Anda di halaman 1dari 25

DEPARTEMEN ANAK

PRESENTASI JURNAL ILMIAH

“Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu dan Fototerapi terhadap Ikterus


Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat”

Dosen Pembimbing
Dr. Nikmatur Rohmah, S. Kep., Ners., M. Kes.

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Departemen


Keperawatan Anak

Oleh:

Angga Trisna Nugraha 2001031039


Linda Putri Mahardika 2002031023
Bagus Rifandani 2001031051

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Presentasi Jurnal Departemen Anak Ilmiah Keperawatan dengan judul “Pengaruh
Pemberian Air Susu Ibu dan Fototerapi terhadap Ikterus Neonatorum di Ruang
Perinatologi RSUD Pasaman Barat” di Ruang Perinatologi RSD dr. Soebandi Jember

Jember, 03 Mei 2021

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

Ns. Purgaryantyas Subyantoro, S. Kep Dr. Nikmatur Rohmah, S. Kep., Ns., M. Kes
NIP. 197206261996032003 NIP. 197206262005012001

Mengetahui,

Kepala Ruang Perinatologi PJMK Keperawatan Anak


RSD dr. Soebandi Jember FIKES UNMUH Jember

Ns. Purgaryantyas Subyantoro, S. Kep Ns. Zuhrotul Eka Yulis A, S. Kep., M. Kes
NIP. 197206261996032003 NPK. 1985071711503619
RESUME JURNAL

A. Latar Belakang
Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru
lahir normal, khususnya di Asia, yaitu munculnya warna kuning pada kulit dan sklera karena
terjadinya hiperbilirubinemia sampai bayi usia 72 – 120 jam dan akan kembali normal setelah
7 – 10 hari (Lin, Tsao, Hsieh, Chen, & Chou, 2008), (Pediatrics, 2004), (Smithermen, Stark, &
Bhutani, 2006) dalam (Nursanti, 2011). Ikterus pada bayi baru lahir pada minggu pertama
terjadi pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Hal ini adalah keadaan yang
fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bayi akan mengalami ikterus yang berat sehingga
memerlukan pemeriksaan dan tata laksana yang benar untuk mencegah kesakitan dan
kematian (Suradi & Letupeirissa, 2013).
Ketika bayi berada di dalam kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan melalui uri
(plasenta) dan diuraikan oleh hati ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi 2 mg%, maka
ikterus akan terlihat namun pada neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar
bilirubin darah sudah melampui 5 mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin
indirek (unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk (conjugated). Bilirubin sendiri adalah
anion organik yang berwarna orange dengan berat molekul 584.Asal mula bilirubin dibuat
daripada heme yang merupakan gabungan protoporfirin dan besi. Ikterus dibedakan menjadi 3
tipe ikterus fisiologi, ikterus patologik, kern ikterus. Ikterus fisiologik adalah ikterus yang
timbul pada hari kedua dan hari ketiga yang tidak mempunyai dasar patologik, kadarnya tidak
melewati kadar yang membahayakan atau yang mempunyai potensi menjadi kern ikterus dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologi adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologi atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut
hiperbilirubinemia (Marmi, 2012).
Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia
indirek. Strategi tersebut termasuk pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi dan
transfusi tukar. American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis
dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau
lebih) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia berat dan
ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak menguntungkan seperti
kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi yang tidak diperlukan. Pencegahan
dititik beratkan pada pemberian minum sesegera mungkin, sering menyusui untuk
menurunkan shunt enterohepatik, menunjang kestabilan bakteri flora normal, dan merangsang
aktifitas usus halus (Sukadi, 2012).
Ikterus akibat ASI merupakan unconjugated hiperbilirubinemia yang mencapai puncaknya
terlambat ( biasanya menjelang hari ke 6-14). Dapat dibedakan dari penyebab lain dengan
reduksi kadar bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu formula selama 1-2 hari. Hal
ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui ASI selam minggu pertama kehidupan.
Sebagian bahan yang terkandung dalam ASI (beta glucoronidase)akan memecah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam lemak, sehingga bilirubin indirek akan meningkat, dan
kemudian akan diresorbsi oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan dengan bayi
yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang lebih tinggi berkaitan dengan
penurunan asupan pada beberapa hari pertama kehidupan. Pengobatannya bukan dengan
menghentikan pemberian ASI melainkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian (Marmi,
2012).
Di Kabupaten Pasaman Barat pada tahun 2017 terdapat 8.336 ibu melahirkan. Data RSUD
Pasaman Barat tercatat 39 bayi yang mengalami ikterus neonatorum selama tahun 2016 dari
361 persalinan, sedangkan pada RSI Yarsi Ibnu Sina Simpang Empat terdapat 203 bayi yang
mengalami ikterus neonatorum dari 1.104 bayi yang lahir di RSI Yarsi Simpang Empat.
Berdasarkan data rekam medik tahun 2018 diketahui 20 bayi mengalami ikterus neonatorum
selama Januari – November 2018. Berdasarkan data diketahui bahwa pada umumnya bayi
yang mengalami ikterus neonatorum diberikan terapi ASI dan fototerapi (Data Rekam Medik
RSUD dan RSI Yarsi Simpang Empat, 2018).
Optimisasi pemberian ASI pada periode perinatal adalah penting, jika kadar bilirubin
meningkat, dianjurkan untuk mendukung ibu agar lebih sering menyusui dengan interval 2
jam dan tidak memberikan makanan tambahan, atau setidaknya 8-10x per 24 jam. Ada
hubungan yang jelas antara frekuensi menyusui dengan penurunan insidensi
hiperbilirubinemia. Pemberian yang sering mungkin tidak akan meningkatkan intake tetapi
akan meningkatkan peristaltik dan frekuensi BAB sehingga meningkatkan ekskresi bilirubin.
Pilihan terapi dalam menangani kasus bayi dengan hiperbilirubinemia untuk menurunkan
kadar bilirubin tidak terkonjugasi antara lain fototerapi (Martiza, 2012).
B. Bahan dan Metode Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif kuantitatif, dimana
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan dikelompokkan sesuai sub variabel yang
diteliti, yaitu : kejadian ikterus neonatorum, kolostrum dan fototerapi.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan total sampling,
yaitu suatu teknik pengambilan sampel dimana seluruh anggota populasi dijadikan
responden penelitian.
3. Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan Cross Sectional, yaitu penelitian yang menggambarkan
hubungan antara variable independen dengan variable dependen, dimana pengambilan data
ini secara bersamaan dan pada waktu yang bersamaan pula.
4. Analisa Data
Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univariat dan analisa bivariate (Uji
Chi Square)
C. Hasil dan Pembahasan
1. Hubungan Pemberian ASI dengan Kejadian Ikterus Neonatorum
Hasil penelitian menyatakan bahwa dari 13 responden yang diberikan ASI , sebanyak 6
responden (46,2%) masih ikterus neonatorum dan 7 responden (53,8%) tidak mengalami
ikterus. Dari uji statistik didapatkan nilai p = 0,027(p< 0,05), sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh pemberian ASI dengan kejadian ikterus neonatorum. Nilai OR
0,194 sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh ASI terhadap pengurangan ikterus
sangat kecil yaitu hanya 0,194.
ASI merupakan makanan terbaik dan almiah untuk bayi. Air susu Ibu (ASI) adalah
makanan terbaik bayi pada awal kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI mengandung
cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari
infeksi praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5
juta bayi pertahun, atas dasar tersebut WHO merekomendasikan hanya untuk memberikan
ASI sampai bayi berusia 4 sampai 5 bulan (Depkes RI, 2008).
Proses menyusui dilanjutkan delapan kali atau lebih dalam sehari dan ibu dianjurkan
menyusui secara teratur dalam 24 jam. Pada proses inisiasi menyusu dini terdapat fase bayi
menjilat-jilat kulit ibu sehingga memudahkan flora normal kulit ibu masuk ke pencernaan
bayi. Bakteri berfungsi untuk pengubahan bilirubin serta aktifitas enzim glukoronidase
pada usus bayi. Apabila bakteri tidak terdapat dalam usus maka terjadi peningkatan
hidrolisis bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin tak terkonjugasi dan masuk ke siklus
enterohepatik. Kejadian ikterik neonatorum berhubungan dengan peningkatan siklus
enterohepatik yang disebabkan tertumpuknya bilirubin pada gangguan pasase mekonium
(Bobak, 2005). Bayi yang mendapat kolostrum berperan sebagai laksatif alami (pencahar)
yang membantu mendorong mekonium keluar dari tubuh. Kolostrum mulai diproduksi
pada akhir kehamilan dan tetap bertahan hingga empat hari setelah kelahiran. Bilirubin
yang dikeluarkan melalui meconium menurunkan kadar bilirubin serum yang menjadi
penyebab ikterik (Bobak, 2005).
Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Martiza (2012)
menyatakan bahwa terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI dengan
pengurangan kejadian bayi ikterus neonatorum. Hasil penelitian ini sebanding dengan
penelitian yang dilakukan oleh Tridininlestari (2017) yang mendapatkan hasil terdapat
hubungan bermakna antara pemberian ASI dengan pengurangan kejadian bayi ikterus
neonatorum. Hasil penelitian ini sebanding dengan penelitian yang dilakukan oleh Aprilia
(2016) yang mendapatkan hasil terdapat hubungan bermakna antara pemberian ASI dengan
pengurangan kejadian bayi ikterus neonatorum OR 4,6.
2. Hubungan Fototerapi dengan Ikterus Neonatorum
Hasil penelitian menyatakan bahwa dari 26 responden yang diberikan fototerapi, sebanyak
24 responden (92,3%) tidak mengalami ikterus dan 2 responen (7,7%) mengalami ikterus.
Dari uji statistic didapatkan nilai p = 0,009. Artinya, p< 0,01, sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara fototerapi dengan kejadian ikterus
neonatorum. Nilai OR 13,714, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang
difototerapi mengalami peluang 13,7 kali tidak ikterus neonatorum dibandingkan yang
tidak mengalami fototerapi.
Bila kadar bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan
untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini melibatkan dengan
menggunakan lampu overhead konvensional sementara itu bayi berbaring dalam selimut
fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi efisiensi pemberian fototerapi. Hasil
terbaik terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi (Wong, 2017). Fototerapi
intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen spectrum (panjang
gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan
radio meter, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar
dan kulit bayi yang terpajan lebih luas. Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau
cenderung naik pada bayi – bayi yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar
terjadi proses hemolisis (Kosim, dkk, 2012).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martiza (2012) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara fototerapi dengan kejadian
ikterus neonatorum. Penelitian yang dilakukan oleh Lintang (2014) dengan judul penelitian
Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Ikterus Neonatorum di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta Tahun 2014,menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fototerapi
dengan kejadian ikterus neonatorum di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Hasil penelitian ini
lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Harisnamurti (2018) yang mendapatkan hasil
ada hubungan yang bermakna antara fototerapi dengan kejadian ikterus neonatorum.
Nilai OR 13,714, sehingga dapat disimpulkan bahwa responden yang difototerapi
mengalami peluang 13,7 kali tidak ikterus neonatorum dibandingkan yang tidak mengalami
fototerapi.
Menurut Bhutani (2011) untuk mengurangi efek samping fototerapi maka dokter dan
rumah sakit harus memastikan bahwa perangkat fototerapi digunakan harus sepenuhnya
menerangi luas permukaan tubuh pasien, memiliki tingkat radiasi dari ≥ 30 μW cm-2 nm1
(dikonfirmasi dengan akurasi dengan radiometer spektral yang sesuai) selama waveband
sekitar 460-490 nm, dan diimplementasikan secara tepat waktu.
Menurut Wong (2009) untuk mengefektifkan fototerapi, kulit bayi harus terpajan penuh
terhadap sumber cahaya dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar bilirubin serum
meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan untuk menggunakan
fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini dengan menggunakan lampu overhead
konvensional sementara itu bayi berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna kulit bayi tidak
mempengaruhi efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik terjadi dalam 24 sampai 48
jam pertama fototerapi.
Penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hendryawati (2011) yang
mengatakan bahwa secara klinis (kramer) pemberian fototerapi atau day light dapat
menurunkan derajat ikterik pada bayi ikterik. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lasmani (2000) yang memberikan hasil penelitian faktor resiko terjadinya
hiperbilirubinemia pada berat badan lahir cukup (BBLC) yang secara statistik bermakna
adalah keterlambatan pemberian ASI, efektifitas menetek dan asfiksia neonatorum menit
ke-1.
Penelitian yang dilakukan oleh Triasih (2003), dengan hasil penelitian terdapat hubungan
antara kadar bilirubin total 24 jam pertama dengan hari kelima yang dapat digunakan untuk
memprediksi terjadinya hiperbilirubunemia pada bayi cukup bulan pada minggu pertama
kehidupan. Penelitian ini juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pratita (2010)
yang memberikan hasil pemberian fototerapi efektif dalam menurunkan kadar bilirubin
dengan jarak sinar lebih dekat ke neonatus lebih efektif dalam menurunkan kadar bilirubin
pada bayi-bayi dengan hiperbilirubinemia.
D. Kesimpulan
Pemberian ASI dan Fototerapi sangat berpengaruh terhadap kejadian ikterus neonatorum,
karena ASI merupakan makanan terbaik dan almiah untuk bayi. Air susu Ibu (ASI) adalah
makanan terbaik bayi pada awal kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI mengandung
cukup zat gizi tetapi karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi bayi dari
infeksi praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta
bayi pertahun, atas dasar tersebut WHO merekomendasikan hanya untuk memberikan ASI
sampai bayi berusia 4 sampai 5 bulan (Depkes RI, 2008).
Bila kadar bilirubin serum meningkat sangat cepat atau mencapai kadar kritis, dianjurkan
untuk menggunakan fototerapi dosis ganda atau intensif, teknik ini melibatkan dengan
menggunakan lampu overhead konvensional sementara itu bayi berbaring dalam selimut
fiberoptik. Warna kulit bayi tidak mempengaruhi efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik
terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi (Wong, 2017). Fototerapi intensif adalah
fototerapi dengan menggunakan sinar bluegreen spectrum (panjang gelombang 430-490 nm)
dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radio meter, atau diperkirakan
dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih
luas. Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi – bayi yang
mendapat fototerapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis (Kosim, dkk, 2012).
E. Critical Appraisal

Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu dan Fototerapi terhadap Ikterus Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD
Pasaman Barat

Yulia M. Nur1, Elnita Rahmi2, Eliza3 1-3STIKes Nan Tongga,


Lubuk Alung. Email: yuliamnur17@gmail.com

CRITICAL
POINT CRITICAL APPRAISAL YA TIDAK HASIL KRITISI JURNAL
APPRAISAL
Pada jurnal yang saya kritisi, peneliti sudah menampilkan abstrak di
halaman pertama. Di dalam abstrak tersebut, peneliti juga telah
Apakah penelitian mencantumkan menjelaskan tentang introductionnya, method, result, serta
abstrak di dalam jurnal? ✓ discussion. Dan jumlah kata dalam abstrak telah memenuhi syarat
ABSTRAK pada abstrak, dimana syarat abstrak maksimal 225 kata. Dan abstrak
ditulis dalam bahasa inggris
Jurnal ini menjelaskan tujuan dari dilakukan penelitian ini yaitu
Apakah tujuan penelitian ✓ untuk mengetahui pengaruh pemberian ASI dan Fototerapi terhadap
disebutkan? Ikterus Neonatorum
Judul yang ditulis didalam jurnal telah memenuhi syarat penulisan
Apakah judul memenuhi kaidah ✓ dimana beberapa kalimat dalam penulisan telah menggunakan
penulisan judul? ketentuan syarat penulisan.
JUDUL
Apakah penulisan judul Judul dalam jurnal ini tidak menggunakan tanda baca karena sebuah
menggunakan tanda baca (?) (!) ✓ pernyataan dan tidak ada kata yang diulang
atau tanda hubung (-)
Apakah nama penulis Di dalam jurnal penelitian ini nama penulis di cantumkan tepat
dicantumkan? ✓ dibawah judul penelitian, yaitu Yulia M. Nur, Elnita Rahmi, Eliza
Apakah asal institusi penulis Jurnal penelitian ini mencantumkan asal institusi tepat di bawah
dicantumkan? ✓ nama peneliti yaitu STIKes Nan Tongga, Lubuk Alung
PENULIS Apakah asal institusi penulis Berdasarkan jurnal yang saya kritik, asal institusi dengan topik
sesuai dengan topik penelitian? ✓ penelitian sesuai, karena peneliti berasal dari Faculty of Nursing,
STIKes Nan Tongga, Lubuk Alung
CRITICAL
POINT CRITICAL APPRAISAL YA TIDAK HASIL KRITISI JURNAL
APPRAISAL
Apakah bidang ilmu penelitian Bidang ilmu peneliti dalam jurnal ini sudah sesuai dengan
sesuai dengan judul penelitian? ✓ judul risetnya, peneliti mengambil jurusan keperawatan
sesuai dengan topik risetnya yang meneliti dalam bidang ilmu
BIDANG ILMU keperawatan yaitu “Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu dan
Fototerapi terhadap Ikterus Neonatorum di Ruang
Perinatologi RSUD Pasaman Barat”
Apakah peneliti mencantumkan
Dalam penelitian ini peneliti mencantumkan literatur review seperti:
LITERATUR literatur review dalam ✓
Martiza (2012), Tridininlestari (2017), dll
REVIEW penelitiannya?
Apakah peneliti menampilkan Peneliti tidak menampilkan kerangka konsep dalam penelitiannya,
kerangka konsep dalam ✓ seharusnya peneliti mencantumkan kerangka konsep dalam jurnal
penelitiannya? karena akan lebih bagus dan jika yang membaca peneliti awal
KERANGKA
seperti mahaiswi/a yang sedang melakukan penelitian/ riset akan
KONSEP
lebih mudah memahami isi jurnal dan maksud dari penelitian
tersebut.
Apakah peneliti mencantumkan Definisi operasional dalam penelitian ini tidak ditampilkan oleh
definisi operasional pada ✓ peneliti, jika peneliti menampilkan definisi operasional dalam jurnal
penelitiannya? yang di publikasikan akan lebih bagus dan jika penelitian ini di baca
DEFINISI oleh mahasiswa yang awal melakukan riset akan lebih mudah di
OPERASIONAL pahami bagaimana penelitian ini mendapatkan sampel dll, kategori
penilaiannya, sehingga peneliti awal sangat mudah memahami
maksud dari penelitian ini.
Apakah desain penelitian sesuai Desain penelitian ini menggunakan Cross Sectional, yaitu penelitian
dengan model penelitian? ✓
yang menggambarkan hubungan antara variable independen dengan
variable dependen, dimana pengambilan data ini secara bersamaan
METODE
dan pada waktu yang bersamaan pula.
PENELITIAN
Apakah sesuai level of evidence Penelitian ini berada pada level 2b dengan desain Cross Sectional
(fakta) dari desain penelitian? ✓ dengan rancangan dua kelompok dilakukan pengambilan secara
bersamaan.
CRITICAL
POINT CRITICAL APPRAISAL YA TIDAK HASIL KRITISI JURNAL
APPRAISAL
Apakah sesuai pemilihan sampel Peneliti menggunakan sampel sebanyak 20 orang, yang dimana
dalam penelitian tersebut? ✓ semua bayi yang mengalami icterus neonatorum
Apakah peneliti menggunakan Analisa data pada penelitian ini menggunakan analisa univariat dan
analisa data yang tepat atau tidak? ✓ analisa bivariate
ANALISA
Apakah peneliti mencantumkan ✓ Peneliti tidak mencantumkan jenis uji statistik pada halaman jurnal
DATA
jenis uji statistik yang digunakan? yangdi bahas.
Dalam bentuk apa hasil penelitian Peneliti menyajikan hasil penelitian dalam bentuk tabel serta
disajikan? ✓ keterangannya atau hasil dari penelitiannya.
Apakah hasil penelitian dapat Hasil penelitian pada jurnal ini bisa diimplementasikan dalam
HASIL diimplementasikan di ✓ keperawatan dengan pemberian ASI dan Fototerapi
PENELITIAN keperawatan?
Apakah ada rekomendasi khusus Berhubungan dengan penelitian ini di rekomendasikan pada
terkait hasil penelitian? ✓ pelayanan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.
Apakah daftar pustaka yang Dalam penelitian ini terdapat 37 daftar pustaka.
digunakan up to date? ✓
Apakah daftar pustaka yang ✓ Daftar pustaka dalam penelitian ini sudah sesuai dengan isi pada
digunakan sesuai? bagian maupun dalam pendahuluan. Daftar pustaka yang di gunakan
sesuai dengan materi yang peneliti butuhkan yaitu Pemberian ASI
DAFTAR
dan Fototerapi
PUSTAKA
Apakah daftar pustaka yang Berhubungan dengan penelitian ini daftar pustaka yang di gunakan
digunakan dari sumber yang ✓ termasuk jurnal dan buku yang sesuai dengan bidang ilmunya.
terpercaya?
Kesimpulan pada penelitian ini di lampirkan oleh peneliti.
KESIMPULAN

Saran pada penelitian ini dilampirkan oleh peneliti.
SARAN ✓
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
Jl. Karimata No.49 Jember Telp. (0331)336240 Fax. 337957
Website: http://www.unmuhjember.ac.id e-mail : kantorpusat@unmuhjember.ac.id

Berita acara Pelaksanaan Presentasi Jurnal Profesi Ners

Pada hari ini Rabu, 05 Mei 2021, Jam 10.00-11.20 WIB melalui Zoom Meeting’s

Telah dilaksanakan Presentasi Jurnal Profesi Ners pada Departemen Keperawatan Anak atas:

Nama Mahasiswa :

NO NAMA NIM
1
Angga Trisna Nugraha (2001031039)
2
Linda Putri Mahardika (2001031023)
3
Bagus Rifandani (2001031051)

Judul: Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu dan Fototerapi terhadap Ikterus Neonatorum
di Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat

Penguji I : Dr. Nikmatur Rohmah S.Kep., Ns.,M.Kes

Ujian berlangsung dengan baik dan lancar

Demikian berita acara ini dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Mengetahui

Penguji Akademik

Dr. Nikmatur Rohmah S.Kep.,Ns.,M.Kes


NIP : 197206262005012001
DOKUMENTASI PRESENTASI JURNAL PROFESI NERS DEPARTEMEN KEPERAWATAN
ANAK
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

Pengaruh Pemberian Air Susu Ibu dan Fototerapi terhadap Ikterus


Neonatorum di Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat

Yulia M. Nur1, Elnita Rahmi2, Eliza3


1-3
STIKes Nan Tongga, Lubuk Alung
Email: yuliamnur17@gmail.com

Submitted : 02/10/2020 Accepted: 06/01/2021 Published: 06 /03/2021

Abstract
Neonatal jaundice is a common problem in the care of normal newborns. West Pasaman Regional
Hospital data states that in 2018 there were 41 cases of neonatal jaundice out of 369 deliveries.
The research objective was to determine the effect of exclusive breastfeeding and phototherapy on
the incidence of neonatal jaundice. The research method is retrospective, namely conducting
research on past events. The research was conducted at RSUD Pasaman Barat with a population
of 20 people. Sampling was done by total sampling technique, so that the sample size is 20 people.
Data collection was carried out by means of observation at the West Pasaman Regional Hospital.
The approach used is cross sectional, namely independent and dependent data collection is done at
the same time. The data that has been collected is then processed manually and analyzed by
computerized univariate and bivariate analysis. This type of research is descriptive with a cross
sectional design. The study population was all babies in West Pasaman Regional Hospital with a
total of 41 people, the sample size was determined by the total sampling so that the sample was 41
people. The data was collected by means of a documentation study using a checklist. Data
processing was carried out by univariate computerization. The results showed that as many as 13
respondents (31.7%) were breast-fed, 63.4% were carried out with phototherapy and 24.4% of
respondents had neonatal jaundice. Based on the bivariate analysis obtained p value 0.049
(Breastfeeding) and 0.001 (Phototherapy). The results of the Chi Square test, it can be concluded
that there is an effect of breastfeeding and phototherapy on the incidence of neonatal jaundice.
Keywords : ASI, perinalogy room, phototherapy, neonatoral jaundice

Abstrak
Ikterus neonatorum merupakan masalah yang sering dijumpai pada perawatan bayi baru lahir
normal. Data RSUD Pasaman Barat menyatakan bahwa tahun 2018 terdapat 41 kasus Ikterus
Neonatorum dari 369 persalinan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh ASI
Eksklusif dan Fototerapi terhadap Kejadian Ikterus Neonatorum. Metode penelitian adalah
retrospektif yaitu melakukan penelitian terhadap kejadian yang telah lampau. Jumlah populasi 20
orang, pengambilan sampel dilakukan dengan teknik total sampling, sehingga besar sampel adalah
20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi di RSUD Pasaman Barat.
Pendekatan yang digunakan adalah cross sectional yaitu pengambilan data independen dan
dependen dilakukan pada saat yang bersamaan. Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah
secara manual dan dianalisis secara komputerisasi dengan analisa univariat dan bivariat. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dengan desain ccross sectional. Populasi penelitian adalah semua
bayi di RSUD Pasaman Barat dengan jumlah 41 orang, besar sampel ditentukan total sampling
sehingga sampel adalah 41 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumentasi
dengan menggunakan daftar ceklist. Pengolahan data dilakukan secara univariat secara
komputerisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 13 responden (31,7%) dilakukan
pemberian ASI, sebanyak 63,4% dilaksanakan fototerapi dan Sebanyak 24,4% responden
mengalami ikterus neonatorum. Berdasarkan analisis bivariat didapatkan p value 0,049 (Pemberian
ASI) dan 0,001 (Fototerapi). Berdasarkan hasil uji Chi Square disimpulkan terdapat pengaruh
pemberian ASI dan fototerapi terhadap kejadian ikterus neonatorum.
Kata Kunci : ASI, fototerapi, ikterus neonatorum, ruang perinalogi

120
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

PENDAHULUAN mempunyai dasar patologi atau kadar


Ikterus neonatorum merupakan bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
masalah yang sering dijumpai pada disebut hiperbilirubinemia (Marmi, 2012).
perawatan bayi baru lahir normal, Berbagai cara telah digunakan untuk
khususnya di Asia, yaitu munculnya warna mengelola bayi baru lahir dengan
kuning pada kulit dan sklera karena hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut
terjadinya hiperbilirubinemia sampai bayi termasuk pencegahan, penggunaan
usia 72 – 120 jam dan akan kembali normal farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.
setelah 7 – 10 hari (Lin, Tsao, Hsieh, Chen, American Academy of Pediatrics tahun
& Chou, 2008), (Pediatrics, 2004), 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam
(Smithermen, Stark, & Bhutani, 2006) pencegahan dan penanganan
dalam (Nursanti, 2011). Ikterus pada bayi hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35
baru lahir pada minggu pertama terjadi minggu atau lebih) dengan tujuan untuk
pada 60% bayi cukup bulan dan 80% bayi menurunkan insidensi dari neonatal
kurang bulan. Hal ini adalah keadaan yang hiperbilirubinemia berat dan ensefalopati
fisiologis. Walaupun demikian, sebagian bilirubin serta meminimalkan risiko yang
bayi akan mengalami ikterus yang berat tidak menguntungkan seperti kecemasan
sehingga memerlukan pemeriksaan dan tata ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi
laksana yang benar untuk mencegah yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik
kesakitan dan kematian (Suradi & beratkan pada pemberian minum sesegera
Letupeirissa, 2013). mungkin, sering menyusui untuk
Ketika bayi berada di dalam menurunkan shunt enterohepatik,
kandungan, sel darah ini akan dikeluarkan menunjang kestabilan bakteri flora normal,
melalui uri (plasenta) dan diuraikan oleh dan merangsang aktifitas usus halus
hati ibu. Bila kadar bilirubin darah melebihi (Sukadi, 2012).
2 mg%, maka ikterus akan terlihat namun Ikterus akibat ASI merupakan
pada neonatus ikterus masih belum terlihat unconjugated hiperbilirubinemia yang
meskipun kadar bilirubin darah sudah mencapai puncaknya terlambat ( biasanya
melampui 5 mg%. menjelang hari ke 6-14). Dapat dibedakan
Ikterus terjadi karena peninggian kadar dari penyebab lain dengan reduksi kadar
bilirubin indirek (unconjugated) dan atau bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan
kadar bilirubin direk (conjugated). Bilirubin susu formula selama 1-2 hari. Hal ini untuk
sendiri adalah anion organik yang berwarna membedakan ikterus pada bayi yang disusui
orange dengan berat molekul 584.Asal ASI selam minggu pertama kehidupan.
mula bilirubin dibuat daripada heme yang Sebagian bahan yang terkandung dalam
merupakan gabungan protoporfirin dan ASI (beta glucoronidase)akan memecah
besi. Ikterus dibedakan menjadi 3 tipe bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam
ikterus fisiologi, ikterus patologik, kern lemak, sehingga bilirubin indirek akan
ikterus. Ikterus fisiologik adalah ikterus meningkat, dan kemudian akan diresorbsi
yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga oleh usus. Bayi yang mendapat ASI bila
yang tidak mempunyai dasar patologik, dibandingkan dengan bayi yang mendapat
kadarnya tidak melewati kadar yang susu formula, mempunyai kadar bilirubin
membahayakan atau yang mempunyai yang lebih tinggi berkaitan dengan
potensi menjadi kern ikterus dan tidak penurunan asupan pada beberapa hari
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. pertama kehidupan. Pengobatannya bukan
Ikterus patologi adalah ikterus yang dengan menghentikan pemberian ASI

121
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

melainkan dengan meningkatkan frekuensi dan pusat kesehatan di bawah Departemen


pemberian (Marmi, 2012). Kesehatan mendapatkan 35% bayi baru
Angka Kematian Bayi (AKB) lahir menderita ikterus dalam minggu
merupakan salah satu aspek yang sangat pertama kehidupannya.Di Indonesia,
penting dalam mendeskripsikan tingkat insiden ikterus neonatorum pada bayi cukup
pembangunan manusia di sebuah negara bulan di beberapa RS pendidikan antara
dari sisi kesehatan masyarakatnya. Angka lain RSCM, RS Dr. Sardjito, RS Dr.
Kematian Bayi di negara-negara ASEAN Soetomo, RS Dr. Kariadi bervariasi dari
seperti Singapura 3 per 1.000 kelahiran 13,7% hingga 85%. Data RSUP Dr.
hidup, Brunei Darussalam 8 per 1.000 M.Djamil Padang menyatakan bahwa pada
kelahiran hidup, Malaysia 10 per 1.000 tahun 2015 tercatat 12,6% bayi dirawat
kelahiran hidup,Vietnam 18 per 1.000 karena ikterus (Handayani, 2016).
kelahiran hidup, dan Thailand 20 per 1.000 Di Kabupaten Pasaman Barat pada
kelahiran hidup sedangkan AKB di tahun 2017 terdapat 8.336 ibu melahirkan.
Indonesia masih cukup tinggi yakni sebesar Data RSUD Pasaman Barat tercatat 39 bayi
34 per 1.000 kelahiran hidup yang masih yang mengalami ikterus neonatorum selama
jauh di bawah target MDGs 23 per 1.000 tahun 2016 dari 361 persalinan, sedangkan
kelahiran hidup (Sihombing, 2012). pada RSI Yarsi Ibnu Sina Simpang Empat
Angka Kematian Bayi di Sumatera terdapat 203 bayi yang mengalami ikterus
Barat Tahun 2015 sebesar 27 per 1000 neonatorum dari 1.104 bayi yang lahir di
kelahiran, masih lebih rendah dibandingkan RSI Yarsi Simpang Empat. Berdasarkan
dengan AKB Indonesia pada tahun yang data rekam medik tahun 2018 diketahui 20
sama (Kemenkes RI, 2016). AKABA di bayi mengalami ikterus neonatorum selama
Kabupaten Pasaman Barat dari tahun 2011 Januari – November 2018. Berdasarkan
sampai dengan 2014 terjadi penurunan, data diketahui bahwa pada umumnya bayi
namun terjadi peningkatan lagi pada tahun yang mengalami ikterus neonatorum
2015 yaitu dengan jumlah kematian balita diberikan terapi ASI dan fototerapi (Data
108 jiwa atau 14 per 1.000 kelahiran hidup Rekam Medik RSUD dan RSI Yarsi
dan angka tersebut masih statis pada tahun Simpang Empat, 2018).
2016 dengan jumlah kematian balita Optimisasi pemberian ASI pada
sebanyak 118 jiwa. Dibandingkan dengan periode perinatal adalah penting, jika kadar
target SDGs yaitu sebesar 25/1.000 bilirubin meningkat, dianjurkan untuk
kelahiran hidup maka AKB di Kabupaten mendukung ibu agar lebih sering menyusui
Pasaman Barat tahun 2016 sudah cukup dengan interval 2 jam dan tidak
baik karena tidak melampaui target SDGs. memberikan makanan tambahan, atau
Menurut WHO dalam laporannya setidaknya 8-10x per 24 jam. Ada
menjelaskan bahwa asfiksia neonatus hubungan yang jelas antara frekuensi
merupakan urutan pertama penyebab menyusui dengan penurunan insidensi
kematian neonatus di negara berkembang hiperbilirubinemia. Pemberian yang sering
pada tahun yaitu sebesar 21,1%, setelah itu mungkin tidak akan meningkatkan intake
pneumonia(19,0%) dan tetanus neonatorum tetapi akan meningkatkan peristaltik dan
(14,1%) dan ikterus neonatorum 5,4%, dan frekuensi BAB sehingga meningkatkan
lain-lain (Kompas, 2016). Data WHO ekskresi bilirubin. Pilihan terapi dalam
menyatakan bahwa di Amerika Serikat, menangani kasus bayi dengan
sebanyak 65 % bayi baru lahir menderita hiperbilirubinemia untuk menurunkan kadar
ikterus dalam minggu pertama bilirubin tidak terkonjugasi antara lain
kehidupannya. Di Malaysia, hasil survei fototerapi (Martiza, 2012).
pada tahun 2014 di rumah sakit pemerintah

122
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

Berdasarkan latar belakang di atas, digunakan software SPSS dengan Uji Chi-
peneliti tertarik melakukan penelitian Square.
tentang “Pengaruh Kolostrum dan
Fototerapi terhadap Ikterus Neonatorum di HASIL DAN PEMBAHASAN
Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat Analisa Univariat
Tahun 2018 “ Analisa univariat adalah analisa masing-
masing variable independen yang bertujuan
METODE PENELITIAN untuk menjelaskan dan mendeskripsikan
Penelitian ini bersifat Retrospektif yaitu karakteristik masing-masing variabel yang
melakukan penelitian terhadap kejadian diteliti.Analisis univariat bertujuan untuk
yang telah terjadi di masa lampau. Desain mengetahui distribusi frekuensi responden
penelitian yaitu Cross Sectional, yaitu masing-masing variabel dan dapat dilihat
penelitian yang menggambarkan hubungan pada uraian di bawah ini :
antara variabel indendepen dengan variabel 1. Pemberian ASI
dependen, dimana pengambilan data secara Hasil penelitian sehubungan dengan
bersamaan pada waktu yang sama pula pemberian ASI di Ruang Perinatologi
(Notoadmojo, 2009). RSUD Pasaman Barat dapat dilihat pada
Populasi pada penelitian ini adalah tabel berikut :
semua bayi yang mengalami iketrus
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden
neonatorum pada tahun 2019 sebanyak 41 Berdasarkan Pemberian ASI Di Ruang Perinatologi
orang. Tekhnik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah total Sampling, yaitu Pemberian ASI f %
suatu teknik pengambilan sampel dimana ASI 13 31,7
seluruh anggota populasi dijadikan Tidak ASI 28 68,7
Jumlah 41 100
responden penelitian. Besar sampel adalah
20 orang. Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa
Data yang dikumpulkan pada dari 41 responden hanya 13 orang (31,7%)
penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diberikan ASI, sedangkan 28 lainnya
sekunder yaitu data dari pihak kedua, (68,7%) tidak diberikan ASI.
berupa data kejadian ikterus neonatorum, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kolostrum dan fototerapi di RSUD Pasaman dari 41 responden hanya 13 orang (31,7%)
Barat serta kajian literature yang yang diberikan ASI, sedangkan 28 lainnya
berhubungan dengan penelitian ini dari (68,7%) tidak diberikan ASI. Pemberian
berbagai kepustakaan. ASI dilakukan pada bayi yang tidak
Data yang terkumpul diolah dan dianalisa diberikan fototerapi ataupun pada bayi yang
dengan metode deskriptif kuantitatif, kadar bilirubinnya 5mg%.
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan Air Susu Ibu adalah cairan yang keluar
dikelompokkan sesuai sub variabel yang dari payudara ibu yang bermanfaat bagi
diteliti, yaitu : kejadian ikterus neonatorum, bayi untuk pertumbuhan dan
kolostrum dan fototerapi. Analisis data ini perkembangannya (Utami, 2015). Protein
menggunakan system komputerisasi. yang terdapat didalam ASI merupakan
Analisa bivariat dimaksudkan untuk protein yang berkualitas tinggi karena
melihat hubungan antara variabel mengandung asam amino esensial yang
independen dengan variabel dependen yaitu sangat penting untuk proses tumbuh
kejadian ikterus neonatorum, kolostrum dan kembang bayi, dan sangat menguntungkan
fototerapi.Untuk menguji data tersebut bayi karena mudah dicerna, mengingat
sistem enzim bayi baru lahir belum begitu

123
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

sempurna. Protein dalam ASI mempunyai kemauannya tetapi paling kurang 8 kali
peranan sebagai anti infeksi. sehari, jangan diberikan air putih, air gula
Hasil penelitian ini lebih tinggi atau apapun lainnya sebelum ASI keluar
dibandingkan dengan penelitian yang karena akan mengurangi asupan susu,
dilakukan oleh Martiza (2012) dengan hasil monitor kecukupan produksi ASI dengan
31,9% responden menyatakan bahwa tidak melihat buang air kecil bayi paling kurang
diberikan ASI. Hasil penelitian ini 6-7 kali sehari dan buang air besar paling
sebanding dengan penelitian yang kurang 3-4 kali sehari (Suradi, dkk, 2013).
dilakukan oleh Apriliyan (2017) yang Menurut asumsi peneliti, pemberian
mendapatkan hasil 40,4% responden yang ASI harus dilaksanakan terutama bagi yang
tidak memberikan ASI eksklusif. Hasil masih berusia 0-6 bulan untuk mencapai
penelitian ini sebanding dengan penelitian ASI eksklusif. Pemberian ASI harus
yang dilakukan oleh Tridininlestari (2017) dilaksanakansesering mungkin sebanyak
yang mendapatkan hasil 54,1% responden yang diinginkan bayi. Rendahnya cakupan
yang tidak memberikan ASI eksklusif. ASI eksklusif ini disebabkan oleh berbagai
Hasil penelitian ini sebanding dengan faktor seperti puting susu ibu tidak ada,
penelitian yang dilakukan oleh Aprilia produksi ASI kurang, bayi tidak mau
(2016) yang mendapatkan hasil 60,2% menyusui, ibu mengalami baby blues, dan
responden yang tidak memberikan ASI lain-lain. Berbegai metode tradisional
eksklusif. maupun obat-obatan modern dilakukan
Bayi yang mendapat ASI eksklusif untuk meningkatkan produksi ASI.
dapat mengalami ikterus. Ikterus ini 2. Fototerapi
disebabkan oleh produksi ASI yang belum Hasil penelitian yang berhubungan dengan
banyak pada hari hari pertama. Bayi pelaksanaan fototerapi di Ruang
mengalami kekurangan asupan makanan Perinatologi dapat dilihat pada tabel 2
sehingga bilirubin direk yang sudah berikut :
mencapai usus tidak terikat oleh makanan
dan tidak dikeluarkan melalui anus bersama Tabel .2 Distribusi Frekuensi Responden
makanan. Di dalam usus, bilirubin direk ini Berdasarkan Fototerapi Di Ruang Perinatologi
diubah menjadi bilirubin indirek yang akan Fototerapi f %
diserap kembali ke dalam darah dan Fototerapi 26 63,4
mengakibatkan peningkatan sirkulasi Tidak fototerapi 15 36,6
enterohepatik. Keadaan ini tidak Jumlah 41 100
memerlukan pengobatan dan jangan diberi
air putih atau air gula. Untuk mengurangi Berdasarkan tabel 2 diketahui
terjadinya ikterus dini perlu tindakan bahwa dari 41 responden, sebanyak 26
sebagai berikut : bayi dalam waktu 30 responden (63,4%) dilaksanakan fototerapi,
menit diletakkan ke dada ibunya selama 30- sedangkan 15 lainnya (36,6%) tidak
60 menit, posisi dan perlekatan bayi pada difototerapi. Hasil penelitian diketahui
payudara harus benar, berikan kolostrum bahwa dari 41 responden, sebanyak 26
karena dapat membantu untuk responden (63,4%) dilaksanakan fototerapi,
membersihkan mekonium dengan segera sedangkan 15 lainnya (36,6%) tidak
(Suradi, dkk, 2013). difototerapi. Pelaksanaan fototerapi
Mekonium yang mengandung bilirubin tergantung dari kadar bilirubin pada bayi.
tinggi bila tidak segera dikeluarkan, Bayi yang difototerapi jika memiliki kadar
bilirubinnya dapat diabsorbsi kembali bilirubin > 5 mg% atau dengan indikasi
sehingga meningkatkan kadar bilirubin daerah kepala, leher dan badan bagian atas
dalam darah, bayi disusukan sesuai sudah terlihat kuning.

124
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

Fototerapi rumah sakit merupakan Harisnamurti (2018) yang mendapatkan


tindakan yang efektif untuk mencegah hasil 80,4% responden mengalami
kadar Total Bilirubin Serum (TSB) fototerapi.
meningkat. Uji klinis telah divalidasi Menurut asumsi peneliti, fototerapi
kemanjuran fototerapi dalam mengurangi harus dilakukan pada bayi yang level
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ikterus neonatorumnya sudah parah. Hal ini
berlebihan, dan implementasinya telah dilaksanakan agar dapat mengurangi
secara drastis membatasi penggunaan kejadian ikterus pada bayi dan
transfusi tukar (Bhutani, 2011). Penelitian meminimalisir terjadinya dampak negatif
menunjukkan bahwa ketika fototerapi yang bahkan dapat berakibat pada
belum dilakukan, 36% bayi dengan berat kematian. Pelaksanaan fototerapi dapat
kelahiran kurang dari 1500 gram diberikan oleh perawat jika mendapatkan
memerlukan transfusi tukar (Newman, et al persetujuan oleh orang tua bayi.
, 2009).
Mekanisme Kerja Fototerapi 3. Ikterus Neonatorum
Bilirubin tidak larut dalam air. Cara kerja Hasil penelitian yang berhubungan dengan
terapi sinar adalah dengan mengubah kejadian Ikterus Neonatorum di Ruang
bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam Perinatologi RSUD Pasaman Barat dapat
air untuk dieksresikan melalui empedu atau dilihat pada tabel.3
urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya, Tabel .3 Distribusi Frekuensi Responden
terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Berdasarkan Ikterus Neonatorum di Ruang
Perinatologi
Juga terdapat konversi ireversibel menjadi
isomer kimia lainnya bernama lumirubin Ikterus Neonatorum f %
yang dengan cepat dibersihkan dari plasma Tidak Ikterus 31 75,6
Ikterus neonatorum 10 24,4
melalui empedu. Bilirubin adalah produk
Jumlah 41 100
terbanyak degradasi bilirubin akibat terapi
sinar pada manusia. Sejumlah kecil
bilirubin plasma tak terkonjugasi diubah Berdasarkan penelitian diketahui
oleh cahaya menjadi dipyrole yang bahwa dari 41 responden, sebanyak 31
diekskresikan lewat urin. Fotoisomer orang (75,6%) sudah tidak mengalami
bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk Ikterus Neonatorum dan 10 orang (24,4%)
asalnya dan secara langsung bisa masih mengalami ikterus. Bayi yang
dieksreksikan melalui empedu. Hanya mengalami ikterus neonatorum berasal dari
produk foto oksidan saja yang bisa berbagai daerah yang ada di Pasaman Barat,
diekskresikan lewat urin (Sastroasmoro, baik yang lahir di RSUD Pasaman Barat
dkk, 2004). ataupun pasien rujukan dari puskesmas atau
Hasil penelitian ini lebih tinggi dari BPS (Bidan Praktek Swasta).
dibandingkan dengan penelitian Rina Ikterus adalah warna kuning pada
Mulita (2011) yang mendapatkan hasil kulit, konjungtiva dan selaput akibat
55,9% responden mengalami fototerapi. penumpukan bilirubin. Sedangkan
Lintang (2014) dengan judul penelitian hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan
Hubungan Jenis Persalinan dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus
Kejadian Ikterus Neonatorum di RSUD Dr. ke arah terjadinya kernikterus atau
Moewardi Surakarta Tahun 2014 ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
mendapatkan hasil bahwa pada tahun 2014 yang tidak dikendalikan(Wiknjosastro,
terdapat 33,8% bai ikterus diobati dengan 2009).
fototerapi. Hasil penelitian ini lebih tinggi Hasil penelitian ini lebih rendah
dibandingkan dengan penelitian dibandingkan dengan penelitian yang

125
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

dilakukan oleh Martiza (2012) dengan hasil kadar bilirubin kembali berada dalam batas
29,2% responden memiliki bayi ikterus yang normal dan tidak terjadi kerusakan
neonatorum. Hasil penelitian Aida (2012) yang lebih membahayakan jiwa bayi dan
dalam judul penelitian Hubungan Berat tumbuh kembangnya.
Badan Lahir Rendah dengan Kejadian Analisa Bivariat
Ikterus di RSUD Gresik menyatakan bahwa Analisa bivariat merupakan analisa
12,4% responden melahirkan bayi ikterus yang dilakukan terhadap dua variabel dalam
neonatorum. Hasil penelitian ini lebih hal ini, analisa bivariat bertujuan untuk
tinggi dibandingkan dengan penelitian mengetahui hubungan variable independen
Harisnamurti (2018) yang mendapatkan dengan variabel dependen. Analisa bivariat
hasil 23,4% responden mengalami dilakukan secara komputerisasi dengan
fototerapi menggunakan uji Chi Square.Hasil analisa
Menurut asumsi peneliti, ikterus bivariat penelitian ini sebagai berikut :
neonatorum yang dialami oleh responden
disebabkan karena bayi kurang banyak 1. Hubungan Pemberian ASI dengan
mendapatkan asupan ASI, bayi mengalami Kejadian Ikterus Neonatorum
BBLR, ibu yang preeklamsia, dan ketuban Hubungan antara pemberian ASI dengan
pecah dini. Selain itu, ikterus neonatorum kejadian ikterus neonatorum dapat pada
juga ditemukan pada bayi yang mengalami tabel berikut :
asfiksia. Bayi ikterus neonatorum harus
mendapatkan penanganan lebih lanjut agar
Tabel .4 Hubungan Pemberian ASI dengan kterus Neonatorum di Ruang Perinatologi

Pemberian ASI Ikterus Neonatorum Total P value OR


Ikterus Tidak Ikterus
n % N % N % 0,49 0,194
ASI 4 14,3 7 53,8 13 100
Tidak ASI 6 46,2 24 85,7 28 100
Jumlah 10 24,4 31 75,6 97 100
melindungi bayi dari infeksi praktek
Dari tabel 4 diatas terlihat bahwa menyusui di negara berkembang telah
responden dari 13 responden yang berhasil menyelamatkan sekitar 1,5 juta
diberikan ASI , sebanyak 6 responden bayi pertahun, atas dasar tersebut WHO
(46,2%) masih ikterus neonatorum dan 7 merekomendasikan hanya untuk
responden (53,8%) tidak mengalami memberikan ASI sampai bayi berusia 4
ikterus. Dari uji statistik didapatkan nilai p sampai 5 bulan (Depkes RI, 2008).
= 0,027(p< 0,05), sehingga dapat Hasil penelitian menyatakan bahwa
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari 13 responden yang diberikan ASI ,
pemberian ASI dengan kejadian ikterus sebanyak 6 responden (46,2%) masih
neonatorum. Nilai OR 0,194 sehingga dapat ikterus neonatorum dan 7 responden
disimpulkan bahwa pengaruh ASI terhadap (53,8%) tidak mengalami ikterus. Dari uji
pengurangan ikterus sangat kecil yaitu statistik didapatkan nilai p = 0,027(p<
hanya 0,194. 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa
ASI merupakan makanan terbaik dan terdapat pengaruh pemberian ASI dengan
almiah untuk bayi. Air susu Ibu (ASI) kejadian ikterus neonatorum. Nilai OR
adalah makanan terbaik bayi pada awal 0,194 sehingga dapat disimpulkan bahwa
kehidupan, hal ini tidak hanya karena ASI pengaruh ASI terhadap pengurangan ikterus
mengandung cukup zat gizi tetapi karena sangat kecil yaitu hanya 0,194.
ASI mengandung zat imunologik yang

126
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

Proses menyusui dilanjutkan delapan menurunkan kadar bilirubin serum yang


kali atau lebih dalam sehari dan ibu menjadi penyebab ikterik (Bobak, 2005).
dianjurkan menyusui secara teratur dalam Hasil penelitian ini sebanding dengan
24 jam. Pada proses inisiasi menyusu dini penelitian yang dilakukan oleh Martiza
terdapat fase bayi menjilat-jilat kulit ibu (2012) menyatakan bahwa terdapat
sehingga memudahkan flora normal kulit hubungan bermakna antara pemberian ASI
ibu masuk ke pencernaan bayi. Bakteri dengan pengurangan kejadian bayi ikterus
berfungsi untuk pengubahan bilirubin serta neonatorum. Hasil penelitian ini sebanding
aktifitas enzim glukoronidase pada usus dengan penelitian yang dilakukan oleh
bayi. Apabila bakteri tidak terdapat dalam Tridininlestari (2017) yang mendapatkan
usus maka terjadi peningkatan hidrolisis hasil terdapat hubungan bermakna antara
bilirubin terkonjugasi menjadi bilirubin tak pemberian ASI dengan pengurangan
terkonjugasi dan masuk ke siklus kejadian bayi ikterus neonatorum. Hasil
enterohepatik. Kejadian ikterik neonatorum penelitian ini sebanding dengan penelitian
berhubungan dengan peningkatan siklus yang dilakukan oleh Aprilia (2016) yang
enterohepatik yang disebabkan mendapatkan hasil terdapat hubungan
tertumpuknya bilirubin pada gangguan bermakna antara pemberian ASI dengan
pasase mekonium (Bobak, 2005). Bayi pengurangan kejadian bayi ikterus
yang mendapat kolostrum berperan sebagai neonatorum OR 4,6.
laksatif alami (pencahar) yang membantu 3. Hubungan Fototerapi dengan
mendorong mekonium keluar dari tubuh. Ikterus Neonatorum
Kolostrum mulai diproduksi pada akhir
kehamilan dan tetap bertahan hingga empat Hubungan fototerapi dengan
hari setelah kelahiran. Bilirubin yang kejadian ikterus neonatorum di ruang
dikeluarkan melalui mekonium perinatologi dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5 Hubungan Fototerapi dengan Ikterus Neonatorum di Ruang Perinatologi

Fototerapi Ikterus Neonatorum Total P value OR


Ikterus Tidak Ikterus
n % n % n % 0,01 13,714
Fototerapi 2 7,7 24 92,3 26 100
Tidak fototerapi 8 53,3 7 46,7 15 100
Jumlah 10 24,4 31 75,6 41 100
didapatkan nilai p = 0,009. Artinya, p<
Berdasarkan tabel 5 diatas terlihat 0,01, sehingga dapat disimpulkan bahwa
bahwa dari 26 responden yang diberikan terdapat pengaruh yang bermakna antara
fototerapi, sebanyak 24 responden (92,3%) fototerapi dengan kejadian ikterus
tidak mengalami ikterus dan 2 responen neonatorum. Nilai OR 13,714, sehingga
(7,7%) mengalami ikterus. Dari uji statistik dapat disimpulkan bahwa responden yang
didapatkan nilai p = 0,009. Artinya, p< difototerapi mengalami peluang 13,7 kali
0,01, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ikterus neonatorum dibandingkan
terdapat pengaruh yang bermakna antara yang tidak mengalami fototerapi.
fototerapi dengan kejadian ikterus Bila kadar bilirubin serum meningkat
neonatorum. sangat cepat atau mencapai kadar kritis,
Hasil penelitian menyatakan bahwa dianjurkan untuk menggunakan fototerapi
dari 26 responden yang diberikan dosis ganda atau intensif, teknik ini
fototerapi, sebanyak 24 responden (92,3%) melibatkan dengan menggunakan lampu
tidak mengalami ikterus dan 2 responen overhead konvensional sementara itu bayi
(7,7%) mengalami ikterus. Dari uji statistik berbaring dalam selimut fiberoptik. Warna

127
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

kulit bayi tidak mempengaruhi efisiensi radiometer spektral yang sesuai) selama
pemberian fototerapi. Hasil terbaik terjadi waveband sekitar 460-490 nm, dan
dalam 24 sampai 48 jam pertama fototerapi diimplementasikan secara tepat waktu.
(Wong, 2017). Fototerapi intensif adalah Menurut Wong (2009) untuk
fototerapi dengan menggunakan sinar mengefektifkan fototerapi, kulit bayi harus
bluegreen spectrum (panjang gelombang terpajan penuh terhadap sumber cahaya
430-490 nm) dengan kekuatan paling dengan jumlah yang adekuat. Bila kadar
kurang 30 uW/cm2 (diperiksa dengan radio bilirubin serum meningkat sangat cepat atau
meter, atau diperkirakan dengan mencapai kadar kritis, dianjurkan untuk
menempatkan bayi langsung di bawah menggunakan fototerapi dosis ganda atau
sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan intensif, teknik ini dengan menggunakan
lebih luas. Bila konsentrasi bilirubin tidak lampu overhead konvensional sementara itu
menurun atau cenderung naik pada bayi – bayi berbaring dalam selimut fiberoptik.
bayi yang mendapat fototerapi intensif, Warna kulit bayi tidak mempengaruhi
kemungkinan besar terjadi proses hemolisis efisiensi pemberian fototerapi. Hasil terbaik
(Kosim, dkk, 2012). terjadi dalam 24 sampai 48 jam pertama
Penelitian ini sejalan dengan fototerapi.
penelitian yang dilakukan oleh Martiza Penelitian ini sejalan dengan pendapat
(2012) yang menyatakan bahwa terdapat yang dikemukakan oleh Hendryawati
hubungan yang bermakna antara fototerapi (2011) yang mengatakan bahwa secara
dengan kejadian ikterus neonatorum. klinis (kramer) pemberian fototerapi atau
Penelitian yang dilakukan oleh Lintang day light dapat menurunkan derajat ikterik
(2014) dengan judul penelitian Hubungan pada bayi ikterik. Penelitian ini sejalan
Jenis Persalinan dengan Kejadian Ikterus dengan penelitian yang dilakukan oleh
Neonatorum di RSUD Dr. Moewardi Lasmani (2000) yang memberikan hasil
Surakarta Tahun 2014,menyatakan bahwa penelitian faktor resiko terjadinya
ada hubungan yang bermakna antara hiperbilirubinemia pada berat badan lahir
fototerapi dengan kejadian ikterus cukup (BBLC) yang secara statistik
neonatorum di RSUD Dr. Moewardi bermakna adalah keterlambatan pemberian
Surakarta. Hasil penelitian ini lebih tinggi ASI, efektifitas menetek dan asfiksia
dibandingkan dengan penelitian neonatorum menit ke-1.
Harisnamurti (2018) yang mendapatkan Dan juga penelitian yang dilakukan
hasil ada hubungan yang bermakna antara oleh Triasih (2003), dengan hasil penelitian
fototerapi dengan kejadian ikterus terdapat hubungan antara kadar bilirubin
neonatorum. total 24 jam pertama dengan hari kelima
Nilai OR 13,714, sehingga dapat yang dapat digunakan untuk memprediksi
disimpulkan bahwa responden yang terjadinya hiperbilirubunemia pada bayi
difototerapi mengalami peluang 13,7 kali cukup bulan pada minggu pertama
tidak ikterus neonatorum dibandingkan kehidupan. Penelitian ini juga mendukung
yang tidak mengalami fototerapi. penelitian yang dilakukan oleh Pratita
Menurut Bhutani (2011) untuk (2010) yang memberikan hasil pemberian
mengurangi efek samping fototerapi maka fototerapi efektif dalam menurunkan kadar
dokter dan rumah sakit harus memastikan bilirubin dengan jarak sinar lebih dekat ke
bahwa perangkat fototerapi digunakan neonatus lebih efektif dalam menurunkan
harus sepenuhnya menerangi luas kadar bilirubin pada bayi-bayi dengan
permukaan tubuh pasien, memiliki tingkat hiperbilirubinemia.
radiasi dari ≥ 30 μW cm-2 nm1
(dikonfirmasi dengan akurasi dengan

128
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

SIMPULAN Maternitas. Alih bahasa : Wijayarini


Adapun kesimpulan dari penelitian ini MA., & Anugrah PL Jakarta :
adalah sebagai berikut : Sebanyak 13 Penerbit Buku Kedokteran EGC.
responden (31,7%) dilakukan pemberian Budiasih, Kun Sri, 2009. Handbook Ibu
ASI di Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Menyusui. Bandung : Hayati Qualita
Barat tahun 2019. Sebanyak 63,4% Bhutani, V. 2011. ―Phototherapy to
dilaksanakan fototerapi di Ruang Prevent Severe Neonatal
Perinatologi RSUD Pasaman Barat tahun Hyperbilirubinemia in the Newborn
2019. Sebanyak 24,4% responden Infant 35 or More Weeks of
mengalami ikterus neonatorum di Ruang Gestation‖. Journal of the American
Perinatologi RSUD Pasaman Barat tahun Academy of Pediatrics, Vol. 128, No.
2019. Terdapat pengaruh pemberian ASI 4, PP e1046 - e1052.
terhadap kejadian ikterus neonatorum di Faiqah, S, 2015. Hubungan Usia Gestasi
Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat dan Jenis Persalinan dengan Kadar
tahun 2019. Terdapat pengaruh fototerapi Bilirubinemia di RSUP Nusa
terhadap kejadian ikterus neonatorum di Tenggara Barat. KTI Kebidanan
Ruang Perinatologi RSUD Pasaman Barat Handayani, 2016. Skenario Ikterus Jilid 4.
tahun 2019. www.perinatologi.com diakses 2
Januari 2019
SARAN Harisnamurti, 2018. Pengaruh Fototerapi
Disarankan untuk peneliti terhadap Kadar Bilirubin pada Bayi
selanjutnya dapat mengembangkan konsep Ikterus Neonatorum. Jurnal
penelitian dengan mengkaji ataupun Kesehatan
melakukan penelitian terhadap faktor-faktor Hindryawati, Wiwin. 2011. Media Sehat (
lain yang berhubungan dengan ikterus PPNI ). Edisi 35., Semarang :
neonatorum. Arfmedia Grup
Lasmani, Patricia S. 2000. Faktor Resiko
UCAPAN TERIMAKASIH Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru
Ucapan terima kasih penulis aturkan Lahir dengan Berat Badan Lahir
kepada semua pihak yang telah membantu Cukup di RSUP DR. SARDJITO
sehingga penelitian ini bisa diselesaikan YOGYAKARTA. Skripsi. PSIK
dengan baik dan sesuai dengan apa yang Universitas Gajah Mada Yogyakarta
diharapkan. Selain itu ucapan penulis Lintang, R. 2014. Hubungan Jenis
sampikan kepada Bapak/Ibu pimpinan dan Persalinan dengan Kejadian Ikterus
segenap staf STIKes Nan Tongga Lubuk Neonatorum di RSUD Dr. Moewardi
Alung. Surakarta Tahun 2014. Skripsi
Kedokteran.
Kompas, 2016. Angka Kematian Ibu, Bayi
DAFTAR PUSTAKA dan Balita di Indonesia. Diakses 25
Aida, R,2012. Hubungan Berat Badan Desember 2018
Lahir Rendah dengan Kejadian Maisels, M.J. 2008. Neonatal Jaundice.
Ikterus di RSUD Gresik. Jurnal Amsterdam : Harwood Academic
Kesehatan Vol. 3 Tahun 2012 Publisher : 177-203
Apriliyan, A.S, 2017. Hubungan ASI .Manuaba IBG. 2008. Memahami
Eksklusif dengan Kejadian Ikterus Kesehatan Reproduksi Wanita.
Neonatorum. Jurnal Skill Fitokimia. Jakarta: EGC.
Bobak, I.M., Lowdermilk, D.L., & jensen,
M.D., 2005. Buku Ajar Keperawatan

129
Jurnal Akademka Baiturrahim Jambi (JABJ) Vol 10, No 1, Maret 2021
DOI: 10.36565/jab.v10i1.291
p-ISSN: 2655-9266
e-ISSN: 2655-9218

___________. 2009. Penuntun Diskusi Roesli Utami, 2015. Inisiasi Menyusui Dini
Obstetri Dan Ginekologi Untuk Plus ASI Eksklusif (Cetakan I).
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC Jakarta : Pustaka Bunda.
___________. 2010. Ilmu Kebidanan, RSUD Pasaman Barat, 2019. Laporan
Penyakit Kandungan, dan KB. Jakarta Tahunan 2018
: EGC RS Yarsi, 2019. Data Rekam Medik Tahun
Mansjoer, Arief, 2012. Kapita Selekta 2018
Kedokteran. Jakarta : PT. Gramedia Sihombing, Vivian. 2012. Asuhan Neonatus
Marmi, S. S. T., & Raharjo, K., 2012. Bayi dan Anak Balita. Jakarta : CV.
Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Salemba Medika.
Anak Prasekolah. Yogyakarta : CV. Sukadi, A. 2012. Buku Ajar Neonatologi.
Pustaka Pelajar. Jakarta : CV. Badan Penerbit IDAI.
Martiza, Iesje. (2012). Buku Ajar Suradi, Abdurachman, Ali Usman, Syarief
Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta Hidayat Efendi. 2012. Ikterus
: CV. Badan Penerbit IDAI. Neonatorum. Perinatologi. Bandung.
Maryunani, A., Nurhayati. (2008). Asuhan Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
Bayi Baru Lahir Normal. Jakarta : FKUP/RSHS.
Trans Info Media Suradi, R, dan D. Letupeirissa, 2013. Buku
Mochtar, 2011. Sinopsis Obstetri Jilid I. Bedah ASI IDAI.
Jakarta : EGC https://www.idai.or.id/artikel/klinik/a
______, 2013. Sinopsis Obstetri Jilid I si/air-susu-ibu-dan-ikterus. Diakses 1
Edisi VII. Jakarta : EGC September 2020.
Moeslichan, Surjono, A., Suradi. R., Tridininlestari, 2017. Hubungan Pemberian
Rahardjani, K. B.,Usman. A., ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA
Rinawati, et al., 2012. Tatalaksana pada Bayi 6-24 Bulan. Jurnal
Ikterus Neonatorum. Kesehatan Vol 5 Tahun 2018
Newman, T., Kuzniewicz, M., Liljestrand, WHO, 2014. Management of
dkk. 2009. Number Needed to Treat hyperbilirubinemia in the new born
With Phototherapy According to infant 35 or more weeks of gestation.
American Academy of Pediatrics Diakses tanggal : 2 Januari 2016.
Guidelines. Journal of the American From : http://www.aapublication.org.
Academy of Pediatrics, Vol. 123, No. Wiknjosastro, 2009. Buku Ajar Kebidanan :
5, PP 1352-1359. Ilmu Kandungan Jakarta : Yayasan
Notoatmodjo, S. 2009. Metodologi Bina Pustaka
Penelitian Kesehatan. Jakarta : __________, 2014. Ilmu Kandungan.
Rineka Cipta Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Poverawati, 2009. Bahan Ajar Kebidanan : Wong, D.L., & Hockenberry, M.J, (2003).
Gizi pada Balita. Yogyakarta: Nursing care of infant and children.
Nuhamedika 7th edition. Philadhelphia : Mosby
Purwanti, Sri, 2014. ASI Eksklusif dan Ibu Wong, D.L. 2009. Buku Ajar Keperawatan
Pekerja. Jakarta : Yayasan Bina Pediatrik. Diterjemahkan oleh Agus
Pustaka S., Neti J., Kuncoro., Vol. 1. Edisi 6.
Rina Mulita, 2011. Faktor-Faktor yang Cetakan 1., Jakarta : Penerbit Buku
Berhubungan dengan Kejadian Kedokteran EGC
Ikterus Neonatorum di RSU
Muhammadiya PKU

130

Anda mungkin juga menyukai