Abstract. Conceiving a child in marriage is one factor that influencing well-being. The inability
to have a child means to pressure and suffering for the couple, especially toward women with
idiopathic infertility. This study aimed to investigate the influence of Narima Ing Pandum (NIP)
therapy. NIP was developed based on Javanese values of sabar (patience), syukur (gratitude) and
narima (acceptance). This study used a single case A-B-A design. Psychological well-being and
NIP measured using NIP checklist and psychological well-being checklist. Visual inspection and
descriptive analysis were used. The result indicated that NIP therapy increased the psychological
well being of married women with idiopathic infertility, marked by the increasing of NIP values
of the two participants.
Abstrak. Memiliki anak merupakan salah satu faktor penting dan banyak dicari oleh pasangan
yang telah menikah. Hanya saja, tidak setiap pasangan dapat dengan mudah memiliki
keturunan, di mana salah satunya disebabkan karena masalah infertilitas. Meskipun infertilitas
ini dapat dialami oleh kedua belah pihak, hanya saja banyak penelitian menemukan bila beban
akan infertilitas ini lebih banyak dialami oleh wanita, terlebih wanita dengan gangguan fertilitas
idiopatik. Adanya beban yang besar dan banyak berdampak pada penurunan kesejahteraan
psikologis mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi Narima Ing
Pandum (NIP). NIP dikembangkan berdasarkan nilai-nilai Jawa yakni sabar, syukur dan narima.
Desain penelitian menggunakan single case A-B-A. Kesejahteraan psikologis diukur
menggunakan ceklis kesejahteraan psikologis, sedangkan sikap NIP diukur mengunakan ceklis
NIP. Hasil analisis data menggunakan visual inspection dan analisis deskriptif menemukan bahwa
terapi NIP dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis wanita menikah dengan gangguan
fertilitas idiopatik seiring dengan meningkatnya pula nilai-nilai NIP dalam diri partisipan.
Kata kunci: narima ing pandum; kesejahteraan psikologis; gangguan fertilitas idiopatik
(1985) menjelaskan bila dari sekian banyak memiliki anak salah satunya disebabkan
faktor yang ada, anak merupakan salah satu karena adanya gangguan fertilitas.
faktor terpenting dalam pernikahan. Hal Menurut pengertiannya, gangguan
tersebut disebabkan karena kehadiran anak fertilitas atau yang biasa dikenal dengan
dalam pernikahan dirasa merupakan hal istilah infertilitas merupakan suatu
yang dapat membawa banyak dampak gangguan di mana pasangan tidak mampu
positif. untuk memiliki anak setelah dalam jangka
Dalam kacamata budaya waktu 12-18 bulan melakukan hubungan
masyarakat Indonesia, Moeloek (1986) seksual secara teratur dan tanpa
menyebutkan bila kehadiran anak dalam menggunakan kontrasepsi (Hiferi, Perfitri,
kehidupan perkawinan menunjukkan suatu Iaui & Pogi, 2013). Infertilitas ini sendiri
gambaran ideal dari sebuah keluarga. Di menurut Hiferi et al. (2013) terbagi menjadi
samping itu, dari segi sisi budaya, sosial tiga jenis yaitu infertilitas primer,
dan agama yang ada di Indonesia juga infertilitasi sekunder, dan infertilitas
terdapat anggapan bila anak memiliki idiopatik. Infertilitas primer merupakan
beberapa fungsi penting dalam keluarga ketidakmampuan seseorang untuk
seperti simbol kesuburan dan keberhasilan, mendapatkan anak yang biasanya
pelanjut keturunan, sebagai teman dan disebabkan karena adanya masalah pada
penghibur, amanat dan anugrah dari Tuhan organ reproduksi. Infertilitas sekunder,
serta penolong orangtua di dunia dan merupakan ketidakmampuan seseorang
akhirat (Moeloek, 1986). Beberapa (khususnya wanita) untuk
penelitian yang dilakukan di berbagai mempertahankan kehamilan serta
daerah di Indonesia pun juga menunjukkan mengalami kesulitan untuk mendapatkan
hal serupa, bila anak dianggap dapat anak kembali setelahnya. Sedangkan
membawa nilai-nilai positif yang kuat, baik infertilitas idiopatik, merupakan pasangan
bagi individu ataupun pasangan yang telah yang memiliki hasil normal pada setiap
menikah (Singarimbun, Darroch & Meyer, pemeriksaan organ reproduksi namun
1997; Hartoyo, Latifah & Mulyani, 2011; memiliki kesulitan dalam memiliki anak,
Oktriyanto, Puspitawati & Muflikhati, biasanya dikarenakan adanya faktor
2015). Hal-hal tersebut yang kemudian psikologis.
dirasa menjadi alasan mengapa banyak Data menyebutkan, dalam kurun
pasangan sangat berusaha untuk waktu 10 tahun belakangan ini terjadi
mendapatkan keturunan setelah menikah. peningkatan jumlah pasangan infertil yang
Walaupun kehadiran seorang anak tersebar di seluruh penjuru dunia. Hal
memiliki hubungan yang kuat dengan tersebut dapat dilihat dari terus
kesejahteraan individu yang telah menikah, menurunnya angka total fertilitas atau TFR
namun tidak semua pasangan dapat (Total Fertility Rate) dari tahun ke tahun. Di
langsung dikaruniai anak seperti yang Indonesia, survei yang dilakukan oleh
diinginkan. Sebagian pasangan dapat Departemen Kesehatan menyebutkan,
dengan mudah memiliki keturunan, angka TFR Indonesia terus mengalami
sebagian lain perlu usaha yang cukup keras penurunan. Survey terakhir yang dilakukan
untuk mendapatkan keturunan, dan pada tahun 2014 menunjukkan bahwa
sebagian pasangan yang lain bahkan tidak angka TFR di Indonesia kini sebesar 2.2.
mampu mewujudkan keinginan untuk Permasalahan tentang fertilitas
mendapatkan keturunan tersebut. sebenarnya dapat dialami oleh kedua belah
Ketidakmampuan pasangan untuk pihak, baik suami ataupun istri. Hanya saja
banyak penelitian menunjukkan bahwa dialami juga menjadi faktor yang dapat
beban akan infertilitas lebih banyak dialami gangguan fertilitas idiopatik merupakan
oleh seorang istri dibandingkan suami gangguan yang menimbulkan tekanan
(Peterson, Newton, Rosen & Skaggs, 2006; psikologis yang paling tinggi dibandingkan
Draye, Wood, & Mitchell, 2009; Haica, 2013). dengan gangguan fertilitas primer ataupun
Hal tersebut terkait dengan adanya sekunder. Pada gangguan fertilitas primer
pandangan di masyarakat, dimana kodrat ataupun sekunder, wanita merasa lebih
seorang wanita salah satunya adalah masalah mudah pasrah dan menerima kenyataan
mengandung dan melahirkan anak bahwa dirinya memang tidak dapat/
(Dermatoto, 2008). Wanita dianggap kesulitan memiliki anak dikarenakan faktor
memiliki lebih banyak komponen biologis biologis yang memang bermasalah. Pada
yang menunjang keberhaslian maupun wanita dengan gangguan fertilitas idiopatik,
ketidakberhasilan dalam usaha memiliki mereka merasa tidak ada yang salah dengan
anak seperti: sel telur, indung telur, saluran kondisi tubuhnya sehingga harapan untuk
telur, rahim, mulut rahim dan vagina memiliki anak sangat besar.
(Dermatoto, 2008). Hal tersebutlah yang Adanya tekanan yang kuat baik dari
menyebabkan ketika keturunan susah lingkungan ataupun diri sendiri dirasa
diperoleh maka pihak wanita yang akan lebih menjadi faktor yang dapat menimbulkan
banyak dituntut serta dipersalahkan. Selain berbagai permasalahan pada diri seorang
itu, dengan adanya pandangan bila wanita yang telah menikah. Salah satu
wanitalah yang bertanggung jawab terhadap permasalahan yang dapat timbul adalah
keberhasilan ataupun kegagalan dalam munculnya respon stres. Respon stres atau
memiliki anak menyebabkan adanya pula yang biasa dikenal dengan stres merupakan
harapan yang besar pada diri seorang wanita suatu kondisi ketegangan mental, fisik
dalam usaha memiliki anak (Dermatoto, ataupun emosional yang dihasilkan dari
2008). adanya suatu tekanan atau stressor (Pinel,
Tekanan mengenai infertilitas pada 2009). Sesuai dengan pengertiannya, stres
wanita tidak hanya berupa stigma dan tersebut akan dapat bermanifestasi menjadi
pandangan dari masyarakat. Hal lain yang banyak bentuk, baik fisik, emosi ataupun
menjadi sumber tekanan seputar infertilitas perilaku pada individu yang mengalaminya.
pada wanita adalah mengenai lamanya Penelitian yang dilakukan oleh
pernikahan yang telah dijalani. Besarnya Rascanu & Vladica (2012) menemukan
tekanan dan harapan seputar isu fertilitas bahwa stres akan infertilitas dapat
biasanya timbul secara kuat setelah individu menimbulkan adanya perasaan depresif,
memasuki usia pernikahan tiga tahun kecemasan, bersalah serta ketakutan dalam
(Smolak, 1993). Pada masa tersebut, individu hubungan pernikahan dan sosial. Bahkan
yang telah menikah sudah diharapkan tekanan sosial pada wanita dengan
memiliki anak pertama, oleh karenanya, infertilitas juga dapat menyebabkan
ketika sampai pada masa tersebut pasangan munculnya perilaku isolasi terhadap
belum juga memiliki anak, tekanan dan lingkungan di sekitarnya (Rascanu &
harapan baik dari luar ataupun diri sendiri Vladica, 2012). Penelitian yang dilakukan
akan muncul dengan kuat (Smolak, 1993). oleh Hidayah (2012) pun menemukan bahwa
Berdasarkan hasil preliminary study stres mengenai infertilitas merupakan salah
yang dilakukan kepada lima orang wanita satu faktor yang sangat memengaruhi
dengan gangguan fertilitas yang beragam, kepuasan seorang wanita dalam menjalani
diketahui bila jenis dari fertilitas yang hubungan perkawinan. Dengan kata lain,
infertilitas dapat menyebabkan munculnya terjadi pada setiap wanita. Hal tersebut
perasaan negatif pada wanita dalam tergantung dari bagaimana koping seorang
memandang hubungan perkawinan dan individu dalam menghadapi situasi yang
sosial. dialami. Garcia, Nima & Kjell (2014)
Tidak hanya berdampak pada menyebutkan bahwa, kemampuan
pandangan pada lingkungan sosial dan penerimaan terhadap kondisi penuh stres
perkawinan, penelitian yang dilakukan oleh merupakan salah satu hal yang dapat
Tuzsr, Tuncel, Goka, Bulut, Yuksel, Atan & memengaruhi kondisi kesejahteraan
Goka (2010) menyebutkan bahwa adanya psikologis individu. Ketika individu mampu
kondisi tertekan akan adanya infertilitas melakukan penerimaan terhadap kondisi
dalam pernikahan dapat memunculkan yang dialami, individu tersebut cenderung
adanya simptom-simptom depresi dan memiliki kondisi kesejahteraan psikologis
kecemasan. Penurunan kesehatan secara fisik yang lebih baik (Garcia et al., 2014). Selain
dan kualitas hidup juga dirasakan oleh masalah penerimaan, penelitian lain juga
wanita-wanita yang memiliki tekanan mengungkapkan bahwa kemampuan untuk
mengenai isu infertilitas (Haica, 2013; Xiaoli, bersyukur (Wood, Froh & Geraghty, 2010)
et al., 2015). Penelitian lain pun juga dan sabar (Schnitker, 2012) juga memiliki
menemukan stres akan infertilitas juga dapat dampak yang positif terhadap kondisi
menyebabkan adanya perasaan kosong dan kesejahteraan psikologis individu dalam
tidak lengkap pada seorang wanita (Park & menghadapi situasi penuh tekanan. Oleh
Hill, 2014). karena itulah, perlu dilakukan suatu
Adanya berbagai kondisi negatif program intervensi yang komprehensif,
sebagai akibat dari stres infertilitas, sehingga dapat meningkatkan individu
merupakan hal yang menunjukkan terhadap situasi penuh stres dan
terjadinya penurunan terhadap kondisi kesejahteraan psikologisnya pun dapat ikut
kesejahteraan psikologis wanita menikah meningkat.
yang memiliki gangguan fertilitas. Hal Dalam menentukan jenis intervensi
tersebut sesuai dengan penjelasan yang yang tepat, salah satu hal yang perlu
dikemukakan oleh Ryff (1998) di mana diperhatikan adalah mengenai budaya dari
kesejahteraan psikologis merupakan sesuatu individu yang akan diberikan terapi. Tseng
hal yang lebih dari sekedar bebas distres atau (1999) mengungkapkan bahwa budaya dan
gangguan mental. Secara lebih jelas, intervensi psikologi merupakan dua hal yang
kesejahteraan psikologis diartikan sebagai sebaiknya tidak terpisahkan. Hal tersebut
suatu perasaan sejahtera yang ditandai disebabkan, budaya merupakan sesuatu nilai
dengan adanya sikap positif, baik terhadap yang akan memengaruhi sikap individu
diri sendiri ataupun terhadap orang lain dan dalam menghadapi sesuatu. Dengan adanya
lingkungan sekitar, mampu melakukan kesesuaian antara intervensi psikologi
pertumbuhan dan perkembangan diri yang dengan budaya yang dianut, maka
berkelanjutan, memiliki keyakinan bahwa kemungkinan keberhasilan intervensi
dirinya memiliki tujuan, mampu secara psikologi dirasa akan semakin meningkat.
efektif mengatur kehidupannya dan memiliki Senada dengan hal tersebut, White, Gibbons
prinsip (Ryff, 1998; Ryff, 2014). & Scamberger (2006) juga mengungkapkan
Meskipun terdapat kemungkinan bahwa adanya keselarasan intervensi dengan
penurunan kesejahteraan psikologi pada budaya yang dipegang oleh klien akan dapat
wanita menikah yang tidak mampu memiliki mempermudah terapis dalam menyatukan
anak, namun hal tersebut tidaklah mutlak
dan antusias pada diri klien. pemahaman bersama dengan usaha, kesabaran dan
serta memunculkan rasa aman kebersyukuran (Sulaksono, 2014). Penelitian
Di Indonesia, khususnya di Jawa, tentang NIP sebagai suatu psikoterapi sudah
salah satu nilai budaya yang masih dikenal pernah dilakukan dalam rangka pe-
dan dianut hingga saat ini adalah sikap ningkatan kesejahteraan psikologis dan
Narima Ing Pandum (NIP) (Endraswara, 2012). penurunan ekspresi emosi keluarga. Prasetyo
NIP merupakan salah satu pitutur luhur (2014) menemukan bahwa terapi NIP
(sestradi) dalam masyarakat Jawa yang terbukti mampu meningkatkan kondisi
membantu individu menemukan pencerahan kesejahteraan psikologis caregiver skizofrenia
dan kesempurnaan lahir batin (Saktimulya, yang sedang menghadapi situasi sulit. Selain
2016). Menurut pengertiannya, NIP itu, NIP juga telah terbukti mampu
didefiniskan sebagai suatu sikap sarat nilai menurunkan tingkat ekspresi emosi keluarga
spiritual yang mengajarkan individu untuk pendamping dari pasien skizofrenia (Zulyet,
mampu sadar dan menerima dengan 2014).
perasaan syukur atas apa yang telah Terapi NIP yang digunakan dalam
diberikan (pandum) oleh Tuhan serta penelitian ini, disusun dengan menggunakan
memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu pendekatan humanistik. Terapi dengan
yang terjadi sudah diatur (Bratawijaya, 1997; menggunakan pendekatan humanistik,
Endraswara, 2012; Suratno & Astiyanto, 2009, merupakan terapi yang bertujuan untuk
Rahmat, 2017). membantu individu agar dapat berfungsi
Adanya kesadaran bahwa hidup sepenuhnya (Roger, dalam Passer & Smith,
manusia telah memiliki jatah (pandum) 2007). Terapi NIP ini dilakukan dengan cara
masing-masing disinyalir mampu men- terapis mendengarkan secara aktif terhadap
dorong seseorang untuk lebih ikhlas, cerita partisipan serta terbuka terhadap
berfikiran positif serta tidak menggerutu perasaan partisipan baik yang bersifat positif
terhadap apa yang terjadi (Suratno & ataupun negatif. Terapi NIP ini bertujuan
Astiyanto, 2009; Rahmat, 2017). Selain itu, membantu partisipan untuk mengurangi
NIP juga merupakan sikap yang distres akibat adanya ketidaksesuaian antara
mengajarkan individu untuk menerima ideal self yang partisipan miliki dengan real
secara penuh kejadian masa lalu, sekarang self yang ada. Dengan adanya penurunan
dan segala kemungkinan yang dapat terjadi tingkat distres dalam diri partisipan,
(Endraswara, 2012; Sulaksono, 2014). Hal individu yang berfungsi penuh sehingga
tersebut merupakan suatu cara untuk kesejahteraan psikologis dalam diri
mengurangi kekecewaan, menghadapi diharapkan partisipan dapat menjadi
kemungkinan buruk yang terjadi serta partisipan dapat meningkat. Berdasarkan
menurunkan emosi-emosi yang bersifat uraian di atas, nilai-nilai yang terkandung
negatif seperti rasa marah, benci, kesal, dalam sikap NIP terbukti memiliki banyak
bersalah serta cemas (Endraswara, 2012; manfaat untuk meningkatkan kondisi
Sulaksono, 2014). Meskipun sikap NIP kesejahteraan psikologis individu. Penelitian
mengajarkan individu untuk belajar tentang NIP sendiri juga telah terbukti
menerima suatu kejadian, sikap NIP mampu meningkatkan kondisi kesejahteraan
bukanlah suatu sikap yang mengajarkan psikologis. Oleh karena itu, hipotesis yang
individu untuk bersikap pasif. Hal tersebut diajukan adalah Terapi Narima Ing Pandum
dikarenakan, sikap NIP mengajarkan kepada dapat meningkatkan kesejahteraan
seorang individu untuk tidak hanya psikologis pada wanita menikah yang
menerima sesuatu tanpa usaha, melainkan memiliki gangguan fertilitas idiopatik.
• Katarsis
• Pengetahuan akan sikap sabar
Kondisi stres yang bermanifestasi menjadi: • Penerapan sikap sabar
• Pengetahuan sikap syukur
- Munculnya perasaan-perasaan negatif
• Penerapan sikap syukur
pada diri sendiri seperti kecewa, sedih,
• Pengetahuan sikap narima
marah
• Penerapan sikap narima
- Munculnya perilaku isolasi diri dari
lingkungan
- Ketidakpuasan dalam hubungan - Lebih sabar dalam dalam
pernikahan dan sosial menghadapi stressor yang ada.
- Munculnya simptom depresi dan - Lebih mampu menerima kondisi
kecemasan saat ini
- Lebih bersyukur dan menghargai
hal-hal yang sudah dimiliki
Keterangan :
: menghasilkan
: pemberian intervensi
Skor Ceklis
76 Intervensi
74
Baseline A2
72
Linear
70 (Intervensi)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
40 Baseline 1
30 Intervensi
20
Baseline 2
10
Linear
0 (Intervensi)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Gambar 3. Grafik Hasil Skor Ceklis Harian Sikap NIP (Cek Manipulasi)
menurun pada fase baseline 1, kemudian sedikit naik pada fase pertengahan
mulai naik pada awal fase intervensi kemudian menurun pada fase akhir
kemudian cenderung stabil pada intervensi hingga baseline 2.
pertengahan intervensi, sempat naik cukup Dari hal tersebut dapat disimpulkan
tajam pada pertemuan ke 6 proses intervensi bahwa meskipun kondisi kesejahteraan
dan stabil pada fase baseline 2. psikologis partisipan sempat menurun pada
Berbeda dengan dua sikap yang lain, awal fase intervensi, terapi NIP mampu
sikap narima dalam diri partisipan terlihat kembali meningkatkan kesejahteraan
mengalami penurunan. Dari perhitungan psikologis pada diri partisipan, seiring
hasil skor rerata diketahui bila partisipan dengan meningkatnya pula kualitas sikap-
memperoleh skor M= 17 pada fase baseline 1, sikap NIP dalam diri partisipan khususnya
kemudian turun menjadi M= 16,7 pada fase sikap sabar dan syukur. Selain itu, efek dari
intervensi dan semakin turun menjadi M= 16 terapi NIP masih bertahan pada diri
pada fase baseline 2. Bila dilihat dari hasil partisipan baik terhadap sikap NIP ataupun
garis grafik, seperti yang tertera pada gambar kesejahteraan diri meskipun terapi sudah
4, diketahui bila partisipan N berada dalam tidak lagi diberikan.
kondisi stabil pada fase baseline 1, kemudian
menurun pada fase awal intervensi, sempat
100
80
Skor Ceklis
baseline A1
60
intervensi
40
baseline A2
20
Linear
(intervensi)
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
terapi, rerata hasil skor partisipan juga bergerak dari M= 13,3 pada fase baseline 1,
terlihat mengalami kenaikan kondisi menjadi M= 15,5 pada fase intervensi dan M=
kesejateraan psikologis dengan nilai M=68,4. 19 pada fase baseline 2. Untuk aspek sikap
Perhitungan skor rerata pada fase baseline 2 narima, diketahui bila partisipan
juga menunjukkan bila partisipan semakin memperoleh hasil rerata skor M= 11 pada
mengalami peningkatan kondisi kesejahtera- baseline 1, kemudian naik menjadi M= 15 pada
an psikologis dengan skor M = 79.3. . Dari fase intervensi dan M= 19,7 pada fase baseline
arah garis tren syang bergerak semakin ke 2.
kanan atas seperti yang terdapat pada Apabila dilihat dari hasil grafik skor
gambar 5, dapat disimpulkan bila kondisi per aspek NIP, seperti yang tertera dalam
kesejahteraan psikologis terlihat mengalami gambar 7, terlihat bila partisipan A memang
peningkatan. mengalami peningkatan pada ketiga aspek
Adanya perubahan terhadap hasil dalam NIP. Meskipun ketiganya sama-sama
kesejahteraan psikologis partisipan A mengalami peningkatan, sikap sabar dan
ternyata memiliki kesesuaian dengan sikap narima merupakan dua sikap yang
perubahan hasil kualitas sikap NIP pada diri terlihat mengalami peningkatan yang lebih
partisipan. Berdasarkan perhitungan hasil banyak dibandingkan dengan sikap syukur.
skor rerata ceklis sikap harian NIP, diketahui Hasil ga mbar grafik juga menunjukkan bila
bila partisipan mengalami kenaikan dari skor peningkatan aspek-aspek dalam NIP
M= 34,3 pada fase baseline 1, kemudian partisipan mulai terlihat sejak awal intervensi
meningkat menjadi M= 44,6 pada fase hingga fase baseline 2.
intervensi dan terus meningkat menjadi M= Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
57,3 pada fase baseline 2. Adanya peningkatan bahwa terapi NIP dapat meningkatkan sikap-
hasil skor rerata tersebut menunjukkan bila sikap NIP yang berupa sikap sabar, sikap
terjadi peningkatan sikap NIP pada diri syukur dan sikap narima dalam diri
partisipan. partisipan, yang kemudian berpengaruh pula
Peningkatan sikap NIP dalam diri dalam peningkatan kondisi kesejahteraan
partisipan A juga dapat terlihat dari arah tren psikologis.
garis linear seperti yang terdapat pada
gambar 6. Kenaikan mulai terjadi sejak fase Analisis deskriptif
intervensi diberikan kepada partisipan, Data deskriptif diperoleh dari hasil lembar
terutama mulai dari pertemuan ketiga. kerja, wawancara dan hasil observasi tertulis.
Kenaikan sikap NIP juga terus terlihat hingga Berdasarkan data deskriptif partisipan,
fase baseline 2, yaitu fase setelah intervensi partisipan mengungkapkan bila dirinya
selesai diberikan.Bila dianalisis secara lebih memiliki keinginan untuk mendapat anak
terperinci terhadap aspek-aspek dalam NIP, sejak lama. Hanya saja, meskipun telah
diketahui bila partisipan mengalami melakukan banyak usaha baik medis
peningkatan pada ataupun non medis, A belum juga berhasil
ketiga aspek dalam NIP. Berdasarkan mendapatkan keturunan. Hal tersebut
perhitungan skor rerata aspek sabar, menyebabkan munculnya perilaku
diketahui bila partisipan A mendapatkan mempertanyakan dan menyalahkan diri
skor M= 10 pada fase baseline 1, meningkat sendiri atas kondisi yang ada. Partisipan juga
menjadi M= 14,1 pada fase intervensi dan mengungkapkan bila kondisinya yang sulit
semakin meningkat menjadi M= 18,7 pada memiliki anak, terkadang menyebabkan
fase baseline 2. Untuk perhitungan skor rerata adanya perasaan kesal dan cemas terhadap
aspek syukur, diketahui skor partisipan diri sendiri. Hal tersebut mengindikasikan
60
50
Skor ceklis
40 baseline A1
30 intervensi
20
baseline A2
10
0 Linear
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 (intervensi)
adanya permasalahan dalam dimensi proses terapi supaya dapat belajar cara
kesejahteraan psikologis yaitu penerimaan mengatur emosi dan mengungkapkan emosi
terhadap diri. dengan lebih tepat.
A juga menyebutkan bila kondisi Selama proses terapi, pada pertemuan
belum memiliki anak disertai dengan pertama dan kedua, partisipan mampu
keinginan yang besar untuk memilikinya, menyadari emosi-emosi yang ada dalam
membuat adanya permasalahan dalam dirinya. Partisipan A menyadari bahwa
hubungan sosial. A menyebutkan bila suami dirinya masih menyimpan rasa sedih, rasa
sampai saat ini masih saja merokok dan marah, perasaan bersalah dan berbagai emosi
melakukan gaya hidup tidak sehat lainnya lainnya. Kesadaran akan emosi-emosi
sehingga dirasa A dapat memengaruhi tersebut muncul ketika partisipan diberikan
keberhasilan dalam memiliki anak. Hal proses rileksasi dan pemaknaan. Kesadaran
tersebut membuat A merasa kesal dan sering akan emosi tersebut mendorong partisipan
kali mengomel serta marah kepada suami. A untuk lebih terbuka dalam bercerita kepada
juga mengungkapkan bila kondisi belum terapis selama proses terapi. Hal tersebut
memiliki anak menyebabkan A menghindari terlihat dari antuasisme dan keterbukaan
teman ataupun keluarga yang sering kali partisipan untuk kembali bercerita seusai
nyinyir dan menanyainya seputar kehamilan. proses rileksasi.
Adanya hal-hal tersebut mengindikasikan A Pada pertemuan ketiga partisipan
memiliki permasalahan dalam dimensi mengungkapkan bila dirinya mulai mencoba
kesejahteraan psikologis yang berupa menerapkan pengetahuan tentang sikap
hubungan positif dengan orang lain. Dalam sabar yang didapatkan dari hasil terapi paska
mengatasi emosi-emosi negatif dalam diri, A pertemuan kedua. Hanya saja terkadang
biasanya berusaha melupakan kejadian partisipan masih lupa bagaimana cara
negatif yang terjadi, menghindari kondisi menerapkannya, sehingga membuatnya
yang sekiranya dapat memunculkan emosi ragu-ragu dalam menerapkannya.
negatif dan melampiaskan dengan Pertemuan ketiga membuat partisipan
mengomel. A mengatakan bila cara tersebut merasa semakin yakin dan termotivasi untuk
tidak banyak membantu dan malah menerapkan sikap sabar. Pada pertemuan
terkadang membuat munculnya keempat dan kelima, partisipan
permasalahan yang lain. Hal tersebut yang mengungkapkan bila sikap syukur
kemudian mendorong A untuk mengikuti merupakan hal yang jauh lebih mudah untuk
20
15
skor
10
Fase
5 Fase Fase Baseline 2
Baseline 1 Intervensi
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
dipahami dan diterapkan dibanding sikap terapi, dirinya sangat sensitif terhadap
sabar. Meskipun demikian, pertemuan masalah memiliki momongan. Namun,
keempat dan kelima membuat partisipan sekarang partisipan merasa sudah lebih jauh
merasa semakin paham dan termotivasi dapat menerima kondisi tersebut sehingga
untuk menerapkan sikap syukur merasa semakin nyaman dan semakin
dikarenakan adanya dukungan dan bersemangat untuk berusaha. Partisipan juga
penguatan dari terapis mengungkapkan dirinya sudah mampu
Pada pertemuan keenam, partisipan mengontrol emosi dan mengurangi
mengungkapkan bila dirinya teringat kemarahannya kepada suami sehingga
kembali mengenai arti dari penerimaan. hubungan di antara mereka berdua
Partisipan juga mengungkapkan bila sikap membaik.
sabar, syukur dan menerima membawa Pada wawancara akhir di fase baseline 2
dampak positif dalam dirinya, salah satunya partisipan A mengungkapkan bila dirinya
mampu lebih sabar dalam menghadapi masih terus menerapkan apa yang Ia
suami dan mampu mengajak suami untuk dapatkan dari proses terapi. A merasa bahwa
bersama-sama menerapkan sikap sabar dan apa yang dipelajari dari terapi kini
syukur dalam menghadapi kondisi yang merupakan bagian dari dirinya, dan apa yang
terjadi. Pada pertemuan ketujuh, partisipan dilakukannya tersebut (menerapkan sikap-
mengungkapkan bila dirinya lebih mampu sikap NIP) memberikan perasaan nyaman
menerima kondisi yang terjadi di sekitarnya. dan tenang dalam diri. Dari keseluruhan
Sebagai contoh, saat mendengar temannya proses terapi, A menyatakan bahwa proses
hamil, partisipan tidak merasakan iri namun pemberian materi, pemaknaan diserta
dapat ikut berbahagia. Partisipan merasa rileksasi merupakan tiga hal yang paling
mampu menerima kondisi dirinya dan suami berkesan dan bermanfaat dalam dirinya.
yang belum dapat hamil. Pemahaman yang Bahkan A juga mengajarkan dan menularkan
dimiliki partisipan juga membuat partisipan ketiga hal tersebut kepada suami serta teman-
merasa yakin saat akan mengajarkannya teman yang dirasa memiliki kondisi serupa.
kepada suami. A mengungkapkan bila dirinya masih terus
Di pertemuan kedelapan, partisipan merasakan manfaat yang didapat dari proses
mengutarakan bila dirinya merasakan terapi yaitu mampu mengontrol emosi dan
banyak manfaat dari terapi yang telah mampu menerima kondisi belum memiliki
dilakukan. Partisipan merasa sebelum ikut anak dengan perasaan tenang.
adanya perasaan lega pada diri partisipan kondisi intervensi. Berdasarkan hasil
dan membantu partisipan menemukan wawancara akhir dengan partisipan,
perasaan-perasaannya yang selama ini diketahui bila kedua partisipan berusaha
terabaikan. Hal tersebut sesuai manfaat dari menjadikan nilai-nilai NIP sebagai nilai
katarsis yaitu mengurangi simptom depresi dalam hidup untuk terus dilakukan. Dengan
dan kecemasan serta mampu meningkatkan bersikap sesuai dengan nilai-nilai NIP,
pemahaman individu atas kondisi emosional partisipan merasa nyaman dan tenang dalam
yang dimiliki (Powell, 2007; Qonitatin, menghadapi kejadian sehari-hari. Hal
Widyawati & Asih, 2011). tersebut membuktikan bahwa efek dari terapi
Hal berikutnya adalah adanya proses NIP dapat bertahan pada diri partisipan
pemberian materi pada partisipan. Proses selama sikap-sikap NIP masih terus
pemberian materi diketahui membantu dilakukan.
partisipan untuk memahami secara lengkap Hal yang menarik perhatian dalam
dan komprehensif terkait dengan topik-topik penelitian ini adalah adanya penurunan skor
yang diangkat. Dalam proses ini, kedua rerata kesejahteraan psikologis pada
partisipan merasa bila dirinya menjadi lebih partisipan N. Meskipun telah terjadi
tahu dan paham mengenai seluk beluk sikap- peningkatan skor rerata dari fase intervensi
sikap NIP yaitu sabar, syukur dan narima. Hal hingga fase baseline 2, kedua skor rerata
tersebut sesuai dengan manfaat dari tersebut tetap lebih rendah apabila
pemberian materi yaitu memberikan dibandingkan dengan skor rerata pada fase
pengetahuan kepada individu terkait dengan baseline 1. Kondisi lain yang menarik dari
kondisi dirinya sehingga individu lebih partisipan N adalah tidak semua aspek NIP
memahami keadaan diri sendiri, mampu dalam diri partisipan meningkat selama
melakukan tindakan preventif ataupun mengikuti terapi. Hanya aspek sikap sabar
kuratif (Lukens & McFarlane, 2004). dan sikap syukur partisipan yang meningkat,
Rileksasi dalam terapi ini juga dirasa sedangkan aspek sikap narima dalam diri
sebagai salah satu hal yang menunjang partisipan cenderung menurun seiring
keberhasilan terapi NIP. Partisipan A merasa dengan jalannya terapi.
rileksasi mampu membantunya mengen- Adanya kondisi tersebut diduga karena
dalikan emosi yang cenderung fluktuatif. Hal N kurang memiliki kesiapan (readiness)
yang dirasakan oleh partisipan tersebut dalam mengikuti proses terapi, meskipun
selaras dengan penelitian Ali & Hasan (2010) sebenarnya N telah memiliki kemauan
yang menemukan bahwa rileksasi mampu (willingness) yang baik. Peneliti menduga
mengurangi ketegangan otot sehingga dapat ketidaksiapan N sebenarnya sudah terjadi
membantu individu mengurangi rasa cemas sejak baseline 1, ditunjukkan dengan sikap
dan merasa lebih tenang. sering mengulang-ulang pernyataan bahwa
Pada saat proses intervensi selesai dirinya baik-baik saja. Hal tersebut yang
diberikan lalu dilakukan pengukuran dan sekiranya mungkin menyebabkan terjadinya
follow up kurang lebih selama tiga kali, faking-good dalam proses pengisian ceklis
diketahui bila kedua partisipan tidak sehingga hasil skor ceklis pada fase tersebut
mengalami penurunan kesejahteraan sangat tinggi. N kemudian juga masih
psikologis. Selaras dengan hal tersebut, menunjukkan ketidaksiapan di awal proses
kondisi sikap-sikap NIP dalam diri partisipan terapi sehingga N masih sering menyangkal
juga tidak mengalami penurunan. Bahkan, disaat diberikan refleksi emosi dan saat
kedua partisipan mengalami kondisi terapis mencoba menyimpulkan hasil
peningkatan bila dibandingkan dengan pembicaraan.
Secara lebih jauh, Ogrodniczuk et al. partisipan penelitian tidak hanya sekedar
(2009) menyebutkan bila kesiapan dapat suku Jawa dan paham bahasa Jawa, namun
memengaruhi dimensi-dimensi lain dalam juga memahami serta menjalankan nilai-nilai
diri individu seperti kemauan (willingness), Jawa. Mencobakan kembali pada kriteria
hasrat (desire) dan tingkat distres. Oleh partisipan yang sama untuk melihat
karena itu, ketika individu tidak siap dalam keefektivan dari terapi NIP lebih lanjut.
mengikuti proses psikoterapi maka hasilnya Bagi partisipan penelitian dapat
dapat dipastikan tidak sesuai dengan arah menerapkan narima ing pandum secara terus-
dari terapi tersebut dirancang. menerus dalam kehidupan sehari-hari. Hal
N baru menunjukkan kesiapan tersebut dikarenakan NIP merupakan sikap
sesungguhnya pada pertemuan ke 4. Pada yang perlu dibentuk dengan pembiasaan.
pertemuan tersebut N mulai mengizinkan
terapis dan dirinya sendiri untuk berproses Daftar Pustaka
bersama dalam terapi. N tidak lagi Ali, U., & Hasan, S. (2010). The effectiveness
menunjukkan adanya penolakan dan of relaxation therapy in the reducing
penyangkalan akan emosi dalam dirinya. of anxiety related symptoms: a case
Munculnya kesiapan tersebut yang disinyalir study. International Journal of
mendorong N untuk mengisi ceklis secara Psychological Studies, 2(2), 202-208.
jujur, sesuai dengan kondisi emosi dan doi: 10.5539/ijps.v2n2p202
pikiran yang N miliki. Bratawijaya, T. W. (1997). Mengungkap dan
Terapi NIP dalam penelitian ini, juga mengenal budaya Jawa. Jakarta: PT.
tidak terlepas dari hal-hal di luar terapi yang Pradnya Paramita.
dapat menjadi ancaman validitas internal Dermatoto, A. (2008). Dampak infertilitas
penelitian, seperti kondisi kedua partisipan terhadap perkawinan: Suatu perspektif
yang bekerja yang menyebabkan gender. Laporan Penelitian Fakultas
pelaksanaan intervensi menjadi berubah dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Tidak
waktu yang seharusnya, suasana tempat diterbitkan). Surakarta: Universitas
terapi yang terkadang kurang mendukung Sebelas Maret.
jalannya terapi serta waktu yang cenderung Draye, M. A., Wood, N. F., & Mitchell, E.
terbatas dalam melakukan proses intervensi. (2009). Coping with infertility in
couples: Gender differences. Health
Kesimpulan Care for Women International Journal, 9,
Hasil penelitian yang telah dilakukan 163-175. doi: 10.1080/0739933880
menunjukkan bahwa Terapi Narima Ing 9515815
Pandum terbukti dapat meningkatkan Duvall, E., & Miller C. M. (1985). Marriage and
kesejahteraan psikologis pada wanita family develompent 6th Ed. New York:
menikah dengan gangguan fertilitas Harper & Row Publisher.
idiopatik. Hal tersebut dapat terlihat dari Emmons, R. A., & Stern, R. (2013). Gratitude
peningkatan skor rerata kesejahteraan as psychotherapeutic intervention.
psikologis pada partisipan setelah mengikuti Journal of Clinical Psychology in Session,
terapi. 8(69), 846-855. doi: 10.1002/jclp.22020
Endraswara, S. (2012). Falsafah hidup Jawa:
Saran Menggali mutiara kebijakan dari intisari
Bagi peneliti selanjutnya dapat memperjelas filsafat kejawen. Yogyakarta:
definisi operasional dalam ceklis NIP yang Cakrawala.
digunakan, seperti memastikan bahwa