Anda di halaman 1dari 5

KEBERAGAMAN DALAM ORGANISASI

B. Karakteristik Biografis ( Umur, Jenis kelamin, Ras dan Etnis, Agama, Orientasi
Seksual)
1. Umur
Hubungan antara umur dan kinerja mungkin menjadi suatu isu yang semakin penting
selama dekade mendatang karena banyak alasan. Salah satunya, tingkat usia angkatan kerja di
seluruh dunia bertambah. Sebagai contoh, tingkat partisipasi sipil dari pekerja Amerika
Serikat di atas umur 59 telah meningkat, dari sekitar 22%, tahun 2002 ke 29% di tahun 2012.
Dan 93% pertumbuhan angkatan kerja dari 2006 ke 2016 akan berasal dari pekerja di atas
umur 54. Alasan lainnya, legislasi Amerika Serikat, secara disengaja, telah menghilangkan
keharusan pensiun. Kebanyakan pekerja saat ini tidak perlu lagi pensiun pada usia 70, dan
62% dari mereka yang berusia 45-60 berencana untuk menunda pensiun.
Pemberi kerja menunjukkan perasaan yang berbeda mengenai pekerja yang lebih tua.
Mereka melihat sejumlah kualitas positif yang dimiliki pekerja yang lebih tua terhadap
pekerjaannya, seperti pengalaman, penilaian, etika kerja yang baik, dan komitmen terhadap
kualitas. Tetapi pekerja yang lebih tua juga dinilai kurang fleksibel dan sulit menerima
teknologi baru. Ketika organisasi secara aktif mencari individu yang adaptif dan terbuka atas
perubahan, hal-hal negatif yang diasosiasikan dengan umur secara jelas menghalangi
perekrutan awal pekerja yang lebih tua dan meningkatkan kemungkinan memberhentikan
mereka saat perusahaan membutuhkan penghematan.
Sekarang mari kita lihat buktinya. Efek apa yang sebenarnya dimiliki umur terhadap
perputaran pekerja, absensi, produktivitas, dan kepuasan? Semakin tua Anda, semakin kecil
kemungkinan Anda mengundurkan diri dari pekerjaan. Kesimpulan ini didasarkan pada studi
mengeni hubungan umur perputaran pekerja. Tentu saja ini tidak mengejutkan. Seiring
menuanya pekerja, mereka memiliki semakin sedikit alternatif pekerjaan karena keahlian
mereka semakin spesifik pada jenis pekerjaan tertentu. Masa kerja mereka yang panjang
cenderung memberikan mereka tingkat upah yang lebih tinggi, masa cuti lebih lama, dan
manfaat pensiun yang lebih menarik.
Sangat naif jika mengasumsikan dampak umur terhadap absen atau
ketidakhadiran.Kebanyakan studi menunjukkan bahwa pekerja yang lebih tua memiliki
tingkat absen yangdapat dihindari yang lebih rendah dibandingkan pekerja yang lebih muda
dan tingkat absenyang tidak dapat dihindari yang sama, seperti absen karena sakit. Secara
umum, populasi pekerja yang lebih tua lebih sehat dari apa yang mungkin Anda
ekspektasikan.
Riset terkini menunjukkan bahwa di seluruh dunia, pekerja yang lebih tua
memilikimasalah psikologis atau masalah kesehatan harian tidak lebih banyak dibandingkan
pekerja yang lebih muda.Banyak yang percaya bahwa produktivitas menurun sejalan dengan
umur. Seringdiasumsikan bahwa keahlian seperti kecepatan, ketangkasan, kekuatan, dan
koordinasi melemah sepanjang waktu dan kebosanan atas pekerjaan serta kurangnya
stimulasi intelektual berkontribusi terhadap penurunan produktivitas. Meskipun demikian,
bukti melawan asumsi itu. Tinjauan atas riset menemukan bahwa umur dan kinerja tidak
berhubungan dan bahwa pekerja yang lebih tua lebih mungkin terlibat dalam perilaku
kewargaan (citizenship behavior).
2. Jenis Kelamin
Sedikit isu mengawali lebih banyak debat, kesalahpahaman, dan opini yang tidak
didukung dibandingkan apakah wanita mempunyai kinerja sebaik pria.
Tempat terbaik untuk mulai mempertimbangkan ini adalah dengan mengakui bahwa
sedikit, jika ada, perbedaan-perbedaan penting antara pria dan wanita yang memengaruhi
kinerja. Nyatanya, sebuah studi metaanalisis terbaru atas kinerja menemukan bahwa wanita
meraih skor yang sedikit lebih tinggi dibandingkan pria dalam ukuran-ukuran kinerja
(meskipun, menurut diskusi kita mengenai diskriminasi, pria dinilai memiliki potensi promosi
yang lebih tinggi). Tidak ada perbedaan pria-wanita yang konsisten dalam kemampuan
memecahkan masalah, keahlian analitis, dorongan kompetitif, motivasi, kemampuan
bersosialisasi, atau kemampuan belajar.
Sayangnya, peran jenis kelamin masih memengaruhi persepsi kita. Misalnya, saat wanita
memperoleh 60% gelar sarjana di Amerika Serikat. Satu studi terbaru menemukan bahwa
profesor ilmu pengetahuan masih memandang mahasiswa sarjana wanita mereka kompeten
dibandingkan pria dengan pencapaian dan keahlian yang sama. Sayangnya, mahasiswa
wanita dihadapkan pada pilihan untuk menerima stereotip pekerjaan, serta sering merasa
ketidakcocokan antara mereka dan peran pria secara tradisional. Dalam dunia perekrutan,
riset modern mengindikasikan bahwa manajer masih dipengaruhi oleh bias gender saat
memilih kandidat untuk posisi tertentu. Sebuah studi terbaru melaporkan bahwa saat bekerja,
pria dan wanita bisa saja ditawari sejumlah pengalaman pengembangan yang sama, tetapi
wanita mungkin kurang ditugaskan dalam posisi yang menantang oleh pria, penugasan yang
mungkin membantu mereka mencapai posisi organisasional yang lebih tinggi. Wanita yang
sukses dalam domain pria dinilai kurang disukai, lebih kasar, dan kurang diinginkan sebagai
atasan, tetapi wanita dalam posisi puncak telah melaporkan bahwa persepsi ini semakin
berubah dan dapat dilawan dengan keahlian interpersonal yang efektif. Riset juga
menyatakan bahwa wanita percaya diskriminasi berbasis jenis kelamin lebih nyata
dibandingkan pria, dan kepercayaan ini khususnya dinyatakan di antara wanita yang bekerja
dengan proporsi jumlah pegawai pria yang besar. Pantas untuk mempertanyakan implikasi
diskriminasi jenis kelamin bagi individu Tercatat bahwa wanita masih memperoleh upah yang
lebih sedikit dibandingkan pria untuk posisi yang sama, bahkan dalam peran wanita yang
tradisional (eskalator kaca berarti pria menerima promosi yang lebih cepat dalam banyak
pekerjaan yang didominasi wanita). Dalam sebuah studi terbaru, manajer berpengalaman
mengalokasikan 71% dana kenaikan gaji yang tersedia untuk pria, menyisakan hanya 29%
untuk wanita. Ibu yang bekerja juga menghadapi bias dinding maternal oleh pemberi kerja,
yang membatasi peluang profesional mereka, dan baik pria maupun wanita menghadapi
diskriminasi atas peran perawatan keluarga mereka. Riset telah menunjukkan bahwa pekerja
yang mengalami bentuk terburuk dari diskriminasi yang terlihat jelas, pelecehan seksual,
memiliki stres psikologis yang lebih tinggi, dan perasaan ini kemudian terkait dengan
komitmen organisasi serta kepuasan kerja yang lebih rendah, disertai motivasi yang tinggi
untuk keluar dari perusahaan. Sebagaimana diskriminasi umur, bukti menunjukkan bahwa
mengentaskan diskriminasi jenis kelamin dapat diasosiasikan dengan kinerja yang lebih baik
bagi organisasi secara keseluruhan, sebagian karena pekerja yang didiskriminasikan
cenderung akan pergi. Riset terus menggarisbawahi bahwa meskipun alasan-alasan
perputaran pekerja kompleks, ia berbahaya bagi kinerja organisasi, khususnya untuk
posisiintelektual, pekerja di posisi manajerial, di Amerika Serikat, dan perusahaan berskala
menengah.
3. Ras dan Etnis
Ras merupakan sebuah isu kontroversial. Bukti menyatakan bahwa beberapa orang
mendapati interaksi dengan kelompok ras lainnya tidak nyaman apabila tidak ada scenario
perilaku yang jelas untuk memandu perilaku mereka.
Di Amerika Serikat, Biro Sensus mengklasifikasi individu ke dalam tujuh kategoriras:
Amerika Indian dan Alaska Asli, Asia, Kulit Hitam atau Afrika Amerika, Hawai Asli dan
Kepulauan Pasifik Lainnya, Beberapa Ras Lain, Kulit Putih, dan Dua atauLebih Ras.
Perbedaan nyata etnis juga dibuat antara pembicara bahasa Inggris asli dan Hispanik:
Hispanik bisa merupakan bagian ras apa pun. Kita mendefinisikan ras sebagai warisan
biologis yang digunakan orang untuk mengidentifikasi dirinya. Etnis merupakan karakteristik
budaya tambahan yang sering beririsan dengan ras. Definisi ini memungkinkan setiap
individu menentukan ras dan etnisnya.
Ras dan etnis telah dipelajari karena terkait dengan hasil perekrutan seperti keputusan
perekrutan, evaluasi kinerja, gaji, dan diskriminasi tempat kerja. Kebanyakan riset
berkonsentrasi pada perbedaan dalam hasil dan sikap antara Kulit Putih dan Afrika Amerika,
dengan sedikit studi mengenai isu-isu yang relevan tentang populasi Asia. Amerika Asli, dan
Hispanik. Menguraikan semua riset tersebut tidaklah mungkin. Jadi mari kita ringkaskan
beberapa poin berikut.
Pertama, dalam latar pekerjaan, individu cenderung untuk sedikit memihak kolega dari
ras mereka dalam evaluasi kinerja, keputusan promosi, dan kenaikan gaji, meskipun
perbedaan tersebut tidak selalu ditemukan, khususnya saat metode berstruktur tinggi dari
pengambilan keputusan digunakan. Kedua, Afrika Amerika dan Hispanik menilai
diskriminasi lebih nyata di tempat kerja. Ketiga, Afrika Amerika umumnya lebih buruk
dibandingkan Kulit Putih dalam keputusan pekerjaan. Mereka menerima peringkat yang lebih
rendah dalam wawancara pekerjaan, menerima peringkat kinerja yang lebih rendah, digaji
lebih sedikit, dan lebih jarang dipromosikan. Tetapi tidak ada perbedaan yang secarastatistik
signifikan antara Afrika Amerika dan Kulit Putih dalam tingkat absen yang diamati,
penerapan keahlian sosial di tempat kerja, atau tingkat kecelakaan. Afrika Amerika dan
Hispanik juga memiliki tingkat perputaran pekerja yang lebih tinggi. Beberapa industri tetap
kurang beragam secara rasial dibandingkan yang lain. Misalnya, organisasi iklan dan media
kurang beragam dalam peringkat manajemen meskipun basis klien mereka semakin beragam
secara etnis.
Kebanyakan riset menunjukkan bahwa anggota dari ras dan etnis minoritas melaporkan
level diskriminasi yang lebih tinggi di tempat kerja. Seperti yang dibahas sebelumnya,
diskriminasi atas alasan apapun berujung pada meningkatnya perputaran pekerja, yang
berbahaya bagi kinerja organisasi. Saat representasi yang lebih baik dari semua kelompok ras
dalam organisasi tetap menjadi sebuah sasaran, riset terkini menunjukkan bahwa seorang
individu dengan status minoritas semakin tidak mungkin meninggalkan organisasinya jika
ada perasaan diinklusikan (sebuah iklim keragaman positif). Beberapa riset menyatakan
bahwa memiliki sebuah iklim keragaman positif secara keseluruha dapat berujung pada
meningkatnya penjualan.
4. Agama
Tidak hanya orang-orang yang religius dan nonreligius yang mempertanyakan sistem
kepercayaan satu sama lain; sering kali orang-orang dengan kepercayaan yang berbeda
berkonflik. Hukum federal Amerika Serikat melarang pemberi kerja mendiskriminasi pekerja
berdasarkan agamanya, dengan sangat sedikit pengecualian. Meskipun demikian. Itu tidak
berarti balewa agama bukanlah isu dalam perilaku organisasi.
Mungkin isu keragaman agama paling besar di Amerika Serikat dewasa ini adalah sekitar
Islam. Ada hampir dua juta Muslim di Amerika Serikat, dan di seluruh dunia, Islamadalah
salah satu agama paling populer. Ada beragam perspektif dalam Islam, Riset telah
menunjukkan bahwa pelamar pekerjaan di Amerika Serikat mendapati wawancara yang lebili
singkat dan lebih negatif secara interpersonal dibandingkan pelamar yang tidak mengenakan
pakaian beridentitas Muslim.
Kepercayaan dapat menjadi suatu isu pekerjaan saat kepercayaan agama melarang atau
mendorong perilaku tertentu. Berdasarkan kepercayaan agamanya, beberapa ahli farmasi
menolak untuk memberikan RU-486, pil aborsi “morning after”. Banyak umat Kristen yang
tidak meyakini bahwa mereka harus bekerja hari Minggu, dan banyak umat Yahudi
konservatif percaya bahwa mereka seharusnya tidak bekerja hari Sabtu. Individu yang
religius juga bisa beranggapan bahwa mereka memiliki kewajiban untuk menunjukkan
kepercayaannya di tempat kerja, dan mereka yang tidak memiliki kepercayaan lain mungkin
merasa keberatan. Mungkin, sebagai hasil dari persepsi yang berbeda mengenai peran agama
di tempat kerja, klaim diskriminasi agama telah menjadi sumber klaim diskriminasi yang
banyak berkembang di Amerika Serikat.
5. Orientasi Seksual
Sementara banyak hal telah berubah, penerimaan penuh dan akomodasi atas pekerja gay,
lesbian, biseksual, dan transgender tetap menjadi hal yang masih berlangsung.Sebuah studi
terkini Universitas Harvard menginvestigasi isu ini dengan pengalaman lapangan. Peneliti
mengirimkan resume yang fiktif tapi realistis dalam lamaran kepada 1.700 pembukaan
pekerjaan aktual. Aplikasi ini identik dengan satu pengecualian: Sebagian menyebutkan
keterlibatan dalam organisasi gay selama kuliah; dan sebagian lagi tidak. Lamaran tanpa
penyebutan itu menerima 60% lebih panggilan kembali dibandingkan yang
mencantumkannya.” Bagi provinsi dan daerah yang tidak melindungi diskriminasi atas dasar
orientasi seksual, hampir seluruh diskriminasi orientasi seksual sama banyaknya dengan
klaim diskriminasi lain seperti jenis kelamin dan ras.
Hukum federal tidak melarang diskriminasi atas pekerja berdasarkan orientasi seksual,
meskipun 21 negara bagian dan lebih dari 160 daerah melarang. Pengembangan terkini
menyatakan, meskipun demikian, kita bisa saja di atas puncak perubahan. Pemerintah federal
telah melarang diskriminasi atas pekerja pemerintah berdasarkan orientasi seksual. Equal
Employment Opportunity Commision (EEOC), yaitu agen federal yang bertanggung jawab
untuk mendorong hukum diskriminasi pekerjaan, baru-baru ini menyatakan bahwa stereotip
atas individu lesbian, gay, dan biseksual mewakili diskriminasi jenis kelamin yang dilindungi
dalam Undang-Undang Hak Sipil tahun 1964. Akhirnya, legislasi tertunda federal atas
diskriminasi berdasarkan orientasi seksual-Undang Undang Non-Diskriminasi Pekerjaan-
terus menerima dukungan yang lebih dan lebih dalam Konggres.
Bahkan dalam ketiadaan legislasi federal, banyak organisasi yang telah
mengimplementasikan kebijakan dan prosedur yang melindungi pekerja atas dasar orientasi
seksual. Beberapa telah dikenal atas budaya konservatifnya.IBM, terkenal karenasuatu waktu
mengharuskan pekerjanya mengenakan kemeja putih dan dasi, telah mengadopsi banyak
kebijakan untuk memfasilitasi penerimaan dan produktivitas pekerja gay dan transgender.
Rayheton, pendiri kapal misil Tomahawk dan sistem pertahanan lainnya, menawarkan laba
mitra dalam negeri, mendukung hak-hak kelompok gay, serta memberikan keuntungan dalam
pasar yang kompetitif untuk insinyur dan ilmuwan.
IBM dan Raytheon tidak sendirian Survei menunjukkan bahwa lebih dari 90%
perusahaan dattar Fortune 500 memiliki kebijakan yang mencakup orientasi seksual.Untuk
identitas jenis kelamin. Perusahaan semakin menempatkan kebijakan-kebijakan untuk
mengelola bagaimana organisasi mereka memperlakukan pekerja-pekerja yang disebut
transgender. Tahun 2001, hanya delapan perusahaan dalam Fortune 500 yang memiliki
kebijakan tentang identitas jenis kelamin. Tahun 2013, jumlah itu meningkat menjadi hampir
setengah dari total keseluruhan.
Di antara Fortune 1000, beberapa perusahaan tidak memiliki manfaat kerja
samadomestik saat ini atau klausa nondiskriminasi untuk pekerja gay. Beberapa di
antaranyaadalah ExxonMobil, Gannet, Goodrich, H.J Heinz, Kohl’s, Liberty Mutual, Lowe’s,
Nestle New York Stock Exchange (NYSE), Phillip Morris, RadioShack, Sherwin Williams,
SYSCO, TRW, Tyson Foods, dan The Washington Post. Baru-baru ini, National Footbal
League (NFL) disoroti ketika diungkapkan bahwa selama NFL bergabung, ketika pemain
kampus dinilai sebelum bermain, beberapa tim NFL mempertanyakan mengenai
hubunganantara pemain dengan wanita yang tampaknya untuk menilai orientasi seksual
pemain.
Oleh karena itu, ketika waktu telah berubah dengan pasti, orientasi seksual danidentitas
jenis kelamin tetap menjadi perbedaan individu yang menerima perlakuan sangatberbeda
menurut hukum kita dan diterima cukup berbeda dalam organisasi berbeda.

Anda mungkin juga menyukai