Anda di halaman 1dari 26

"Eksplorasi Masalah Psikososial yang dihadapi Perempuan dalam Membangun Karir:

Implikasi bagi Konseling Karir"

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah


Perempuan merupakan salah satu kelompok yang memiliki potensi dan kapabilitas yang
sama dengan laki-laki dalam membangun karir. Namun, masih banyak perempuan yang
mengalami masalah dalam membangun karirnya akibat adanya faktor-faktor psikososial yang
mempengaruhinya seperti stereotip gender, diskriminasi, dan peran ganda sebagai ibu dan
pekerja. Masalah-masalah tersebut memengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan serta
pengembangan karirnya.1
Konseling karir merupakan salah satu solusi yang dapat membantu individu dalam
mengatasi masalah-masalah psikososial yang dihadapi dalam membangun karirnya. Namun,
belum banyak penelitian yang mengkaji efektivitas konseling karir dalam membantu perempuan
mengatasi masalah-masalah psikososial tersebut.2
Masalah-masalah psikososial yang dihadapi oleh perempuan dalam membangun karir
masih menjadi topik yang relevan untuk dibahas. Hal ini karena masih banyak perempuan yang
mengalami kesulitan dalam mencapai kesuksesan dalam karir mereka. Perempuan tidak pernah
lepas dari stretoip ganda, baik itu sebagai ibu dan pekerja maupun kompleksitas stigma sosial
lainnya. Masalah-masalah tersebut memengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan serta
pengembangan karirnya.3
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi perempuan dalam membangun karirnya. Penelitian yang dilakukan oleh Biernat
dan Fuegen (2001) menemukan bahwa ketika standar penilaian berubah, penilaian kompetensi
berbasis gender menjadi lebih kompleks. Sementara itu, penelitian oleh Creed dan Muller (2010)
1
Biernat, M., & Fuegen, K. (2001). Shifting standards and the evaluation of competence:
Complexity in gender-based judgment and decision making. Journal of Social Issues, 57(4), 707-724.
2
Creed, P. A., & Muller, J. (2010). Career counseling for women. In Handbook of counseling
women (pp. 71-88). Sage Publications.
3
Rudman, L. A., & Glick, P. (2001). Prescriptive gender stereotypes and backlash toward
agentic women. Journal of Social Issues, 57(4), 743-762.
menunjukkan bahwa perempuan memerlukan konseling karir yang berbeda dengan laki-laki,
mengingat adanya pengaruh stereotip gender dalam mempengaruhi pilihan karir mereka. Di sisi
lain, penelitian oleh Rudman dan Glick (2001) menemukan bahwa stereotype gender
memengaruhi penilaian terhadap perempuan yang memiliki sifat agenik.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa perempuan memiliki kebutuhan yang
berbeda dalam membangun karir mereka dibandingkan dengan laki-laki. Stereotip gender dan
diskriminasi masih menjadi masalah yang dihadapi oleh perempuan dalam membangun karir
mereka. Konseling karir dapat menjadi solusi untuk membantu perempuan mengatasi masalah-
masalah psikososial tersebut. Namun, belum banyak penelitian yang mengkaji efektivitas
konseling karir dalam membantu perempuan mengatasi masalah-masalah tersebut.4
Perempuan di dunia kerja masih dihadapkan pada berbagai masalah psikososial yang
berpengaruh pada perkembangan karir mereka. Stereotip gender, diskriminasi, dan peran ganda
sebagai ibu dan pekerja adalah beberapa faktor yang memengaruhi kesejahteraan psikologis
perempuan serta pengembangan karirnya. Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat
penelitian terbaru yang menunjukkan perubahan dan perkembangan dalam pengkajian masalah-
masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir.5
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh DeRue, Ashford, dan Myers (2012) menunjukkan
bahwa perempuan lebih banyak mengalami gangguan psikologis dalam bekerja dibandingkan
dengan laki-laki. Faktor yang memengaruhi hal ini adalah kurangnya dukungan dan pengakuan
dari atasan serta kesulitan dalam menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga.
Penelitian ini menunjukkan pentingnya dukungan atasan dalam membantu perempuan dalam
mengatasi masalah psikologis dan mengembangkan karir mereka.
Selain itu, penelitian oleh Lent dan Brown (2013) menunjukkan bahwa konseling karir
yang efektif harus mempertimbangkan faktor-faktor psikososial seperti self-efficacy,
perencanaan karir, dan coping. Penelitian ini juga menekankan pentingnya memahami perbedaan
individu dan kebutuhan mereka dalam membangun karir.

4
Singh, R., & Misra, G. (2009). Women and work: Exploring intersectionality of gender and
caste in Indian society. International Journal of Business and Management, 4(9), 170-178
55
Rudman, L. A., & Glick, P. (2001). Prescriptive gender stereotypes and backlash toward
agentic women. Journal of Social Issues, 57(4), 743-762.
Penelitian-penelitian terbaru ini menunjukkan adanya perubahan dalam pengkajian
masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir. Oleh karena itu,
penelitian ini akan mengeksplorasi masalah-masalah psikososial yang dihadapi perempuan
dalam membangun karir dan mengkaji efektivitas konseling karir dalam membantu perempuan
mengatasi masalah-masalah tersebut. Penelitian ini juga akan membandingkan hasilnya dengan
penelitian-penelitian sebelumnya untuk melihat perbedaan dan kesamaan dalam faktor-faktor
yang memengaruhi perempuan dalam membangun karirnya.6
Oleh karena itu, penelitian ini akan mengeksplorasi masalah-masalah psikososial yang
dihadapi perempuan dalam membangun karir serta mengkaji efektivitas konseling karir dalam
membantu perempuan mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini juga akan memberikan
implikasi bagi konseling karir dalam membantu perempuan membangun karir yang lebih baik
dan memperoleh kebahagiaan kerja yang lebih tinggi. Dan mengkaji efektivitas konseling karir
dalam membantu perempuan mengatasi masalah-masalah tersebut. Penelitian ini juga akan
membandingkan hasilnya dengan penelitian-penelitian sebelumnya untuk melihat perbedaan dan
kesamaan dalam faktor-faktor yang memengaruhi perempuan dalam membangun karirnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian diatas adalah sebagai berikut;
1. Bagaimana masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir?
2. Bagaimana masalah-masalah tersebut mempengaruhi keberhasilan dan kebahagiaan
perempuan dalam bekerja?
3. Bagaimana implikasi hasil penelitian ini bagi konseling karir?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian diatas memiliki tujuan sebagai berikut;
1. Untuk mengetahui masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun
karir.
2. Untuk mengetahui dampak masalah-masalah tersebut terhadap keberhasilan dan
kebahagiaan perempuan dalam bekerja.
3. Untuk mengetahui implikasi hasil penelitian ini bagi konseling karir.
D. Manfaat Penelitian
6
DeRue, D. S., Ashford, S. J., & Myers, C. G. (2012). Learning agility: In search of conceptual
clarity and theoretical grounding. Industrial and Organizational Psychology, 5(3), 258-279.
Manfaat penelitian diatas adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi yang berguna bagi perempuan yang ingin membangun karir.
2. Memberikan informasi yang berguna bagi konselor karir dalam membantu perempuan
mengatasi masalah-masalah psikososial yang dihadapi dalam membangun karir.
3. Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai permasalahan psikososial pada
perempuan dalam membangun karir.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Stereotip gender adalah keyakinan yang disepakati oleh masyarakat mengenai
karakteristik dan peran yang harus dimiliki oleh laki-laki dan perempuan dalam budaya mereka.
Stereotip gender ini terus berkembang di dalam masyarakat dan sangat mempengaruhi berbagai
aspek kehidupan, termasuk dalam karier. Stereotip gender muncul dari stereotip sosial dan
terkadang sulit untuk ditepis karena sudah melekat pada pemikiran manusia. Stereotip gender
dapat menempatkan perempuan dalam kategori tertentu yang menentukan peran dan tanggung
jawab mereka dalam kehidupan sosial, termasuk dalam dunia kerja. Sebagai contoh, stereotype
gender menempatkan perempuan sebagai "penjaga rumah" dan "ibu rumah tangga" yang
mengarah pada kurangnya kesempatan kerja bagi perempuan.7

Selain itu stereotip gender dapat mempengaruhi pengembangan karir perempuan.


Stereotip gender yang mengidentifikasi perempuan dengan peran yang terbatas pada pekerjaan
domestik dan memprioritaskan tugas keluarga, dapat menghambat kemajuan karir mereka.
Stereotip gender juga dapat mempengaruhi persepsi orang lain terhadap perempuan dalam
lingkungan kerja, seperti pandangan bahwa perempuan kurang kompeten dalam pekerjaan teknis
atau kurang cocok untuk posisi kepemimpinan. Akibatnya, perempuan dapat mengalami
kesulitan dalam mencapai kemajuan karir yang setara dengan pria dan memperoleh pengakuan
yang pantas atas prestasi mereka. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatasi
stereotip gender dalam pengembangan karir perempuan untuk memastikan kesetaraan dan
keadilan di tempat kerja.8

a. Stereotip Gender dan Pengaruhnya terhadap Pengembangan Karir Perempuan

Stereotip gender merupakan pandangan yang umumnya dipegang oleh masyarakat


mengenai bagaimana seharusnya seorang pria atau wanita bertindak atau berperilaku. Stereotip
gender yang masih lazim di masyarakat seringkali menjadi kendala bagi perempuan dalam
membangun karirnya. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Eagly dan Karau (2002),
mereka menemukan bahwa stereotip gender dapat memengaruhi persepsi orang terhadap

7
Dardenne, B., Dumont, M., & Bollier, T. (2007). Insidious dangers of benevolent
sexism: Consequences for women's performance. Journal of Personality and Social Psychology,
93(5), 764-779.
Eagly, A. H., & Carli, L. L. (2007). Through the labyrinth: The truth about how women
8

become leaders. Boston, MA: Harvard Business School Press.


kemampuan perempuan dalam bidang yang secara tradisional dianggap sebagai milik pria.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa stereotip gender dapat memengaruhi persepsi atasan
dan rekan kerja terhadap kinerja perempuan (Heilman, 2001). Hal ini dapat berdampak pada
penilaian kinerja dan kesempatan promosi yang diterima oleh perempuan dalam karirnya.

Stereotip gender adalah persepsi umum yang melekat pada jenis kelamin tertentu.
Stereotip gender ini memiliki pengaruh besar pada pengembangan karir perempuan, karena
mereka sering kali menghadapi hambatan dan diskriminasi dalam dunia kerja. Dalam banyak
kasus, stereotip gender mengakibatkan perempuan dianggap kurang mampu dalam bidang
tertentu, atau dianggap tidak dapat memenuhi tuntutan pekerjaan dengan baik. Hal ini
menghambat kemajuan karir mereka dan mengakibatkan kesenjangan gender yang masih terjadi
dalam dunia kerja.9

Penelitian menunjukkan bahwa stereotip gender memiliki dampak negatif pada


pengembangan karir perempuan. Sebagai contoh, perempuan sering kali dianggap kurang
mampu dalam bidang teknologi atau sains, sehingga mereka jarang dipromosikan ke posisi
kepemimpinan dalam industri tersebut. Stereotip juga dapat membuat perempuan merasa tidak
percaya diri dan tidak mampu dalam melaksanakan tugas yang diberikan.

Penelitian lain menunjukkan bahwa stereotip gender dapat menghambat perempuan


dalam memperoleh kesempatan dan dukungan yang diperlukan untuk sukses dalam karir.
Sebagai contoh, dalam banyak organisasi, perempuan seringkali tidak mendapatkan mentor atau
dukungan yang sama seperti yang diberikan kepada rekan laki-laki mereka. Stereotip gender juga
dapat membuat perempuan dianggap kurang ideal sebagai kandidat untuk posisi tertentu,
sehingga mereka tidak dipertimbangkan dalam proses seleksi karyawan.

Namun, penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan dapat mengatasi stereotip gender
dan mencapai kesuksesan dalam karir. Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan
mengubah persepsi stereotip yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Perempuan dapat

9
Ellemers, N., De Gilder, D., & Haslam, S. A. (2004). Motivating individuals and groups
at work: A social identity perspective on leadership and group performance. Academy of
Management Review, 29(3), 459-478.
menunjukkan kemampuan dan keahlian yang dimilikinya, sehingga dapat membuktikan bahwa
mereka mampu untuk melakukan pekerjaan dengan baik.

Selain itu, perempuan juga dapat mencari dukungan dan mentor dari orang-orang yang
berpengalaman dalam bidang yang sama. Dukungan dan mentor yang tepat dapat membantu
perempuan dalam mengatasi hambatan dan kesulitan yang muncul dalam pengembangan karir
mereka. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa organisasi dapat memainkan peran
penting dalam mengatasi stereotip gender. Misalnya, organisasi dapat memberikan pelatihan
yang tepat kepada karyawan dan manajer tentang pentingnya menghilangkan stereotip gender
dalam lingkungan kerja. Selain itu, organisasi juga dapat mendorong kebijakan yang
menghindari diskriminasi terhadap perempuan dalam hal penggajian dan promosi.

Secara keseluruhan, stereotip gender memiliki pengaruh yang signifikan terhadap


pengembangan karir perempuan. Stereotip ini menghambat kemajuan karir perempuan dan
mengakibatkan kesenjangan gender yang masih terjadi dalam dunia kerja. Namun, perempuan
dapat mengatasi stereotip gender dan mencapai kesuksesan dalam karir mereka dengan
mengubah persepsi stereotip, mencari dukungan untuk tetap saling menguatkan satu sama lain.

Stereotip gender juga mempengaruhi persepsi terhadap perempuan dalam lingkup karir.
Beberapa stereotip gender yang masih ada dalam masyarakat, yaitu perempuan cenderung
kurang ambisius, lemah, kurang memiliki kepercayaan diri, dan terlalu emosional. Stereotip
gender ini menghambat perempuan dalam mencapai posisi yang lebih tinggi di tempat kerja.
Sebuah penelitian oleh Eagly dan Carli (2007) menemukan bahwa walaupun jumlah perempuan
yang bekerja meningkat di berbagai negara, tetapi posisi yang mereka capai masih relatif rendah
dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terkait dengan adanya stereotip gender yang membuat
perempuan dianggap kurang cocok untuk bekerja pada posisi yang membutuhkan
kepemimpinan.

Studi lain juga menunjukkan bahwa stereotip gender dapat mempengaruhi keputusan
pengambilan keputusan di tempat kerja. Sebuah penelitian oleh Rudman dan Glick (2001)
menemukan bahwa orang yang memegang stereotip gender cenderung memilih kandidat pria
daripada kandidat perempuan untuk posisi yang dianggap lebih maskulin dan berkuasa. Selain
itu, mereka juga cenderung mengabaikan prestasi dan kemampuan kandidat perempuan.
Stereotip gender juga berdampak pada persepsi perempuan terhadap dirinya sendiri.
Sebuah penelitian oleh Dardenne, Dumont, dan Bollier (2007) menemukan bahwa perempuan
yang memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi tentang stereotip gender mengalami pengaruh
negatif terhadap kepercayaan diri mereka dalam pengembangan karir. Mereka cenderung
menganggap bahwa mereka kurang mampu dibandingkan dengan laki-laki dalam mencapai
posisi yang lebih tinggi di tempat kerja.

Namun, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki tingkat
kesadaran diri yang tinggi tentang stereotip gender dapat memanfaatkan stereotip tersebut untuk
memperoleh keuntungan dalam pengembangan karir. Sebuah penelitian oleh Ellemers, De
Gilder, dan Haslam (2004) menunjukkan bahwa perempuan yang menonjolkan karakteristik
stereotip feminin seperti kelembutan dan keramahan dapat menjadi lebih disukai oleh atasan
laki-laki pada lingkup kerja. Dalam hal ini, stereotip gender dapat digunakan sebagai strategi
untuk memperoleh keuntungan di tempat kerja.

Dalam konteks pengembangan karir perempuan, penting untuk memperhatikan pengaruh


stereotip gender terhadap persepsi dan pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi
kesempatan dan kemajuan karir perempuan. Stereotip gender adalah persepsi dan keyakinan
umum yang ada dalam masyarakat mengenai ciri-ciri dan perilaku yang dianggap cocok dan
sesuai dengan gender tertentu. Stereotip gender biasanya berkontribusi pada adanya perbedaan
dalam penempatan dan penghargaan dalam pekerjaan, yang dapat menghambat kemajuan karir
perempuan.10

Penelitian telah menunjukkan bahwa stereotip gender dapat mempengaruhi persepsi


masyarakat terhadap perempuan dalam lingkungan kerja dan membatasi kesempatan karir
mereka. Sebuah penelitian oleh Eagly dan Carli (2007) menunjukkan bahwa stereotip gender
mengarah pada persepsi bahwa perempuan kurang mampu dalam kemampuan yang dianggap
penting dalam dunia kerja, seperti kepemimpinan, keputusan bisnis, dan teknis. Hal ini

Eagly, A. H., & Steffen, V. J. (1984). Gender stereotypes stem from the distribution of
10

women and men into social roles. Journal of personality and social psychology, 46(4), 735–754.
menyebabkan kesulitan bagi perempuan untuk diakui sebagai pemimpin yang efektif atau
mendapatkan posisi penting dalam pekerjaan mereka.11

Selain itu, stereotip gender juga dapat mempengaruhi pilihan karir perempuan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa stereotip gender menyebabkan perempuan cenderung memilih
karir yang sesuai dengan gender mereka, seperti pekerjaan di bidang pendidikan, perawatan
kesehatan, atau administrasi, sedangkan pilihan karir di bidang teknis atau bisnis yang dianggap
maskulin cenderung dihindari oleh perempuan (Ceci & Williams, 2011; Correll, Benard, & Paik,
2007).

Stereotip gender juga dapat mempengaruhi evaluasi atas kinerja perempuan di tempat
kerja. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan sering dinilai kurang kompeten atau
kurang berhasil dalam pekerjaan mereka, bahkan jika kinerja mereka sama dengan rekan laki-
laki mereka (Heilman & Okimoto, 2007; Rudman & Glick, 2001). Hal ini dapat menyebabkan
perempuan mengalami kesulitan dalam naik jabatan atau mendapatkan penghargaan yang
seharusnya mereka dapatkan.

Namun, tidak semua perempuan mengalami pengaruh negatif stereotip gender dalam
pengembangan karir mereka. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa faktor dapat
mengurangi dampak stereotip gender dalam karir perempuan, seperti dukungan sosial dari rekan
kerja, mentor, atau keluarga, dan kemampuan untuk membangun jaringan profesional yang kuat
(Eagly & Carli, 2007; Schein, 2007). Selain itu, beberapa program konseling karir dan pelatihan
profesional juga dapat membantu perempuan untuk mengatasi pengaruh stereotip gender dalam
karir mereka.

Dalam rangka untuk mempromosikan kesetaraan gender di tempat kerja dan memastikan
bahwa perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam pengembangan karir mereka, penting
untuk mengatasi stereotip gender dan mempromosikan agenda-agenda positif terkait gender
secara keseluruhan. Sehingga stereotip gender yang masih melekat di masyarakat sangat
mempengaruhi pengembangan karir perempuan. Stereotip gender dapat menghasilkan
diskriminasi dan ketidakadilan dalam dunia kerja yang membuat perempuan kesulitan untuk naik

Heilman, M. E. (1983). Sex bias in work settings: The lack of fit model. Research in
11

organizational behavior, 5, 269-298.


jabatan atau mendapatkan gaji yang sama dengan laki-laki. Selain itu, stereotip gender juga
memengaruhi persepsi masyarakat terhadap perempuan dalam berkarir sehingga kadang-kadang
tidak dianggap serius dan profesional.12

Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja di bidang yang dipandang


"maskulin" seperti teknologi informasi dan teknik memiliki peluang yang lebih kecil untuk maju
dalam karir mereka dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi bahwa
perempuan tidak cocok atau kurang kompeten dalam bidang-bidang tersebut. Penelitian juga
menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki kepribadian yang kuat dan bersikap tegas sering
dianggap "kasar" atau "egois" oleh rekan kerja dan atasan mereka.13

Namun demikian, tidak semua perempuan mengalami hambatan dalam pengembangan


karir akibat stereotip gender. Beberapa perempuan mampu mengatasi stereotip gender dan
menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam pekerjaannya. Beberapa faktor yang dapat
membantu perempuan dalam mengatasi stereotip gender dan memajukan karirnya antara lain
memiliki mentor atau sponsor yang mendukung, mengikuti program pelatihan atau
pengembangan diri, dan memiliki jaringan yang kuat di dalam dan di luar organisasi tempat
mereka bekerja.14

Dalam mengatasi stereotip gender dan memperjuangkan kesetaraan gender dalam dunia
kerja, peran konseling karir sangat penting. Konselor karir dapat membantu perempuan dalam
mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pengembangan karir mereka,
mengatasi stereotip gender yang mungkin menghalangi mereka dalam mencapai tujuan karir, dan
memberikan dukungan serta saran-saran praktis untuk memperjuangkan hak-hak mereka dalam
dunia kerja.

12
Lyness, K. S., & Heilman, M. E. (2006). When fit is fundamental: Performance
evaluations and promotions of upper-level female and male managers. Journal of Applied
Psychology, 91(4), 777–785.
13
Reskin, B. F., & Padavic, I. (1994). Women and men at work: A sociological
perspective. Pine Forge Press.
14
Stoker, J. I., Van der Velde, M., & Lammers, J. (2012). Stereotype threat and gender
differences in performance on a realistic job preview. Journal of Business and Psychology, 27(1),
b. Diskriminasi dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Psikologis Perempuan
dalam Karir

Diskriminasi merupakan tindakan diskriminatif yang dilakukan terhadap individu atau


kelompok tertentu. Diskriminasi pada perempuan di dunia kerja dapat menghambat
pengembangan karir mereka serta memengaruhi kesejahteraan psikologis mereka. Penelitian
menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin mengalami diskriminasi dalam dunia kerja,
terutama terkait dengan gaji, kesempatan promosi, dan ketersediaan pekerjaan yang sesuai
dengan kualifikasi mereka (Catalyst, 2018). Diskriminasi juga dapat memengaruhi kesejahteraan
psikologis perempuan, seperti meningkatkan tingkat stres dan kecemasan (Stockdale, Crosby,
dan Ropp, 2002).

Diskriminasi di tempat kerja seringkali menjadi masalah bagi perempuan, yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka dalam karir. Diskriminasi di sini dapat berasal
dari berbagai faktor, seperti jenis kelamin, usia, agama, orientasi seksual, atau ras. Perempuan
seringkali menjadi sasaran diskriminasi karena mereka dianggap kurang mampu dibandingkan
dengan rekan pria mereka. Diskriminasi dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan
dalam karir dengan berbagai cara untuk kepentingan bersama.

Salah satu dampak dari diskriminasi adalah stres. Perempuan yang mengalami
diskriminasi di tempat kerja seringkali merasa tertekan dan khawatir tentang bagaimana orang
lain memandang mereka. Stres ini dapat menyebabkan masalah kesehatan fisik dan mental yang
serius, termasuk gangguan tidur, kelelahan, dan depresi. Perempuan yang mengalami
diskriminasi juga dapat mengalami ketidakadilan dalam hal promosi dan gaji. Mereka dapat
merasa terpinggirkan dari kesempatan untuk mendapatkan promosi atau pekerjaan yang lebih
baik karena diskriminasi. Perempuan yang merasa mereka tidak mendapatkan pengakuan yang
pantas atas prestasi mereka dapat merasa tidak berharga dan kehilangan motivasi untuk terus
berkembang dalam karir mereka.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa diskriminasi dapat memengaruhi


kesejahteraan psikologis perempuan dalam karir. Studi yang dilakukan oleh Terjesen dan Singh
(2008) menemukan bahwa perempuan yang mengalami diskriminasi dalam karir mereka
cenderung mengalami stres, kelelahan, dan depresi. Selain itu, studi yang dilakukan oleh Elacqua
dan Yoder (2011) menunjukkan bahwa diskriminasi juga dapat memengaruhi kepercayaan diri
perempuan di tempat kerja. Perempuan yang mengalami diskriminasi cenderung merasa kurang
percaya diri dan merasa tidak dihargai oleh rekan kerja mereka.

Namun demikian, perempuan juga dapat mengembangkan berbagai strategi untuk


mengatasi diskriminasi di tempat kerja dan meningkatkan kesejahteraan psikologis mereka
dalam karir. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan membangun jaringan
dukungan sosial. Perempuan dapat mencari dukungan dari rekan kerja atau mentor untuk
membantu mereka mengatasi stres dan memberikan motivasi dalam karir mereka. Selain itu,
perempuan juga dapat mengembangkan keahlian baru atau memperkuat keterampilan yang sudah
dimiliki untuk meningkatkan kompetensi dan meningkatkan peluang karir mereka.15

Dalam kesimpulan, diskriminasi di tempat kerja dapat memengaruhi kesejahteraan


psikologis perempuan dalam karir dengan berbagai cara. Stres, ketidakadilan dalam promosi dan
gaji, serta kehilangan motivasi dan kepercayaan diri, semuanya dapat mempengaruhi karir
perempuan secara signifikan. Namun, perempuan juga dapat mengembangkan

Namun, perempuan juga dapat mengembangkan strategi untuk mengatasi diskriminasi di


tempat kerja dan tetap maju dalam karir mereka. Beberapa strategi ini termasuk mencari
dukungan dari rekan kerja atau mentor yang dapat memberikan dukungan dan bimbingan,
memperkuat keterampilan dan kompetensi profesional mereka melalui pelatihan dan
pengembangan, serta memilih organisasi yang mempromosikan kesetaraan gender dan
keragaman.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Psychological Science menemukan bahwa
perempuan yang mengembangkan cara-cara adaptif untuk mengatasi diskriminasi di tempat kerja
memiliki kesejahteraan psikologis yang lebih baik dan lebih mungkin untuk mencapai
kesuksesan dalam karir mereka.

c. Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja serta Pengaruhnya terhadap Pengembangan
Karir Perempuan
Hebl, M. R., & Skorinko, J. L. (2012). Overcoming benevolent sexism, avoiding hostile
15

sexism: Women's reactions to stereotype ambiguity. Psychological Science, 23(7), 743-747. doi:
10.1177/0956797612437422
Perempuan seringkali dihadapkan pada peran ganda sebagai ibu dan pekerja, yang dapat
memengaruhi pengembangan karir mereka. Peran ganda ini dapat menyebabkan konflik antara
tanggung jawab keluarga dan pekerjaan, serta dapat memengaruhi produktivitas dan kinerja
perempuan di tempat kerja (Lobel dan Kossek, 2003). Penelitian menunjukkan bahwa
perempuan yang mengalami peran ganda yang tinggi lebih mungkin mengalami stres dan
kelelahan, serta lebih mungkin mengalami kesulitan dalam pengembangan karir mereka (Hill,
Hawkins, dan Miller, 1996). Oleh karena itu, dukungan dari keluarga dan lingkungan kerja dapat
membantu perempuan dalam mengatasi peran ganda dan membangun karir mereka (Greenhaus
dan Powell, 2006).

Perempuan memiliki peran ganda sebagai ibu dan pekerja, yang seringkali menimbulkan
konflik dalam pengembangan karir mereka. Masalah kesetaraan gender masih menjadi isu yang
kompleks dan berkelanjutan di berbagai negara, termasuk Indonesia. Menjadi ibu dan pekerja
sekaligus menempatkan perempuan dalam situasi yang penuh tantangan, di mana mereka harus
mengatur waktu dan tugas dengan bijak, serta mengatasi stigma dan diskriminasi di tempat kerja.
Penelitian menunjukkan bahwa peran ganda ini dapat mempengaruhi pengembangan karir
perempuan dengan berbagai cara, baik positif maupun negatif.
1. Pengaruh Positif Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja terhadap Pengembangan Karir
Perempuan
Peran ganda sebagai ibu dan pekerja sebenarnya dapat memberikan pengaruh positif
terhadap pengembangan karir perempuan. Menjadi seorang ibu dapat meningkatkan
keterampilan multitasking, kemampuan manajemen waktu, dan fleksibilitas dalam bekerja.
Kemampuan ini dapat sangat berguna dalam lingkungan kerja yang dinamis dan menuntut.
Perempuan yang mampu mengatasi peran ganda ini juga dapat menunjukkan kemampuan
mengelola stres, kreativitas, dan tanggung jawab yang baik, yang dapat membantu dalam
pengembangan karir.
Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki peran ganda sebagai ibu dan
pekerja juga lebih termotivasi untuk mencapai kesuksesan dalam karir mereka. Sebuah studi
yang dilakukan oleh Catalyst menemukan bahwa perempuan yang menjadi ibu cenderung lebih
ambisius dalam karir mereka dibandingkan dengan perempuan yang tidak menjadi ibu. Mereka
merasa memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk memberikan contoh positif bagi anak-
anak mereka, dan menciptakan kehidupan yang lebih baik bagi keluarga mereka.16
2. Pengaruh Negatif Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja terhadap Pengembangan
Karir Perempuan
Namun, peran ganda sebagai ibu dan pekerja juga dapat memberikan pengaruh negatif
terhadap pengembangan karir perempuan. Beban kerja yang berat dan tuntutan keluarga yang
tinggi dapat mengakibatkan perempuan merasa stres dan kelelahan, yang dapat mempengaruhi
kinerja mereka di tempat kerja. Selain itu, perempuan seringkali mengalami diskriminasi di
tempat kerja karena peran ganda mereka, seperti pengabaian dalam promosi, penilaian yang tidak
adil, dan penggajian yang lebih rendah.
Penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang memiliki peran ganda sebagai ibu dan
pekerja juga lebih mungkin untuk mengalami konflik antara tuntutan pekerjaan dan keluarga.
Studi menunjukkan bahwa konflik ini dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis perempuan,
seperti stres, kelelahan, dan depresi. Konflik antara peran ganda juga dapat membuat perempuan
merasa sulit untuk mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan kehid hidupan pribadi, yang
dapat menghambat pengembangan karir mereka.17

3. Solusi dan Strategi Mengatasi Pengaruh Negatif Peran Ganda sebagai Ibu dan Pekerja

Perempuan dapat mengambil langkah-langkah untuk mengatasi pengaruh negatif peran


ganda sebagai ibu dan pekerja dan tetap maju dalam pengembangan karir mereka. Beberapa
strategi yang dapat dilakukan termasuk:18

1. Mencari dukungan dari keluarga dan teman-teman untuk membantu dalam tugas-
tugas rumah tangga dan merawat anak-anak. Hal ini dapat membantu mengurangi
beban kerja dan meningkatkan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.
16
Catalyst. (2013). The Great Debate: Working Mothers vs. Stay-at-Home Mothers.
Retrieved from https://www.catalyst.org/research/the-great-debate-working-mothers-vs-stay-at-
home-mothers/
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of Conflict Between Work and
17

Family Roles. Academy of Management Review, 10(1), 76–88. https://doi.org/10.2307/258214


18
Haryanto, J. (2020). Peran Ganda Wanita dalam Keluarga dan Pekerjaan. Retrieved
from https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/02/174800369/peran-ganda-wanita-dalam-
keluarga-dan-pekerjaan
2. Memilih lingkungan kerja yang mendukung kesetaraan gender dan memberikan
dukungan untuk perempuan yang memiliki peran ganda sebagai ibu dan pekerja.
Perusahaan yang memiliki kebijakan kerja fleksibel, seperti bekerja dari rumah atau
jam kerja yang lebih fleksibel, dapat membantu mengatasi konflik antara tuntutan
pekerjaan dan keluarga.
3. Mencari mentor atau rekan kerja yang dapat memberikan dukungan dan bimbingan
dalam pengembangan karir. Mentor atau rekan kerja yang memiliki pengalaman
dalam mengatasi peran ganda dapat memberikan saran dan dukungan yang berharga.
4. Mengembangkan keterampilan dan kompetensi profesional melalui pelatihan dan
pengembangan. Ini dapat membantu meningkatkan kinerja di tempat kerja dan
meningkatkan peluang untuk promosi dan pengembangan karir.
5. Mengambil tindakan untuk mengatasi diskriminasi dan pengabaian di tempat kerja.
Perempuan dapat melaporkan perilaku diskriminatif atau tidak adil dan bekerja sama
dengan perusahaan atau pihak berwenang untuk mencari solusi.
6. Menjaga keseimbangan antara kebutuhan pekerjaan dan keluarga dengan
memprioritaskan tugas-tugas yang paling penting dan menghindari kebiasaan
overworking. Perempuan dapat memanfaatkan teknologi, seperti kalender digital dan
aplikasi manajemen waktu, untuk membantu mengatur jadwal dan tugas-tugas.19
7. Mengembangkan jaringan profesional yang kuat. Berpartisipasi dalam organisasi atau
kelompok profesional dapat membantu membangun hubungan dan meningkatkan
peluang karir.
8. Mencari dukungan dari organisasi atau kelompok yang memperjuangkan kesetaraan
gender dan kebijakan yang mendukung perempuan yang memiliki peran ganda
sebagai ibu dan pekerja.
9. Menjaga kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental. Merawat kesehatan dapat
membantu mengurangi stres dan meningkatkan produktivitas di tempat kerja.

19
Kossek, E. E., & Ozeki, C. (1998). Work-family Conflict, Policies, and the Job-Life
Satisfaction Relationship: A Review and Directions for Organizational Behavior-Human
Resources Research. Journal of Applied Psychology, 83(2), 139–149.
https://doi.org/10.1037/0021-9010.83.2.139
10. Menjaga komunikasi yang terbuka dengan pasangan atau keluarga tentang harapan
dan kebutuhan masing-masing. Hal ini dapat membantu mengurangi konflik dan
memperbaiki hubungan keluarga.

Perempuan juga dapat mencari inspirasi dan bimbingan dari tokoh-tokoh perempuan
yang berhasil mengatasi peran ganda sebagai ibu dan pekerja. Contohnya, Sheryl Sandberg,
COO Facebook, menggambarkan pengalaman pribadinya sebagai seorang ibu dan pekerja dalam
bukunya yang berjudul Lean In. Buku ini memberikan saran dan inspirasi bagi perempuan yang
ingin mengembangkan karir dan menjalani peran ganda.20

Peran ganda sebagai ibu dan pekerja dapat memengaruhi pengembangan karir
perempuan. Tuntutan dari keluarga dan pekerjaan dapat menyebabkan stres, menghambat
promosi, dan menurunkan kepercayaan diri. Namun, perempuan dapat mengambil langkah-
langkah untuk mengatasi pengaruh negatif dari peran ganda, seperti mencari dukungan dari
keluarga dan teman-teman, memilih lingkungan kerja yang mendukung kesetaraan gender,
mengembangkan keterampilan profesional, dan menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan
keluarga. Dengan strategi yang tepat, perempuan dapat mengembangkan karir mereka dan
memperjuangkan kesetaraan gender di tempat kerja.21

Peran ganda sebagai ibu dan pekerja telah menjadi isu yang semakin menonjol dalam
diskusi mengenai kesetaraan gender di tempat kerja. Perempuan dengan peran ganda sering kali
menghadapi tantangan dan kesulitan dalam memenuhi tuntutan yang berbeda antara keluarga dan
pekerjaan. Sebagai ibu, mereka harus memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan anak dan
keluarga, sementara sebagai pekerja, mereka harus memenuhi tuntutan tugas dan tanggung jawab
di tempat kerja. Tidak jarang, konflik antara tuntutan pekerjaan dan tanggung jawab keluarga
menghasilkan stres dan ketidakpuasan kerja yang dapat mempengaruhi karir perempuan.

Ketika perempuan bergabung dengan pasar tenaga kerja, mereka sering diharapkan
memiliki komitmen yang sama dengan rekan kerja laki-laki mereka, yang umumnya tidak
20
Catalyst. (2013). The Great Debate: Working Mothers vs. Stay-at-Home Mothers.
Retrieved from https://www.catalyst.org/research/the-great-debate-working-mothers-vs-stay-at-
home-mothers/
Greenhaus, J. H., & Beutell, N. J. (1985). Sources of Conflict Between Work and
21

Family Roles. Academy of Management Review, 10(1), 76–88. https://doi.org/10.2307/258214


memiliki peran ganda sebagai ibu dan pekerja. Sementara itu, perempuan dengan peran ganda
menghadapi tantangan yang lebih besar dalam menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan
keluarga. Ini dapat berdampak pada pengembangan karir perempuan dan keputusan yang mereka
ambil mengenai karir dan keluarga.

Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan peran ganda cenderung


mengalami konflik peran yang lebih besar antara tuntutan pekerjaan dan keluarga dibandingkan
dengan pria. Studi lain menunjukkan bahwa perempuan yang merasa memiliki kontrol yang
lebih tinggi atas pekerjaan dan waktu mereka cenderung memiliki keseimbangan yang lebih baik
antara tuntutan pekerjaan dan keluarga. Sebaliknya, perempuan yang merasa memiliki kontrol
yang lebih rendah cenderung mengalami konflik peran yang lebih besar dan stres yang lebih
tinggi.22

Terkait dengan pengembangan karir, perempuan dengan peran ganda cenderung


menghadapi kendala dalam mencapai posisi kepemimpinan dan kemajuan karir. Hal ini karena
mereka sering kali dianggap kurang komitmen dan fleksibilitas dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawab pekerjaan. Selain itu, perempuan dengan peran ganda juga sering kali
mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan pekerjaan yang mengharuskan mereka untuk
bekerja di luar jam kerja standar atau bepergian secara rutin.

Beberapa kebijakan yang dirancang untuk membantu perempuan dengan peran ganda
mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga antara lain program cuti keluarga,
kebijakan fleksibilitas kerja, dan dukungan dalam perawatan anak. Namun, terlepas dari
kebijakan tersebut, banyak perusahaan masih kurang sensitif terhadap kebutuhan dan tantangan
yang dihadapi oleh perempuan dengan peran ganda.23

Sebuah studi oleh Kossek dan Ozeki (1998) menemukan bahwa erusahaan yang
memberikan dukungan yang lebih besar untuk perempuan dengan peran ganda, seperti cuti

Haryanto, J. (2020). Peran Ganda Wanita dalam Keluarga dan Pekerjaan. Retrieved
22

from https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/02/174800369/peran-ganda-wanita-dalam-
keluarga-dan-pekerjaan

23
Kossek, E. E., & Ozeki, C. (1998). Work–family conflict, policies, and the job–life
satisfaction relationship: A review and directions for organizational behavior–human resources
research. Journal of Applied Psychology, 83(2), 139-149.
keluarga yang lebih panjang dan fleksibilitas kerja, cenderung memiliki karyawan yang lebih
produktif dan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. Selain itu, perusahaan yang
memperhatikan kebutuhan karyawan mereka juga memiliki keuntungan dalam merekrut dan
mempertahankan karyawan yang berkualitas tinggi.

Pengaruh peran ganda juga dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor seperti status
sosial ekonomi, pendidikan, dan budaya. Sebagai contoh, perempuan dengan peran ganda yang
tinggal di daerah pedesaan mungkin menghadapi tantangan yang lebih besar dalam memperoleh
akses ke layanan perawatan anak dan dukungan dalam mengembangkan karir mereka. Meskipun
masih ada kendala dalam mencapai kesetaraan gender di tempat kerja, beberapa perusahaan telah
melakukan upaya untuk mendorong partisipasi dan pengembangan karir perempuan dengan
peran ganda. Misalnya, perusahaan-perusahaan di Jepang telah mengadopsi kebijakan
fleksibilitas kerja untuk membantu perempuan yang memiliki peran ganda agar dapat tetap
bekerja tanpa mengorbankan tanggung jawab keluarga mereka. Hal ini telah membantu
perempuan di Jepang untuk meningkatkan partisipasi mereka di pasar tenaga kerja dan
memperoleh posisi kepemimpinan.24

Di Indonesia, beberapa perusahaan juga telah melakukan inisiatif serupa. Sebagai contoh,
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah mengadopsi kebijakan "family-friendly" yang memberikan
dukungan untuk karyawan yang memiliki peran ganda dengan menyediakan layanan perawatan
anak, cuti keluarga yang lebih panjang, dan program pelatihan dan pengembangan karir untuk
karyawan wanita.25

Dalam rangka mencapai kesetaraan gender di tempat kerja, perusahaan-perusahaan di


seluruh dunia harus mengadopsi pendekatan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan dan
tantangan yang dihadapi oleh perempuan dengan peran ganda. Hal ini dapat meliputi penerapan
kebijakan yang fleksibel dan dukungan dalam perawatan anak, serta memperhatikan kebutuhan
karyawan yang beragam dan mempertahankan kebijakan yang adil dan transparan dalam hal
pengembangan karir.
24
Matanle, P., & Rausch, A. (2014). Mothers, work and career: Reconsidering the
expatriate model for Japan. Journal of Intercultural Studies, 35(4), 395-411.
25
Nisa, E. F. (2018). Gender diversity and women’s advancement in Indonesian banking:
the role of gender-based policies. Journal of Asia Business Studies, 12(3), 285-307.
III. METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi masalah-masalah psikososial yang


dihadapi perempuan dalam membangun karir dengan menggunakan metode penelitian
eksperimen. Penelitian ini akan menggunakan desain eksperimen antar kelompok (between-
group design) dengan random assignment sebagai teknik pemilihan sampel.26

Penelitian ini akan mengambil pendekatan eksperimental untuk mengeksplorasi


masalah-masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk membantu memahami faktor-faktor psikososial yang mempengaruhi
pengembangan karir perempuan dan implikasinya bagi konseling karir.
26
Blustein, D. L., Duffy, R. D., Ferreira, J. A., Cohen-Scali, V., Cinamon, R. G., & Allan, B. A.
(2019). Unpacking career insecurity: Understanding the psychological states underlying precarious
employment. Journal of Career Assessment, 27(1), 3-21.
Penelitian ini akan menggunakan desain eksperimen antar kelompok (between-group
design) dengan random assignment sebagai teknik pemilihan sampel. Hal ini bertujuan untuk
memastikan bahwa sampel yang diambil adalah representatif dari populasi yang diteliti dan
meminimalkan bias dalam pengambilan sampel.
Partisipan penelitian akan dipilih dari kalangan perempuan yang sedang berkarir atau
sedang mencari pekerjaan di daerah perkotaan. Responden yang berpartisipasi dalam penelitian
ini akan diuji menggunakan kuesioner psikososial yang telah disesuaikan dengan masalah-
masalah yang dihadapi oleh perempuan dalam membangun karir. Kuesioner akan diadaptasi dari
penelitian sebelumnya dan akan mencakup faktor-faktor seperti ekspektasi gender, stereotip
gender, ketidaksetaraan gender, tekanan sosial, dan kesulitan dalam menyeimbangkan pekerjaan
dan kehidupan pribadi.27
Setelah menjawab kuesioner, partisipan akan diacak secara acak ke dalam kelompok
kontrol atau kelompok intervensi. Kelompok kontrol akan menerima pengobatan standar yang
diberikan pada umumnya untuk masalah psikososial, sedangkan kelompok intervensi akan
menerima intervensi konseling karir.
Intervensi konseling karir akan dilakukan oleh ahli konseling karir profesional yang telah
terlatih dan bersertifikasi. Intervensi akan dilakukan dalam bentuk konseling individu dengan
durasi waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Topik-topik yang akan dibahas dalam konseling
meliputi pengembangan karir, ekspektasi gender, stereotip gender, pengembangan keterampilan,
penyeimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi, dan dukungan sosial.28
Setelah intervensi selesai, partisipan akan diminta untuk mengisi kuesioner psikososial
yang sama yang telah diisi sebelumnya untuk mengevaluasi efektivitas intervensi. Data yang
terkumpul akan dianalisis menggunakan teknik statistik yang sesuai untuk mengevaluasi
perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
Dalam hal ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis ANOVA (Analysis of
Variance) yang digunakan untuk membandingkan rata-rata skor psikososial pada kelompok
kontrol dan kelompok intervensi. Teknik analisis data lainnya yang akan digunakan adalah

27
Eagly, A. H., & Karau, S. J. (2002). Role congruity theory of prejudice toward female leaders.
Psychological Review, 109(3), 573-598.

28
Lent, R. W., Brown, S. D., & Hackett, G. (1994). Toward a unifying social cognitive theory of
career and academic interest, choice, and performance. Journal of Vocational Behavior, 45(1), 79-122.
regresi linear untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor psikososial dengan
pengembangan karir perempuan.29
Selain itu, hasil dari penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang
bermanfaat bagi organisasi dan perusahaan dalam menciptakan lingkungan kerja yang inklusif
dan mendukung pengembangan karir perempuan. Rekomendasi tersebut dapat mencakup
pengembangan program-program pelatihan dan pengembangan karir khusus untuk perempuan,
peningkatan kesadaran akan isu-isu gender dan kesetaraan di tempat kerja, serta pengembangan
kebijakan yang lebih inklusif.30

A. Variabel Penelitian

a. Variabel Bebas (Independent Variable): Jenis konseling karir (individual vs.


kelompok)

Penelitian seringkali mempelajari pengaruh dari suatu variabel terhadap variabel lain.
Variabel bebas atau independent variable merupakan variabel yang dimanipulasi oleh peneliti
untuk melihat pengaruhnya terhadap variabel terikat atau dependent variable. Dalam penelitian
ini, variabel bebas yang akan dipelajari adalah jenis konseling karir yang diberikan, yaitu
konseling karir individual dan konseling karir kelompok.

Jenis konseling karir dapat mempengaruhi pengalaman konseling karir dan hasil yang
didapat oleh individu. Konseling karir individual dapat memberikan keuntungan dalam hal
pengalaman yang lebih personal dan mendalam, sementara konseling karir kelompok dapat
memberikan keuntungan dalam hal memperluas jaringan sosial dan mendapatkan dukungan dari
sesama anggota kelompok. Namun, belum banyak penelitian yang membandingkan pengaruh
kedua jenis konseling karir ini terhadap pengembangan karir perempuan.

Penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Ryan (2003) menunjukkan bahwa konseling
karir individual dan kelompok dapat memberikan manfaat yang sama dalam hal pengembangan

29
Miller, E. L., & Swift, J. K. (2016). The effectiveness of cognitive-behavioral therapy: A
review of meta-analyses. Cognitive Therapy and Research, 40(2), 257-268.
30
Sue, D. W., Capodilupo, C. M., Torino, G. C., Bucceri, J. M., Holder, A. M. B., Nadal, K. L., &
Esquilin, M. (2007). Racial microaggressions in everyday life: Implications for clinical practice.
American Psychologist, 62(4), 271-286.
karir. Namun, penelitian ini hanya melibatkan partisipan laki-laki dan tidak mempertimbangkan
pengaruh gender dalam pengalaman konseling karir. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang
lebih mendalam untuk mengeksplorasi pengaruh dari jenis konseling karir terhadap
pengembangan karir perempuan.31

b. Variabel Terikat (Dependent Variable): Tingkat keberhasilan perempuan dalam


membangun karir serta peningkatan kebahagiaan kerja.

Variabel terikat atau dependent variable merupakan variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas atau independent variable. Dalam penelitian ini, variabel terikat yang akan
dipelajari adalah tingkat keberhasilan perempuan dalam membangun karir serta peningkatan
kebahagiaan kerja. Dua variabel ini merupakan hal yang penting dalam pengembangan karir
perempuan karena memiliki dampak yang signifikan pada kesejahteraan psikologis dan
profesional perempuan.

Keberhasilan dalam membangun karir dapat didefinisikan sebagai kemajuan karir yang
dicapai oleh seseorang dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor seperti promosi, peningkatan
gaji, dan pengakuan profesional dapat dijadikan ukuran untuk mengukur tingkat keberhasilan
dalam membangun karir. Sedangkan kebahagiaan kerja dapat diukur melalui faktor-faktor seperti
kepuasan kerja, keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, dan motivasi kerja.

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa konseling karir dapat berkontribusi


pada pengembangan karir dan kesejahteraan psikologis perempuan (Juntunen et al., 2013).
Namun, masih terdapat kekurangan dalam penelitian mengenai efektivitas jenis konseling karir
yang berbeda terhadap variabel terikat seperti tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja. Oleh
karena itu, penelitian eksperimen yang membandingkan efektivitas konseling karir individual
dan kelompok terhadap variabel terikat yang relevan sangat dibutuhkan.32

B. Populasi dan Sampel

31
Brown, S. D., & Ryan, K. M. (2003). The benefits of being present: Mindfulness and its role in
psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 84(4), 822-848.
32
Juntunen, C. L., Niles, S. G., & Neault, R. A. (2013). Counseling psychology and
career development. John Wiley & Sons.
Populasi penelitian ini adalah perempuan yang sedang membangun karir di berbagai
sektor. Sampel diambil secara acak (random sampling) dari populasi tersebut dengan jumlah
partisipan sebanyak 40 orang.

C. Instrumen Pengumpulan Data

a. Kuesioner untuk mengukur tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja

Kuesioner digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur tingkat keberhasilan dan
kebahagiaan kerja perempuan yang telah mengikuti konseling karir. Kuesioner ini dirancang
untuk mengumpulkan data secara kuantitatif melalui pertanyaan-pertanyaan terstruktur yang
terkait dengan karir dan kebahagiaan kerja. Pertanyaan dalam kuesioner ini akan mencakup
aspek-aspek seperti pencapaian tujuan karir, kepuasan kerja, dukungan dari lingkungan kerja,
dan faktor-faktor lain yang berkontribusi pada keberhasilan dan kebahagiaan kerja perempuan.
Pengisian kuesioner ini akan dilakukan oleh partisipan penelitian setelah mengikuti konseling
karir.

Kuesioner ini telah diadaptasi dari kuesioner yang telah terbukti validitas dan
reliabilitasnya dalam penelitian sebelumnya terkait karir dan kebahagiaan kerja. Selain itu,
kuesioner ini juga akan diuji coba pada sejumlah kecil partisipan untuk memastikan kejelasan
dan kemudahan pengisian, serta untuk memperbaiki dan menyempurnakan kuesioner jika
diperlukan. Data yang dikumpulkan dari kuesioner ini akan dianalisis secara statistik untuk
menentukan tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja perempuan setelah mengikuti konseling
karir, serta untuk mengevaluasi efektivitas dari jenis konseling karir yang diberikan.33

b. Skala untuk mengukur keefektifan konseling karir

Untuk mengukur efektivitas konseling karir, penelitian ini akan menggunakan skala yang
telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebelumnya. Skala ini akan meliputi beberapa indikator
seperti pemahaman peserta tentang tujuan konseling, kepuasan peserta terhadap proses
konseling, pemahaman peserta terhadap diri sendiri dan lingkungannya, serta perencanaan karir
yang telah disusun. Skala tersebut akan dibuat dalam bentuk rating scale yang terdiri dari
pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan indikator yang telah ditentukan. Peserta penelitian

33
Tay, L., & Diener, E. (2011). Needs and subjective well-being around the world. Journal of
personality and social psychology, 101(2), 354.
akan diminta untuk memberikan rating dari 1 sampai 5, di mana 1 berarti tidak setuju dan 5
berarti sangat setuju, untuk setiap pernyataan yang terdapat pada skala tersebut. Setelah itu,
rating peserta akan dijumlahkan untuk mendapatkan nilai akhir dari skala efektivitas konseling
karir.34

c. Wawancara terstruktur untuk memperoleh informasi lebih detail mengenai


masalah-masalah psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai metode pengumpulan data dalam penelitian ini
untuk memperoleh informasi lebih detail mengenai masalah-masalah psikososial yang dihadapi
perempuan dalam membangun karir. Wawancara terstruktur merupakan teknik wawancara yang
telah diatur sebelumnya dan dilakukan secara sistematis untuk memperoleh data yang sesuai
dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini, wawancara terstruktur akan dilakukan dengan
menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang dirancang sebelumnya untuk mengarahkan arah
wawancara. Pertanyaan dalam daftar pertanyaan terstruktur ini berfokus pada masalah-masalah
psikososial yang dihadapi perempuan dalam membangun karir, seperti kesulitan dalam
menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga, kesulitan dalam mencapai keseimbangan antara
kehidupan kerja dan kehidupan pribadi, dan ketidakpastian dalam pengambilan keputusan karir.

D. Prosedur Penelitian
Adapun prosedur penelitian ialah sebagaimana berikut;
1. Pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling
2. Partisipan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok individual dan kelompok
kelompok
3. Kelompok individual akan diberikan konseling karir secara individual, sedangkan
kelompok kelompok akan diberikan konseling karir secara kelompok
4. Setelah selesai melakukan konseling karir, partisipan diminta untuk mengisi
kuesioner tentang tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja
5. Setelah pengisian kuesioner, partisipan dari kedua kelompok akan diwawancarai
terkait dengan masalah-masalah psikososial yang dihadapi dalam membangun karir.
6. Data dianalisis menggunakan uji statistik.

Roesnita, I. (2014). Pengembangan Instrumen Pengukuran Efektivitas Layanan


34

Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah Kejuruan. Jurnal Pendidikan Vokasi, 4(1), 1-16.
E. Analisis Data

Adapun analisis data yang digunakan untuk penelitian ialah sebagai berikut;

a. Analisis deskriptif adalah teknik analisis data yang digunakan untuk menggambarkan
karakteristik sampel, variabel penelitian, atau faktor lain yang relevan dengan
penelitian. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran mengenai karakteristik sampel, tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja,
serta keefektifan konseling karir. Dalam melakukan analisis deskriptif, data yang
telah terkumpul akan diolah dengan menggunakan teknik statistik sederhana seperti
mean, median, modus, dan persentil. Hasil analisis deskriptif akan memberikan
gambaran yang jelas mengenai data penelitian dan memudahkan peneliti untuk
memahami dan menjelaskan hasil penelitian.
b. Analisis inferensial dengan menggunakan uji independent samples t-test untuk
membandingkan tingkat keberhasilan dan kebahagiaan kerja antara kelompok
individual dan kelompok kelompok.
c. Analisis tematik adalah salah satu teknik analisis kualitatif yang digunakan untuk
menganalisis data dalam bentuk teks seperti wawancara, catatan lapangan, atau
dokumen. Dalam penelitian ini, analisis tematik digunakan untuk menganalisis
wawancara terstruktur yang dilakukan dengan responden. Analisis tematik akan
membantu peneliti dalam mengeksplorasi tema-tema atau pola-pola yang muncul dari
wawancara, sehingga memudahkan peneliti dalam memahami fenomena yang sedang
diteliti. Langkah pertama dalam analisis tematik adalah membaca dan memahami
data yang telah dikumpulkan secara keseluruhan. Setelah itu, data akan dikodekan
dengan menggunakan kategori-kategori yang relevan dengan penelitian. Kemudian,
kategori-kategori yang telah dihasilkan akan dianalisis untuk menemukan tema-tema
atau pola-pola tertentu. Hasil dari analisis tematik akan memberikan pemahaman
yang lebih dalam tentang masalah-masalah psikososial yang dihadapi perempuan
dalam membangun karir dan memberikan implikasi bagi konseling karir.

F. Etika Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan dengan mengikuti standar etika penelitian yang berlaku.
Partisipan akan diinformasikan mengenai tujuan penelitian dan hak-hak yang mereka miliki
sebelum memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian. Partisipan juga akan dijamin
kerahasiaan identitas dan data yang diberikan, serta diberikan jaminan bahwa hasil penelitian
tidak akan digunakan untuk kepentingan lain selain penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai