Anda di halaman 1dari 14

TUGAS INDIVIDU

RESUME CHAPTER 11
DEVELOPING LEADERSHIP DIVERSITY

DOSEN PENGAMPU MATA KULIAH:


Surahman Pujianto, S.Psi., M.M.

DISUSUN OLEH:
Almira Yasmine Dharmawan (201980053)
11-1 Leading People Who Aren’t Like You
Manfaat diversity adalah salah satu alasan tampilan organisasi Amerika mulai
berubah, dengan perempuan dan minoritas perlahan-lahan mulai menaiki posisi
kepemimpinan tingkat atas. Namun, masih banyak tantangan untuk menciptakan organisasi
yang beragam dengan budaya inklusif.
Rasisme dan seksisme di tempat kerja sering muncul dengan cara halus seperti
pengabaian oleh bawahan untuk tugas yang diberikan, kurangnya urgensi dalam
menyelesaikan tugas penting, pengabaian komentar atau saran yang dibuat dalam rapat tim.
Banyak pemimpin minoritas bergumul setiap hari dengan masalah pendelegasian wewenang
dan tanggung jawab kepada karyawan yang kurang menghormati mereka. Hal ini
dikarenakan nilai budaya dan sistem organisasi di banyak perusahaan tidaklah mendukung
dan menghargai keberagaman (diversity)

11-2 Diversity Today


Tujuan para pemimpin saat ini adalah untuk menyadari bahwa setiap orang dapat
membawa nilai dan kekuatan ke tempat kerja berdasarkan kombinasi karakteristiknya yang
beragam. Organisasi menetapkan program keragaman tenaga kerja untuk mempromosikan
perekrutan, inklusi, dan kemajuan karir karyawan yang beragam dan untuk memastikan
bahwa perbedaan diterima dan dihormati di tempat kerja.

Definition of Diversity
Workforce diversity, berarti tenaga kerja yang terdiri dari orang-orang dengan
kualitas manusia yang berbeda atau yang termasuk dalam berbagai kelompok budaya.
Sedangkan dari perspektif individu, diversity mengacu pada semua cara di mana orang
berbeda, termasuk dimensi seperti usia, ras, status perkawinan, kemampuan fisik, tingkat
pendapatan, dan gaya hidup. Empat dekade yang lalu, sebagian perusahaan mendefinisikan
diversity dalam kerangka dimensi yang sangat terbatas, sedangkan pada organisasi saat ini
merengkul definisi yang jauh lebbih inlusid yang mengakui spektrum perbedaan yang
mempengaruhi bagaimana cara seseorang mendekati pekerjaan, berinteraksi satu sama lain,
memperoleh kekuasaan dari pekerjaan mereka, serta mendefinisikan diri mereka di tempat
kerja.
Pada gambar 11.1 mengilustrasikan perbedaan antara traditional vs inclusive model of
diversity. Dimensi keragaman yang ditunjukkan dalam model tradisional terutama
mencerminkan perbedaan bawaan yang langsung dapat diamati, seperti ras, jenis kelamin,
usia, dan kemampuan fisik. Namun, model keragaman inklusif mencakup semua cara di
mana orang berbeda, termasuk dimensi keragaman yang dapat diperoleh atau diubah
sepanjang hidup seseorang. Dimensi-dimensi ini mungkin memiliki dampak yang lebih kecil
daripada yang ada dalam model tradisional tetapi bagaimanapun juga mempengaruhi definisi
diri dan pandangan dunia seseorang serta mempengaruhi cara orang tersebut dilihat oleh
orang lain.
Misalnya, para veteran perang di Irak dan Afghanistan mungkin sangat terpengaruh
oleh pengalaman militer mereka dan mungkin dianggap berbeda dari orang lain. Seorang
karyawan yang tinggal di proyek perumahan umum akan dianggap berbeda dari orang yang
tinggal di bagian kota yang makmur. Wanita dengan anak-anak dipersepsikan secara berbeda
di lingkungan kerja dibandingkan mereka yang tidak memiliki anak. Dimensi sekunder
seperti gaya kerja dan tingkat keterampilan sangat relevan dalam pengaturan organisasi.

Changing Attitudes toward Diversity


Sikap terhadap diversity berkembang sebagian karena mereka sebagai pemimpin
harus menanggapi perubahan signifikan dalam masyarakat kita, termasuk perubahan
demografis, pergeseran nilai-nilai sosial, dan globalisasi. Seperti yang terjadi di Amerika
Serikat, minoritas sekarang mencapai sekitar 39 persen dari total populasi. Sekitar 32 juta
orang berbicara bahasa Spanyol di rumah, dan hampir setengah dari orang-orang ini
mengatakan bahwa mereka tidak berbicara bahasa Inggris dengan baik. ekerja kelahiran asing
membentuk lebih dari 16 persen dari angkatan kerja AS. Ke depan, jumlah karyawan
Hispanik akan tumbuh paling besar, meningkat 18,6 persen pada tahun 2020.10 Wanita
adalah bagian yang berkembang dari angkatan kerja dan semakin menuntut perlakuan yang
lebih adil dan setara. Jajak pendapat juga menunjukkan bahwa pandangan tentang adat
istiadat dan gaya hidup sosial sedang bergeser. Persentase yang mengatakan masyarakat
harus mendorong toleransi yang lebih besar dari orang-orang dengan gaya hidup dan latar
belakang berbeda meningkat dari 29 persen pada 1999 menjadi 44 persen pada 2013.
Dukungan untuk pernikahan gay meningkat menjadi 53 persen dari 30 persen pada 2004, dan
pernikahan sesama jenis menjadi legal di Amerika Serikat pada Juni 2015. Faktor lain yang
berkontribusi terhadap peningkatan penerimaan diversity adalah globalisasi.

The Value of Organizational Diversity


Alasan strategis yang jelas mengapa CIA dan MI6 harus lebih beragam untuk
mencerminkan realitas global baru, tetapi semua organisasi membutuhkan keragaman
pemikiran untuk mencapai kinerja tinggi. Keberagaman pemikiran terdapat landasan gagasan,
pendapat, dan pengalaman yang lebih luas dan mendalam untuk pemecahan masalah,
kreativitas, dan inovasi.
● Sebuah studi, perusahaan yang menilai tinggi kreativitas dan inovasi memiliki
persentase karyawan wanita dan pria nonkulit putih yang lebih tinggi daripada
perusahaan yang kurang inovatif.
● Studi terbaru lainnya menunjukkan bahwa kecerdasan kolektif sebuah tim meningkat
ketika ada lebih banyak anggota wanita dalam tim.
● Perusahaan dengan tim kepemimpinan puncak yang lebih beragam mengungguli
rekan-rekan mereka secara finansial.

Diversity dapat dapat membantu perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan yang


beragam. Budaya memainkan peran penting dalam menentukan barang, hiburan, layanan
sosial, dan produk rumah tangga yang digunakan orang, sehingga organisasi merekrut
karyawan minoritas yang dapat memahami betapa beragamnya orang hidup dan apa yang
mereka inginkan dan butuhkan.

11-3 Challenges Minorities Face


Sangat sulit untuk menciptakan lingkungan yang inklusif di mana semua individu
merasa dihormati, dihargai, dan mampu mengembangkan bakat unik. Kebanyakan orang,
termasuk pemimpin, memiliki kecenderungan alami terhadap ethnocentrism, yang mengacu
pada keyakinan bahwa budaya dan subkultur sendiri secara inheren lebih unggul daripada
budaya lain.
Prejudice, Stereotypes, and Discrimination
Salah satu masalah yang signifikan di organisasi yakni, prejudice yang merupakan
perasaan atau pendapat yang merugikan terbentuk tanpa memperhatikan fakta. Seseorang
yang berprasangka cenderung memandang mereka yang berbeda sebagai kekurangan. Salah
satu aspek dari prejudice adalah stereotyping. Stereotype adalah keyakinan atau citra yang
kaku, berlebihan, tidak rasional, dan biasanya negatif yang terkait dengan sekelompok orang
tertentu. Discrimination, memperlakukan orang secara berbeda berdasarkan sikap dan
stereotip yang merugikan. Seperti:
● Membayar seorang wanita kurang dari seorang pria untuk pekerjaan yang sama
adalah diskriminasi gender.
● Menolak untuk mempekerjakan seseorang karena dia memiliki etnis yang berbeda
adalah diskriminasi etnis. Misalnya, beberapa tahun yang lalu, seorang manajer di
sebuah bank besar mendapat perlawanan dari para pemimpin senior karena dia ingin
mempekerjakan seorang pelamar India yang mengenakan sorban.

The Glass Ceiling


Bias bawaan ini sebagian dapat disalahkan karena membangun glass celling,
penghalang tak terlihat yang memisahkan perempuan dan minoritas dari posisi
kepemimpinan puncak.Ketika eksekutif memilih penerus atau seseorang untuk posisi teratas,
mereka cenderung memilih seseorang yang mirip dengan mereka, dan biasanya berarti
sebagian besar laki-laki dan sebagian besar berkulit putih. Perempuan dan minoritas dapat
melihat ke atas melalui langit-langit, tetapi sikap yang berlaku adalah hambatan tak terlihat
untuk kemajuan mereka sendiri. Penelitian juga menunjukkan adanya "dinding kaca" yang
berfungsi sebagai hambatan tak terlihat untuk gerakan lateral penting dalam organisasi.

11-4 Ways Women Lead


● Studi menunjukkan bahwa organisasi dengan lebih banyak pemimpin perempuan
memiliki hasil keuangan hingga 65 persen lebih tinggi daripada mereka yang tidak
memiliki perwakilan perempuan.
● Wanita sering menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda dari pria dan sangat
efektif dalam lingkungan yang penuh gejolak dan beragam budaya saat ini. Karena
pendekatan perempuan lebih selaras dengan kebutuhan dan nilai-nilai lingkungan
multikultural.
Women as Leaders
● Menurut James Gabarino, seorang penulis dan profesor pembangunan manusia di
Cornell University, wanita "lebih mampu menyampaikan apa yang dibutuhkan
masyarakat modern dari orang-orang memperhatikan, mematuhi aturan, kompeten
secara verbal, dan berurusan dengan hubungan interpersonal di kantor.''
● pemimpin wanita biasanya dinilai lebih tinggi oleh bawahan dalam keterampilan
interpersonal serta faktor-faktor seperti perilaku tugas, komunikasi, kemampuan untuk
memotivasi orang lain, dan tujuan, prestasi.

Dapat disimpulkan:
● Pemimpin wanita dinilai memiliki pengaruh yang lebih ideal, memberikan
motivasi yang lebih inspirasional, menjadi lebih perhatian secara individu, dan
menawarkan lebih banyak stimulasi intelektual.

Is Leader Style Gender-Driven?


Peneliti telah meneliti pertanyaan apakah wanita memimpin secara berbeda dari pria.
Meskipun generalisasinya luas, penelitian ilmu sosial menunjukkan bahwa kualitas komunal
yang dominan, seperti kasih sayang dan kebaikan, lebih diasosiasikan dengan wanita secara
umum dan kualitas agen yang dominan, seperti ketegasan dan daya saing, lebih diasosiasikan
dengan pria.
Ciri-ciri kepemimpinan yang secara tradisional dikaitkan dengan laki-laki kulit putih
kelahiran Amerika termasuk agresivitas atau ketegasan, analisis rasional, dan sikap
''mengambil alih''. Pemimpin laki-laki cenderung kompetitif dan individualistis dan lebih
suka bekerja dalam hierarki vertikal. Mereka mengandalkan otoritas dan posisi formal dalam
berurusan dengan bawahan.
Beberapa wanita juga mencerminkan karakteristik ini, tentu saja, tetapi penelitian
telah menemukan bahwa, secara umum, wanita lebih menyukai lingkungan yang kurang
kompetitif daripada pria, cenderung lebih kolaboratif, dan lebih peduli dengan pembangunan
hubungan, inklusivitas, partisipasi, dan kepedulian.
Profesor dan penulis Judy B. Rosener menyebut pendekatan perempuan terhadap
kepemimpinan sebagai interactive leadership. Pemimpin menyukai proses konsensual dan
kolaboratif, dan pengaruh berasal dari hubungan daripada kekuasaan dan otoritas posisi.
Beberapa psikolog telah menyarankan bahwa wanita mungkin lebih berorientasi pada
hubungan daripada pria, karena kebutuhan psikologis yang berbeda yang berasal dari
pengalaman awal. Perbedaan antara orientasi hubungan laki-laki dan perempuan ini
terkadang digunakan untuk menunjukkan bahwa perempuan tidak dapat memimpin secara
efektif karena mereka gagal menjalankan kekuasaan. Pemimpin laki-laki dapat
mengasosiasikan kepemimpinan yang efektif dengan proses perintah dan kontrol dari atas ke
bawah, kepemimpinan interaktif perempuan tampaknya sesuai untuk masa depan organisasi
keragaman, globalisasi, dan pembelajaran.

11-5 Global Diversity


Salah satu sumber keragaman yang paling cepat meningkat adalah globalisasi, yang
berarti bahwa para pemimpin menghadapi masalah keragaman di tahap yang lebih luas
daripada sebelumnya. Untuk para pemimpin yang berinteraksi dengan orang-orang dari
budaya lain, bahkan sesuatu yang tampaknya sederhana seperti jabat tangan dapat
membingungkan, seperti yang diilustrasikan pada gambar 11.4. Jika cara berjabat tangan
yang benar bisa sangat bervariasi, tidak heran para manajer mengalami kesulitan mengetahui
bagaimana harus bertindak ketika melakukan bisnis dengan orang-orang dari atau di negara
lain.
Para pemimpin dapat mengatasi tantangan keragaman global dengan memahami
lingkungan sosiokultural dan dengan mengembangkan cultural intelligence (CQ) yang lebih
tinggi untuk mengetahui bagaimana berperilaku dengan tepat.
The Sociocultural Environment
Perbedaan sosial dan budaya dapat memberikan lebih banyak potensi kesulitan dan
konflik daripada sumber lainnya. Misalnya, setelah ratusan karyawan yang sebagian besar
Muslim Somalia keluar untuk memprotes tidak diperbolehkannya waktu istirahat tambahan
untuk sholat selama bulan Ramadhan, para pemimpin di pabrik pengemasan daging JBS
Swift & Company di Omaha, Nebraska, mengubah kebijakan mereka sehingga para pekerja
dapat sholat pada waktu yang tepat. waktu. Namun, hal itu menyebabkan protes oleh pekerja
non-Muslim, yang menuduh ''perlakuan istimewa'', menyebabkan para pemimpin
mempertimbangkan kembali untuk mengizinkan istirahat ekstra untuk sholat. Ketegangan
dan konflik menyebabkan hampir kerusuhan, dan para pemimpin Swift bekerja lembur untuk
menyelesaikan masalah antara kelompok yang berbeda.

Social Value Systems


Penelitian yang dilakukan oleh Geert Hofstede pada karyawan IBM di 40 negara
menemukan bahwa pola pikir dan nilai-nilai budaya pada isu-isu seperti individualisme
versus kolektivisme sangat mempengaruhi hubungan organisasi dan karyawan dan sangat
bervariasi antar budaya.
● Power distance
High power distance berarti orang menerima ketidaksetaraan dalam kekuasaan antara
lembaga, organisasi, dan individu. Jarak kekuasaan yang rendah berarti orang
mengharapkan kesetaraan dalam kekuasaan. Negara yang menghargai jarak
kekuasaan tinggi adalah Malaysia, Filipina, dan Panama. Negara-negara yang
menghargai jarak kekuasaan rendah antara lain Denmark, Austria, dan Israel.
● Uncertainty avoidance
High uncertainty avoidance berarti bahwa anggota masyarakat merasa tidak nyaman
dengan ketidakpastian dan ambiguitas dan dengan demikian mendukung keyakinan
dan perilaku yang menjanjikan kepastian dan kesesuaian. Penghindaran
ketidakpastian yang rendah berarti bahwa orang memiliki toleransi yang tinggi
terhadap hal-hal yang tidak terstruktur, tidak jelas, dan tidak dapat diprediksi. Budaya
penghindaran ketidakpastian yang tinggi termasuk Yunani, Portugal, dan Uruguay.
Singapura dan Jamaika adalah dua negara dengan nilai penghindaran ketidakpastian
yang rendah.
● Individualism and collectivism
Individualism mencerminkan nilai untuk kerangka sosial yang terjalin secara longgar
di mana individu diharapkan untuk menjaga diri mereka sendiri. Collectivisme adalah
preferensi untuk kerangka kerja sosial yang terjalin erat di mana orang-orang saling
memperhatikan dan organisasi melindungi kepentingan anggotanya. Negara-negara
dengan nilai individualis antara lain Amerika Serikat, Inggris Raya, dan Kanada.
Negara dengan nilai kolektivis adalah Guatemala, Ekuador, dan Panama.
● Masculinity and femininity
Masculinity mencerminkan preferensi untuk pencapaian, kepahlawanan, ketegasan,
sentralitas kerja, dan kesuksesan materi. Femininity mencerminkan nilai-nilai
hubungan, kerjasama, pengambilan keputusan kelompok, dan kualitas hidup. Jepang,
Austria, dan Meksiko adalah negara dengan nilai maskulin yang kuat. Negara-negara
dengan nilai feminin yang kuat termasuk Swedia, Norwegia, Denmark, dan bekas
Yugoslavia. Baik pria maupun wanita menganut nilai dominan dalam budaya
maskulin atau feminin.

Developing Cultural Intelligence


Meskipun memahami lingkungan sosiokultural dan perbedaan nilai sosial sangat
penting, seseorang tidak dapat berharap untuk mengetahui segala sesuatu yang diperlukan
untuk bersiap menghadapi setiap situasi yang mungkin terjadi. Dengan demikian, dalam
lingkungan multikultural, para pemimpin akan paling berhasil jika mereka fleksibel secara
budaya dan mampu dengan mudah beradaptasi dengan situasi dan cara baru dalam
melakukan sesuatu. Mereka membutuhkan CQ yang tinggi. Culture intelligence mengacu
pada kemampuan seseorang untuk menggunakan keterampilan penalaran dan pengamatan
untuk menafsirkan gerakan dan situasi yang tidak dikenal dan merancang respons perilaku
yang sesuai.
● Mengembangkan CQ yang tinggi memungkinkan seseorang untuk menafsirkan situasi
yang tidak dikenal dan beradaptasi dengan cepat. dan tidak boleh,'' CQ
memungkinkan seseorang untuk menemukan petunjuk tentang pemahaman bersama
suatu budaya dan menanggapi situasi baru dengan cara yang sesuai secara budaya.

Culture intelligence mencakup tiga komponen yang bekerja sama: cognitive, emotionall, dan
physical.
● Komponen kognitif melibatkan keterampilan pengamatan dan pembelajaran
seseorang dan kemampuan untuk menangkap petunjuk untuk memahami.
● Aspek emosional menyangkut kepercayaan diri dan motivasi diri seseorang. Seorang
pemimpin harus percaya pada kemampuannya untuk memahami dan berasimilasi ke
dalam budaya yang berbeda. Kesulitan dan kemunduran adalah pemicu untuk bekerja
lebih keras, bukan alasan untuk menyerah.
● Komponen ketiga, fisik, mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengubah pola
bicara, ekspresi, dan bahasa tubuhnya agar selaras dengan orang-orang dari budaya
yang berbeda. Kebanyakan orang tidak sama kuatnya di ketiga bidang tersebut, tetapi
memaksimalkan CQ mengharuskan mereka memanfaatkan ketiga aspek tersebut.
Mengembangkan CQ yang tinggi mengharuskan seorang pemimpin bersikap terbuka
dan menerima ide dan pendekatan baru. Bekerja di negara yang berbeda adalah salah satu
cara terbaik orang dapat melampaui zona nyaman mereka dan mengembangkan perspektif
yang lebih luas dan lebih global. Satu studi menemukan bahwa orang yang paling mudah
beradaptasi dengan manajemen global adalah mereka yang tumbuh dewasa belajar bagaimana
memahami, berempati, dan bekerja dengan orang lain yang berbeda dari diri mereka sendiri

Leadership Implications
Untuk memimpin secara efektif dalam lingkungan global yang beragam, para
pemimpin harus menyadari perbedaan budaya dan subkultur. Penting bagi para pemimpin
untuk menyadari bahwa budaya mempengaruhi gaya dan situasi kepemimpinan.
Bagaimana perilaku pemimpin dipersepsikan berbeda dari budaya ke budaya.
Misalnya, ada variasi luar biasa di berbagai negara dalam hal apa yang diharapkan dan
dilakukan oleh para pemimpin. Misalnya, haruskah pemimpin menjadi ahli yang memberikan
jawaban tepat atas pertanyaan karyawan mereka atau haruskah mereka menjadi fasilitator
yang membantu karyawan menemukan solusi daripada memberi mereka jawaban langsung?
Jawabannya bervariasi dari satu negara ke negara lain, dan masalah dapat terjadi ketika
pemimpin yang tidak sadar dari satu budaya berinteraksi dengan karyawan dari budaya lain.

11-6 Becoming an Inclusive Leader


Salah satu tujuan organisasi global saat ini adalah untuk memastikan bahwa semua
orang, perempuan, etnis minoritas, orang muda, gay dan lesbian, orang cacat, orang tua, ras
minoritas, serta laki-laki kulit putih—diberikan kesempatan yang sama dan diperlakukan
dengan adil dan hormat.
Tampilan 11.7 menunjukkan model lima tahap kesadaran dan tindakan keragaman individu:
● Tahap 1 melihat perbedaan sebagai ancaman terhadap pandangan dunia mereka yang
nyaman dan sering menggunakan stereotip negatif atau mengekspresikan sikap
prasangka. Pemimpin pada tahap kesadaran keragaman ini menganggap diri mereka
berhasil jika catatan hukum mereka baik. Mereka mungkin memandang perempuan
dan minoritas sebagai ''masalah'' yang harus ditangani. Biasanya, para pemimpin ini
mempromosikan beberapa minoritas ke pekerjaan tingkat eksekutif untuk memenuhi
persyaratan hukum.
● Pada tahap 2, orang mencoba untuk meminimalkan perbedaan dan fokus pada
persamaan di antara semua orang. Ini adalah tahap di mana bias yang tidak disadari
dan tidak kentara paling jelas terlihat karena orang telah melangkah lebih jauh secara
terbuka, sikap-sikap yang merugikan. Para pemimpin tidak cukup mengenali atau
menanggapi tantangan yang dihadapi kaum minoritas dan perempuan dalam
organisasi.
● Ketika seorang individu bergerak ke tahap 3 kesadaran keragaman, dia menerima
perbedaan budaya dan mengakui validitas cara berpikir dan melakukan sesuatu yang
lain. Di sini, para pemimpin menjadi proaktif dan mengakui bahwa menangani isu-isu
gender, ras, disabilitas, dan sebagainya adalah penting tidak hanya bagi karyawan
minoritas tetapi juga untuk kesehatan organisasi. Mereka menyadari bahwa
perempuan dan minoritas dapat memberikan wawasan yang dibutuhkan dalam
mengembangkan dan memasarkan produk untuk pelanggan baru, sehingga mereka
mencari cara untuk menarik dan mempertahankan karyawan minoritas berkualitas
tinggi.
Di organisasi tahap 3, lebih banyak wanita dan minoritas berhasil mencapai posisi
tingkat tinggi, dan para pemimpin mulai memberikan pelatihan keragaman kepada
semua karyawan
● Ketika orang mencapai tahap 4, mereka mampu berempati dengan orang-orang yang
berbeda dari diri mereka sendiri dan dapat dengan nyaman berpindah dari satu
perspektif budaya ke budaya lain. Para pemimpin pada tahap ini membuat komitmen
yang kuat untuk kesetaraan dan komunitas yang luas dan memperbaiki penilaian yang
kurang dan kurang dimanfaatkannya perempuan dan minoritas. Pada tahap 5
kesadaran keragaman, orang mampu mengintegrasikan perbedaan dan beradaptasi
baik secara kognitif maupun perilaku. Pada tahap inilah para pemimpin dapat
menciptakan organisasi yang buta gender dan buta warna. Semua karyawan dinilai
berdasarkan kompetensi mereka, dan stereotip serta prasangka benar-benar terhapus.
Tidak ada kelompok karyawan yang merasa berbeda atau dirugikan. Tahap 5
mewakili pemimpin dan organisasi yang ideal.

11-7 Ways to Encourage the Advancement of Women and Minorities


Personal diversity awareness, didasarkan pada identitas sosial, seperti jenis kelamin
atau ras, dan adalah diorganisir untuk fokus pada perhatian karyawan dari kelompok
tertentu.81 Ini kelompok kadang-kadang disebut jaringan keragaman atau kelompok sumber
daya karyawan. Kelompok afinitas karyawan membiarkan orang-orang dengan latar belakang
yang sama berbagi pengalaman dan strategi sukses yang sama, memungkinkan mereka untuk
memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perusahaan, organisasi dan memajukan karir
mereka.

Employee Affinity Groups


Employee affinity groups didasarkan pada identitas sosial, seperti jenis kelamin atau
ras, dan adalah diorganisir untuk fokus pada perhatian karyawan dari kelompok tertentu. Ini
kelompok kadang-kadang disebut diversity networks atau employee resource groups.
Kelompok afinitas karyawan membiarkan orang-orang dengan latar belakang yang sama
berbagi pengalaman dan strategi sukses yang sama, memungkinkan mereka untuk
memberikan kontribusi yang lebih besar bagi perusahaan, organisasi dan memajukan karir
mereka.
Affinity Groups engejar berbagai kegiatan, seperti pertemuan untuk mendidik top
pemimpin, program mentoring, acara networking, sesi pelatihan dan seminar keterampilan,
program magang minoritas, dan kegiatan sukarelawan komunitas. Aktivitas ini memberi
orang kesempatan untuk bertemu, berinteraksi, dan mengembangkan sosial dan profesional
hubungan dengan orang lain di seluruh organisasi, yang sering kali mencakup eksekutif
berpengaruh dan pengambil keputusan utama. Affinity Groups adalah cara ampuh untuk
mengurangi isolasi sosial bagi perempuan dan minoritas, membantu karyawan ini menjadi
lebih efektif, dan memungkinkan anggota untuk mencapai kemajuan karir yang lebih besar.
Studi mengkonfirmasi bahwa kelompok ini dapat menjadi alat penting untuk membantu
organisasi mempertahankan karyawan minoritas tingkat manajerial.
● Karakteristik penting dari kelompok afinitas yang efektif adalah bahwa mereka
melibatkan pemimpin senior dalam acara kelompok dan bahwa mereka menemukan
cara untuk secara langsung berkontribusi pada efektivitas organisasi.
● Ketika employee affinity groups meningkatkan pandangan mereka dari memberikan
dukungan pribadi ke memungkinkan orang untuk membawa nilai bagi bisnis, itu
membantu baik organisasi maupun individu yang terlibat.

Minority Sponsorship
Manfaat lain dari kelompok afinitas karyawan adalah bahwa orang sering
mendapatkan sponsor melalui afiliasi mereka dengan kelompok. Sponsorship mengacu pada
dukungan kuat dari diposisikan dengan kuat eksekutif yang bersedia menempatkan
reputasinya pada garis untuk mempromosikan karir individu kemajuan individu ke tingkat
organisasi yang lebih tinggi. Sponsorship adalah bimbingan pada steroid. Mentor penting
karena mereka menawarkan nasihat dan bimbingan, tetapi sponsor sebenarnya mengadvokasi
atas nama anak didik dan menghubungkan individu dengan orang-orang penting dan tugas.
Karena mereka mengambil risiko, sponsor mengharapkan kinerja yang luar biasa dan
komitmen yang teguh.

Anda mungkin juga menyukai