Anda di halaman 1dari 3

Nadia Luthfi Khairunnisa

1606915173
RPP KLINIS

Jordan, A.H., & Zitek, E.M. (2012). Marital Status Bias in Perceptions of Employees.
Basic and Applied Psychology, 34, 474–481
1. Apakah asumsi peneliti terkait perempuan dalam konteks “employment”?
Berdasarkan penelitian sebelumnya, wanita yang sudah menikah dianggap sebagai
pekerja yang kurang kompeten dibandingkan dengan wanita yang lajang, terlebih
ketika wanita tersebut mempunyai anak (Correll, Benard, & Paik, 2007). Asumsi dari
peneliti menganggap bahwa perempuan yang sudah menikah cenderung tidak dapat
diandalkan sebagai pencari nafkah utama, orang mungkin menganggap karyawan
perempuan yang sudah menikah kurang berdedikasi pada pekerjaan mereka
dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang masih lajang (yang menghasilkan
penghasilan sendiri), sedangkan orang mungkin berharap karyawan pria akan lebih
termotivasi dalam pekerjaan mereka jika menikah. Alasan lebih lanjut, orang
mendiskriminasi perempuan yang sudah menikah dalam keputusan pekerjaan karena
harapan akan tanggung jawab keluarga lebih besar (mis., Pengasuhan anak) dan
tanggung jawab finansial yang kurang, melibatkan aktivasi stereotip gender.
Karena peran sosial tradisional dalam pernikahan menjadikan perempuan sebagai
pengasuh daripada pencari nafkah, perempuan yang sudah menikah dapat dipandang
lebih feminin dibandingkan perempuan lain, dan contoh-contoh prototipikal dalam
suatu kategori cenderung mendapatkan stereotip yang lebih kuat (Fiske & Taylor,
1991). Ciri-ciri feminim stereotip (mis., Pengasuhan, komunalitas) atribut ini tidak
cocok dengan atribut yang sering dianggap kondusif bagi kemajuan karier di banyak
pekerjaan dalam budaya Amerika (mis. Agensi, dominasi; Lewis, 2001; Liff & Ward,
2001). Oleh karena itu terjadilah streotipe feminim yang membuat wanita yang sudah
menikah menjadi kurang positif yang akhirnya dapat mempengaruhi keputusan
pekerjaan.
2. Sebutkan IV dan variasi IV pada Experiment 1

IV : status perkawinan yang beragam yang dimanipulasi

Variasi IV : memberikan halaman facebook pelamar yang informasinya terdiri dari


nama, umur, alamat dan semua isinya sama KECUALI status hubungan. (bagi orang
yang single, dia memakai foto sendiri, sedangkan orang yang menikah, dia memakai
foto bersama suaminya).
Nadia Luthfi Khairunnisa
1606915173
RPP KLINIS

3. Mengapakah peneliti membuat Experiment 2 setelah Experiment 1 dilakukan?

Karena pada eksperimen 1 tidak jelas apakah efek yang sama akan dialami oleh male
applicant atau hanya efek yang unik ini hanya terjadi pada wanita yang sudah
menikah. Kemudian hal ini juga tidak jelas apakah efeknya terbatas pada perusahaan
industri (konsultan) atau dapatdigeneralisasi ke karier yang lain yang populer diantara
sampel, seperti perusahaan hukum.

4. Mengapa peneliti menggunakan two-way ANOVA untuk menganalisa data pada


Experiment 2?

Penelitian ini menggunakan TWO WAY ANNOVA dikarenakan terdapat 2 IV yang


ada di dalam eksperimen 2. yaitu untuk mengukur hubungan dua arah jenis kelamin
pelamar dan status perkawinan pelamar.

5. Apakah tujuan dari Experiment 3?

Untuk menguji secara langsung bagaimana orang-orang memandang job-suitable


yang berkelanjutan (mis., kinerja, dedikasi) pada pria atau wanita yang baru saja
menikah.

6. Apakah yang dapat disimpulkan dari ketiga experiment pada artikel ini?

Dari ketiga eksperimen tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang mungkin akan
menganggap wanita kurang kompeten dalam pekerjaan setelah ia menikah, sedangkan
orang mungkin akan menganggap bahwa pria akan lebih kompeten dalam bekerja
setelah ia menikah. Hal ini dikarenakan wanita yang masih single mempunyai
tanggung jawab sosial yang lebih sedikit di luar tempat kerjanya dibandingkan dengan
wanita yang sudah menikah. Tiga eksperimen yang dilaporkan dalam artikel ini
menunjukkan bahwa orang mungkin mempunyai bias terhadap perempuan yang
sudah menikah, serta laki-laki lajang, dalam persepsi yang berkaitan dengan
kemampuan kerja dan persepsi ini dapat mempengaruhi keputusan penting seperti
apakah akan memecat seorang karyawan.

Di dalam ketiga eksperimen ini, hasilnya tidak berbeda diantara jenis kelamin
partisipan.

7. Seberapa sesuaikah hasil kesimpulan study ini dengan kondisi Indonesia? Dan
mengapa?
Nadia Luthfi Khairunnisa
1606915173
RPP KLINIS

Sesuai, karena di Indonesia juga masih mempunyai sex-role streotype dimana Sex-
role stereotype adalah suatu keyakinan bahwa sifat dan kemampuan antara pria dan
wanita adalah berbeda. Secara umum dipersepsi kan bahwa laki-laki lebih berorientasi
pada pekerjaan, lebih obyektif, lebih independen, lebih agresif, dan pada umumnya
mempunyai kemampuan lebih daripada perempuan dalam pertang gungjawaban
manajerial. Perempuan dilain pihak dipandang lebih pasif, lebih lembut, lebih ber
orientasi pada pertimbangan, lebih sensitif dan lebih rendah posisinya pada
pertanggung jawaban dalam organisasi dibandingkan laki-laki (Kreitner dan Kinichi,
2004).

Di Indonesia sendiri, Sex-Role Stereotype terdapat dalam Rekrutmen Pegawai


Akuntansi dan Keuangan. Schwartz (1996) mengatakan bahwa akuntan publik
merupakan salah satu bidang pekerjaan yang paling sulit bagi perempuan karena
intensitas pekerjaannya. Schwartz juga mengungkap kan bahwa sangat mudah untuk
mengetahui mengapa jumlah perempuan yang menjadi partner lebih sedikit
dibandingkan dengan laki laki, karena antara lain adanya kebudayaan yang diciptakan
untuk laki laki (patriarki), kemudian adanya stereotype tentang perempuan, yaitu
pendapat yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai keterikatan (komitmen)
pada keluarga yang lebih besar daripada keterikatan (komit men) terhadap karir.

Anda mungkin juga menyukai