PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Identitas perempuan selama ini telah dipersepsikan perempuan sebagai
seorang ibu. Hal ini sangat berkebalikan apabila perempuan tersebut tidak dapat
menjadi ibu. Pada umumnya, alasan perempuan menikah adalah karena didasari
dorongan untuk menjadi ibu (sifat keibuan). Donelson menjelaskan bahwa
menjadi ibu adalah pencapaian utama seorang perempuan. Hal ini ditunjukkan
dengan data penelitian yang membuktikan bahwa kebanyakan perempuan ingin
menikah disasari karena adanya perasaan cinta dan didorong oleh keinginan untuk
memperoleh keturunan dari orang yang dicintai nya. Studi lain mengenai ibu-ibu
rumah tangga di Amerika menunjukkan menjadi ibu merupakan sumber kepuasan
dan kehidupan dalam kehidupan mereka (Ulfah, S. M, & Mulyana, O. P. 2014. 1).
Dalam kehidupan budaya di Indonesia nilai anak memang masih memiliki
arti yang begitu penting. Ketiadaan anak dalam perkawinan pada waktu lama akan
menjadi masalah, karena adanya keyakinan keadaan ini akan mengancam
keutuhan rumah tangga. Masalah seperti ini sering disebut infertilitas tidak hanya
menyangkut kesehatan fisik semata-mata, tetapi juga berdampak psikologis dan
sosial bagi pasangan yang mengalaminya.
Melihat kondisi seperti ini harus segera diatasi, karena tekanan jiwa atau
emosi yang berkelanjutan bisa menurunkan kesuburan pasangan, sehingga
semakin tertekan jiwanya semakin sulit untuk mendapatkan keturunan. Tertekan
jiwa pada istri akan menyebabkan terganggunya ovulasi, sel telur tidak bisa atau
jarang bereproduksi.
Hasil penelitian Olson dan DeFrain menunjukkan bahwa beberapa
pasangan mampu menjaga hubungan pernikahan mereka, sementara lainnya yang
tidak memiliki anak menjadi kurang saling mencintai dan lebih sering terjadi
konflik. Baik konflik dengan suami maupun anggota keluarga lainnya. Westoff,
Potter, dan Sagi menjelaskan lebih lanjut bahwa usia pernikahan lebih dari tiga
thun merupakan usia yang paling diinginkan untuk memiliki anak pada pasangan
suami istri. Hal ini didukung oleh Smolak yang menyatakan bahwa pasangan
1
suami istri akan mengalami tekanan akan ketidakhadiran anak. Ketika usia
pernikahan mencapai usia tiga tahun, sedangkan Callan menjelaskan bahwa
perempuan yang tidak memiliki anak selama lima tahun pertama dalam kehidupan
pernikahannya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah dan berpikir hidupnya
kurang menarik, kosong, dan kurang bermakna dibandingkan dengan wanita yang
memiliki anak (Ulfah, S. M, & Mulyana, O. P. 2014. 2).
Infertilitas merupakan suatu masalah yang cukup sensitif bagi pasangan
suami istri yang sulit mempunyai anak. Bahkan ada beberapa kasus berujung
perceraian karena masalah ini (Sari. 2013. 103).
Saraswati, A. (2015. 5) kegagalan pasangan suami istri (pasutri) dalam
memperoleh keturunan, disebabkan oleh masalah pria atau wanita. 40 persen
kesulitan mempunyai anak terdapat pada wanita, 40 persen pada pria, dan 30
persen pada keduanya. Anggapan bahwa kaum wanitalah yang lebih bertanggung
jawab terhadap kesulitan mendapatkan anak adalah kurang tepat. WHO juga
memperkirakan sekitar 50-80 juta pasutri (1-7 pasangan) memiliki masalah
infertilitas, dan setiap tahun muncul sekitar 2 juta pasangan infertil.
Ratna, J. M. J. (2000. 303) studi ini memeriksa 77 pasutri tak subur, yang
memeriksakan diri ke klinik infertil RSUD Dr. Soetomo, cara-cara pasutri tersebut
mengatasi stress setelah didiagnosis infertil dan selama masa menanti mereka
harus membuat putusan bagaimana menghadapi masalahnya. Mereka mengisi
Ways of Coping Quastionnaire, State-Trait Anxiety Inventory (Form Y), dan Beck
Depression Inventory.
Para subjek menggunakan strategi-strategi adaktif dan problem-focused
setelah didiagnosis infertil. Strategi coping mereka ternyata berinteraksi dengan
faktor-faktor penyebab dan gender, dan selanjutnya terkait tingkat kecemasan dan
depresi. Faktor-faktor lain yang berperan terhadap hasil adalah krisis-krisis
kehidupan yang lain, lamanya menikah, dan usia, latar belakang pendidikan, nilainilai dan agama individu, perawatan yang dianjurkan, dan cara-cara penyampaian
diagnosis.
Eka, A. (2010) kecemasan adalah gangguan dalam perasaan yang ditandai
dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan.
Tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih tetap utuh,
perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal. Infertilitas adalah
2
yang
mengalami
kecemasan
ringan
11
responden
(33%).
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19232
Saraswati, A. (2015. 6) menyatakan infertilitas pada wanita dapat
disebabkan oleh infeksi vagina, kelainan serviks, sumbatan di tuba fallopii, dan
masalah ovarium. Sedangkan penyebab infertilitas sekuder, yaitu faktor usia,
masalah reproduksi dan faktor gaya hidup.
Palupi, S. (2012. 105) menambahkan secara psikologis, perubahan pada
wanita karena usia terjadi karena produksi estrogen di indung telur tiba-tiba
berhenti. Perasaan rasa cemas dan mudah berkeringat. Perubahan karena usia ini
ditandai dengan menurunnya produksi hormon, menstruasi tidak teratur, dan
keadaan fertilitas diganti dengan infertilitas.
Sholevar, G. P. dan Schwoeri, L. D. (2003. 427) Behavioral Couples
Therapy (BCT) mengarah pada berbagai teori dan teknik yang berdasarkan pada
prinsip pembelajaran diri (operant) dan pembelajaran sosial dalam mengevaluasi
dan mengatasi transaksi perkawinan dan gangguan perkawinan. Penekanan utama
dari analisis perilaku ini ada empat jenis dasar perilaku. Dua jenis penguatan
(reinforcements)
yaitu
meningkatkan
dan
mempertahankan
kemungkinan
tanggapan (perilaku) yang mereka ikuti. Dua jenis lainnya adalah hukuman
(punishment) yang mengurangi kemungkinan perilaku mereka. Pendekatan ini
3
PERUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahnnya
oleh peneliti yaitu Apakah ada efektivitas Behavioral Couples Therapy (BCT)
sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan pada perempuan yang mengalami
infertilitas?
C.
TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui apakah Behavioral Couples Therapy (BCT) efektif untuk
mengurangi kecemasan pada perempuan yang mengalami infertilitas.
2. Menerapkan Behavioral Couples Therapy (BCT) pada perempuan yang
mengalami infertilitas guna mengurangi kecemasan nya.
3. Menemukan alternatif untuk mengurangi kecemasan pada perempuan
yang mengalami infertilitas.
D.
MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti terkait efektivitas Behavioral Couples
Therapy (BCT) sebagai upaya untuk mengurangi kecemasan pada
perempuan yang mengalami infertilitas sehingga bisa digunakan sebagai
acuan dalam pengembangan keilmuan khususnya ilmu psikologi keluarga.
2. Manfaat bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur Program Studi
Pascasarjana
Magister
Profesi
Psikologi
Universitas
Katolik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dikemukakan teori yang dipakai pada penelitian ini.
Teori-teori ini berkaitan dengan kecemasan, behavioral couples therapy dan
perempuan yang mengalami infertilita.
A. Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari
Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti
mencekik. Lazarus menyatakan konsep kecemasan memegang peranan
5
yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri.
Menurut Post kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh perasaan-perasaan subjektif seperti
ketegangan, ketakutan, kekhawatiran dan juga ditandai dengan aktifnya
sistem
syaraf
pusat.
Freud
menggambarkan
dan
mendefinisikan
kerongkongan tersumbat, muka merah atau pucat, dan denyut nadi dan
nafas cepat).
Respon psikis merupakan rasa khawatir berlebihan tentang hal-hal
yang akan datang, dan kewaspadaan berlebihan. Rasa khawatir berlebihan
bisa dalam bentuk cemas, khawatir, takut, bimbang, membayangkan akan
datangnya kemalangan terhadap dirinya atau orang lain, berfirasat buruk)
kewaspadaan berlebihan bisa dalam bentuk mengalami lingkungan secara
berlebihan sehingga menyebabkan perhatian mudah teralih, sukar
berkonsentrasi, gerakan serba salah, sukar tidur, merasa grogi, mudah
tersinggung, dan tidak sabar (Rostiana, T. & Kurniati, N. M. T. 2009. 84).
Cemas merupakan suatu sikap alamiah yang dialami oleh setiap
manusia sebagai bentuk respon dalam menghadapi ancaman. Namun
ketika perasaan cemas itu menjadi berkepanjangan (maladaptif), maka
perasaan itu berubah menjadi gangguan cemas atau anxiety disorders.
Gangguan cemas merupakan salah satu bentuk gangguan yang sering
terjadi. Keluhan yang dirasakan pada penderita gangguan cemas juga
bermacam-macam, seperti rasa khawatir, gelisah, sulit tidur, takut mati,
sulit membuat keputusan, dan sebagainya. Hal ini mengakibatkan dalam
praktek sehari-hari, gangguan cemas sering luput dari diagnosis oleh
karena keluhan yang dirasakan bersifat umum atau tidak khas. Namun
sesungguhnya, ada berbagai instrumentasi yang dapat digunakan untuk
membantu
menegakkan
diagnosis
ini
dengan
mengukur
derajat
pengalaman
subjektif
mengenai
ketegangan
mental
yang
menimbulkan
gejala-gejala
fisiologis
(seperti
gemetar,
somatis
yang
dapat
somatik,
dan
afeksi.
Secara
kognitif,
kecemasaan
dan
sebagainya,
secara
afeksi
kecemasan
adalah
ketakutan
akan
terkena
hukuman
karena
sebagai
reaksi
diri
terhadap
11
kecil
dalam
pasangan
mereka
untuk
mendorong
12
mengajar
mereka
akan
dukungan
dan
pemahaman
5)
menyatakan
infertilitas
adalah
14
15
2. Tumor serviks seperti polip atau mioma yang dapat menutupi saluran
sperma atau menimbulkan discharge yang mengganggu spermatozoa.
3. Infeksi serviks yang menghasilkan asam atau sekresi purulen yang
bersifat toksin terhadap spermatozoa.
Sumbatan di tuba fallopii merupakan salah satu penyebab infertilitas.
Sumbatan tersebut dapat terjadi akibat infeksi, pembedahan tuba atau
adhesi yang disebabkan oleh endometriosis atau inflamasi. Masalah
ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista atau tumor
ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat
pembedahan yang mengganggu siklus ovarium.
Penyebab infertilitas sekunder antara lain:
1. Faktor usia, sangat berpengaruh pada kesuburan seorang wanita.
Selama wanita tersebut masih dalam masa reproduksi yang berarti
mengalami haid teratur, kemungkinan mengalami kehamilan sangat
besar. Akan tetapi seiring dengan bertambahnya
usia maka
16
tujuan meningkatkan
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penggunaan subjek tunggal sebagai subjek penelitian sekaligus
sebgai objek penelitian, berdasarkan unit analisisnya, maka desain
penelitian ini dengan menggunakan single-case experimental (Leary,
2008).
B. Identifikasi Variabel
1.
Variabel bebas
2.
Variabel tergantung
: Kecemasan
C. Definisi Operasional
Definisi Operasional Variabel Independen dan Variabel Dependen
1. Variabel Independen
Behavioral Couples Therapy (BCT) mengacu pada proses
mengatasi untuk mengubah hubungan suami istri dengan tujuan
meningkatkan
kepuasan
pernikahan
atau
mengoreksi
disfungsi
perkawinan.
2. Variabel Dependen
18
yang
menggelisahkan
sebagai
reaksi
umum
dan
O1
O2
O3
eksperimen
Keterangan:
O1
: Pre-test
O2
: Posttest
O3
: Follow-up
2. Tahap assesmen
a. Melakukan in-depth interview untuk mendapatkan informasi
yang lebih mendalam
b. Memilih angket kecemasan yang disesuaikan dengan kondisi
subjek.
c. Melakukan pemberian angket kecemasan kepada subjek
penelitian.
d. Melakukan pengkategorian hasil angket kecemasan yang telah
diisi subjek.
e. Melakukan assesmen psikologi yang dilakukan dengan
menggunakan tes TAT.
3. Tahap intervensi
Proses intervensi dilaksanakn terdiri dari beberapa sesi. Sesi pertama
dimulai dengan sesi psikoedukasi tentang infertilitas. Selanjutnya
dilakukan tahap intervensi sesuai tahapan BCT.
4. Tahap follow up
a. Peneliti melakukan proses follow-up setelah hari ke -14 setelah
proses intervensi telah berakhir.
b. Pengisian angket kecemasan.
c. Peneliti akan memberikan tes TAT subjek sebagai data posttest.
d. Peneliti akan melakukan wawancara untuk mengetahui ada
tidaknya perubahan pola interaksi subjek.
E. Populasi dan Teknik Sampling
1. Populasi
Populasi adalah suatu wilayah generalisasi yang terdiri dari
objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan. Sedangkan sampel adalah bagian dari juumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. (Sugiyono, 2012,
119)
20
22
DAFTAR PUSTAKA
Andri & Dewi, Y. (2007, Juli). Teori kecemasan berdasarkan psikoanalisis klasik
dan berbagai mekanisme pertahanan terhadap kecemasan. Majalah
Kedokteran Indonesia, 57( 7)
Eka, A. (2010). Gambaran kecemasan pasangan infertil yang berkunjung ke RS
Adenin Adenan Medan tahun 2010. Diambil, dari USU library: University
of Sumatra Utara
Web site: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/19232
Ghufron, M. N., dan Wati, S.R . 2012. Cara Tepat Menghilangkan Kecemasan
Anda . Yogyakarta: Galang Press
Leary, M. R. (2008). Introduction to Behavioral Research Methods. Pearson
Education: Boston.
Luana, N. A., Panggabean, S., Lengkong, J. V. M., dan Christine, I. (2012).
Kecemasan pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis di RS Universitas Kristen Indonesia. Artikel Asli Media
Medika Indonesiana, 46(3). Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
dan Ikatan Dokter Indonesia: Jawa Tengah
Muslimin K. (2013, Juli). Faktor faktor yang memengaruhi kecemasan
berkomunikasi di depan umum (Kasus mahasiswa fakultas dakwah
INISNU Jepara). Jurnal Interaksi, II(2). 42-52
Palupi, S. (2012, Mei). Persoalan psikologis wanita menopause. Al-Risalah, 12(1).
103-114
23
24