Anda di halaman 1dari 23

Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No.

2 (2021)

Psychologycal Well-being Pada Perempuan yang Mengalami


Infertilitas Sekunder
Widia Sri Ardias*, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia
Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
email: widiasri@uinib.ac.id; tiarfusa@gmail.com; mepurnamagustia@gmail.com

Abstract : This study aims to determine the factors that influence psychological well-being on women who
experience secondary infertility which can be seen from the dimensions of psychological well-being. This study
also wants to illustrate how psychological well-being of women experiencing secondary infertility. The research
method used is a qualitative descriptive method by collecting data through observation and interview techniques.
Data analysis techniques with data reduction and categorization, making a description of the data, and then
drawing conclusions. The data validity test through the extension of observation, increases the perseverance of
triangulation. The results found first, the factors that influence psychological well-being in women who
experience secondary infertility are age, social support from the surrounding environment and religiosity factors.
Second, there are two dimensions of psychological well-being, namely negative feeling uncomfortable with other
people's attitudes toward themselves and positive self-reliance on good personal growth, easy to get along and
have a good life purpose.
Keywords: psychological well-being; women; secondary infertility

Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being
pada perempuan yang mengalami infertilitas sekkunder yang dapat dilihat dari dimensi-dimensi psychological
well-being. Penelitian ini juga ingin menggambarkan bagaimana psychological well-being perempuan yng
mengalami infertilitas sekunder. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan
Pengumpulkan data melalui teknik observasi dan wawancara. Teknik analisis data dengan reduksi data dan
kategorisasi, membuat uraian data, dan kemudian menarik kesimpulan. Adapun uji keabsahan data melalui
perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunanan triangulasi. Hasil penelitian menemukan pertama, faktor
yang mempengaruhi psychological well-being pada perempuan yang mengalami infertilitas sekunder adalah
usia, dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya dan faktor religiusitas. Kedua, dimensi-dimensi psychological
well-being ada dua yaitu negatif merasa tidak nyaman dengan sikap orang lain terhadap dirinya dan positif pada
kemandirian pertumbuhan pribadi yang baik, nudah bergaul dan memiliki tujuan hidup yang baik.
Kata Kunci: psychological well-being; perempuan; infertilitas sekunder
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|177

PENDAHULUAN kritik sosial dari masyarakat yang


Pasangan yang sudah menikah berorientasi pada anak. Lebih lanjut
pasti ingin memilki keturunan, namun Backman mengungkapkan bahwa
sebagian pasangan yang sudah menikah pasangan khususnya istri yang
tidak mudah mempunyai keturunan menanggung beban emosional paling
meskipun sudah banyak usaha yang besar karena masyarakat kebanyakan
dilkukan. Bahkan ada pasangan yang menyalahkan pihak perempuan dari pada
sudah hamil namun keguguran dan sulit pihak laki-laki, karena mengandung dan
untuk mempertahankan kehamilannya. melahirkan melekat pada kodrat sebagai
Sulit memilki keturunan secara medis perempuan.
disebut sebagai infertilitas. Infertlitas bagi Sebagian besar istri yang belum
pasangan suami istri yang mendambakan mempunyai keturunan memiliki masalah
seorng anak menimbulkan kesedihan, saat mereka dihadapkan dengan
kemarahan dan kekecewaan dalam masyarakat sekitar yang selalu
keluarga. menanyakan sudah hamil atau belum,
Penelitian dari Soimah dan Hidayat kapan hamil, bahkan tidak jarang ada
(2011) mengungkap bahwa masalah yang mengatakan kepada istri-istri
infertilitas sekunder erat kaitannya tersebut bahwa jangan-jangan mereka
dengan stress internal yang terjadi karena gabug atau tidak bisa hamil, pernyataan
tuntutan dari pemenuhan tujuan yang demikian membuat perasaan
pernikahan, persepsi diri, harapan dan perempuan hancur dan tertekan, akibat
keinginan, program pengobatan dan lain selalu mendapatkan pertanyaan-
sebagainya yang menimbulkan pertanyaan yang demikian, mereka (istri-
kecemasan. Kondisi ini dirasakan oleh istri yang belum dikaruniai keturunan)
semua partisipan karena adanya lebih memilih untuk tetap dirumah dari
keinginan yang kuat untuk manambah pada keluar rumah dan mendengarkan
dan memiliki anak, masalah pembiayaan, perkataan orang-orang atau masyarakat
persepsi diri sendiri tentang infertilitas, sekitar tempat mereka tinggal.
peristiwa pengalaman hidup. Sedangkan Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat
stres eksternal muncul karena adanya mereka malu dan tertekan dan biasanya
tuntutan dari suami yang mengharapkan akan berdampak pada interaksi yang
adanya keturunan dan anak terdahulu tidak baik. (Azizah, 2016).
yang menginginkan adik, lingkungan Salah satu faktor yang
pergaulan saat bersosialisasi, serta dimungkinkan dapat mempengaruhi
persepsi negatif terhadap diri sendiri. infertilitas adalah segi psikologis.
Menurut Backman (2012) Infertilitas merupakan suatu keadaan
ketidakmampuan untuk memiliki anak yang menekan, terkadang seringkali hal
akan mengakibatkan beban emosional ini menyebabkan depresi, cemas dan lelah
yang besar pada pasangan. Pasangan berkepanjangan pada pasangan suami
suami istri harus menyesuaikan diri istri. Apabila tidak segera dicari jalan
terhadap keluarga besar. Selain itu, keluarnya, kondisi ini bisa mengakibatkan
pasangan juga harus siap menghadapi pasangan suami istri lebih memilih
178│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

bercerai karena salah satu pasangan Psychological well-being seringkali


merasa tidak dapat memberi keturunan. dimaknai sebagai bagaimana seorang
Ancaman terjadinya perceraian ini sampai individu mengevaluasi dirinya. Adapun
mencapai 43% dari keseluruhan masalah evaluasi tersebut memiliki dua bentuk
yang terjadi di dalam sebuah pernikahan. yaitu: evaluasi yang bersifat kognitif,
Pasangan suami istri berpendapat bahwa seperti penilaian umum (kepuasan
perannya sebagai orang tua tidak hidupnya/ life satisfaction), dan kepuasan
sempurna tanpa kehadiran seorang anak spesifik/domain spesifik (kepuasan kerja,
dalam kehidupan perkawinannya (Shanti kepuasan perkawinan). Bentuk evaluasi
& Rois, 2015). yang kedua adalah evaluasi yang bersifat
afektif, berupa frekuensi dalam
Kecemasan merupakan kondisi
mengalami emosi yang menyenangkan
emosi dengan timbulnya rasa tidak
(misal: menikmati) dan mengalami emosi
nyaman pada diri seseorang, dan
yang tak menyenangkan (misal: depresi)
merupakan pengalaman yang samar-
(Wahyuningtiyas, 2016).
samar disertai dengan perasaan yang
tidak berdaya serta tidak menentu yang Setiap manusia berkeinginan untuk
disebabkan oleh suatu hal yang belum memiliki keturuanan ini merupakan
jelas. Priest berpendapat bahwa manusiawi dan alamiah. Secara lahiriah
kecemasan atau perasaan cemas adalah kehadiran anak bagi orang tua
suatu keadaan yang dialami ketika kelihatannya akan merepotkan, namun
berpikir tentang suatu yamg tidak dilihat dari bathiniah dan lebih mendalam
menyenangkan terjadi (Safaria & Saputra, sesungguhnya anak adalah aset yang
2012). Kecemasan inilahnya yang paling berharga. Keinginan untuk
akhirnya menjadi penyebab turunya memiliki anak (keturunan) adalah naluri
tingkat kesejahteraan psikologis manusia yang dibawa sejak lahir, akan tetapi
yang dikenal dengan istilah psychological- kehendak naluri ini berbentuk pada takdir
wellbeing. ilahi, dimana kehendak untuk memiliki
anak tidak tercapai.
Menurut Ryff psychological well-
being merupakan suatu konsep yang Menurut Islam salah satu tujuan
berkaitan dengan apa yang dirasakan pernikahan adalah untuk memperoleh
individu mengenai aktivitas dalam keturunan yang shalih dan untuk
kehidupan dalam kehidupannya sehari- melestarikan dan mengembangkan Bani
hari. Psychological well-being merupakan Adam, Allah berfirman dalam surat An-
keadaan dimana individu dapat Nahl ayat 72 yang berbunyi:
menerima kekuatan dan kelemahan
dirinya sebagaimana adanya, memiliki
hubungan positif dengan orang lain, ِ ‫اُو َجعَلَُلَ هك ْمُمِ ْنُأ َ ْز َو‬
ُ َ‫اج هك ْمُ َبنِين‬ َ ‫ّللاُ َجعَلَُلَ هك ْمُمِ ْنُأ َ ْنفه ِس هك ْمُأ َ ْز َوا ًج‬ ‫َو َُه‬
ِ َ ‫ُو ِب ِن ْع َمت‬
ُ‫ُِّللا‬ َ َ‫ون‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ْ‫هؤ‬ ‫ي‬ ُ‫ل‬
ِ‫ِ َاطِ ِ م‬ ‫ب‬ ْ
‫ال‬ ‫ب‬ َ ‫ف‬َ ‫أ‬ ُۚ ُ ‫ت‬
ِ ‫ا‬‫ب‬‫ي‬
َِ َ
‫ُالط‬ َ‫ن‬ ‫م‬
ِ‫ْ ُم‬ ‫ه‬
‫ك‬ َ ‫ق‬ َ‫ز‬ ‫ر‬ ً َ
َ َ َ ‫َو َح‬
‫ُو‬ ‫ة‬ ‫د‬ ‫ف‬
mampu mengarahkan perilakunya
َُ‫َيكفه هرون‬ْ ُ‫هه ْم‬
sendiri, mampu mengembangkan potensi
diri berkelanjutan, mampu menguasai
Artinya: “Allah menjadikan bagi kamu
lingkungan, serta memiliki tujuan dalam
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
hidupnya (Azani, 2012).
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|179

itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan hidup itu adalah melalui keturunan yang
memberimu rezki dari yang baik-baik. merupakan perpanjangan dari kehidupan
Maka Mengapakah mereka beriman dirinya (Tafsir Quraish Shihab, 2015).
kepada yang bathil dan mengingkari
Keluarga yang tidak memilki
nikmat Allah?"
keturunan dianggap sebagai suatu
Menjelaskan bahwa Allah musibah padahal memang tidak semua
menjadikan bagi kalian istri-istri yang keluarga itu diberi Allah keturunan.
berasal dari jenis yang sama dengan Sebagaimana firman Allah dalam Q.S
kalian agar kalian mendapatkan Asy-syura 49-50 yang berbunyi:
ketenangan hidup (sakinah) dari mereka,
dan dari istri-istri itu allah menjadikan
ُ ِ ‫ُِو ْاْل َ ْر‬
‫ض‬ َ ‫اوات‬ َ ‫ِ َّلِلُِ هم ْلكه ُال‬
َ ‫س َم‬
untuk kalian anak dan cucu. Kemudian
allah menurunkan bermacam rezeki yang ُ‫ِل َم ْنُ َيشَا هءُ َي َهبه ُ َي ْخلهقهُ َماُ َيشَا هء‬
baik dan kalian sukai. Apakah sesudah itu َ ً‫ورُ ِإنَاث‬
(49)ُ‫اُو َي َهبه‬ َ ‫ِل َم ْنُ َيشَا هءُالذُّ هك‬
sebagian manusia justru menyekutukan
Allah, percaya pada kebatilan dan ingkar َ ‫أ َ ْوُيهزَ ِو هج هُه ْمُذه ْك َرا ًن‬
‫اُوإِنَاثًا‬
pada karunia-karunia lahir tuhan? َ ُ‫َو َيجْ َعلهُ َم ْنُ َيشَا هء‬
‫عقِي ًما‬
Padahal semestinya semua itu disyukuri
ٌ ‫علِي ٌمُقَد‬
(50)ُ‫ِير‬ َ ُ‫ِإ َنهه‬
dan membuatnya hanya menyembah
kepada Allah. Perkawinan adalah salah
satu bentuk pembangunan fitrah yang
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan
dititipkan Tuhan dalam diri tiap manusia
langit dan bumi, Dia menciptakan apa
dan juga binatang. Kalau tidak ada
yang Dia kehendaki. Dia memberikan
aturan-aturan normatif perkawinan,
anak-anak perempuan kepada siapa yang
maka dalam hal pemenuhan kebutuhan
Dia kehendaki dan memberikan anak-
biologis manusia akan tidak ada bedanya
anak lelaki kepada siapa yang Dia
dengan binatang, karena masing-masing
kehendaki, atau Dia menganugerahkan
akan menempuh jalan yang tanpa aturan
kedua jenis laki-laki dan perempuan
dan semuanya. Jika demikian dia bukan
(kepada siapa) yang dikehendaki-Nya,
lagi seseorang manusia yang dibekali akal
dan Dia menjadikan mandul siapa yang
pikiran, diberi keutamaan dibanding
Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha
makhluk lainnya dan ditunjukkan sebagai
mengetahui lagi Maha Kuasa”.
khalifah dibumi. Disamping sudah
merupakan ketentuan tuhan pada Ayat diatas menerangkan tentang
manusia untuk mengatur fitrah dengan kekuasaan Allah yang ada dialam semesta
perkawinan agar terhindar dari yang menciptakan sekaligus pemilik
kekacauan, di sisi lain manusia juga langit dan bumi. Maka apa saja yang dia
mempunyai kecenerungan untuk hidup kehendaki pasti terjadi, dan apa saja yang
selamanya. Melihat tidak kemungkinan tidak dia kehendaki maka tidak akan
pada dirinya secara untuk bisa bertahan terjadi. Dia memberi kepada siapa saja
hidup selamanya maka jalan satu-satunya yang dia kehendaki, tidak ada yang dapat
untuk mempertahankan kelangsungan memberikan apa yang dia tolak, termasuk
180│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

keturunan. Maka harusnya hanya kepada adalah yang terbaik untuk kalian disisi
Allah saja manusia bermohon. Allah. Allah akan melipatgandakan
pahalanya dan itulah sebaik-baiknya
Allah menciptakan apa saja yang
tempat menggantungkan harapan bagi
dia kehendaki. Yakni, dia merezekikan
manusia. Ketika Allah tidak menghendaki
anak-anak perempuan saja kepada siapa
buah hati hadir di tengah-tengah kita saat
saja yang dia kehendaki, dan merezekikan
ini, janganlah khawatir sesungguhnya
anak-anak lelaki saja kepada siapa saja
Allah telah menyiapkan gantinya disurga
yang dia kehendaki, dan memberikan
kelak. Sebagaimana dijelaskan oleh nabi
kedua jenis itu, yakni laki-laki dan
yang berasal dari Abu Sa’id Al-khudri
perempuan kepada siapa saja yang dia
radhiyallahu’anhu, ia berkata bahwa
kehendaki, dan menjadikan siapa saja
Rasulullah SAW Bersabda :
yang dia kehendaki tidak berketurunan.

Kehadiran seorang anak


merupakan anugerah yang sangat ُ‫هُو ِس ُّنهه‬
َ ‫ضعهه‬
ْ ‫هُو َو‬ ْ ‫ىُال َولَدَُف‬
َ ‫ِيُال َج َنةُِكَانَ ُ َح ْملهه‬ ْ ‫ْال همؤْ مِ هنُإِذَاُا ْشتَ َه‬
istimewa, bahkan tidak ternilai harganya. ‫ُ َك َماُ َي ْشتَ ِهي‬،ٍُ‫عة‬
َ ‫سا‬
َ ُ‫فِي‬
Setiap pasangan suami istri selalu
mendambakan seorang anak, karena
sangat istimewanya kedudukan dan “Seorang mukmin itu bila sangat
kehadiran anak dalam suatu keluarga, menginginkan anak (namun tidak
dalam islam anak diibaratkan sebagai mendaptkannya), disurga ia akan
perhiasan dunia, sebagaimana ditegaskan mengandungnya, menyusuinya dan
dalam al-Quran surah al-Kahfi ayat 46 tumbuh besar dalam sekejap,
yang berbunyi: sebagaimana ia menginginkannya.” (HR.
Tirmidzi, no. 2563; Ibnu Majah, no. 4338).

ْ ‫ُزي َنةه‬ Tekanan dapat muncul ketika


‫ُال َح َياةُِال ُّد ْن َيا‬ ِ َ‫هُو ْال َبنهون‬
َ ‫ْال َمال‬
pasangan yang belum memiliki anak
َ ‫َو ْال َباقِ َياته ُال‬
ُ‫صا ِل َحاته ُ َخي ٌْر‬ harus menghadapi pertanyaan-
‫ًاُو َخي ٌْرُأ َ َم ًُل‬
َ ‫َُر ِبكَ ُثَ َواب‬
َ ‫ِع ْند‬ pertanyaan atau permintaan-permintaan
Artinya: “Harta dan anak-anak adalah untuk memiliki bayi oleh keluarga,
perhiasan kehidupan dunia tetapi kerabat, dan teman. Menurut Ulfa dan
amalan-amalan yang kekal lagi saleh Mulyana (2014), wanita sering mengalami
adalah lebih baik pahalanya disisi afeksi negatif dan jarang merasakan afeksi
Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi positif, namun dengan adanya dukungan
harapan”. dari orang-orang terdekat mampu
membuat subjek bangkit dari kesedihan.
Tafsiran (Quraish shihab)
Selain itu subjek menemukan kepuasan
menjelaskan harta benda dan anak
hidupnya dari pengalaman
merupakan keindahan dan kesenangan
menyenangkan pada masa lalu. Adanya
hidup kalian didunia. akan tetapi
dukungan dari orang-orang terdekat dan
semuanya tidak ada yang abadi, tidak ada
pandangan optimis akan kehadiran anak
yang langgeng, dan pada akhirnya akan
dimasa depan membuatnya menerima
musnah. Kebaikan-kebaikan yang kekal
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|181

apa yang terjadi dan selalu bersyukur atas Maslow tentang aktualisasi diri (sefl
kehidupannya. actualization), pandangan Jung tentang
KAJIAN PUSTAKA inviduasi, konsep Alport tentang
kematangan. Juga sesuai dengan
Psychological Well-Being konsep Erikson dalam
Teori psychological well being menggambarkan individu yang
dikembangakan oleh Ryff pada tahun mencapai integrasi di banding putus
1989. Psychological well-being merujuk asa. Konsep Neugarten tentang
pada perasaan seseorang mengenai kepuasan hidup, serta criteria positif
aktivitas hidup sehari – hari. Segala tentang orang yang bermental sehat
aktifitas yang dilakukan oleh individu yang dikemukakan Johada (Ryff,1995).
yang berlangsung setiap hari, dimana Psychological well-being
dalam proses tersebut kemungkinan berhubungan dengan kepuasan
akan mengalami fluktuasi pikiran dan pribadi, engagement, harapan, rasa
perasaan yang dimulai dari kondisi syukur, stabilitas suasana hati,
mental negatif sampai pada kondisi pemaknaan terhadap diri sendiri,
mental positif, misalnya dari trauma harga diri, kegembiraan, kepuasan,
sampai penerimaan hidup dinamakan dan optimisme, termasuk juga
dengan psychological well being mengenali kekuatan dan
(Bradburn dalam Ryff dan Keyes, mengembangkan bakat dan minat
1995). Psychological well-being yang dimiliki. Psychological well-being
merupakan istilah yang digunakan memimpin individu untuk menjadi
untuk menggambarkan kesehatan kreatif dan memahami apa yang
psikologis individu berdasarkan sedang dilaksanakannya
pemenuhan kriteria fungsi psikologi (Wahyuningtiyas, 2016). Menurut
positif (positive psychological Wells (dalam Rosalina & Siswati,
functioning) (Sarinah,2018). 2018). Psychological Well-Being adalah
Konsep Ryff berawal dari kondisi individu memiliki sikap yang
adanya keyakinan bahwa kesehatan positif terhadap diri sendiri dan orang
yang positif tidak sekedar adanya lain, dapat membuat keputusan dan
penyakit fisik saja. Psychological well mengatur tingkah lakunya sendiri,
being terdiri dari adanya kebutuhan dapat menciptakan dan mengatur
untuk merasa secara psikologi lingkungan yang sesuai dengan
(psychological well being). Menurut Ryff kebutuhannya, memiliki tujuan hidup
gambaran tentang karakteristik orang dan membuat hidup lebih bermakna,
memiliki kesejahteraan psikologis serta berusaha mengeksplorasi dan
menunjuk pada pandangan Rogers mengembangkan dirinya.
tentang orang yang berfungsi penuh
(fully functioning person). Pandangan
182│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

Huppert (2009) mendefinisikan mental dan sosial. Kita dapat merujuk


psychological well-being sebagai pada kesejahteraan sebagai hasil dari
keadaan kehidupan berjalan dengan keseimbangan antara harapan
baik. Keadaan tersebut merupakan seseorang dan orang-orang yang
kombinasi dari perasaan yang baik berprestasi di berbagai bidang
dan berfungsi secara efektif. Individu tindakan manusia, seperti pekerjaan,
tidak harus merasa baik sepanjang keburukan, kesehatan, kondisi
waktu, pengalaman emosi yang material dalam kehidupan, dan
menyakitkan (misalnya kekecewaan, hubungan interpersonal dan afektif,
kegagalan, kesedihan) adalah bagian beberapa faktor sebagai berikut:
normal dari kehidupan. Kemampuan
a. Usia
mengelola emosi negatif atau
Kesejahteraan dapat bervariasi
menyakitkan penting untuk dari waktu ke waktu sehubungan
kesejahteraan (well-being). Individu dengan usia, perubahan unsur-
yang mempunyai psychological well- unsur umur, beberapa faktor
being tinggi akan merasa bahagia, berubah secara siginifikan dengan
bermanfaat dan puas dengan usia, dan kemandirian
hidupnya. manunjukkan peningkatan seiring
perbandingan usia (usia 25-39, usia
Berdasarkan uraian diatas maka 40-59, usia 60-74). Orang lanjut usia
psychological well-being merupakan mengalami lebih sedikit
kondisi psikologis dari setiap individu pertumbuhan pribadi, dan juga
yang berfungsi dengan baik dan menyarankan agar penguasaan
positif. Kondisi individu yang lingkungan dan otonomi meningkat
ditandai dengan adanya perasaan ketika orang mencapai tahap
bahagia dan adanya kepuasan hidup. kehidupan yang lebih tua.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh Penyesuaian dengan lingkungan
penerimaan diri, relasi sosial yang cenderung lebih baik di usia paruh
positif, mempunyai tujuan hidup, baya dan lanjut usia dari pada yang
muda, tetapi tetap stabil dari usia
perkembangan pribadi, penguasaaan
paruh baya hingga tua. Pola yang
lingkungan dan otonomi. Hal diatas
sama dapat diamati dengan
merupakan kombinasi dari perasaan
dimensi otonomi tetapi dalam hal
yang baik dan berfungsi secara efektif. ini peningkatan usia dari muda ke
Faktor-faktor yang mempengaruhi usia pertengahan kurang akut
psychological well-being. (Wells, 2010). Tujuan hidup dan
pertumbuhan pribadi secara jelas
Kesejahteraan psikologis menunjukkan penurunan seiring
dipengaruhi oleh tingkat pengalaman bertambahnya usia. Skor aspek
subyektif seseorang dan berkaitan penerimaan diri, hubungan positif
dengan berbagai aspek fungsi fisik, dengan orang lain secara signifikan
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|183

bervariasi berdasarkan usia keputusan dan hubungan suami


(Wahyuningtiyas, 2016). istri yang baik memiliki pengaruh
b. Jenis kelamin keseluruhan yang baik terhadap
Kesejahteraan psikologis dapat kesehatan dan kesejahteraan
secara positif terkait dengan factor- psikologis. Escriba-Agüir dan
faktor seperti kepuasan dengan Tenias-Burillo (dalam Wells, 2010)
kehidupan dan konsep diri atau menunjukkan bahwa hubungan
harga diri. Menurut Pinquart dan yang baik dengan pasangan
Sorensen (dalam Wells, 2010) meningkatkan kesejahteraan
bahwa tidak ada perbedaan psikologis, bahkan mereka
kesejahteraan antara gender. Pada mengklaim bahwa orang yang
beberapa kasus harga diri dan terbukti memiliki hubungan suami
kesejahteraan ditemukan sedikit istri yang baik cenderung memiliki
lebih tinggi diantara pria daripada kesehatan mental yang baik juga.
wanita, ditemukan juga bahwa d. Tingkat Sosial Ekonomi
wanita yang lebi tua menyajikan Faktor ini berkaitan dengan
tingkat kepuasan yang lebih rendah penerimaan diri, tujuan
dengan kehidupan kebahagiaan hidup,pengusaan lingkungan dan
dan harga diri daripada pria. pertumbuhan pribadi. Seseorang
Wanita lebih terintegrasi secara dengan sosial ekonomi rendah
seksual dan memiliki skor yang cenderung membandingkan
lebih tinggi dalam hubungan positif dirinya terhadap sosial ekonomi
dengan orang lain daripada pria. tinggi (Ratnadewi, 2016). Marmot,
Berdasarkan data yang Führer, Ettner et al (dalam Wells,
diperoleh dari beberapa penelitian 2010) menunjukkan bahwa orang
faktor jenis kelamin menunjukkan dengan tingkat sosial ekonomi yang
perbedaan yang signifikan pada lebih rendah, ditentukan oleh
aspek hubungan positif dengan tingkat karakteristik pendidikan
orang lain dan aspek pertumbuhan dan aktivitas kerja biasa seseorang
pribadi. Keseluran perbandingan memiliki tingkat kesejahteraan
usia 25-39, usia 40-59, usia 60-74), psikologis lebih rendah.
wanita menunjukkan angka yang Status pekerjaan yang tinggi
lebih tinggi daripada pria. atau tingginya tingkat pendidikan
Sementara aspek psychological well- seseorang menunjukkan bahwa
being yang lain yaitu penerimanaan individu memilki faktor pengaman
diri, kemandirian, penguasaan (uang, ilmu, keahlian) dalam
lingkungan (Wahyuningtiyas, hidupnya untu menghadapi
2016). masalah tekanan dan tantangan
c. Status Perkawinan (Wahyuningtiyas, 2016). Menurut
Bahwa menjadi bagian dari Kaplan, Shema & Leite (dalam
situasi keluarga dengan status yang Wells, 2010) ketika situasi keuangan
sama dalam pengambilan lebih menguntungkan, diwakili
184│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

oleh keseimbangan ekonomi positif, disebut budaya individualistis,


kesejahteraan psikologis juga sementara dalam budaya kolektivis,
meningkatkan: Ketika situasi ada banyak rule sosial yang berlaku
keuangan ini menjadi lebih buruk, di sana, dengan
dan, dengan itu jumlah pendapatan mempertimbangkan konsep
yang dirasakan; tingkat budaya yang lebih luas,
kesejahteraan psikologis juga kesejahteraan harus dipelajari dari
menjadi lebih buruk. tingkat sosiokultural (tingkat
e. Dukungan sosial pendapatan iodividu, kehidupan
Berkman, Davis, Morris & yang ia harapkan, pengangguran,
Graus (dalam Wells, 2010) telah dan tingkat penonal (bantuan,
menemukan bahwa isolasi sosial, pendapat, dan sikap)
kesepian dan kehilangan dukungan g. Religiusitas
sosial dikaitkan dengan Pada faktor ini menyebutkan
peningkatan risiko penyakit atau bahwa agama mampu
berkurangnya harapan hidup. meningkatkan psychological well-
Kesejahteraan jelas dipengaruhi being dalam diri seseorang.
oleh kontak sosial dan hubungan Penelitian Ellison menunjukkan
interpersonal. Itu juga telah terbukti bahwa individu yang memilki
berhubungan dengan kontak di kepercayaan terhadap agama yang
masyarakat dan pola aktif dari kuat, dilaporkan memiliki
persahabatan dan partisipasi sosial. kepuasan hidup yang lebih tinggi,
Akhirnya, ada juga hubungan kebahagian personal yang lebih
antara kesejahteraan dan hubungan tinggi serta mengalami dampak
positif dengan orang lain. negatif peristiwa traumatis yang
f. Budaya lebih rendah jika dibandingkan
Budaya adalah kepada dengan individu yang tidak
masyarakat apa ingatan bagi memilki kepercayaan terhadap
individu, budaya mempengaruhi agam yang kuat (Wahyuningtyas,
masing-masing dimensi dari 2016)
kesejahteraan psikologis dan
kesehatan. Perbedaan Dimensi-dimensi psychological well-
sosiodemografi tidak hanya being
menghasilkan tingkat kesejahteraan
dan kesehatan yang berbeda tetapi Menurut Ryff, pondasi untuk
juga berbagai cara untuk diperolehnya psychological well-being
menemukan kesejahteraan adalah individu secara psikologis dapat
psikologis (Trandis & Harry dalam berfungsi secara positif (positive
Wells, 2010). psychological functioning). Ciri-ciri
Diener & Suh (dalam Wells, individu yang mempunyai fungsi
2010) mengemukakan bahwa emosi psikologis secara positif yaitu:
adalah prediktor yang baik dari
kesejahteraan dalam apa yang 1. Penerimaan diri (Self-acceptance)
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|185

Seseorang yang memiliki tingkat 3. Otonomi (Autonomy)


penerimaan diri yang kurang baik Dimensi ini menjelaskan
yang memunculkan perasaan yang individu yang memiliki sikap
tidak puas terhadap diri sendiri, kemandirian, penentuan diri dan
merasa kecewa dengan pengalaman kemampuan untuk mengatur
masa lalu, dan mempunyai tingkah laku tanpa dibebankan oleh
pegaharapan tidak menjadi dirinya tekanan sosial. Ciri individu yang
saat ini (Wahyuningtiyas, 2016). menunjukkan otonominya terpenuhi
Berdasarkan teori diatas dapat yaitu mampu untuk menolak
disimpulkan bahwa penerimaan diri tekanan sosial dalam berpikir, dan
seseorang yang bisa dilihat dari bertingkah laku dengan cara-cara
bagaimana individu memandang tertentu, seseorang tidak mencari
keadaan dirinya secara positif dan persetujuan orang lain, dapat
bisa menerima keadaan masa mengevaluasi diri sendiri dengan
lalunya secara bijak tanpa harus standar personal (Ryff, 1989).
menyalahkan diri sendiri maupun Seseorang yang dapat berfungsi
orang lain atas permasalahan yang secara penuh adalah orang yang
dihadapi. Cara memandang masa memilki pandangan pribadi tentang
lalu adalah poin utama dalam evaluasi menganai dirinya (internal
keberhasilan mencapai locus of evalation), tanpa harus
kesejahteraan psikologis. mendapat persetujuan dari orang
2. Hubungan positif dengan sesama lain, tetapi ia memiliki penilaian
(possitive relations with others) standar dalam mengevaluasi dirinya
Pada dimensi ini menekankan (Prabowo, 2016: 249). Individu yang
pentingnya hubungan yang hangat kurang baik dalam aspek otonomi
dan saling percaya dengan orang akan memperhatikan harapan dan
lain. Komponen utama dari evaluasi diri orang lain, membuat
kesehatan mental yaitu kemampuan keputusan berdasarkan penilaian
untuk mencintai. Individu yang baik orang lain, dan cenderung bersikap
dalam aspek ini digambarkan konformis (Wahyuningtiyas, 2016)
memiliki perasaan empati, kasih 4. Penguasaan terhadap lingkungan
sayang untuk semua manusia (Environmental Mastery)
mampu memiliki cinta yang lebih Kemampuan individu untuk
besar dan persahabatan yang lebih memilih atau menciptakan
dalam. Hubungan yang hangat juga lingkungan yang cocok dengan
sebagai kriteria kedewasaan. Teori kondisi psikisnya didefinisikan
tahap perkembangan orang dewasa sebagai karakteristik kesehatan
juga menekankan pencapaian mental. Kematangan terlihat ketika
hubungan dekat dengan orang lain seseorang memiliki kemampuan
(keintiman), bimbingan dan arahan dalam menghadapi kejadian-
orang lain (generativitas) (Ryff, kejadian diluar dirinya. Hal inilah
1989). yang dimaksud dalam aspek,
186│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

kemampuan untuk memanipulasi mempunyai kepercayaan yang


keadaan dan mengendalikan dapat membuat hidup lebih berarti
lingkungan yang kompleks. Teori- (Wahyuningtiyas, 2016).
teori ini menekankan bahwa 6. Pertumbuhan pribadi (personal
kemampuan seseorang untuk maju growth)
di dunia dan mengubahnya secara Seseorang yang baik dalam
kreatif melalui aktivitas fisik atau aspek ini mempunyai perasaan
mental (Rryff, 1989). untuk terus berkembang, melihat
Individu dengan psychological diri sendiri sebagai sesuatu yang
well-being yang baik memilki bertumbuh, menyadari potensi yang
kemampuan untuk memilih dan terdapat didalam dirinya, kemudian
menciptakan lingkungan yang mampu melihat peningkatan dalam
sesuai dengan kondisi fisik dirinya diri dan tingkah lakudari waktu ke
yaitu mempunyai kemampuan waktu. Sebaliknya seseorang yang
dalam menghadapi kejadian- kurang baik dalam aspek ini akan
kejadian diluar dirinya. Sebaliknya, menampilkan ketidakmampuan
individu yang kurang baik dalam untuk mengembangkan sikap dan
aspek ini akan menampakkan tingkah laku baru, mempunyai
ketidakmampuan untuk mengatur perasaan bahwa ia adalah seorang
kehidupan sehari-haridan kurang pribadi yang stagnan dan tidak
memilki kontrol terhadap tertarik dengan kehidupan yang
lingkungan luar(Wahyuningtiyas, dijalani (Wahyuningtiyas, 2016).
2016).
5. Tujuan Hidup (purpose in life) Infertilitas
Dimensi ini menjelaskan
Salah satu gangguan kesehatan
mengenai kemampuan individu
untuk mencapai tujuan dalam reproduksi yang terjadi di usia subur
hidup. Seseorang yang mempunyai adalah infertilitas. Infertilitas adalah
rasa keterarahan dan tujuan dalam ketidakmampuan sepasang suami istri
hidup, mempunyai perasaan bahwa untuk mencapai kehamilan setelah
kehidupan saat ini dan masa lalu selama satu tahun melakukan
bermakna dan berarti yang hubungan seksual secara teratur dan
memberikan tujuan hidup, dan tidak menggunakan alat kontrasepsi
mempunyai target yang ingin (Setiyaningrum, 2015)
dicapai dalam hidup, maka ia dapat
dikatakan mempunyai aspek tujuan Infertilitas atau ketidak suburan
hidup yang baik. Sebaliknya merupakan ketidakmampuan
seorang yang kurang baik dalam pasangan usia subur untuk
aspek ini mempunyai perasaan memperoleh keturunan (Ningsih &
bahwa tidak ada tujuan yang ingin Farich, 2016). Infertilitas adalah
dicapai dalam hidup, tidak melihat ketidakmampuan untuk mengandung
adanya manfaat dalam masa lalu sampai melahirkan bayi hidup setelah
kehidupannya, dan tidak
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|187

satu tahun melakukan hubungan Infertilitas sekunder diartikan


seksual yang teratur dan tidak sebagai ketidakmampuan untuk
menggunakan alat kontrasepsi apapun memperolah kehamilan setelah
atau setelah memutuskan untuk sebelumnya sudah ada riwayat hamil
mempunyai anak (Saraswati, 2015). (Oktarina, Abadi, & Bachsin, 2014).
Jadi, dari uraian tersebut dapat Infertilitas Sekunder ditujukan bagi
dikemukakan bahwa infertilitas adalah pasangan yang pihak istri pernah hamil
ketidakmampuan pasangan usia subur meskipun akhirnya terjadi kegguran
mengandung dan melahirkan (abortus) atau kematian bayi lahir
keturunan secara biologis setelah (Hidayah & Hadjam, 2006). Infertilitas
melakukan hubungan tanpa sekunder merupakan keadaan dimana
menggunakan alat kontrasepsi. seorang wanita tidak dapat memiliki
anak atau mempertahankan
Secara medis infertilitas dibagi menjadi
kehamilannya (Saftarina & Putri, 2016).
sebagai berikut :
Infertilitas sekunder jika sebelumnya
a) Infertilitas Primer pasangan suami istri pernah memilki
Disebut infertilitas primer jika anak (minimal satu kali kehamilan),
seorang wanita yang telah tetapi kehamilan berikutnya belum
berkeluarga belum pernah berhasil dicapai (Setiyaningrum, 2015).
mengalami kehamilan meskipun
hubungan seksual dilakukan secara Infertilitas sekunder adalah
teratur tanpa perlindungan pasangan suami istri telah atau pernah
kontrasepsi untuk selang waktu memiliki anak sebelumnya, tetapi saat
paling kurang 12 bulan. Infertilitas ini belum mampu memiliki anak lagi
primer adalah istilah yang setelah satu tahun berhubungan
digunakan jika pasangan suami istri seksual tanpa menggunakan alat atau
sama sekali belum pernah memiliki metode kontrasepsi dalam bentuk
anak ((Setiyaningrum, 2015)
apapun (Anggelina & Wulandari,
b) Infertilitas Sekunder
2017). Infertilitas sekunder terjadi bila
Dikatakan infertilitas sekunder
istri pernah hamil, tetapi kemudian
jika tidak terdapat kehamilan dalam
waktu 1 tahun atau lebih pada tidak terjadi kehamilan lagi walaupun
seorang wanita yang telah bersenggama selama selama 1 tahun
berkeluarga dengan berusaha tanpa kontrasepsi (Indriyani, 2011).
berhubungan seksual secara teratur Dapat dikemukakan bahwa infertilitas
tanpa perlindungan kontrasepsi, sekunder merupakan
tetapi sebelumnya pernah hamil ketidakmampuan untuk melahirkan
(Saraswati, 2015). seorang bayi tetapi pernah mengalami
kehamilan ataupun pernah memilki
Infertilitas Sekunder anak sebelumnya tetapi kemudian sulit
untuk hamil lagi.
188│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

Penyebab Infertilitas sperma. Mengalami gangguan dalam


berhubungan seks karena tidak bisa
Stright (Trisnawati, 2015)
ereksi, ereksi kurang lama, terlalu cepat
mengungkapkan Penyebab infertilitas
ejakulasi, menderita penyakit menahun
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu
seperti diabetes, tuberculosis (penyakit
33,3% masalah terkait pada wanita,
paru-paru), dan malaria yang dapat
33,3% pada pria dan 33,3% disebabkan
mengganggu kesuburan. Faktor fisik
oleh faktor kombinasi (Stright, 2005).
pada wanita mengalami jaringan parut
Komplikasi yang mungkin timbul
pada saluran tuba atau dalam uterus.
dapat berupa penyempitan uretra
Jaringan parut tersebut dapat
(saluran keluar kantung kemih) atau
mengganggu perjalanan sperma dan
pada tuba (saluran yang merupakan
mengganggu sel telur yang telah
jalan masuk ovum ke uterus).
dibuahi menempel pada utrus, jaringan
Penyumbatan tuba ini dapat
parut dapat disebabkan oleh infeksi
menyebabkan infertilitas (Djauzi, 2019).
penyakit menular seksual (PMS), aborsi
Penyebab dari pihak wanita yang tidak aman, pemasangan alat
diantaranya masalah vagina yaitu kontrasepsi atau Intrauterine device
vaginitis, masalah di serviks yaitu (IUD) nonseptik sehingga
servisitis, uterus, tuba dan masalah di menimbulkan infeksi, tindakan bedah
ovarium yaitu kista ovarium. Penyebab pada vagina, uterus, tuba atau ovarium.
dari pihak pria diantaranya
Wanita yang tidak terjadi ovulasi
spermatogenesis abnormal, kelainan
disebabkan karena gangguan hormon
anatomi, ejakulasian retrograde, stress,
reproduksi, terdapat fibroid dalam
infeksi menular, asupan alkohol dan
uterus (fibroid dapat mencegah
nikotin berlebih, faktor pekerjaan serta
konsepsi atau menyulitkan kelestarian
ketidakmampuan sperma melakukan
kehamilan), penyakit menahun seperti
penetrasi ke sel telur. Penyebab dari
diabetes, tuberculosis (penyakit paru-
pihak kombinasi adalah penyebab yang
paru),, malaria. Faktor Psikologis
ditimbulkan apabila kedua suami istri
merupakan gangguan emosional yang
sama-sama memiliki faktor penyebab
kronis seperti kekuatan dan merasa
terjadinya infertilitas.
tidak mampu untuk menjadi seorang
Faktor fisik, pada laki-laki ibu, meningkatnya sensitifitas karena
meliputi kualitas dan kuantitas sperma, pengaruh penambahan umur sehingga
menderita infeksi virus kelenjar getah menjadi paranoid dan menyebabkan
bening bawah tulang rahang yang infertilitas. Faktor lingkungan meliputi
mengakibatkan kerusakan pada testis polusi udara, air yang tercemar, bahan
dan saluran testis dapat mengganggu kimia yang dipakai pabrik dan
produksi atau kondisi sperma, bahkan pertanian, merokok, minman
kemungkinan menghambat jalannya beralkohol dan kopi kental, suhu tinggi
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|189

pada testis dan penekanan yang terlalu Penelitian ini menggunakan


ketat serta penggunaan obat-obatan pendekatan kualitatif yang merupakan
(Indriyani, 2011). metode untuk menemukan secara
spesifik dan realistis tentang apa yang
Penyebab Infertilitas Sekunder
terjadi pada suatu saat di tengah-
Faktor resiko infertilitas sekunder tengah kehidupan masyarakat.
pada wanita adalah usia, faktor Penelitian kualitatif adalah penelitian
kelainan anatomi dan infesialat yang bermaksud untuk memahami
reproduksi yang terletak pada serviks, fenomena tentang apa yang dialami
uterus, tuba fallopi, serta gangguan oleh subjek penelitian, misalnya
hormon pada wanita, siklus haid yang perilaku, persepsi, tindakan dan
tidak teratur bias menjadi salah satu sebagainya (Herdiansyah, 2014).
penyebab infertilitas sekunder pada
Subjek penelitian yang menjadi
wanita. Faktor resiko terjadinya
informan adalah perempuan sudah
infertilitas sekunder pada wanita, dapat
menikah dengan usia pernikahan lebih
disebabkan oleh faktor lain yang
dari tiga tahun tetapi belum memilki
mempengaruhi seperti faktor infeksi
keturunan dan pernah mengalami
pada alat reproduksi wanita, apabila
hami namun keguguran. Karena usia
terjadi infeksi pada alat reproduksi
dua hingga tiga tahun perkawinan
wanita kadar keasaman dalam vagina
merupakan usia yang paling
akan meningkat.
diinginkan untuk memiliki anak
Kondisi ini akan menyebabkan pertama dan tekanan dalam
sperma mati sebelum sempat perkawinan termasuk masalah
membuahi sel telur. Kadar keasaman keturunan terasa pada masa
alat reproduksi wanita juga dapat perkawinan tiga tahun. Mereka dengan
menyebabkan vagina mengerut ciri-ciri tersebut dijadikan sebagai
sehingga perjalanan sperma didalam informan utama. Dua orang sebagai
vagina terhambat dan menyebabkan informan yang berasal dari orang
pembuahan tidak terjadi (Angelina & terdekat subjek. Subjek pertama
Wulandari, 2017). Faktor penyebab berinisial EK dan subjek kedua
infertilitas sekunder relatif lebih mudah berinisial S. Keduanya pernah hamil
ditemukan, misalnya karena terkena dan namun tidak memiliki anak.
infeksi virus toksoplasma, sehingga Selanjutnya ada SP dan Y sebagai
pengobatan yang sesuai dapat segera informan untuk mendapatkan
ditemukan dan selanjutnya pasangan informasi tambahan. Teknik
dapat mempersiapkan kehamilan pengumpulan data yang digunakan
berikutnya dengan lancar (Hidayah & dalam penelitian ini adalah
Hadjam, 2006). menggunakan teknik wawancara dan
observasi.
METODE PENELITIAN
190│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

Teknik analisis data yang terhadap kehidupan dan harapan


digunakan dalam penelitian ini adalah sosial. Sekitar awal atau pertengahan
teknik analisis data model interaktif umur tiga puluhan kebanyakan
menurut Miles & Huberman terdiri atas orang telah mampu menentukan
empat tahapan, yaitu tahap masalah-masalah mereka dengan
cukup baik sehingga menjadi cukup
pengumpulan data, tahap reduksi data,
stabil dan matang secara emosiny,
tahap display data, dan tahapan keemat
Namun berbeda pada subjek EK
tahap penarikan kesimpulan atau tahap
belum mampu mandiri dalam
verifikasi (Herdiansyah, 2014). Uji mengambil keputusan masih
keabsahan data menggunakan uji bergantung kepada orang lain,
kredibilitas, perpanjangan penguasaan lingkungan kurang baik
pengamatan, meningkatkan ketekunan karena EK yang masih
dan tringulasi. mempedulikan pendapat orang lain
tentang dirinya, untuk penerimaan
HASIL PENELITIAN
diri EK sudah mulai menerima dan
Jumlah subjek penelitian yang bersabar, sedangkan S lebih memilki
penulis gunakan dalam penelitian ni penerimaan diri yang baik ditandai
adalah sebanyak empat orang dengan dengan dia mampu menerima
rincian dua orang subjek sebagai keadaan masa lalu dan masa
sekarang, S mampu mandiri dalam
Informan utama atau informan kunci
mengambil keputusan, dan memilki
dan dua orang lagi sebagai informan.
penguasaan lingkungan yang baik S.
Adapun informan utama adalah S dan
b. Dukungan sosial
EK. Seterusnya ada dua informan yaitu Berdasarkan hasil wawancara
orang terdekat subjek. orang sekitar dan lingkungan sangat
Faktor Yang Mempengaruhi mempengaruhi psychological well-
being sebagai dukungan sosial ketika
Psychological Well-Being Pada Istri
seorang merasa aman dan nyaman
Yang Mengalami Infertilitas
dengan orang di lingkungan
Sekunder
sekitarnya maka penerima dirinya
a. Usia akan baik, hubungan dengan
Berdasarkan hasil pengamatan sesamanya baik dan penguasaan
terhadap kedua subjek usia lingkunganya juga baik. Namun,
berpengaruh terhadap psychological ketika seseorang merasa tidak
well-being. Sebagaimana menurut nyaman dengan lingkungannya
Hurlock (1994) usia dewasa dimulai maka hubungannya dengan sesama
sejak usia 18-40 tahun, dengan kurang baik, dan penguasaan
lamanya hidup maka dewasa lingkungannya juga tidak baik.
mencakup waktu yang lama dalam Sesuai dengan yang
rentang hidup, dimana pada masa dikemukakan Berkman, Davis,
dewasa individu melakukan Moris & Garus (dalam Wells, 2010)
penyesuaian diri secara mandiri bahwa isolasi sosial, kesepian dan
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|191

kehilangan dukungan sosial orang lain atas permasalahan yang


dikaitkan dengan peningkatan dihadapi.
resiko penyakit atau berkurangnya Berdasarkan hal diatas dapat
harapan hidup. Kesejahteraan jelas dikemukakan bahwa kedua subjek
dipengaruhi oleh kontak sosial dan memiliki penerimaan yang baik
hubungan interpersonal. meskipun cara penerimaan dari
c. Religiusitas masing-masing berbeda, subjek
Tingkat religiusitas juga menjadi dapat menerima keadaan menyadari
faktor yang mempengaruhi. apa yang menjadi kekurangan
Berdasarkan hasil wawancara dirinya.
meningkatnya keagamaan subjek 2. Hubungan positif dengan orang
maka penerimaan diri subjek juga lain (possitive relations with
menjadi baik, penguasaa lingkungan others)
menjadi lebih baik, dan lebih Berdasarkan observasi EK
memiliki tujuan hidup yang terarah terlihat bermain kerumah dan
untuk menjadi lebih baik. bercerita dengan orang yang sama
dan banyak mengerjakan pekerjaan
Gambaran Dimensi-Dimensi rumah, sesekali menyapa jika
Psychologicall Well-Being Pada istri bertemu orang. Berdasarkan
yang Mengalami Infertilitas Sekunder wawancara EK Dalam hal ini EK
memilki hubungan yang positif yang
1. Penerimaan diri (Self-acceptance) kurang baik dengan orang lain, EK
Berdasarkan wawancara EK lebih suka dirumah dari pada diluar
mampu mengetahui kelebihan dan karna sikap orang kepadanya dan
kekurangan dirinya, serta dapat hanya terbuka pada orang terdekat
menerima keadaan dengan ikhlas yang sudah dianggapnya bisa
dan sabar tetap berusaha meski dipercaya. Sesuai dengan
memiliki kekurangan Sedangkan, S Wahyuningtiyas (2016), individu
juga memiliki penerimaan diri baik yang hanya mempunyai sedikit
dengan menerima keadaan masa hubungan dengan orang lain, sulit
lalu dan sekarang, dengan ditandai S bersikap hangat dan enggan untuk
mampu mengetahui kelebihan dan mempunyai ikatan dengan orang
kekurangan dirinya mampu lain, menandakan bahwa kurang
menerima keadaanya tanpa baik pada aspek ini.
menyesali yang telah menjadi Sedangkan S dari observasi
keputusan. Sesuai dengan teori terlihat jarang keluar rumah. Subjek
(Ryff, 1989) bahwa penerimaan diri berinteraksi dengan tetangga jika
seseorang yang bisa dilihat dari ada yang datang belanja. Namun
bagaimana individu memandang begitu Ia tetap berhubungan baik
keadaan dirinya secara positif dan dengan orang sekitarnya. S juga
bisa menerima keadaan masa tidak mengalami kesulitan dalam
lalunya secara bijak tanpa harus menjalin hubungan dengan orang
menyalahkan diri sendiri maupun
192│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

lain. S merupakan orang yang mandiri, mampu mengambil


mudah bergaul. Sesuai dengan teori keputusan sendiri selagi itu baik
Ryff (1989) menekankan pentingnya untuk dirinya. Hal ini sesuai dengan
hubungan yang hangat dan saling komponen teori yang dikemukakan
percaya dengan orang lain, memiliki Ryff bahwa individu yang
perasaan empati, kasih sayang untuk menunjukkan otonominya terpenuhi
semua manusia mampu memiliki yaitu mampu untuk menolak
cinta yang lebih besar dan tekanan sosial dalam berpikir, dan
persahabatan yang lebih dalam. bertingkah laku dengan cara-cara
Hubungan yang hangat juga sebagai tertentu, seseorang tidak mencari
kriteria kedewasaan yang telah persetujuan orang lain, dapat
diterapkan dalam keseharian S. mengevaluasi diri sendiri dengan
Penjelasan di atas dapat standar personal (Ryff, 1989).
dikemukakan bahwa EK memilki Penjelasan diatas dapat
hubungan yang kurang baik dengan dijelaskan bahwa kedua subjek
orang sekitarnya. Ek hanya memilki kemandirian yang berbeda,
berhubungan baik dengan beberapa subjek EK termasuk orang yang
orang terdekatnya dikarenakan kurang mandiri baginya untuk
sikap oranglain yang kadang mengambil sebuah keputusan
membuatnya merasa tidak nyaman, membutuhkan pendapat orang lain
Sedangkan subjek S memilki dan subjek EK cenderung
hubungan yang baik S banyak memikirkan penilaian orang lain.
bergaul dengan lingkungannya. Sedangkan subjek S termsuk orang
3. Otonomi (Autonomy) yang mandiri menurut S selagi
Berdasarkan hasil wawancara keputusan itu baik untuk diri sendiri
pada hal ini EK termasuk orang yang dan tidak merugikan orang lain ia
kurang mandiri, tidak mampu bisa untuk memutuskan sendiri,
mengambil suatu keputusan sendiri, namun tetap harus mendapat izin
cenderung memikirkan penilaian dari suami. S cenderung tidak
orang lain. Sesuai dengan teori mempedulikan penilaian orang lain.
Wahyuningtiyas (2016) individu 4. Penguasaan lingkungan
yang kurang baik dalam aspek (Environmental Mastery)
otonomi akan memperhatikan Berdasarkan observasi, EK lebih
harapan dan evaluasi diri orang lain, banyak beinteraksi dengan teman
membuat keputusan berdasarkan yang berdekatan dengannya
penilaian orang lain, dan cenderung ataupun dirumahnya. Berdasarkan
bersikap konformis. hasil wawancara dalam hal ini EK
Sedangkan dari observasi yang memiliki penguasaan lingkungan
terlihat S melakukan pekerjaannya yang kurang baik dilihat dari EK
sendiri dan saat pulang dari belanja kurang menerima keadaan
sendiri dengan membawa lingkungan dan sikap orang
barangnya sendiri. Berdasarkan dilingkungannya tapi EK berusaha
wawancara S termasuk orang yang menyesuaikan diri dengan
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|193

lingkungannya. Hal ini sesuai keinginannya menjadi lebih baik


dengan teori Wahyuningtiyas (2016). lagi, ingin mencapai harapannya.
individu yang kurang baik dalam Hal ini sesuai dengan komponen
aspek ini akan menampakkan teori yang dikemukakan Ryff (1989)
ketidakmampuan untuk mengatur pemahaman tentang tujuan hidup,
kehidupan sehari-hari dan kurang rasa keterarahan, mempunyai
memilki kontrol terhadap perasaan bahwa kehidupan saat ini
lingkungan luar. dan masa lalu memberikan tujuan
Sedangkan dari obseravai S hidup dan mempunyai target yang
terlihat suka menyapa orang lain akan dicapai dalam hidup. individu
dan beinteraksi dengan ramah. dengan yang baik memiliki tujuan,
Berdasarkan wawancara S memiliki maksud, dan arah, semua yang
penguasaan lingkungan yang baik berkontribusi pada perasaan bahwa
dilihat dari S yang menerima hidup itu bermakna. Berdasarkan
keadaan lingkungannya serta penjelasan diatas kedua subjek
mampu menyesuaikan diri dengan memilki tujuan hidup untuk menjadi
lingkungan. Hal ini sesuai dengan lebih baik lagi, memilki harapan
teori yang dikemukakan Ryff (1989) yang ingin dicapai.
kemampuan untuk memanipulasi 6. Pertumbuhan pribadi ( Personal
keadaan dan mengendalikan Growth)
lingkungan yang kompleks. Berdasarkan hasil wawancara
Penjelasan diatas dapat EK merasa memiliki perkembangan
dikemukakan bahwa EK kurang dan peningkatan pribadi, merasa
dalam penguasaan lingkungan menjadi pribadi yang tumbuh dan
karena EK kurang merasa nyaman berkembang. Hal ini dapat dilihat
dalam lingkugannya tetapi Ek tetap bahwa EK mau mengikuti hal-hal
mengikuti sebagian kegiatan yang yang sebelumnya tidak pernah
dilakukan dilingkungan. Sedangkan diakukan dilingkungannya, dan
S penguasaan lingkungan yang baik memperbaiki pribadinya menjadi
mudah menyesuaikan diri dengan lebih baik. S juga memiliki
lingkungannya dan merasa mudah perkembangan yang baik dalam hal
bergaul dengan lingkugannya. ini S merasa memiliki
5. Tujuan hidup ( Purpose Of Life) perkembangan dan peningkatan
Berdasarkan hasil wawancara pribadi, merasa menjadi pribadi
EK memiliki tujuan dalam hidupnya yang tumbuh dan berkembang. S
diantaranya keinginannya menjadi mau mencoba hal baru dan
lebih baik lagi, ingin memiliki anak, memperbaiki pribadinya menjadi
ingin menjadi lebih harmonis, lebih baik.
mencukupi ekonomi keluarga dan S Hal ini sesuai dengan komponen
dalam hal ini S memiliki tujuan teori yang dikemukakan oleh Ryff
dalam hidupnya diantaranya (1989) kemampuan
mengembangkan potensi seseorang,
194│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

untuk tumbuh dan berkembang infertilitas sekunder yang ditemukan


sebagai seseorang. Kebutuhan untuk kedua subjek memilki gambaran
mengaktualisasikan diri sendiri dan dimensi-dimensi psychological well-being
menyadari potensi seseorang, yang berbeda-beda. Pertama,
terbuka terhadap pengalaman, dan penerimaan diri subjek pertama cukup
melihat perbaikan di dalam diri dan
baik menerima kekuranganya dengan
perilaku sepanjang kehidupan.
ikhlas, selalu sabar, dan tetap berusaha.
Berdasarkan hal diatas dapat
Sedangkan subjek kedua memaknai
dijelaskan bahwa kedua subjek
pertumbuhan pribadinya baik, hidupnya dengan menerima keadaan
menerima pengalaman dan hal yang dengan sabar dan tau akan
baru dalam hidup disekitarnya, kekurangannya, tidak menyesali usaha
selalu berusaha memperbaiki diri yang dilakukan apapun hasilnya.
untuk jadi lebih baik lagi Kedua, subjek kedua memiliki
hubungan positif dengan keluarga
Kesimpulan ataupun tetangganya, tidak memiliki
kesulitan untuk menjalin hubungann
Faktor-faktor yang
dengan orang lain. Namun, hubungan
mempengaruhi psychological well-being
subjek pertama dengan sekitarnya
pada istri infertilitas sekunder yaitu
tidak begitu baik terkadang suka
faktor usia, dukungan sosial, dan faktor
bertengkar. Ketiga, otonom atau
religiusitas. Kemungkinan usia seorang
kemandirian; subjek pertama termasuk
yang relatif lebih ikhlas, lebih memiliki
orang yang kurang mandiri dalam
penerimaan diri yang baik, penguasaan
mengambil keputusan masih
lingkungan, tujuan hidup dan
bergantung pada orang tuanya.
pengembangan diri dibandingkan
Sedangkan subjek kedua merupakan
dengan usia yang lebih muda.
orang yang mandiri mmpu mengambil
Dukungan sosial. Dukungan sosial dari
keputusan sendiri. Keempat, terkait
orang sekitar dan lingkungannya
penguasaan lingkungan; subjek kedua
mempengaruhi penerimaan diri,
mampu menyesuaikan diri dengan
menciptakan kenyamanan dan rasa
baik dilingkungannya dan menerima
aman seseorang terhadap
keadaan lingkungannya. Sedangkan
lingkungannya. Hubungan
subjek pertama suka merasa tidak
keberagamaan dengan sang pencipta
nyaman karena sikap orang lain
akan membuat psychological well-being
kepadanya. Kelima, tujuan hidup
seseorang lebih baik dan ketika tingkat
kedua subjek sama memilki tujuan
religiusitas rendah maka psychological
hidup untuk menjadi lebih baik dan
well-being juga akan terpengaruhi
merasa hidup bermakna. Kemudian
menjadi rendah.
yang keenam pertumbuhan pribadi;
Dimensi-dimensi psychological kedua subjek mulai lebih memperbaiki
well-being pada istri yang mengalami ibadahnya dan berusaha untuk
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|195

mencapai tujuan hidup, memilki tujuan Narapidana. Jurnal Psikologi.


hidup untuk lebih baik dan Vol. 1, No.01.
religiusitasnya lebih meningkat.
Azizah, N. (2016). Problem Psikologis
Saran Istri Yang Belum Dikaruniai
keturunan Di Desa Sridadi
Peneliti selanjutnya sebaiknya
Kecamatan Sirampog
mencari lebih banyak literatur
mengenai psychological well-being Kabupaten Brebes. Skripsi.
dan memperkaya penelitian Fakultas Dakwah Dan
mengenai psychological well-being. Komunikasi Institut Agama
Sehingga dapat mengembangkan Islam Negeri Purwokerto.
dan membandingkan hasil
Djauzi, S. (2009). Raih Kembali
penelitian yang didapat apakah
Kesehatan (Mencegah Berbagai
sama atau berbeda ketika
Penyakit Hidup Sehat Untuk
penelitiannya beragam.
Penelitian ini memberi Keluarga. Kompas.
masukkan pada istri yang Hapsari, I, I. & Septiani, S, R. (2015).
mengalami infertilitas sekunder Kebermaknaan Hidup Pada
dapat menerima keadaan diri, tetap
Wanita Yang Belum Memiliki
fokus pada tujuan hidup tidak perlu
Anak Tanpa Disengaja
memikirkan penilaian orang lain,
(Involuntary Childless). Jurnal
terus berusaha untuk berkembang
dan meningkatkan lagi kehidupan Penelitian dan Pengukuran
beragama. Untuk orang sekitar Psikologi. Vol. 4, NO. 2.
hendaknya tidak memberikan Herdiansyah, H. (2014). Metodologi
pandangan negatif dan ejekan,
Penelit.ian Kualitatif. Jakarta:
diharapkan dapat memberikan
Salemba Humanika.
dukungan dan respon positif
Hidayah, N, & Hadjam, N, R.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Perbedaan Kepuasan
Angelina , F, C., & Wulandari, R. (2017). Perkawinan Antara Wanita
Faktor Yang Berpengaruh Yang Mengalami Infertilitas
Terhadap Kejadian Infertilitas Primer Dan Infertilitas
Sekunder Pada Wanita Usia Sekunder. Jurnal Psikologi. Vol.
Subur (WUS) Di Kecamatan 3, No.1.
Rawa Pitu Kabupaten Tulang Huppert, F. A. (2009). Psychological
Bawang. Jurnal Dunia Kesmas. Well-being: Evidence
Vol.6, No.1. Regarding its Causes and
Azani. (2012). Gambaran Psychological Consequences. Journal
Well-Being Mantan compilation International
Association of Applied
196│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

Psychology: Health and Well- Murpratiwi, I, A. (2015). Kepuasan


Being, 1 (2), 137–164. Pernikahan Pada Pasangan
Yang Belum Memiliki Anak.
Indraswari, R. C. (2014). Gambaran
Skripsi. Fakultas Psikologi
Makna Hidup Pada Istri Yang
Universitas Kristen Satya
Belum Memilki Anak Selama
Wacana.
10 Tahun Pernikahan Studi
Kasus Terhadap Wanita Yang Ningsih, Y, J. & Farich, A. (2016).
Mempunyai Mioma Uterus Determinan Kejadian
(Tumor Jinak) Pada Rahim Di Infertilitas Pria di Kabupaten
Kota X. Skripsi. Fakultas Tulang Bawang. Jurnal
Psikologi UIN Sunan Gunung Kesehatan. Vol. VII, No. 2.
Djati Bandung.
Oktarina. (2017). Keluarga Sakinah
Indriyani, D. (2011). Konseling Pada Pasangan Suami Istri
Infertilitas. The Indonesian Yang Belum Memiliki Anak Di
Journal Of Health Science. Vol. 1, Kota Palembang. Skripsi.
No.2. Fakultas Psikologi UIN Raden
Fatah Palembang.
Mardiyan, R., & Kustanti, E, R,. (2016)
Kepuasan Pernikahan Pada Oktarina, A., Abadi, A., & Bachsin, R.
Pasangan Yang Belum (2014). Faktor-faktor yang
Memiliki Keturunan. Jurnal Mempengaruhi Infertilitas
Empati. Vol. 5(3), 558-565. Pada Wanita di Klinik Fertilitas
Endokrinologi Reproduksi.
Misra, D. (2013). Kondisi Psikologi
MKS. Th. 46, No. 4.
Pasangan Yang Belum
Memiliki Keturunan. Skripsi. Poerwandari, E. Kristi. (2005).
Fakultas Ushuluddin Iain Pendekatan Kualitatif Untuk
Imam Bonjol Padang. Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta : LPSP3 UI.
Moleong, L, J. (2010). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Prabowo, A. (2016). Kesejahteraan
PT Remaja Rosdakarya Psikologis Remaja Di Sekolah.
Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.
Mufti, A, R. (2008). Kecenderungan
Vol. 04, No. 02.
Depresi Pada Wanita Yang
Mengalami Gangguan Ramadhani, T., Djunaedi., & Sismiati, S,
Infertilitas. Skripsi. Fakultas A. (2016). Kesejahteraan
Psikologi Universitas Islam Psikologis(Psychological well-
Negeri Malang. being) Siswa Yang Orang
Tuanya Bercerai. Jurnal
Bimbingan Konseling.
Widia Sri Ardias, Bakhtiar, Mela Purnama Gustia, Psychological Well Being…|197

Ratnadewi, A, K. (2016). Deskripsi Peningkatan Faktor Resiko


Psychological Well-Being Pada Infertilitas. Jurnal Kedokteran.
Lesbian. Skripsi. Fakultas Vol. 5, No. 2.
Psikologi Universitas Sanata
Saraswati, A. (2015). Infertility. Jurnal J
Dharma.
Majority. Vol. 4, No. 5.
Ratna Sari, L. K. & Widiasavitri, P. N.
Sarinah. (2018). Gambaran Psychological
(2017). Gambaran
Well-Baing Pekerja Sosial Dian
Kesejahteraan Subjekif Pada
Bersina Foundation Medan.
Wanita Yang Mengalami
Jurnal Diversita. 4(1): 16-25.
Involuntary Childlessness.
Jurnal Psikologi Udayana. Vol.4, Setiyaningrum, E. (2015). Pelayanan
No.2, 357-366. ISSN: 2354 5607 Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi. Jakarta :
Rosalina, R. & Siswati. (2018).
TIM.
Hubungan Antara
Psychological Capital denagn Shanti K, L, P. & Rois, As, M. (2015).
Psychological Well-Being pada Dukungan Sosial Dan
Dokter Muda. Jurnal Empati. Kecemasan Pasangan Menikah
Vol. 7, No. 3: 291-296 Yang Belum Memiliki
Keturunan Di Kota Semarang.
Ryff, C, & Keyes, 1995. The Structure of
Skripsi. Fakultas Psikologi
Psychological Well Being
Unissula Semarang.
Revisited. ”Journal of Personality
and Social Psychology”. Vol 69 : Soimah, N. (2011) Psikologi Perempuan
719-727 Dengan Masalah Infertilitas
Sekunder Studi Fenomenologi
Ryff, C. 1989. Happiness Is Everything,
Pada Pasien Di Poliklinik
or Is It? Explorations on the
Kebidanan Rumah Sakit Ibu
Meaning of Psychological Well-
Anak ‘Aisyiyah Muntilan
Being. “Journal of Personality and
Kabupaten Magelang. Skripsi.
Social Psychology. Vol. 57, No.6:
Sekolah Tinggi Ilmu
1069-19081.
Kesehatan.
Safaria, T, & Saputra, N. E. (2012).
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian
Manajemen Emosi Sebuah
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.
Panduan Cerdas Bagaimana
Bandung: Alfabeta.
Mengelola Emosi Positif Dalam
Hidup Anda. Jakarta: Bumi. Trisnawati, Y. (2015). Analisis
Kesehatan Reproduksi Wanita
Saftarina, F. & Putri, I, N, W. (2016).
Ditinjau Dari Riwayat
Pengaruh Sindrom Polikistik
Kesehatan Reproduksi
Ovarium Terhadap
198│ Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan TAJDID Vol. 24 No. 2 (2021)

Terhadap Infertilitas di Rs
Margono Soekardjo. Jurnal
Kebidanan. Vol. VIIm, No.2.

Ulfah, S, M., & Mulyana, O, P. (2014).


Gambaran subjective well
being pada wanita involuntary
childless.Jurnal psikologi. Vol.02,
No. 3.

Wahyuningtiyas, D, T,. (2016)


Kesejahteraan Psikologis
(Psychological Well-Being)
Orang Tua Dengan Anak
ADHD (Attention Deficit
Hyperactive Disorder) Di
Surabaya. Skripsi. Universitas
Islam Negri Malang.

Wells, I, E. (2010). Psycological Well-


Being. New York : Nova Science
Publisher.

Anda mungkin juga menyukai