net/publication/351846540
Peran Dukungan Sosial Pada Ibu Dengan Gejala Depresi Dalam Periode Pasca
Persalinan
CITATIONS READS
2 271
2 authors:
All content following this page was uploaded by Tri Wurisastuti on 11 October 2022.
Naskah masuk: 3 Agustus 2020 Perbaikan: 9 September 2020 Layak terbit: 15 September 2020
https://doi.org/10.22435/hsr.v23i3.3610
ABSTRAK
Ibu yang baru melahirkan membutuhkan dukungan psikologis dari orang-orang terdekatnya. Kurangnya dukungan
dari orang terdekat dapat menyebabkan penurunan psikologis yang akan menyebabkan ibu menjadi depresi. Studi ini
bertujuan mengetahui hubungan dukungan sosial dengan depresi ibu pasca persalinan. Analisis menggunakan data
Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 tahun 2014. Sampel dalam analisis adalah seluruh ibu berusia 15 tahun ke atas
yang menikah dan memiliki bayi berusia 2-24 minggu. Variabel bebas yang dianalisis meliputi keberadaan pasangan,
keberadaan kerabat lain, keikutsertaan ibu dalam arisan, dan karakteristik ibu (usia, pendidikan dan pekerjaan). Data
dianalisis dari 593 ibu yang memiliki variable lengkap dengan menggunakan analisis regresi logistik berganda. Hasil analisis
menunjukkan bahwa ketidakberadaan suami berpengaruh signifikan terhadap depresi pasca persalinan (p-value=0,001;
OR=2,81). Keberadaan kerabat lain dan usia ibu merupakan variabel confounding terhadap depresi ibu pasca bersalin.
Ibu yang tidak tinggal bersama pasangannya memiliki risiko depresi 2,81 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang
tinggal dengan pasangannya setelah dikontrol variabel keberadaan kerabat lain dan usia ibu. Ibu pasca bersalin disarankan
didampingi oleh pasangan selama pengasuhan bayi.
ABSTRACT
A mother who just gave birth needs to psychological support from her closest people. Lack of support from the closest
people triggers her emotions that lead to depression. This study aims to determine the relationship between social support
and postpartum depression. The analysis used Indonesia Family Life Survey (IFLS) 5 data in 2014. The samples were all
mothers aged 15 years old and above who married and had babies aged 2-24 weeks. The independent variables included
the presence of a spouse, the presence of other relatives, the participation of the mother in the social gathering, and the
characteristics of the mother (age, education and occupation). Data were from 593 mothers who had complete variables
using multiple logistic regression analysis. The analysis showed that the absence of a husband had a significant effect
on postpartum depression (p-value = 0.001; OR = 2.81). Both the presence of other relatives and the maternal age are
confounding variables for postpartum maternal depression. Mothers who did not stay with their partners had a risk of
depression 2.81 times higher than those who did. It was controlled by the presence of other relatives and the age of the
mother. Postpartum mothers have to be accompanied by her partner during babysitting.
Korespondensi:
Tri Wurisastuti
Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Badan Litbang Kesehatan
E-mail: triwurisastuti88@gmail.com
161
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 3 Juli 2020: 161–168
162
Peran Dukungan Sosial pada Ibu dengan Gejala Depresi (Tri Wurisastuti, Rofingatul Mubasyiroh)
Sampel pada penelitian ini yaitu seluruh ibu Analisis data yang digunakan adalah analisis
yang berumur 15 tahun ke atas yang berstatus regresi logistik berganda. Regresi Logistik adalah
menikah dan memiliki bayi berusia 2-24 minggu serta suatu teknik analisis statistika yang digunakan untuk
terpilih dalam sampel IFLS tahun 2014. Sejumlah menganalisis data yang variabel dependennya
593 ibu yang memenuhi kriteria tersebut. Variabel memiliki dua kategori atau lebih dengan satu atau
dependen yang akan diteliti adalah kesehatan mental lebih variabel bebas berskala kategori atau kontinu
ibu (gejala depresi) yang dibentuk dari sepuluh (Hosmer DW, 2000).
pertanyaan dari instrumen Center for Epidemiologic Model regresi logistik biner merupakan model
Studies Depression Scale (CES-D) yang meliputi yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
(Eratosthenes, 2014): variabel-variabel independen dengan variabel
1. saya terganggu dengan hal-hal yang biasanya dependen yang bersifat biner. Dengan menggunakan
tidak mengganggu saya metode backward elimination, variable-variabel yang
2. saya sulit berkonsentrasi pada apa yang saya tidak signifikan (nilai p>0,05) dikeluarkan satu per
lakukan satu hingga variabel yang ada dalam model hanya
3. saya merasa tertekan variabel yang nyata. Dalam setiap proses eliminasi
4. saya merasa apa yang saya lakukan adalah sia- akan dicek keberadaan konfounding (perubahan
sia OR ≥10). Variabel yang menjadi konfounding tidak
5. saya memiliki harapan tentang masa depan dikeluarkan dalam model (Hastono, 2016).
6. saya merasa takut
7. saya merasa gelisah saat tidur
HASIL
8. saya merasa bahagia
9. saya merasa kesepian Dalam analisis ini, banyaknya ibu yang memiliki
10. saya tidak bebas bepergian bayi usia 2-24 minggu yang menjadi sampel
dalam analisis ini sebanyak 593 dengan sejumlah
Sepuluh pertanyaan tersebut memiliki 4 rentang
150 ibu yang mengalami gejala depresi (25,3%).
pilihan jawaban dengan skor 0 sampai 3. jumlah skor
(Gambar 1).
≤9 dikategorikan normal (0) dan jumlah skor ≥10
Berdasarkan Gambar 2, dari keseluruhan
dikategorikan depresi (1). Variabel independen yang
responden, depresi ibu terus meningkat saat usia
diteliti meliputi karakteristik ibu dan dukungan sosial
bayi 0 bulan sampai dengan 2 bulan, kemudian
yang diterima. Karakteristik ibu meliputi usia, tingkat
mengalami penurunan di usia bayi 3 bulan, dan
pendidikan, status pekerjaan dan wilayah tempat
meningkat cukup tinggi di usia 4 bulan, setelah itu
tinggal. Sedangkan variabel dukungan sosial meliputi
depresi ibu mulai menurun kembali di usia bayi 5
tinggal bersama dengan pasangan, keberadaan
sampai 6 bulan.
kerabat dan kepesertaan dalam arisan.
Gambar 1. Depresi pada Ibu Pasca Persalinan menurut Gambar 2. Persentase Gejala Depresi Ibu Pasca
Usia Anak Persalinan menurut Usia Anak
163
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 3 Juli 2020: 161–168
Mayoritas ibu berusia 21 sampai dengan 40 tahun dan 3,9% ada orang lain yang bukan saudara tinggal
(84,4%), dan 58,2% ibu berstatus tidak bekerja selama bersama responden.
6 bulan terakhir, pendidikan terakhir ibu sebagian besar Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa
di bawah SMA (49,4%), tempat tinggal ibu sebagian gejala depresi pasca persalinan lebih tinggi pada ibu
besar di perkotaan (56,8%), sebanyak 45,4% ibu yang yang berusia >=41 tahun (41,2%), yang disusul pada
ikut serta dalam perkumpulan arisan, sebagian besar ibu berusia di bawah 21 tahun (37,0%). Persentase
ibu yang berstatus menikah mengaku tinggal bersama terendah pada ibu berusia antara 20 sampai dengan
pasangan (88,9%) sedangkan 11,1% mengaku tidak 41 tahun (23,1%).
tinggal bersama pasangannya (Tabel 1). Gejala depresi ibu pasca persalinan lebih tinggi
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa sebagian terjadi pada ibu yang tidak bekerja (27,0%), pendidikan
besar responden hanya tinggal bersama keluarga <SMA (29,7%), dan tinggal di perdesaan (28,5%).
inti saja (46,5%), sekitar 25,1% responden tinggal Pada ibu yang tidak tinggal bersama suaminya,
bersama orang tuanya, dan 19,2% responden tinggal lebih banyak yang mengalami gejala depresi pasca
bersama mertuanya selain dengan suaminya, 5,2%
ada saudara yang ikut tinggal bersama responden,
164
Peran Dukungan Sosial pada Ibu dengan Gejala Depresi (Tri Wurisastuti, Rofingatul Mubasyiroh)
Tabel 3. Analisis regresi logistik pada ibu depresi pasca Masalah psikiatripun dapat muncul selama periode
persalinan ini, dengan depresi dan kecemasan menjadi masalah
Variabel P-value OR yang sering muncul (Hadi, Shirazi and Soraya, 2019).
Tinggal Bersama Pasangan Gangguan mental ibu pada periode perinatal dapat
mengganggu hubungan kelekatan (attachment)
Ya 0,001
antara ibu dan anak, dimana kelekatan ini sangat
Tidak 2,81
penting dalam fungsi pengasuhan (Stein et al., 2014).
Usia (Tahun) Praktek perawatan bayi juga dapat dipengaruhi
>=41 0,014 oleh kesehatan jiwa ibu. Ibu dengan depresi akan
20-41 0,060 0,38 lebih buruk dalam menyusui bayi, yaitu intensitas
<=20 0,577 0,73 pemberian ASI lebih sedikit dibandingkan pada
Keberadaan Kerabat di Rumah ibu yang tidak depresi. Serta ibu dengan depresi
cenderung memberikan makanan tambahan (seperti
Tidak ada/keluarga inti 0,845
sereal) dalam botol susu anaknya (Gaffney et al.,
Orang tua 0,971 1,01
2014).
Mertua 0,350 1,28 Penelitian kami menunjukkan 25,3% responden
Saudara 0,642 0,80 mengalami gejala depresi pada pasca persalinan.
Bukan-saudara 0,795 1,14 Kondisi ini hampir sama dengan gambaran di
Amerika, melalui studi Gaffney yang menyebutkan
sejumlah 24,1% dari 1.447 ibu mengalami depresi
melahirkan (45,5%) dibandingkan pada ibu tinggal postpartum (Gaffney et al., 2014). Temuan yang
bersama suaminya (22,8%) (Tabel.2). sama pada studi di Ethiopia dengan hasil sejumlah
Pada ibu yang hanya tinggal bersama keluarga 25% ibu pasca persalinan mengalami depresi (Asaye,
intinya saja (baik didampingi suami ataupun tidak), Muche and Zelalem, 2020). Namun hasil kami sedikit
ada sebanyak 22,5% ibu yang mengalami gejala lebih tinggi dari kondisi di Brazil, dimana depresi
depresi. Sedangkan pada ibu yang tinggal bersama postpartum sebesar 16,5% (Silva et al., 2012),
orang tuanya, ada sebanyak 25,5% ibu yang dan juga lebih tinggi dibandingkan kondisi 6 bulan
mengalami depresi. Selain itu, ada 30,7% ibu yang depresi postpartum di Maroko (11,8%) (Agoub, M.,
tinggal bersama mertuanya mengalami depresi Moussaoui, D., Battas, 2005) dan Pakistan (10,1%)
pasca persalinan. Ada 19,4% ibu yang tinggal (Ali, Ali and Azam, 2009), dan lebih rendah dari Turki
bersama saudara lainnya dan mengalami depresi. yang menunjukkan hasil 38,2% depresi postpartum
Dan pada ibu yang dirumahnya terdapat orang lain/ pada 6 bulan (Aydin N, Inandi T, 2005).
bukan saudara, ada 39,1% mengalami depresi pasca Penelitian kami menemukan ibu yang tidak
persalinan (Tabel 2). tinggal bersama pasangannya berpeluang lebih tinggi
Hasil analisis regresi berganda diperoleh variabel mengalami depresi pasca persalinan dibandingkan
dukungan sosial yang berhubungan dengan depresi dengan ibu yang tinggal bersama pasangannya.
pasca persalinan adalah variabel keberadaan Sama halnya dengan hasil studi Ravi Prakash di
pasangan. Sedangkan variable keberadaan kerabat India yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko
di rumah dan usia ibu menjadi variable konfounding. terjadi depresi pasca persalinan adalah kurangnya
Hasil analisis didapatkan Odds Ratio (OR) dari dukungan dari suami. Wanita hidup bersama dengan
variabel keberadaan pasangan adalah 2,81, Artinya ayah si bayi memiliki lebih sedikit gejala depresi
ibu yang tidak tinggal bersama pasangannya memiliki pasca persalinan dibandingkan dengan wanita yang
peluang 2,8 kali lebih tinggi mengalami depresi pasca dipisahkan dari pasangannya selama tahun pertama
persalinan dibandingkan ibu yang tinggal bersama setelah persalinan (R.P. et al., 2017).
pasangannya. (Tabel 3). Dalam sebuah studi yang dilakukan Yim, di sebuah
wilayah di California dimana kaum wanita menjadi
kaum minoritas, keberadaan pasangan menjadi
PEMBAHASAN
pelindung bagi istrinya dan dapat mencegah gejala
Pasca persalinan merupakan bagian dari periode depresi pasca persalinan supaya tidak bertambah
perinatal, yang merupakan periode kritis bagi parah. (Yim et al., 2015; Nasr et al., 2020) Penelitian
seorang ibu, anak dan seluruh anggota keluarga. Nasr juga menyatakan bahwa ada hubungan yang
165
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 3 Juli 2020: 161–168
signifikan antara kurangnya dukungan suami dengan membantu pekerjaan rumah tangga yang sifatnya
depresi pasca persalinan (P-value = 0.023) dengan lebih menggunakan kekuatan fisik (Mahiti et al.,
OR= 4,53 (Nasr et al., 2020). Didukung pula dengan 2017). Diketahui bahwa pasangan yang berpartisipasi
penelitian Wubetu yang menyatakan bahwa wanita dalam kegiatan sehari-hari dalam perawatan anak
yang tidak memiliki pasangan memiliki risiko 4x dapat mengurangi risiko timbulnya gejala depresi
lebih tinggi mengalami depresi pasca persalinan diantara pasangannya dan dapat mencegah insiden
dibandingkan dengan wanita yang memiliki pasangan yang membahayakan ibu dan anaknya (Nasr et
(OR=4,17) (Wubetu, Engidaw and Gizachew, 2020). al., 2020). Jika suami tidak ada atau terlalu sibuk
Adanya perlindungan dari suami membuat sang bekerja, istri merasa tertekan dengan tanggungjawab
istri merasa disayang dan diperhatikan serta merasa terhadap anak yang harus ditanggung sendiri. Istri
terlindungi sehingga kondisi psikologis ibu yang baru akan merasa ditinggalkan dan kemudian timbul rasa
saja mengalami proses persalinan akan terjaga (Nasr menyalahkan diri mereka sendiri dan memperburuk
et al., 2020; Stuchbery, Matthey and Barnett, 1998). gejala depresi (Johansson, Benderix and Svensson,
Suami-istri adalah pasangan hidup. Seorang istri 2020).
diharapkan dapat mencurahkan segala kegelisahan Ibu pasca persalinan juga membutuhkan
yang dialami pada pasangannya, terutama masalah dukungan instrumental. Dukungan instrumental
kekhawatiran dan perasaan psikologi negatif terutama diterima oleh responden dari suami, anggota
selama pasca persalinan. Dalam artikel Johansson keluarga dekat, dan teman. Suami dapat menyewa
menyatakan bahwa seorang ibu merasa sangat sedih layanan pembersihan rumah, layanan perawatan bayi
ketika suaminya tidak diijinkan menemaninya berada atau anak-anak yang lebih besar dan layanan jasa
di rumah sakit setelah melahirkan. Ibu tersebut pemesanan makanan, dimana kurangnya dukungan
merasa takut, merasa sendirian, dan merasa bingung ini merupakan sumber stres potensial seorang ibu
harus melakukan apa terhadap bayinya, disamping yang baru saja melahirkan dikarenakan badannya
dengan rasa sakit akibat persalinan yang masih yang masih lelah akibat persalinan (Lubker Cornish
membekas dan badan terasa masih sangat lelah. and Roberts Dobie, 2018).
Ibu hanya bisa menangis karena baginya merupakan Ibu dengan depresi pasca persalinan memiliki
hal yang memalukan jika meminta bantuan kepada harga diri yang lebih rendah daripada ibu tanpa
perawat untuk memberitahunya apa yang harus dia depresi. Ibu yang depresi juga dilaporkan kurang
lakukan terhadap bayinya (Johansson, Benderix and bahagia, dan lebih sedih daripada ibu tanpa
Svensson, 2020). depresi. Selain itu, Ibu dengan tinggi skor depresi
Selain butuh dukungan psikologis dari suami, istri memiliki tingkat kemarahan yang jauh lebih tinggi.
juga membutuhkan bantuan saran atau pikiran dari Dibandingkan dengan ibu tanpa depresi, ibu yang
suami. Suami dapat membantu membuat keputusan didiagnosis menderita depresi pada minggu pertama
apakah akan mencari perawatan saat ini atau dimana setelah melahirkan akan terus menderita depresi
layanan kesehatan yang akan diberikan untuk istri sampai 1 tahun setelah melahirkan (Slomian et al.,
dan bayinya pada masa pasca persalinan, dimana 2019).
pada masa ini, mungkin saja akan terjadi komplikasi Dalam penelitian Slomian menyatakan bahwa
kesehatan pada istri dan bayinya. seluruh keputusan ibu yang melakukan aktivitas seksual pada tahun
ini hanya dapat diputuskan oleh suami karena suami pertama setelah persalinan memiliki skor depresi
memiliki tanggung jawab terhadap kesehatan istri dan yang lebih rendah daripada ibu yang tidak melanjutkan
anak-anaknya disamping tanggung jawab mencari aktivitas seksual selama periode postpartum. Hal ini
pendapatan. (Mahiti et al., 2017) Komitmen pasangan dapat terlaksana jika pasangannya berada disisinya
dalam membantu saat istri membutuhkan bantuan, (Slomian et al., 2019). Disamping itu, ibu yang tidak
kesepakatan dalam perawatan bayi dan keterlibatan ditemani pasangannya akan merasa salah memilih
pasangan dalam kegiatan rumah tangga, mampu pasangan karena merasa pasangannya tidak
melindungi ibu dari kondisi payah yang dapat memicu melakukan tanggung jawabnya dengan benar. Hal
depresi (Dennis C, 2006). inilah yang kemudian berimbas pada kurangnya
Kehadiran suami pada masa pasca persalinan keintiman dan hasrat seksual yang memberi tekanan
juga dapat memberikan dukungan tenaga kepada pada kualitas pernikahan yang negatif sehingga
istrinya dalam hal membantu pengasuhan anak dan akhirnya memicu munculnya gejala depresi. Dampak
166
Peran Dukungan Sosial pada Ibu dengan Gejala Depresi (Tri Wurisastuti, Rofingatul Mubasyiroh)
167
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 23 No. 3 Juli 2020: 161–168
Kemenkes RI, B. P. dan P. (Balitbang) (2014) ‘Laporan Hasil Stein, A. et al. (2014) ‘Effects of perinatal mental disorders
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun on the fetus and child’, The Lancet. Elsevier Ltd,
2018’, Riset Kesehatan Dasar 2018, pp. 182–183. 384(9956), pp. 1800–1819. doi: 10.1016/S0140-
Lubis, N. L. (2016) Depresi Tinjauan Psikologis. 2nd edn. 6736(14)61277-0.
Jakarta: Kencana. Stewart, D. E. et al. (2003) ‘Postpartum Depression:
Lubker Cornish, D. and Roberts Dobie, S. (2018) ‘Social Literature review of risk factors and interventions’,
Support in the “Fourth Trimester”: A Qualitative Analysis WHO publication, (October), p. 289. Available at:
of Women at 1 Month and 3 Months Postpartum’, The http://www.who.int/mental_health/prevention/suicide/
Journal of Perinatal Education, 27(4), pp. 233–242. lit_review_postpartum_depression.pdf.
doi: 10.1891/1058-1243.27.4.233. Stuchbery, M., Matthey, S. and Barnett, B. (1998) ‘Postnatal
Mahiti, G. R. et al. (2017) ‘Perceptions about the cultural depression and social supports in Vietnamese, Arabic
practices of male partners during postpartum and Anglo-Celtic mothers.’, Social psychiatry and
care in rural Tanzania: A qualitative study’, Global psychiatric epidemiology. Germany, 33(10), pp.
Health Action. Taylor & Francis, 10(1). doi: 483–490. doi: 10.1007/s001270050083.
10.1080/16549716.2017.1361184. Tambag, H. et al. (2018) ‘Perceived social support and
Nasr, R. S. Al et al. (2020) ‘Prevalence and predictors of depression levels of women in the postpartum
postpartum depression in Riyadh, Saudi Arabia: A period in Hatay, Turkey’, Nigerian Journal of Clinical
cross sectional study’, PLoS ONE, 15(2), pp. 1–13. Practice, 21(11), pp. 1525–1530. doi: 10.4103/njcp.
doi: 10.1371/journal.pone.0228666. njcp_285_17.
Norhayati, M. N. et al. (2015) ‘Magnitude and risk factors for Tang, L., Zhu, R. and Zhang, X. (2016) ‘Postpartum Depression
postpartum symptoms: A literature review’, Journal of and Social Support in China: A Cultural Perspective’,
Affective Disorders, 175, pp. 34–52. doi: 10.1016/j. Journal of Health Communication, 21(9), pp. 1055–
jad.2014.12.041. 1061. doi: 10.1080/10810730.2016.1204384.
R.P., U. et al. (2017) ‘Postpartum depression in india: A Wang, Y. Y. et al. (2017) ‘Living with parents or with parents-
systematic review and meta-analysis’, Bulletin of the in-law and postpartum depression: A preliminary
World Health Organization, 95(10), pp. 706–717. doi: investigation in China’, Journal of Affective Disorders.
10.2471/BLT.17.192237. Elsevier B.V., 218, pp. 335–338. doi: 10.1016/j.
Reid, K. M. and Taylor, M. G. (2015) ‘Social support, stress, jad.2017.04.052.
and maternal postpartum depression: A comparison Wubetu, A. D., Engidaw, N. A. and Gizachew, K. D. (2020)
of supportive relationships’, Social Science Research. ‘Prevalence of postpartum depression and associated
Elsevier Inc., 54, pp. 246–262. doi: 10.1016/j. factors among postnatal care attendees in Debre
ssresearch.2015.08.009. Berhan, Ethiopia, 2018’, BMC Pregnancy and
Silva, R. et al. (2012) ‘Revista Brasileira de Psiquiatria a Childbirth. BMC Pregnancy and Childbirth, 20(1),
cohort study in the public health care system’, 34(2), pp. 1–9. doi: 10.1186/s12884-020-02873-4.
pp. 143–148. Yim, I. S. et al. (2015) ‘Biological and Psychosocial
Slomian, J. et al. (2019) Consequences of maternal Predictors of Postpartum Depression : Systematic
postpartum depression: A systematic review of Review and Call for Integration’, Annual Review of
maternal and infant outcomes, Women’s Health. Clinical Psychology, 11, pp. 99–137. doi: 10.1146/
doi: 10.1177/1745506519844044. annurev-clinpsy-101414-020426.Biological.
168