Anda di halaman 1dari 18

BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian tentang Hubungan Tingkat Kecemasan

dengan Perilaku Seksual Masa Kehamilan Pada Ibu Primigravida Trimester 1 di

Wilayah Kelurahan Sumbersari. Beberapa hal yang akan dipaparkan meliputi

interpretasi hasil penelitian, keterbatasan, dan implikasinya terhadap keperawatan.

Interpretasi hasil membahas tentang perbandingan teori yang ada di dalam

tinjauan pustaka dengan fakta dan opini dari peneliti. Keterbatasan penelitian

membahas tentang alasan – alasan rasional yang bersifat metodologik. Implikasi

keperawatan menyampaikan tentang kaitan hasil penelitian dengan keperawatan.

A. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Tingkat Kecemasan

Kecemasan merupakan emosi dan pengalaman subjektif individu yang

memerlukan energi dan tidak dapat diamati secara langsung. Kecemasan

juga merupakan emosi tanpa objek yang spesifik (Laraia, 2005 dalam Astuti,

2012). Kecemasan adalah gangguan mental yang paling lazim, namun

sifatnya kronis dan membuat kondisi lemah yang sering diremehkan oleh

seseorang. Hal ini mengakibatkan seseorang tidak terdiagnosa dan tidak

memperoleh perawatan, sehingga cukup besar kecacatan jiwa dan non jiwa

74
75

yang mendapat pelayanan medis (The Canadian Journal of Psychiatry,

2006).

Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan kepada 68 responden

menunjukkan bahwa selisih antara responden yang memeliki tingkat

kecemasan ringan, kecemasan sedang, kecemasan berat dan panik sangat

jauh. Diketahui bahwa mayoritas responden yang memiliki tingat kecemasan

panik dengan jumlah 47 atau sekitar 69,1%. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa mayoritas ibu primigravida trimester 1 di Wilayah Kelurahan

Sumbersari memiliki kecemasan panik terhadap masa kehamilannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Stuart dan Sundeen (2006) yaitu teori

interpersonal dimana dalam teori ini menggambarkan bahwa kecemasan

timbul akibat ketakutan atau ketidakmampuan terhadap tidak adanya

penerimaan dan penolakan interpersonal. Hal ini dikaitkan dengan trauma

perkembangan, perpisahan, kehilangan, yang menimbulkan kelemahan

spesifik. Kecemasan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada pasangan yang

baru menikah, terutama pada seorang wanita yang sedang menghadapi

kehamilan trimester 1 (Sawitri & Sudaryanto, 2008 dalam Sadiah, 2014).

Berkaitan dengan tingginya tingkat kecemasan masa kehamilan pada

ibu primigravida trimester 1, dikategorikan dalam kecemasan panik dengan

jumlah 47 orang (69,1%) ada beberapa potensi yang mendukung

meningkatnya kecemasan tersebut, di tinjau dari data demografi yakni salah

satunya adalah pendidikan dari ibu primigravida itu sendiri. Pada penelitian

ini latar belakang pendidikan responden beragam mulai dari SD, SMP,
76

SMA, dan perguruan tinggi. Berdasarkan data demografi pendidikan

responden yang ada di wilayah Kelurahan Sumbersari paling banyak

berpendidikan SMP dengan jumlah 24 atau sekitar 35,3%.

Pendidikan merupakan hal yang penting karena tingkat pendidikan

seorang wanita dapat mendukung pengetahuan dan informasi yang di dapat

dan dimilikinya. Tingkat pendidikan yang hanya sebatas SMP juga akan

mempengaruhi rendahnya keingintahuan dan keinginan mendapatkan suatu

informasi yang seharusnya itu menjadi hak responden serta akan sangat sulit

untuk menerima informasi mengenai pentingnya mengetahui hal-hal apa saja

yang akan menyebabkan kecemasan pada masa kehamilan khususnya bagi

ibu primigravida trimester 1. Melihat nilai rata-rata pendidikan responden

yang masih tergolong rendah tersebut dapat dikatakan dalam kategori

kurang. Pendidikan pada umumnya berguna dalam mengubah pola fikir, pola

bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan yang

cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stressor dalam diri sendiri

maupun luar dirinya. Tingkat pendidikan juga dapat mempengaruhi

kesadaran dan pemahaman terhadap stimulus (Simanjuntak & Daulay, 2006

dalam Sadiah, 2014).

Penelitian terkait yang mendukung penelitian diatas yang dilakukan oleh

Mubasyiroh, (2013) yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan

Kecemasan Ibu Hamil Primigravida Tentang Hubungan Selama Kehamilan

di Puskesmas Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes”. Penelitian yang

dilakukan ini mendapatkan hasil bahwa kehamilan merupakan suatu


77

kebahagiaan bagi wanita hamil dan suaminya, namun juga menjadi suatu

kekhawatiran. Kekhawatiran yang dirasakan oleh wanita hamil pada

trimester pertama, kedua dan ketiga sesuai dengan masalah yang dirasakan

saat kehamilannya. Kekhawatiran ini selain mempengaruhi dirinya juga

mempengaruhi janin yang dikandungnya. Salah satu masalah yang sering

muncul adalah beberapa pasangan mengkhawatirkan kegiatan hubungan

seksual selama masa kehamilan. Mereka merasa takut bahwa hubungan

seksual akan mengganggu pertumbuhan si cabang bayi.

Data lain yang mendukung seorang ibu hamil untuk mencari informasi

mengenai apa saja yang akan terjadi masa kehamilan, khususnya kecemasan

apa saja yang akan dialami pada masa kehamilan primigravida trimester

adalah di tinjau dari usia. Berdasarkan data demografi diketahui bahwa

paling banyak ibu primigravida trimester 1 berusia 20-35 tahun dengan

jumlah 64 (94,1%). Dimana pada usia tersebut termasuk dalam usia dewasa

muda. Menurut Miraswati (2006) dalam Saidah (2014) Usia merupakan

salah satu faktor yang dapat terjadinya kecemasan pada seseorang. Pada

umumnya kecemasan seseorang berkembang pada usia remaja dan dewasa

awal, kondisi ini menjadi panik pada masa usia remaja akhir sampai 30

tahunan (Nurjannah & Indarwati, 2013 dalam Saidah, 2014). Penelitian ini

berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspita (2013) yang

mengatakan bahwa semakin bertambahnya umur maka pengetahuan dan

pengalaman seseorang semakin baik Kecemasan yang timbul karena faktor

usia berkaitan dengan sedikit atau banyaknya pengalaman masa lalu.


78

Seseorang pada rentan usia 20-35 tahun belum tentu memiliki pengalaman

yang cukup mengenai kecemasan pada masa kehamilan, hal tersebut

berhubungan juga dengan kesiapan fisik maupun psikologis. Selain itu,

diperlukan pula pola mekanisme koping yang efektif dalam mempersiapkan

kehamilan dan hal-hal yang terjadi selama masa kehamilan, khususnya pada

awal kehamilan trimester 1.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiastuti dan Goenawan,

(2013) dengan judul “Hubungan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Dengan

Kesehatan Janin Trimester II Di RSIA Kumala Siwi Jepara”. Penelitian ini

menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna dimana terdapat hubungan

antara tingkat kecemasa dengan kesehatan janin. Dari penelitian ini

diharapkan ibu hamil untuk terus memantau perkembangan janinnya selama

kehamilan melalui pemeriksaan kandungan secara berkesinambungan serta

dapat mengendalikan emosi.

Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Rahayu (2013) dengan judul “Hubungan Tingkat Kecemasan dengan

Aktivitas Seksual Pada Ibu Hamil Primigravida Di Puskesmas

Mergangsanyogyakarta Tahun 2013”. Penelitian yang dilakukan didapatkan

hasil yakni responden mengalami kecemasan pada saat kehamilan terhadap

aktivitas seksualnya. Saran baggi Puskesmas diharapkan agar bidan dapat

memasukkan dalam KIE mengenai aktivitas seksual sehingga semua ibu

hamil tidak mengalami kecemasan berat.


79

Penelitian tersebut juga berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Khasanah (2015) dengan judul “Kecemasan Ibu dalam Melakukan

Hubungan Seksual Pada Masa Kehamilan di RSUD dr. Wahidinsudiro

Husodo Mojokerto”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

hampir setengah responden mengalami tingkat kecemasan sedang dalam

melakukan hubungan seksual selama masa kehamilan. Dari hasil penelitian

ini diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat memberikan informasi tentang

hubungan seksual melalui penyuluhan dengan memberikan leaflet sehingga

ibu lebih mengerti dan memahami sehingga dapat mengurangi perasaan

cemas yang dialami oleh ibu. Dan bagi responden lebih meningkatkan

pengetahuan ibu tentang hubungan seksual selama hamil baik melalui media

massa maupun media elektronik sehingga responden dapat mengurangi

perasaan cemas yang dirasakan.

2. Perilaku Seksual

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh

hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Objek

seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan ataupun dirinya

sendiri (Sarwono, 2010 dalam Ramalia, 2014). Kozier, dkk (2010)

mengatakan bahwa seksualitas itu sendiri adalah bagian penting identitas

individu. Seks adalah inti dari siapa kita, kesejahteraan emosi kita, dan

kualitas hidup kita. Seksualitas mencakup bagaimana yang anda rasakan

mengenai tubuh anda, ketertarikan terhadap aktivitas seksual, kebutuhan anda

akan sentuhan, kemampuan untuk mengomunikasikan kebutuhan seksual


80

dengan pasangan, dan kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas sosial yang

memuaskan.

Setelah di lakukan penelitian terhadap 68 ibu primigravida trimester 1

di Wilayah Kelurahan Sumbersari, diperoleh data sebagian besar responden

memiliki perilaku maladaptif dengan jumlah 59 atau setara dengan (86,8 %).

Berdasarkan hal tersebut terdapat beberapa data yang mendukung ibu

primigravida trimester 1 memiliki perilaku maladaptif. Salah satu potensi

yang mendukung ibu primigravida trimester 1 memiliki perilaku maladaptif

adalah dari usia responden. Menurut usia rata-rata ibu primigravida trimester

1 berusia 20-35 tahun dengan jumlah 64 (94,1%). Peneliti berpendapat

bahwasannya usia tidak dapat menjamin seseorang memiliki pengalaman

maupun pengetahuan yang lebih mengenai perilaku seksual masa kehamilan,

karena pengalaman dan pengetahuan seseorang tergantung dari informasi

yang di dapat seseorang.

Data tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fajrin,

2015) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Seks

Selama Kehamilan dengan Melakukan Hubungan Seks Selama Masa

Kehamilan”, menunjukkan adanya hubungan pengetahuan ibu hamil tentang

seks selama masa kehamilan dengan melakukan hubungan seks selama masa

kehamilan.

Dari penelitian tersebut diketahui bahwa kurangnya keinginan untuk

mendapatkan dan mengetahui informasi mengenai masalah seksualitas selama

kehamilan yang kurang itu berasal dari beberapa faktor, di antaranya adalah
81

kurangnya keinginan ibu primigravida trimester 1 untuk memenuhi kebutuhan

kesehatan reproduksinya, salah satunya dengan cara melakukan konsultasi

kesehatan kehamilan kepada bidan setempat. Manfaat berhubungan seksual

selama masa kehamilan yang dirasakan oleh pasangan suami istri diantaranya

adalah memperoleh kenikmatan. Karena kenikmatan berhubungan seks dapat

mengurangi stress dan menciptakan suasana rileks karena hubungan seksual

pada wanita akan merangsang pelepasan endorpin yang membuat perasaan

menjadi lebih baik, rileks dan nyaman (Aini, 2013 dalam Permatasari, 2015).

Penelitian lain mendukung data diatas yang dilakukan Puspitasari,

(2013) dengan judul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang

Hubungan Seksual Selama Kehamilan Di RSUD Kota Surakarta Tahun 2013”

Dari penelitian disimpulkan bahwa sebagian besar responden mempunyai

tingkat pengetahuan cukup baik tentang hubungan seksual selama kehamilan

yaitu 40 responden (60,61%). Hal ini dipengaruhi oleh umur, pendidikan,

informasi dan pengalaman.

Kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan yang harus

terpenuhi dan sangat penting untuk diperhatikan oleh pasangan suami istri

baik sebelum hamil maupun selama kehamilan. Budiarti (2012) dalam

Ramadani, Sudarmiati (2013) menyatakan bahwa penurunan hubungan

seksual di masa kehamilan bisa menimbulkan konflik dalam rumah tangga,

meskipun pada akhirnya istri hanya bisa menerima keadaan yang terjadi demi

masa depan anaknya. Hal ini di dukung oleh Weiss dan Zverina (2009) dalam
82

Ramadani, Sudarmiati (2013) yaitu terdapat pengaruh kehamilan, kelahiran,

serta masa menyusui terhadap kualitas kehidupan seksual.

Penelitian lain yang juga mendukung penelitian diatas yang dilakukan

oleh Mubasyiroh, (2013) yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan

dengan Kecemasan Ibu Hamil Primigravida Tentang Hubungan Selama

Kehamilan di Puskesmas Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes”.

Penelitian yang dilakukan ini mendapatkan hasil bahwa kehamilan merupakan

suatu kebahagiaan bagi wanita hamil dan suaminya, namun juga menjadi

suatu kekhawatiran. Kekhawatiran yang dirasakan oleh wanita hamil pada

trimester pertama, kedua dan ketiga sesuai dengan masalah yang dirasakan

saat kehamilannya. Kekhawatiran ini selain mempengaruhi dirinya juga

mempengaruhi janin yang dikandungnya. Salah satu masalah yang sering

muncul adalah beberapa pasangan mengkhawatirkan kegiatan hubungan

seksual selama masa kehamilan. Mereka merasa takut bahwa hubungan

seksual akan mengganggu pertumbuhan si cabang bayi.

Pada penelitian ini latar belakang pendidikan responden beragam

mulai dari SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Berdasarkan data demografi

pendidikan responden yang ada di wilayah Kelurahan Sumbersari paling

banyak berpendidikan SMP dengan jumlah 24 atau sekitar 35,3%. Peneliti

berpendapat bahwa responden yang memiliki pengetahuan rendah enggan

untuk melakukan hubungan seksual selama masa kehamilan, hal ini

disebabkan karena mereka tidak mengerti manfaat dari melakukan hubungan

seksual selama masa kehamilan, diantaranya adalah untuk meningkatkan dan


83

menjaga kasih sayang bersama pasangan. Penelitian ini berkaitan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Suaratika (2011) dalam penelitiannya

menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dengan persepsi

ibu hamil tentang aktivitas seksual selama kehamilan di wilayah kerja

Puskesmas Kasihan 1 Bantul Yogyakarta. Pengetahuan yang dimiliki oleh

responden selain dari pendidikannya juga didapatkan informasi dari luar.

Responden telah mendapatkan informasi mengenai perilaku seksual selama

kehamilan dengan sumber informasi terbanyak dari bidan, dokter dan perawat

(40%).

Penelitian ini juga sesuai oleh Permatasari, (2015) dengan judul

“Hubungan Persepsi Seksual Dengan Perilaku Seksual Masa Kehamilan Pada

Ibu Hamil Trimester I Di Puskesmas Banguntapan III Bantul Yogyakarta”.

Analisa statistik menunjukkan hubungan yang signifkan antara persepsi

seksual dengan perilaku seksual pada ibu hamil trimester I.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Putra, (2013) dengan judul

“Hubungan Pengetahuan dengan Perilaku Seksual Pada Ibu Hamil Trimester

III di Puskesmas Sekaran Semarang”. Penelitian ini menunjukkan bahwa

Terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku

seksual pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Sekaran.

Penyebab lain menurunnya perilaku seksual pada ibu hamil adalah

minimnya jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan. Didapatkan sebagian

besar ibu primigravida trimester 1 di wilayah Kelurahan Sumbersari

melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan sebanyak 1-2 kali atau


84

(79,4%). Pemeriksaan antenatal care adalah pemeriksaan kehamilan yang

dilakukan untuk memeriksa kehamilan ibu dan bayinya secara berkala, yang

diikuti dengan upaya memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesehatan

fisik, mental, dan sosial ibu juga janin, serta mengenali secara dini adanya

ketidaknormalan yang mungkin terjadi pada kehamilan (Manuaba, 1999. Hal

88 dalam Widari, Sumariani, 2013). Kunjungan Pemeriksaan kehamilan

(antenatal care) yang dianjurkan kepada ibu hamil minimal 4 kali selama

hamil antara lain: kehamilan trimester pertama (<14 minggu) satu kali

kunjungan, kehamilan trimester kedua (14-28 minggu) satu kali kunjungan da

kehamilan trimester ketiga (28-36 minggu dan sesudah 36 minggu) dua kali

kunjungan. Walaupun demikian disarankan kepada ibu hamil untuk

memeriksakan kehamilannya dengan jadwal sebagai berikut: sampai dengan

kehamilan 28 minggu periksalah empat minggu sekali, kehamilan 28-36

minggu perlu pemeriksaan dua minggu sekali, kehamilan 36-40 minggu setiap

satu minggu sekali dan apabila terdapat keluhan-keluhan tertentu

(Pantikawati, 2009, hal 9 dalam Widari, Sumariani, 2013).

Penelitian terkait yang menunjang data diatas penelitian yang

dilakukan oleh Widari, Sumariani, (2013) dengan judul “Gambaran

Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan

(Antenatal Care) di BPS Mien Hendro desa Bangah-Sidoarjo”. Ibu hamil yang

tidak bersedia melakukan pemeriksaan kehamilan dengan alasan malu,

terutama ketika mereka ingin menanyakan seputar aktivitas seksual selama

kehamilan. Selama melakukan kunjungan untuk asuhan antenatal, para ibu


85

hamil akan mendapatkan serangkaian pelayanan yang terkait dengan upaya

memastikan ada tidaknya kehamilan dan penelusuran berbagai kemungkinan

adanya penyulit atau gangguan kesehatan selama kehamilan yang mungkin

dapat mengganggu kualitas dan luaran kehamilan (Sarwono, 2009 dalam

Widari, Sumariani, 2013). Oleh sebab itu perlu dilakukan sosialisasi dan

penyuluhan tentang kunjungan pemeriksaan kehamilan yang dapat dilakukan

oleh petugas kesehatan dari puskesmas, bidan desa, perawat dan tokoh

masyarakat dengan cara menyebarkan brosur atau leaflet pada ibu hamil.

3. Hubungan Tingkat Kecemasan dengan Perilaku Seksual Masa Kehamilan

Pada Ibu Primigravida Trimester 1

Kecemasan merupakan emosi dan pengalaman subjektif individu yang

memerlukan energi dan tidak dapat diamati secara langsung. Kecemasan juga

merupakan emosi tanpa objek yang spesifik (Laraia, 2005 dalam Astuti,

2012). Kecemasan adalah gangguan mental yang paling lazim, namun sifatnya

kronis dan membuat kondisi lemah yang sering diremehkan oleh seseorang.

Hal ini mengakibatkan seseorang tidak terdiagnosa dan tidak memperoleh

perawatan, sehingga cukup besar kecacatan jiwa dan non jiwa yang mendapat

pelayanan medis (The Canadian Journal of Psychiatry, 2006). Cemas timbul

akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Rangsangan berupa

konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri, akan

menimbulkan respon dari sistem syaraf yang mengatur pelepasan hormon

tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan


86

organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat gerak

(Stuart dan Sundeen, 2007).

Kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang perlu perawatan

khusus agar dapat berlangsung dengan baik, karena kehamilan mengandung

kehidupan ibu maupun janin (Walyani, 2015). Ada dua kebutuhan utama yang

ditunjukkan wanita selama hamil (Bobak, 2005 dalam Indriyani, 2013).

Kebutuhan pertama adalah menerima tanda-tanda bahwa dia dicintai dan

dihargai, dan kebutuhan kedua adalah merasa yakin akan penerimaan

pasangannya terhadap bayi yang dikandungnya serta mengasimilasi bayi

tersebut ke dalam keluarga. Pada trimester pertama, ibu yang memasuki tahap

kehamilan akan mengalami rasa tidak nyaman akibat perubahan maternal

pada trimester pertama (kehamilan pada minggu ke-1 sampai ke-13) seperti

perubahan payudara (sensasi baru berupa rasa nyeri dan geli), urgensi dan

sering berkemih, rasa lesu dan malaise, keletihan, mual dan muntah, morning

sickness, ptialisme (Bobak, 2005 dalam Indriyani, 2013). Perilaku seksual

merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik

dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Objek seksualnya bisa

berupa orang lain, orang dalam khayalan ataupun dirinya sendiri (Sarwono,

2010 dalam Ramalia, 2014). Kebutuhan seksual merupakan salah satu

kebutuhan yang harus terpenuhi dan sangat penting untuk diperhatikan oleh

pasangan suami istri baik sebelum hamil maupun selama kehamilan. Budiarti

(2012) dalam Ramadani, Sudarmiati (2013) menyatakan bahwa penurunan

hubungan seksual di masa kehamilan bisa menimbulkan konflik dalam rumah


87

tangga, meskipun pada akhirnya istri hanya bisa menerima keadaan yang

terjadi demi masa depan anaknya. Hal ini di dukung oleh Weiss dan Zverina

(2009) dalam Ramadani, Sudarmiati (2013) yaitu terdapat pengaruh

kehamilan, kelahiran, serta masa menyusui terhadap kualitas kehidupan

seksual.

Berdasarkan penilaian dari uji statistik korelasi Spearmen Rho bahwa

hasil P value adalah 0,000 nilai ini lebih kecil dari level of significant yang di

tetapkan dalam penelitian yaitu (α = 0,05) sehingga dapat di simpulkan bahwa

H1 diterima yang artinya ada hubungan tingkat kecemasan dengan perilaku

seksual masa kehamilan pada ibu primigravida trimester 1 di wilayah

Kelurahan Sumbersari. Karena itu, diharapkan responden dapat menambah

wawasan untuk mendorong diri mendapat informasi dan pengetahuan

mengenai hal-hal apa saja yang terjadi pada masa kehamilan sehingga

menimbulan kecemasan tersendiri, sehingga responden tidak khawatir dan

takut terhadap kehamilan yang dialaminya.

Hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh Notoatmodjo

(2007), bahwa umur merupakan salah satu hal yang mempengaruhi

pengetahuan seseorang. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin tinggi

pengetahuannya. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang

dihitung sejak dilahirkan hingga saat ini. Semakin bertambahnya umur maka

pengetahuan dan pengalaman seseorang semakin baik. Dari penelitian diatas,

didapatkan sebagian besar pendidikan yang ditempuh responden adalah pada

masa SMP sebanyak 24 orang atau sama dengan 35,3%.


88

Penelitian terkait yang mendukung penelitian diatas adalah penelitian

yang dilakukan oleh Rahayu (2013) dengan judul “Hubungan Tingkat

Kecemasan dengan Aktivitas Seksual Pada Ibu Hamil Primigravida Di

Puskesmas Mergangsanyogyakarta Tahun 2013”. Penelitian yang dilakukan

didapatkan hasil yakni responden mengalami kecemasan pada saat kehamilan

terhadap aktivitas seksualnya.

Penelitian terkait lainnya didukung oleh Sossah, (2014) dengan judul

“Perilaku Seksual Selama Kehamilan: Deskriptif Studi Korelasi Pada Ibu

Hamil”. Dengan nilai ap sebesar .000 dan .008; Dan koefisien korelasi r 0,285

dan 0,204, masing-masing untuk perilaku non-coital dan coital, terdapat

hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang seksualitas selama

kehamilan dan perilaku seksual.

Penelitian yang mendukung penelitian diatas adalah penelitian yang

dilakukan oleh Mubasyiroh, (2013) dengan judul “Hubungan Tingkat

Pengetahuan dengan Kecemasan Ibu Hamil Primigravida Tentang Hubungan

Seksual Selama Kehamilan di Puskesmas Kecamatan Jatibarang Kabupaten

Brebes”. Salah satu masalah yang sering muncul adalah beberapa pasangan

mengkhawatirkan kegiatan hubungan seksual selama masa kehamilan. Mereka

merasa takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu pertumbuhan si

cabang bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pengetahuan dengan kecemasan.

Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kecemasan didukung

oleh emosional dan informasi terhadap perilaku seksual masa kehamilan pada
89

ibu primigravida trimester 1. Notoatmodjo (2007) juga mengatakan bahwa

pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan kearah yang lebih dewasa, lebih

baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok, dan masyarakat. Semakin

tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuannya semakin baik. Ini dapat

dipengaruhi oleh pengalaman dan wawasan yang lebih luas dibanding mereka

yang memiliki pendidikan yang lebih rendah. Dengan pendidikan tinggi, maka

seseorang akan cenderung mendapatkan informasi yang lebih banyak, baik

dari orang lain maupun dari media massa.

B. Keterbatasan Peneliti

Instrumen

Penelitian ini dibuat berdasarkan teori terkait dan di lakukan sekali uji

validitas oleh peneliti sebelumnya, akan lebih baik jika di uji kembali untuk

mendapatkan hasil yang signifikan pada variabel x yakni variabel tingkat

kecemasan. Bahasa yang digunakan peneliti pada lembar kuesioner masih

sulit dipahami oleh responden, sehingga peneliti harus mendampingi

responden dalam pengisian lembar kuesioner.

C. Implikasi Terhadap Pelayanan Keperawatan

Penelitian mengenai hubungan tingkat kecemasan dengan perilaku

seksual masa kehamilan pada ibu primigravida trimester 1 di wilayah

Kelurahan Sumbersari bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan tingkat


90

kecemasan dengan perilaku seksual masa kehamilan pada ibu primigravida

trimester 1.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) dalam Rahayu (2013) mengatakan

bahwa faktor yang memperngaruhi aktivitas seksual salah satunya adalah

adanya gairah seksual. Beberapa pasangan yang cemas akan mengalami

penurunan kenikmatan oleh gairah seksual. Menurut Andik (2005) dalam

Rahayu (2013) keluhan pada ibu hamil trimester 1 adalah merasa cepat lelah.

Kecemasan atau kekhawatiran serta rasa takut dapat menyebabkan ibu hamil

tidak mau melakukan hubungan seksual sehingga aktivitas seksual menjadi

menurun.

Hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa tingginya tingkat

kecemasan masa kehamilan dapat menurunkan perilaku seksual menjadi

perilaku maladaptif. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian dimana sebagian

besar ibu primigravida trimester 1 memiliki tingkat kecemasan panik. Sama

halnya dengan perilaku seksual, dimana perilaku seksual yang maladaptif juga

mempengaruhi masa kehamilan pada ibu primigravida trimester 1.

Dalam implikasi terhadap pelayanan kesehatan, perlu adanya

peningkatan informasi mengenai kesehatan kehamilan dan kesehatan

reproduksi khususnya pada masa kehamilan primigravida trimester 1.

Peningkatan informasi tersebut dapat dilakukan ketika ibu hamil

memeriksakan kandungannya kepada petugas kesehatan seperti dokter

kandungan, bidan dan juga perawat. Pemberian informasi tersebut juga dapat

dilakukan ketika para petugas kesehatan melakukan Posyandu. Serta, tenaga


91

kesehatan mengarahkan ibu primigravida yang masih rendah tentang

pengetahuan untuk terus mencari dan mendapatkan serta mengetahui

informasi masalah kesehatan masa kehamilan khususnya kesehatan

melakukan hubungan seksual. Karna masih sangat sedikit sekali responden

yang kurang mengerti tentang hubungan seksual selama masa kehamilan

dimana ketika kehamilan tersebut dalam keadaan normal dan sehat.

Anda mungkin juga menyukai