I. Pendahuluan
4
Singh, R., & Misra, G. (2009). Women and work: Exploring intersectionality of gender and
caste in Indian society. International Journal of Business and Management, 4(9), 170-178
55
Rudman, L. A., & Glick, P. (2001). Prescriptive gender stereotypes and backlash toward
agentic women. Journal of Social Issues, 57(4), 743-762.
Penelitian-penelitian terbaru ini menunjukkan adanya perubahan dalam pengkajian
masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mengeksplorasi masalah-masalah psikososial yang dihadapi perempuan
dalam membangun karir dan mengkaji efektivitas konseling karir dalam membantu perempuan
mengatasi masalah-masalah tersebut. Penelitian ini juga akan membandingkan hasilnya dengan
penelitian-penelitian sebelumnya untuk melihat perbedaan dan kesamaan dalam faktor-faktor
yang memengaruhi perempuan dalam membangun karirnya.6
Oleh karena itu, penelitian ini akan mengeksplorasi masalah-masalah psikososial yang
dihadapi perempuan dalam membangun karir serta mengkaji efektivitas konseling karir dalam
membantu perempuan mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini juga akan memberikan
implikasi bagi konseling karir dalam membantu perempuan membangun karir yang lebih baik
dan memperoleh kebahagiaan kerja yang lebih tinggi. Dan mengkaji efektivitas konseling karir
dalam membantu perempuan mengatasi masalah-masalah tersebut. Penelitian ini juga akan
membandingkan hasilnya dengan penelitian-penelitian sebelumnya untuk melihat perbedaan dan
kesamaan dalam faktor-faktor yang memengaruhi perempuan dalam membangun karirnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian diatas adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir?
2. Bagaimana masalah-masalah tersebut mempengaruhi keberhasilan dan kebahagiaan
perempuan dalam bekerja?
3. Bagaimana implikasi hasil penelitian ini bagi konseling karir?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian diatas memiliki tujuan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun
karir.
2. Untuk mengetahui dampak masalah-masalah tersebut terhadap keberhasilan dan
kebahagiaan perempuan dalam bekerja.
3. Untuk mengetahui implikasi hasil penelitian ini bagi konseling karir.
D. Manfaat Penelitian
6
DeRue, D. S., Ashford, S. J., & Myers, C. G. (2012). Learning agility: In search of conceptual
clarity and theoretical grounding. Industrial and Organizational Psychology, 5(3), 258-279.
Manfaat penelitian diatas adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi yang berguna bagi perempuan yang ingin membangun karir.
2. Memberikan informasi yang berguna bagi konselor karir dalam membantu perempuan
mengatasi masalah-masalah psikososial yang dihadapi dalam membangun karir.
3. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai permasalahan psikososial pada
perempuan dalam membangun karir.
7
Dardenne, B., Dumont, M., & Bollier, T. (2007). Insidious dangers of benevolent
sexism: Consequences for women's performance. Journal of Personality and Social Psychology,
93(5), 764-779.
Eagly, A. H., & Carli, L. L. (2007). Through the labyrinth: The truth about how women
8
Stereotip gender adalah persepsi umum yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Stereotip gender ini memiliki pengaruh besar pada pengembangan karir perempuan, karena
mereka sering kali menghadapi hambatan dan diskriminasi dalam dunia kerja. Dalam banyak
kasus, stereotip gender mengakibatkan perempuan dianggap kurang mampu dalam bidang
tertentu, atau dianggap tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dengan baik. Hal ini
menghambat kemajuan karir mereka dan mengakibatkan kesenjangan gender yang masih terjadi
dalam dunia kerja.9
Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan dapat mengatasi stereotip gender
dan mencapai kesuksesan dalam karir. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan
mengubah persepsi stereotip yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perempuan dapat
9
Ellemers, N., De Gilder, D., & Haslam, S. A. (2004). Motivating individuals and groups
at work: A social identity perspective on leadership and group performance. Academy of
Management Review, 29(3), 459-478.
menunjukkan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya, sehingga dapat membuktikan bahwa
mereka mampu untuk melakukan pekerjaan dengan baik.
Selain itu, perempuan juga dapat mencari dukungan dan mentor dari orang-orang yang
berpengalaman dalam bidang yang sama. Dukungan dan mentor yang tepat dapat membantu
perempuan dalam mengatasi hambatan dan kesulitan yang muncul dalam pengembangan karir
mereka. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa organisasi dapat memainkan peran
penting dalam mengatasi stereotip gender. Misalnya, organisasi dapat memberikan pelatihan
yang tepat kepada karyawan dan manajer tentang pentingnya menghilangkan stereotip gender
dalam lingkungan kerja. Selain itu, organisasi juga dapat mendorong kebijakan yang
menghindari diskriminasi terhadap perempuan dalam hal penggajian dan promosi.
Stereotip gender juga mempengaruhi persepsi terhadap perempuan dalam lingkup karir.
Beberapa stereotip gender yang masih ada dalam masyarakat, yaitu perempuan cenderung
kurang ambisius, lemah, kurang memiliki kepercayaan diri, dan terlalu emosional. Stereotip
gender ini menghambat perempuan dalam mencapai posisi yang lebih tinggi di tempat kerja.
Sebuah penelitian oleh Eagly dan Carli (2007) menemukan bahwa walaupun jumlah perempuan
yang bekerja meningkat di berbagai negara, tetapi posisi yang mereka capai masih relatif rendah
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terkait dengan adanya stereotip gender yang membuat
perempuan dianggap kurang cocok untuk bekerja pada posisi yang membutuhkan
kepemimpinan.
Studi lain juga menunjukkan bahwa stereotip gender dapat mempengaruhi keputusan
pengambilan keputusan di tempat kerja. Sebuah penelitian oleh Rudman dan Glick (2001)
menemukan bahwa orang yang memegang stereotip gender cenderung memilih kandidat pria
daripada kandidat perempuan untuk posisi yang dianggap lebih maskulin dan berkuasa. Selain
itu, mereka juga cenderung mengabaikan prestasi dan kemampuan kandidat perempuan.
Stereotip gender juga berdampak pada persepsi perempuan terhadap dirinya sendiri.
Sebuah penelitian oleh Dardenne, Dumont, dan Bollier (2007) menemukan bahwa perempuan
yang memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi tentang stereotip gender mengalami pengaruh
negatif terhadap kepercayaan diri mereka dalam pengembangan karir. Mereka cenderung
menganggap bahwa mereka kurang mampu dibandingkan dengan laki-laki dalam mencapai
posisi yang lebih tinggi di tempat kerja.
Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki tingkat
kesadaran diri yang tinggi tentang stereotip gender dapat memanfaatkan stereotip tersebut untuk
memperoleh keuntungan dalam pengembangan karir. Sebuah penelitian oleh Ellemers, De
Gilder, dan Haslam (2004) menunjukkan bahwa perempuan yang menonjolkan karakteristik
stereotip feminin seperti kelembutan dan keramahan dapat menjadi lebih disukai oleh atasan
laki-laki pada lingkup kerja. Dalam hal ini, stereotip gender dapat digunakan sebagai strategi
untuk memperoleh keuntungan di tempat kerja.
Eagly, A. H., & Steffen, V. J. (1984). Gender stereotypes stem from the distribution of
10
women and men into social roles. Journal of personality and social psychology, 46(4), 735–754.
menyebabkan kesulitan bagi perempuan untuk diakui sebagai pemimpin yang efektif atau
mendapatkan posisi penting dalam pekerjaan mereka.11
Selain itu, stereotip gender juga dapat mempengaruhi pilihan karir perempuan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa stereotip gender menyebabkan perempuan cenderung memilih
karir yang sesuai dengan gender mereka, seperti pekerjaan di bidang pendidikan, perawatan
kesehatan, atau administrasi, sedangkan pilihan karir di bidang teknis atau bisnis yang dianggap
maskulin cenderung dihindari oleh perempuan (Ceci & Williams, 2011; Correll, Benard, & Paik,
2007).
Stereotip gender juga dapat mempengaruhi evaluasi atas kinerja perempuan di tempat
kerja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan sering dinilai kurang kompeten atau
kurang berhasil dalam pekerjaan mereka, bahkan jika kinerja mereka sama dengan rekan laki-
laki mereka (Heilman & Okimoto, 2007; Rudman & Glick, 2001). Hal ini dapat menyebabkan
perempuan mengalami kesulitan dalam naik jabatan atau mendapatkan penghargaan yang
seharusnya mereka dapatkan.
Namun, tidak semua perempuan mengalami pengaruh negatif stereotip gender dalam
pengembangan karir mereka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor dapat
mengurangi dampak stereotip gender dalam karir perempuan, seperti dukungan sosial dari rekan
kerja, mentor, atau keluarga, dan kemampuan untuk membangun jaringan profesional yang kuat
(Eagly & Carli, 2007; Schein, 2007). Selain itu, beberapa program konseling karir dan pelatihan
profesional juga dapat membantu perempuan untuk mengatasi pengaruh stereotip gender dalam
karir mereka.
Dalam rangka untuk mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja dan memastikan
bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam pengembangan karir mereka, penting
untuk mengatasi stereotip gender dan mempromosikan agenda-agenda positif terkait gender
secara keseluruhan. Sehingga stereotip gender yang masih melekat di masyarakat sangat
mempengaruhi pengembangan karir perempuan. Stereotip gender dapat menghasilkan
diskriminasi dan ketidakadilan dalam dunia kerja yang membuat perempuan kesulitan untuk naik
Heilman, M. E. (1983). Sex bias in work settings: The lack of fit model. Research in
11
Dalam mengatasi stereotip gender dan memperjuangkan kesetaraan gender dalam dunia
kerja, peran konseling karir sangat penting. Konselor karir dapat membantu perempuan dalam
mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pengembangan karir mereka,
mengatasi stereotip gender yang mungkin menghalangi mereka dalam mencapai tujuan karir, dan
memberikan dukungan serta saran-saran praktis untuk memperjuangkan hak-hak mereka dalam
dunia kerja.
12
Lyness, K. S., & Heilman, M. E. (2006). When fit is fundamental: Performance
evaluations and promotions of upper-level female and male managers. Journal of Applied
Psychology, 91(4), 777–785.
13
Reskin, B. F., & Padavic, I. (1994). Women and men at work: A sociological
perspective. Pine Forge Press.
14
Stoker, J. I., Van der Velde, M., & Lammers, J. (2012). Stereotype threat and gender
differences in performance on a realistic job preview. Journal of Business and Psychology, 27(1),
b. Diskriminasi dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Psikologis Perempuan
dalam Karir
Diskriminasi di tempat kerja seringkali menjadi masalah bagi perempuan, yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka dalam karir. Diskriminasi di sini dapat berasal
dari berbagai faktor, seperti jenis kelamin, usia, agama, orientasi seksual, atau ras. Perempuan
seringkali menjadi sasaran diskriminasi karena mereka dianggap kurang mampu dibandingkan
dengan rekan pria mereka. Diskriminasi dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan
dalam karir dengan berbagai cara untuk kepentingan bersama.
Salah satu dampak dari diskriminasi adalah stres. Perempuan yang mengalami
diskriminasi di tempat kerja seringkali merasa tertekan dan khawatir tentang bagaimana orang
lain memandang mereka. Stres ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental yang
serius, termasuk gangguan tidur, kelelahan, dan depresi. Perempuan yang mengalami
diskriminasi juga dapat mengalami ketidakadilan dalam hal promosi dan gaji. Mereka dapat
merasa terpinggirkan dari kesempatan untuk mendapatkan promosi atau pekerjaan yang lebih
baik karena diskriminasi. Perempuan yang merasa mereka tidak mendapatkan pengakuan yang
pantas atas prestasi mereka dapat merasa tidak berharga dan kehilangan motivasi untuk terus
berkembang dalam karir mereka.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Science menemukan bahwa
perempuan yang mengembangkan cara-cara adaptif untuk mengatasi diskriminasi di tempat kerja
memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dan lebih mungkin untuk mencapai
kesuksesan dalam karir mereka.
c. Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja serta Pengaruhnya terhadap Pengembangan
Karir Perempuan
Hebl, M. R., & Skorinko, J. L. (2012). Overcoming benevolent sexism, avoiding hostile
15
sexism: Women's reactions to stereotype ambiguity. Psychological Science, 23(7), 743-747. doi:
10.1177/0956797612437422
Perempuan seringkali dihadapkan pada peran ganda sebagai ibu dan pekerja, yang dapat
memengaruhi pengembangan karir mereka. Peran ganda ini dapat menyebabkan konflik antara
tanggung jawab keluarga dan pekerjaan, serta dapat memengaruhi produktivitas dan kinerja
perempuan di tempat kerja (Lobel dan Kossek, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa
perempuan yang mengalami peran ganda yang tinggi lebih mungkin mengalami stres dan
kelelahan, serta lebih mungkin mengalami kesulitan dalam pengembangan karir mereka (Hill,
Hawkins, dan Miller, 1996). Oleh karena itu, dukungan dari keluarga dan lingkungan kerja dapat
membantu perempuan dalam mengatasi peran ganda dan membangun karir mereka (Greenhaus
dan Powell, 2006).
Perempuan memiliki peran ganda sebagai ibu dan pekerja, yang seringkali menimbulkan
konflik dalam pengembangan karir mereka. Masalah kesetaraan gender masih menjadi isu yang
kompleks dan berkelanjutan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Menjadi ibu dan pekerja
sekaligus menempatkan perempuan dalam situasi yang penuh tantangan, di mana mereka harus
mengatur waktu dan tugas dengan bijak, serta mengatasi stigma dan diskriminasi di tempat kerja.
Penelitian menunjukkan bahwa peran ganda ini dapat mempengaruhi pengembangan karir
perempuan dengan berbagai cara, baik positif maupun negatif.
1. Pengaruh Positif Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja terhadap Pengembangan Karir
Perempuan
Peran ganda sebagai ibu dan pekerja sebenarnya dapat memberikan pengaruh positif
terhadap pengembangan karir perempuan. Menjadi seorang ibu dapat meningkatkan
keterampilan multitasking, kemampuan manajemen waktu, dan fleksibilitas dalam bekerja.
Kemampuan ini dapat sangat berguna dalam lingkungan kerja yang dinamis dan menuntut.
Perempuan yang mampu mengatasi peran ganda ini juga dapat menunjukkan kemampuan
mengelola stres, kreativitas, dan tanggung jawab yang baik, yang dapat membantu dalam
pengembangan karir.
Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki peran ganda sebagai ibu dan
pekerja juga lebih termotivasi untuk mencapai kesuksesan dalam karir mereka. Sebuah studi
yang dilakukan oleh Catalyst menemukan bahwa perempuan yang menjadi ibu cenderung lebih
ambisius dalam karir mereka dibandingkan dengan perempuan yang tidak menjadi ibu. Mereka
merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk memberikan contoh positif bagi anak-
anak mereka, dan menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga mereka.16
2. Pengaruh Negatif Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja terhadap Pengembangan
Karir Perempuan
Namun, peran ganda sebagai ibu dan pekerja juga dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap pengembangan karir perempuan. Beban kerja yang berat dan tuntutan keluarga yang
tinggi dapat mengakibatkan perempuan merasa stres dan kelelahan, yang dapat mempengaruhi
kinerja mereka di tempat kerja. Selain itu, perempuan seringkali mengalami diskriminasi di
tempat kerja karena peran ganda mereka, seperti pengabaian dalam promosi, penilaian yang tidak
adil, dan penggajian yang lebih rendah.
Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki peran ganda sebagai ibu dan
pekerja juga lebih mungkin untuk mengalami konflik antara tuntutan pekerjaan dan keluarga.
Studi menunjukkan bahwa konflik ini dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan,
seperti stres, kelelahan, dan depresi. Konflik antara peran ganda juga dapat membuat perempuan
merasa sulit untuk mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan kehid hidupan pribadi, yang
dapat menghambat pengembangan karir mereka.17
3. Solusi dan Strategi Mengatasi Pengaruh Negatif Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja
1. Mencari dukungan dari keluarga dan teman-teman untuk membantu dalam tugas-
tugas rumah tangga dan merawat anak-anak. Hal ini dapat membantu mengurangi
beban kerja dan meningkatkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
16
Catalyst. (2013). The Great Debate: Working Mothers vs. Stay-at-Home Mothers.
Retrieved from https://www.catalyst.org/research/the-great-debate-working-mothers-vs-stay-at-
home-mothers/
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of Conflict Between Work and
17
19
Kossek, E. E., & Ozeki, C. (1998). Work-family Conflict, Policies, and the Job-Life
Satisfaction Relationship: A Review and Directions for Organizational Behavior-Human
Resources Research. Journal of Applied Psychology, 83(2), 139–149.
https://doi.org/10.1037/0021-9010.83.2.139
10. Menjaga komunikasi yang terbuka dengan pasangan atau keluarga tentang harapan
dan kebutuhan masing-masing. Hal ini dapat membantu mengurangi konflik dan
memperbaiki hubungan keluarga.
Perempuan juga dapat mencari inspirasi dan bimbingan dari tokoh-tokoh perempuan
yang berhasil mengatasi peran ganda sebagai ibu dan pekerja. Contohnya, Sheryl Sandberg,
COO Facebook, menggambarkan pengalaman pribadinya sebagai seorang ibu dan pekerja dalam
bukunya yang berjudul Lean In. Buku ini memberikan saran dan inspirasi bagi perempuan yang
ingin mengembangkan karir dan menjalani peran ganda.20
Peran ganda sebagai ibu dan pekerja dapat memengaruhi pengembangan karir
perempuan. Tuntutan dari keluarga dan pekerjaan dapat menyebabkan stres, menghambat
promosi, dan menurunkan kepercayaan diri. Namun, perempuan dapat mengambil langkah-
langkah untuk mengatasi pengaruh negatif dari peran ganda, seperti mencari dukungan dari
keluarga dan teman-teman, memilih lingkungan kerja yang mendukung kesetaraan gender,
mengembangkan keterampilan profesional, dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan
keluarga. Dengan strategi yang tepat, perempuan dapat mengembangkan karir mereka dan
memperjuangkan kesetaraan gender di tempat kerja.21
Peran ganda sebagai ibu dan pekerja telah menjadi isu yang semakin menonjol dalam
diskusi mengenai kesetaraan gender di tempat kerja. Perempuan dengan peran ganda sering kali
menghadapi tantangan dan kesulitan dalam memenuhi tuntutan yang berbeda antara keluarga dan
pekerjaan. Sebagai ibu, mereka harus memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan anak dan
keluarga, sementara sebagai pekerja, mereka harus memenuhi tuntutan tugas dan tanggung jawab
di tempat kerja. Tidak jarang, konflik antara tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga
menghasilkan stres dan ketidakpuasan kerja yang dapat mempengaruhi karir perempuan.
Ketika perempuan bergabung dengan pasar tenaga kerja, mereka sering diharapkan
memiliki komitmen yang sama dengan rekan kerja laki-laki mereka, yang umumnya tidak
20
Catalyst. (2013). The Great Debate: Working Mothers vs. Stay-at-Home Mothers.
Retrieved from https://www.catalyst.org/research/the-great-debate-working-mothers-vs-stay-at-
home-mothers/
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of Conflict Between Work and
21
Beberapa kebijakan yang dirancang untuk membantu perempuan dengan peran ganda
mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga antara lain program cuti keluarga,
kebijakan fleksibilitas kerja, dan dukungan dalam perawatan anak. Namun, terlepas dari
kebijakan tersebut, banyak perusahaan masih kurang sensitif terhadap kebutuhan dan tantangan
yang dihadapi oleh perempuan dengan peran ganda.23
Sebuah studi oleh Kossek dan Ozeki (1998) menemukan bahwa erusahaan yang
memberikan dukungan yang lebih besar untuk perempuan dengan peran ganda, seperti cuti
Haryanto, J. (2020). Peran Ganda Wanita dalam Keluarga dan Pekerjaan. Retrieved
22
from https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/02/174800369/peran-ganda-wanita-dalam-
keluarga-dan-pekerjaan
23
Kossek, E. E., & Ozeki, C. (1998). Work–family conflict, policies, and the job–life
satisfaction relationship: A review and directions for organizational behavior–human resources
research. Journal of Applied Psychology, 83(2), 139-149.
keluarga yang lebih panjang dan fleksibilitas kerja, cenderung memiliki karyawan yang lebih
produktif dan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan yang
memperhatikan kebutuhan karyawan mereka juga memiliki keuntungan dalam merekrut dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.
Pengaruh peran ganda juga dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti status
sosial ekonomi, pendidikan, dan budaya. Sebagai contoh, perempuan dengan peran ganda yang
tinggal di daerah pedesaan mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar dalam memperoleh
akses ke layanan perawatan anak dan dukungan dalam mengembangkan karir mereka. Meskipun
masih ada kendala dalam mencapai kesetaraan gender di tempat kerja, beberapa perusahaan telah
melakukan upaya untuk mendorong partisipasi dan pengembangan karir perempuan dengan
peran ganda. Misalnya, perusahaan-perusahaan di Jepang telah mengadopsi kebijakan
fleksibilitas kerja untuk membantu perempuan yang memiliki peran ganda agar dapat tetap
bekerja tanpa mengorbankan tanggung jawab keluarga mereka. Hal ini telah membantu
perempuan di Jepang untuk meningkatkan partisipasi mereka di pasar tenaga kerja dan
memperoleh posisi kepemimpinan.24
Di Indonesia, beberapa perusahaan juga telah melakukan inisiatif serupa. Sebagai contoh,
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah mengadopsi kebijakan "family-friendly" yang memberikan
dukungan untuk karyawan yang memiliki peran ganda dengan menyediakan layanan perawatan
anak, cuti keluarga yang lebih panjang, dan program pelatihan dan pengembangan karir untuk
karyawan wanita.25
27
Eagly, A. H., & Karau, S. J. (2002). Role congruity theory of prejudice toward female leaders.
Psychological Review, 109(3), 573-598.
28
Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (1994). Toward a unifying social cognitive theory of
career and academic interest, choice, and performance. Journal of Vocational Behavior, 45(1), 79-122.
regresi linear untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor psikososial dengan
pengembangan karir perempuan.29
Selain itu, hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang
bermanfaat bagi organisasi dan perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif
dan mendukung pengembangan karir perempuan. Rekomendasi tersebut dapat mencakup
pengembangan program-program pelatihan dan pengembangan karir khusus untuk perempuan,
peningkatan kesadaran akan isu-isu gender dan kesetaraan di tempat kerja, serta pengembangan
kebijakan yang lebih inklusif.30
A. Variabel Penelitian
Penelitian seringkali mempelajari pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lain.
Variabel bebas atau independent variable merupakan variabel yang dimanipulasi oleh peneliti
untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel terikat atau dependent variable. Dalam penelitian
ini, variabel bebas yang akan dipelajari adalah jenis konseling karir yang diberikan, yaitu
konseling karir individual dan konseling karir kelompok.
Jenis konseling karir dapat mempengaruhi pengalaman konseling karir dan hasil yang
didapat oleh individu. Konseling karir individual dapat memberikan keuntungan dalam hal
pengalaman yang lebih personal dan mendalam, sementara konseling karir kelompok dapat
memberikan keuntungan dalam hal memperluas jaringan sosial dan mendapatkan dukungan dari
sesama anggota kelompok. Namun, belum banyak penelitian yang membandingkan pengaruh
kedua jenis konseling karir ini terhadap pengembangan karir perempuan.
Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Ryan (2003) menunjukkan bahwa konseling
karir individual dan kelompok dapat memberikan manfaat yang sama dalam hal pengembangan
29
Miller, E. L., & Swift, J. K. (2016). The effectiveness of cognitive-behavioral therapy: A
review of meta-analyses. Cognitive Therapy and Research, 40(2), 257-268.
30
Sue, D. W., Capodilupo, C. M., Torino, G. C., Bucceri, J. M., Holder, A. M. B., Nadal, K. L., &
Esquilin, M. (2007). Racial microaggressions in everyday life: Implications for clinical practice.
American Psychologist, 62(4), 271-286.
karir. Namun, penelitian ini hanya melibatkan partisipan laki-laki dan tidak mempertimbangkan
pengaruh gender dalam pengalaman konseling karir. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang
lebih mendalam untuk mengeksplorasi pengaruh dari jenis konseling karir terhadap
pengembangan karir perempuan.31
Variabel terikat atau dependent variable merupakan variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas atau independent variable. Dalam penelitian ini, variabel terikat yang akan
dipelajari adalah tingkat keberhasilan perempuan dalam membangun karir serta peningkatan
kebahagiaan kerja. Dua variabel ini merupakan hal yang penting dalam pengembangan karir
perempuan karena memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan psikologis dan
profesional perempuan.
Keberhasilan dalam membangun karir dapat didefinisikan sebagai kemajuan karir yang
dicapai oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor seperti promosi, peningkatan
gaji, dan pengakuan profesional dapat dijadikan ukuran untuk mengukur tingkat keberhasilan
dalam membangun karir. Sedangkan kebahagiaan kerja dapat diukur melalui faktor-faktor seperti
kepuasan kerja, keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, dan motivasi kerja.
31
Brown, S. D., & Ryan, K. M. (2003). The benefits of being present: Mindfulness and its role in
psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 84(4), 822-848.
32
Juntunen, C. L., Niles, S. G., & Neault, R. A. (2013). Counseling psychology and
career development. John Wiley & Sons.
Populasi penelitian ini adalah perempuan yang sedang membangun karir di berbagai
sektor. Sampel diambil secara acak (random sampling) dari populasi tersebut dengan jumlah
partisipan sebanyak 40 orang.
Kuesioner digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat keberhasilan dan
kebahagiaan kerja perempuan yang telah mengikuti konseling karir. Kuesioner ini dirancang
untuk mengumpulkan data secara kuantitatif melalui pertanyaan-pertanyaan terstruktur yang
terkait dengan karir dan kebahagiaan kerja. Pertanyaan dalam kuesioner ini akan mencakup
aspek-aspek seperti pencapaian tujuan karir, kepuasan kerja, dukungan dari lingkungan kerja,
dan faktor-faktor lain yang berkontribusi pada keberhasilan dan kebahagiaan kerja perempuan.
Pengisian kuesioner ini akan dilakukan oleh partisipan penelitian setelah mengikuti konseling
karir.
Kuesioner ini telah diadaptasi dari kuesioner yang telah terbukti validitas dan
reliabilitasnya dalam penelitian sebelumnya terkait karir dan kebahagiaan kerja. Selain itu,
kuesioner ini juga akan diuji coba pada sejumlah kecil partisipan untuk memastikan kejelasan
dan kemudahan pengisian, serta untuk memperbaiki dan menyempurnakan kuesioner jika
diperlukan. Data yang dikumpulkan dari kuesioner ini akan dianalisis secara statistik untuk
menentukan tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja perempuan setelah mengikuti konseling
karir, serta untuk mengevaluasi efektivitas dari jenis konseling karir yang diberikan.33
Untuk mengukur efektivitas konseling karir, penelitian ini akan menggunakan skala yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebelumnya. Skala ini akan meliputi beberapa indikator
seperti pemahaman peserta tentang tujuan konseling, kepuasan peserta terhadap proses
konseling, pemahaman peserta terhadap diri sendiri dan lingkungannya, serta perencanaan karir
yang telah disusun. Skala tersebut akan dibuat dalam bentuk rating scale yang terdiri dari
pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan indikator yang telah ditentukan. Peserta penelitian
33
Tay, L., & Diener, E. (2011). Needs and subjective well-being around the world. Journal of
personality and social psychology, 101(2), 354.
akan diminta untuk memberikan rating dari 1 sampai 5, di mana 1 berarti tidak setuju dan 5
berarti sangat setuju, untuk setiap pernyataan yang terdapat pada skala tersebut. Setelah itu,
rating peserta akan dijumlahkan untuk mendapatkan nilai akhir dari skala efektivitas konseling
karir.34
Wawancara terstruktur digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini
untuk memperoleh informasi lebih detail mengenai masalah-masalah psikososial yang dihadapi
perempuan dalam membangun karir. Wawancara terstruktur merupakan teknik wawancara yang
telah diatur sebelumnya dan dilakukan secara sistematis untuk memperoleh data yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, wawancara terstruktur akan dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang dirancang sebelumnya untuk mengarahkan arah
wawancara. Pertanyaan dalam daftar pertanyaan terstruktur ini berfokus pada masalah-masalah
psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir, seperti kesulitan dalam
menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, kesulitan dalam mencapai keseimbangan antara
kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan karir.
D. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ialah sebagaimana berikut;
1. Pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling
2. Partisipan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok individual dan kelompok
kelompok
3. Kelompok individual akan diberikan konseling karir secara individual, sedangkan
kelompok kelompok akan diberikan konseling karir secara kelompok
4. Setelah selesai melakukan konseling karir, partisipan diminta untuk mengisi
kuesioner tentang tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja
5. Setelah pengisian kuesioner, partisipan dari kedua kelompok akan diwawancarai
terkait dengan masalah-masalah psikososial yang dihadapi dalam membangun karir.
6. Data dianalisis menggunakan uji statistik.
Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(1), 1-16.
E. Analisis Data
Adapun analisis data yang digunakan untuk penelitian ialah sebagai berikut;
a. Analisis deskriptif adalah teknik analisis data yang digunakan untuk menggambarkan
karakteristik sampel, variabel penelitian, atau faktor lain yang relevan dengan
penelitian. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran mengenai karakteristik sampel, tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja,
serta keefektifan konseling karir. Dalam melakukan analisis deskriptif, data yang
telah terkumpul akan diolah dengan menggunakan teknik statistik sederhana seperti
mean, median, modus, dan persentil. Hasil analisis deskriptif akan memberikan
gambaran yang jelas mengenai data penelitian dan memudahkan peneliti untuk
memahami dan menjelaskan hasil penelitian.
b. Analisis inferensial dengan menggunakan uji independent samples t-test untuk
membandingkan tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja antara kelompok
individual dan kelompok kelompok.
c. Analisis tematik adalah salah satu teknik analisis kualitatif yang digunakan untuk
menganalisis data dalam bentuk teks seperti wawancara, catatan lapangan, atau
dokumen. Dalam penelitian ini, analisis tematik digunakan untuk menganalisis
wawancara terstruktur yang dilakukan dengan responden. Analisis tematik akan
membantu peneliti dalam mengeksplorasi tema-tema atau pola-pola yang muncul dari
wawancara, sehingga memudahkan peneliti dalam memahami fenomena yang sedang
diteliti. Langkah pertama dalam analisis tematik adalah membaca dan memahami
data yang telah dikumpulkan secara keseluruhan. Setelah itu, data akan dikodekan
dengan menggunakan kategori-kategori yang relevan dengan penelitian. Kemudian,
kategori-kategori yang telah dihasilkan akan dianalisis untuk menemukan tema-tema
atau pola-pola tertentu. Hasil dari analisis tematik akan memberikan pemahaman
yang lebih dalam tentang masalah-masalah psikososial yang dihadapi perempuan
dalam membangun karir dan memberikan implikasi bagi konseling karir.
F. Etika Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengikuti standar etika penelitian yang berlaku.
Partisipan akan diinformasikan mengenai tujuan penelitian dan hak-hak yang mereka miliki
sebelum memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Partisipan juga akan dijamin
kerahasiaan identitas dan data yang diberikan, serta diberikan jaminan bahwa hasil penelitian
tidak akan digunakan untuk kepentingan lain selain penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA