di

sebuah instansi maupun perusahaan. Bila mengingat di era R.A Kartini perempuan

diidentikkan dengan tanggung jawab urusan dapur dan mengurus anak, kini nampaknya

perjuangan pahlawan emansipasi tersebut terlihat. Sebuah survei yang dilakukan oleh

Grant Thornton menunjukkan perempuan Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia

untuk posisi di perusahaan. Hal tersebut menunjukkan model karir yang semakin

berkembang sejalan dengan berkembangnya waktu. Tak jarang wanita yang berkarir

berhenti dari dunia kerja karena berbagai alasan yang terkadang mengarahkan wanita

pada fenomena fear of success. Wanita yang berhenti mengejar karir kerena berbagai

alasan seperti cuti hamil, mengurus keluarga ataupun melanjutkan pendidikan semakin

banyak bermunculan, dan bahkan sesuatu yang dianggap cukup lumrah. Menurut laporan

resmi terkini yang berjudul Understanding Employers Attitudes Towards Women

Returning To Work (2017) dari spesialis perusahaan perekrutan tenaga kerja profesional

Robert Walters, 66% wanita yang disurvei di Indonesia menyatakan bahwa suatu saat

mereka akan berhenti bekerja. Di sisi lain, data menunjukkan 44% manajer perekrutan di

Indonesia memilih tidak mempekerjakan wanita yang kembali bekerja beberapa tahun

belakangan ini. Kekhawatiran yang diungkapkan perusahaan saat mempertimbangkan

untuk mempekerjakan wanita yang kembali bekerja termasuk bagaimana mereka

kemungkinan tidak memiliki pengetahuan tentang tren industri terbaru atau tidak akan

berkomitmen penuh pada pekerjaan mereka.


Selanjutnya berdasarkan pemetaan data yang dilakukan oleh peneliti untuk melihat

fenomena yang ada, survey dilakukan berdasarkan observasi dan interviu singkat salah

satu Bank di Salatiga yang dilakukan pada Selasa (19 Juni 2017), dimana sebagian besar

pegawainya adalah wanita usia produktif yakni berkisar _______ dengan 60 % posisi

teller diisi oleh wanita. Kemudian posisi Customer Service (CS) 70 % juga diisi oleh

wanita. Para pegawai Bank di Salatiga khususnya pegawai wanita rata-rata hampir

bekerja selama _____ tahun. Dari hasil interviu singkat didapati bahwa pegawai wanita di

Bank tersebut sudah bekerja cukup lama, namun tidak membuat pegawai wanita tertarik

untuk melakukan promosi jabatan atau tidak melanjutkan ke jabatan yang lebih tinggi

bahkan beberapa pegawai wanita ada yang mengakhiri pekerjaannya masih di jabatan

yang sama. Menurut teori yang dikemukakan Horner (1970), bahwa wanita merasa

prestasi seringkali diasosiasikan sebagai sesuatu yang sifatnya maskulin, apabila wanita

mencapai prestasi tinggi maka sifat feminimitasnya akan dipandang kurang sebagai

seorang yang maskulin. Disamping itu orientasi tugas yang sifatnya kompetitif dan

agresif, membuat wanita merasa tidak nyaman untuk melakukan perilaku yang

berhubungan dengan pencapaian prestasi, yang tampak tidak feminin dan menyebabkan

penolakan sosial, karena kebanyakan masyarakat menganggap wanita lebih pantas untuk

menampilkan motif afiliasi dalam bentuk lebih dekat dan memperhatikan orang lain

dibandingkan lebih menampilakan motif berprestasi dalam pekerjaan di luar rumah.

Berdasarkan interviu yang peneliti lakukan pada tanggal 19 Juni 2017 kepada kepala

bidang kepegawaian menyatakan bahwa terdapat 7 pegawai wanitanya mengalami fear of

success. Ketujuh pegawai wanita tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan ciri-

ciri fear of success yang dimaksudkan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 3 dari 7

pegawai wanita mengakui menghindar dari situasi yang menyebabkan terjadinya konflik.
Ketiga wanita tersebut justru cenderung menolak akan adanya tawaran promosi jabatan

yang ditawarkan oleh pimpinan, karena menghindari konflik dengan rekan kerjanya.

Mereka khawatir, tawaran promosi tersebut akan menjadi bumerang dan merusak

hubungan baik antar rekan kerja, keadaan tersebut menunjukkan bahwa mereka takut

akan penolakan di lingkungan sosial tempat mereka bekerja; selanjutnya 4 lainnya

mengaku enggan terlihat ambisius dalam mengejar karir. Menurut mereka mengiyakan

promosi jabatan dan kenaikan pangkat yang ditawarkan oleh pimpinan, akan

menunjukkan keagresifitasan mereka sebagai pegawai, oleh karenanya mereka cenderung

untuk menghindarinya dan memilih untuk bekerja dengan biasa-biasa saja.

Bekerja merupakan hal mendasar yang harus dipenuhi oleh seseorang, baik pria

maupun wanita. Hal tersebut merupakan salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan serta

aktualisasi diri seseorang. Dengan bekerja, seseorang dapat menuangkan ide kreatif dan

produktivitas yang dapat membuat seseorang dan orang lain menjadi bangga akan hasil

kerja tersebut. Ketika hasil kerjanya mendapat penghargaan atau reward membuat

seseorang tersebut menjadi lebih ingin berkarir. Pada kalangan wanita di era milenia saat

ini, semakin banyak wanita yang ingin berkarir, terutama pada wanita usia dewasa dini

yang sesuai dengan masa perkembangannya wanita memiliki tugas perkembangan yang

harus diselesaikan yaitu mulai bekerja dan menikah.


Namun ada juga wanita yang masih menjunjung prinsip untuk tidak berkarir ataupun

menjadi ibu rumah tangga dirumah dengan mendedikasikan hidupnya untuk melayani

suami dan anak-anaknya serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Keberhasilan

seorang wanita yang menjadi ibu rumah tangga dapat dilihat dari bagaimana ia mendidik

anak, membesarkan serta mengurus keperluan anak dan suami dengan baik. Dewasa ini

semakin banyak wanita yang memilih untuk ikut bekerja. Wanita semakin mampu

mengaktulisasikan dirinya, bersosialisasi diluar rumah, khususnya untuk bekerja sebagai

wanita karir, dengan demikian wanita cenderung mengembangkan potensi diri yang

dimiliki serta menunjukkan kesetaraannya dengan pria. Pandangan mengenai

keberhasilan seorang wanita pun mulai bergeser, ketika ia mampu bekerja serta mulai

mengaktulisasikan dirinya dalam dunia kerja bukan hanya mengabdi untuk mengurus

aktivitas pemenuhan rumah tangga ataupun keluarga.

Di era milinea saat ini semakin terbukanya lapangan pekerjaan untuk wanita, hal

tersebut membuat semakin bertambahnya pula pekerja wanita baik disektor industri

maupun pendidikan, meski begitu tetap wanita dapat menjalankan peran gandanya

sebagai ibu rumah tangga serta ibu bagi anak-anaknya. Namun tak jarang ada beberapa

wanita yang sudah bekerja harus merelakan pekerjaanya karena mendapat tanggapan

kurang mengenakkan dari pasangan ataupun ada hal lain yang mendesak, wanita yang

tidak dapat menjalankan peran gandanya hingga harus merelakkan karir atau mencari

pekerjaan yang waktunya lebih sedikit. Ada pula yang dapat melakukan pekerjaan dan

urusan rumah dengan baik yang membuat kaum wanita merasa puas dengan bekerja dan

mendapat penghasilan tanpa sebuah prestasi atau keberhasilan. Pernyataan tersebut

diperkuat dengan teori yang dikemukakan oleh Berk (2012) mengenai perencaan karir

pada wanita seringkali sifatnya jangka pendek dan berubah-rubah. Ada beberapa hal yang

membuat wanita perencaan karir berubah, karena melahirkan dan mengasuh anak ataupun
berbagai pertimbangan dari keluarga ketika memutuskan untuk berkarir. Wanita

cenderung takut akan keberhasilan atau menduduki jabatan yang tinggi dalam dunia kerja.

Para wanita mempunyai banyak kesempatan mengenyam pendidikan yang tinggi

untuk kemudian dapat bekerja di berbagai bidang pekerjaan. Masih sering terdengar

adanya wanita yang mengundurkan diri dari pekerjaannya dan memilih untuk menjadi ibu

rumah tangga biasa setelah menikah. Menurut Santrock (2002) yang paling umum untuk

perempuan adalah bekerja sebentar setelah menyelesaikan sekolah atau bahkan kuliah,

menikah, dan mempunyai anak, kemudian ketika anak-anak bertambah besar kembali

bekerja paruh waktu untuk membantu pendapatan suami. Jadi berdasarkan pernyataan

tersebut wanita berkerja hanya untuk membantu perekonomian keluarga saja, bukan

untuk mencapai kesuksesan.

Wanita yang menikah dan bertindak sebagai ibu rumah tangga memiliki beban tugas

yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita yang belum berstatus menikah. Peran

wanita karir yang sudah menikah cenderung akan mengalami berbagai pertimbangan dari

sudut pandangan keluarga baik dari sang anak, suami hingga urusan rumah tangga, yang

terkadang membuat wanita karir yang sudah menikah harus memikirkan peran gandanya

sebagi wanita karir dan ibu rumah tangga. Hal tersebut yang terkadang menjadi

penghambat dan menjadi tantangan wanita karir yang sudah menikah. Dilema yang

dirasakan terkadang membuat wanita karir yang sudah menikah merasa bingung akan

tuntutan pekerjaan, peran ganda, pemenuhan kebutuhan anak, konflik dengan pasangan

hingga persaingan dalam hal kerja dengan pasangan. Hal tersebut terkadang membuat

wanita menjadi stress dan menjadi beban pikiran tersendiri. Hal tersebut diperkuat oleh

Papalia, dkk (2008) yang menyatakan pasangan yang bekerja menhadapi tuntutan ekstra

dalam hal waktu, energi, konflik pekerjaan dan keluarga. Hurlock (1980) menyatakan

bahwa banyak pekerja wanita yang setelah lama bekerja di kantor merasa pasrah dan tak
sanggup lagi apabila diharapkan untuk berperan sebagai ibu rumah tangga dan ibu dari

anak-anaknya. Tujuan wanita yang sudah menikah untuk bekerja biasanya adalah untuk

mendapatkan upah agar dapat membantu suami dalam menghidupi keluarganya.

Pada dasarnya, wanita yang belum menikah (single) cenderung belum memiliki

kewajiban dan tanggung jawab sebanyak wanita yang telah menikah. Wanita yang belum

menikah memiliki lebih banyak waktu serta energi yang dituntut oleh pekerjaan dan lebih

berpeluang untuk mencapai kemajuan karir yang lebih besar daripada wanita yang sudah

menikah. Namun wanita Indonesia yang belum menikah terutama usia 25 tahun ke atas

juga sering dihadapkan pada pertanyaan kapan akan menikah, padahal masih ingin

bekerja secara maksimal. Wanita dengan usia matang akan mendapatkan tuntutan untuk

cepat menikah dari keluarga dan masyarakat. Sedangkan seorang wanita yang lebih sibuk

mengurus pekerjaan cenderung mengesampingkan urusan pernikahan.

Dalam penelitian Horner (1972) menemukan bahwa wanita merasa takut kehilangan

cinta dan dianggap dan dianggap tidak feminine menjadi alasan kuat munculnya fear of

success. Dowling (1995) menjelaskan bahwa ketakutan untuk sukses sebagai suatu

sindrom Cinderella complex, dimana wanita merasa takut untuk memanfaatkan

kemampuan dan kreativitasnya secara penuh. Seperti halnya Cinderella, wanita selalu

menggangap seorang pria mampu menolong dirinya dan mengubah kehidupannya serta

menjadikannya sebagai tempat bergantung. Wanita yang memiliki bakat akan cenderung

enggan sepenuhnya berusaha sendiri dan menyatakan kesenangannya untuk dilindungi

sebagai akibat adanya kecemasan dalam menghadapi tantangan.


Berdasarkan fenomena serta gap research yang ada antar peneliti sebelumnya,

peneliti ingin mengetahui hubungan kontrol diri penggunaan instagram dengan

gangguan kepribadian narsistik Mahasiswa Fakultas Psikologi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada perbedaan fear of success pada wanita karir ditinjau dari status

pernikahan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui perbedaan fear of success pada wanita karir ditinjau dari status

pernikahan.

D. Manfaat Penelitian

Anda mungkin juga menyukai