ARTIKEL RISET
URL artikel: http://jurnal.fkmumi.ac.id/index.php/woh/article/view/wohxxxx
Friska Novira Maya Dewi1, kNova Muhani2, Nurhalina Sari3, Nurul Isnaini4
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati
1-3
4
Program Studi Profesi Bidan, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Malahayati
k
Corresponding author: muhaninova@malahayati.ac.id
ABSTRAK
Prevalensi kejadian depresi postpartum di dunia diperkirakan berjumlah 1,9% - 82,1% di negara
berkembang dan sekitar 5,2% - 74,0% di negara maju. Hal ini menjadi masalah yang cukup serius
dikarenakan tingginya kasus untuk di negara berkembang seperti Indonesia. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui analisis faktor maternal yang mempengaruhi depresi postpartum menggunakan instrumen
EPDS di Kota Bandar Lampung tahun 2023. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
Cross Sectional dengan jumlah sampel sebanyak 251 responden. Teknik sampling yang digunakan yaitu
Pusrposive Sampling menggunakan uji analisis univariat, bivariat dan multivariat. Untuk mengetahui
distribusi frekuensi variabel independen, hubungan variabel dependen (depresi postpartum) dengan
independen (umur, pekerjaan, pendidikan, paritas, riwayat abortus, riwayat depresi, dukungan suami dan
dukungan keluarga) dengan uji Chi Square serta uji multivariat uji regresi logistik adalah uji yang
digunakan untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen. Hasil bivariat
dari penelitian ini adalah ada hubungan antara riwayat abortus (p-value 0.013) dengan kejadian depresi
postpartum. Serta hasil analisis multivariat bahwa yang menjadi faktor risiko paling dominan dari
kejadian depresi postpartum adalah riwayat abortus (p-value 0.009) <0.005, sedangkan variabel umur,
dukungan keluarga, paritas, pendidikan, status pekerjaan, dan riwayat depresi menjadi variabel
konfonding.
PENDAHULUAN
Kesehatan mental adalah suatu keadaan (status) sehat utuh secara fisik, mental (rohani) dan sosial,
dan bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan. Gangguan kesehatan
mental meliputi kecemasan, depresi, dan gangguan bipolar, gangguan obsesif kompulsif (OCD),
gangguan stress pasca trauma (PTSD), dan psikosis. Depresi adalah suatu gangguan kesehatan mental
yang ditandai dengan adanya kesedihan, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau harga
diri rendah, tidur atau nafsu makan terganggu, perasaan lelah, dan konsentrasi yang buruk. (1)
Berdasarkan WHO depresi merupakan sebagai kontribusi global tunggal terbesar disabilitas (7,5% dari
semua tahun hidup dengan disabilitas di 2015); gangguan kecemasan menduduki peringkat ke-6 (3,4%).
Depresi juga merupakan kontributor utama bunuh diri kematian, yang jumlahnya mendekati 800.000 per
tahun. Keparahan gejala pada kasus gangguan depresi terbagi menjadi dua, mulai dari gejala ringan
sampai gejala berat, dalam waktu beberapa bulan atau bahkan sampai bertahun-tahun. (1). Beberapa
faktor yang mempengaruhi depresi antara lain usia ibu, pendidikan, pekerjaan ibu, status ekonomi,
pemberian ASI, dukungan keluarga, kesehatan ibu dan anak, hubungan sosial, dan riwayat psikologis.(2).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi tingkat depresi di Indonesia menurut usia lebih
dari 15 tahun sebesar 6,1%. Dengan jumlah total penduduk yang terkena depresi sebesar 700 jiwa. (3).
Depresi ini dialami sekitar 80% wanita setelah melahirkan yakni timbul perasaan sedih,dan emosi yang
tidak stabil dan timbul sekitar 2-14 hari pasca bersalin.(4). Prevalensi kejadian depresi postpartum di
dunia diperkirakan berjumlah 1,9% - 82,1% di negara berkembang dan sekitar 5,2% - 74,0% di negara
maju. Hal ini menjadi masalah yang cukup serius dikarenakan tingginya kasus untuk di negara
berkembang seperti Indonesia (5). Prevalensi depresi postpartum di dunia bervariasi mulai dari 6,5%
sampai 15% selama 1 tahun setelah melahirkan. Terdapat 3 macam depresi yang berkaitan dengan stres
pada ibu pasca melahirkan dengan tingkat keparahan yang bervariasi dari yang paling ringan yaitu baby
blues syndrome hingga yang paling berat adalah postpartum psychosis, dan depresi postpartum berada
diantara kedua keadaan tersebut(6).
Jumlah kematian ibu yang dihimpun dari pencatatan program kesehatan keluarga di Kementerian
Kesehatan meningkat setiap tahun. Pada tahun 2021 menunjukkan 7.389 kematian di Indonesia. Jumlah
ini menunjukkan peningkatan dibandingkan tahun 2020 sebesar 4.627 kematian.(7) . Di Indonesia
khususnya Kota Bandar Lampung, permasalahan Mental Health sendiri belum mendapatkan perhatian
lebih dari banyak pihak terkhusus kepedulian lebih dari suami sendiri ataupun keluarga. Penyebab
terjadinya depresi postpartum diantaranya adalah belum adanya pengalaman dalam persalinan atau belum
pernah melahirkan sebelumnya. Depresi postpartum sendiri disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor riwayat depresi sebelumnya, faktor dukungan sosial, faktor obstetri (sectio cesaria, persalinan
dengan alat), dan faktor demografi (6). Pentingnya diketahui faktor risiko untuk mencegah dampak
depresi postpartum. Diagnosis dan manajamen tersebut perlu dilakukan sejak dini terutama di negara
berkembang karena besarnya jumlah populasi serta tingginya angka kesuburan (8). Faktor eksternal
penyebab depresi postpartum antara lain dukungan suami, dukungan keluarga, aspek ekonomi, status
pekerjaan, budaya persalinan (9). Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setiawati et al., yang
menjelaskan bahwasannya faktor umur, riwayat komplikasi, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami, dan
problematika marital terhadap kejadian depresi postpartum.(10). Suami merupakan orang pertama yang
memberi perhatian dan dukungan pada istri, memberikan cinta kasih dan membuat istri merasa
terlindungi secara jasmani maupun rohani. (11). Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, peneliti
memilih untuk mendalami dan menganalisis lebih dalam lagi mengenai penyebab kejadian depresi pada
ibu pasca persalinan tersebut dengan judul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Depresi
Postpartum di Kota Bandar Lampung Tahun 2023”.
METODE
Jenis penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dilakukan untuk menjawab pertanyaan dari
penelitian. Penelitian dilakukan dari Februari sampai dengan Mei 2023 Penelitian ini akan dilakukan di 6
praktik bidan di Kota Bandar Lampung dengan besar sampel sebanyak 251 responden menggunkan rumus
Lemeshow dengan jumlah populasi yang belum diketahui. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini dilakukan menggunakan lembar
kuesioner EPDS yang sebelumnya telah di uji validitas dan Reliabilitas dari hibah penelitian dosen dan
pertanyaan lain yang diuji validitas reliabilitas di praktek Bidan Siti Hajar yang beralamatkan di Jl. Raya
Natar, Merak Batin, Kec. Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung 35362, Indonesia. Analisis data yang
dilakukan meliputi distribusi frekuensi, analisis bivariat dan analisis multivariat. Análisis distribusi frekuensi
dilakukan untuk menjelaskan persentase dari variabel univariat. Analisis bivariat dilakukan menggunakan
chi-square untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dangn variabel independen. Analisis
multivariat dilakukan menggunakan uji regregi logistik model faktor risiko untuk mengetahui variabel yang
paling dominan penyebab depresi postpartum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Maternal Dan Dukungan
Variabel Frekuensi Persentase (%)
Umur
<20 dan >35 tahun 48 19.1
20-35 tahun 203 80.9
Paritas
1-2 anak 168 66.9
>2 anak 83 33.1
Pendidikan
Pendidikan dasar 68 27.1
Pendidikan menengah 144 57.4
Perguruan tinggi 39 15.5
Status Pekerjaan
Tidak bekerja 210 83.7
Bekerja 41 16.3
Riwayat Abortus
Tidak pernah 213 84.9
Pernah 38 15.1
Riwayat Depresi
Tidak ada 245 97.6
Ada 6 2.4
Dukungan Suami 251 100
Ada dukungan 195 77.7
Tidak ada dukungan 56 22.3
Dukungan Keluarga
Ada dukungan 183 72.9
Tidak ada dukungan 68 27.1
Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa ibu yang berumur <20 tahun atau >35 tahun
sebanyak 48 orang atau (19.1%). Menurut suatu penelitian sebelumnya, ibu yang memiliki umur <20 atau
>35 tahun adalah ibu yang memiliki kerentanan terhadap kejadian depresi postpartum. Pada penelitian
ini, dapat dilihat bahwa masih ada ibu yang melahirkan diusia yang beresiko yakni sekitar usia diatas 35
tahun dimana usia tersebut sudah masuk kedalam usia yang beresiko. (10). Berdasarkan tabel diatas
frekuensi ibu yang memiliki anak 1-2 anak sebanyak 168 ibu atau (66.9%) dan yang memiliki anak >2
anak sebanyak 83 orang atau (33.2%). Ibu yang memiliki paritas hanya 1 berpeluang untuk terkena
gangguan kesehatan mental seperti depresi postpartum dikarenakan pengalaman ibu yang pertama kali
mengalami proses persalinan akan berdampak pada mental ibu serta pengalaman ibu yang baru pertama
kalinya menjalani peran sebagai seorang ibu. (5). Untuk persalinan lebih dari tiga kali memiliki dampak
kerentanan yang cukup berbahaya bagi ibu dengan tingkat emosi yang kurang bahkan sampai tidak stabil.
(12). Berdasarkan tabel 1 diatas, dapat diketahui bahwa untuk distribusi jenjang pendidikan ibu
postpartum terbanyak ada di jenjang pendidikan menengah dengan frekuensi sebanyak 144 ibu dengan
persentase sebesar 57,4%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa distribusi pendidikan ibu postpartum
di Kota Bandar Lampung paling banyak berada di pendidikan menengahsebanyak 144 ibu dengan
persentase sebesar 57,4% dan distribusi pendidikan yang paling sedikit ada pada jenjang S2 dengan
jumlah hanya 2 (0,8%) ibu postpartum. Pendidikan awal seseorang dimulai pertama kali di pendidikan
dasar yang kemudian melandasi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah setelah itu barulah
menuju kejenjang pendidikan tinggi. (13). Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh seorang ibu
postpartum akan meningkatkan kemungkinan bertambahnya wawasan yang akan berguna bagi
keluarganya kelak. (14)
Hasil analisis distribusi frekuensi variabel status pekerjan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa ibu yang
tidak bekerja memiliki frekuensi lebih besar dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Ibu yang tidak bekerja
memiliki frekuensi sebanyak 210 ibu atau (83,7%). Sedangkan ibu yang bekerja sebanyak 41 ibu dengan
persentase sebesar 16,3%. Kegiatan seorang ibu yang menjadi ibu rumah tangga sekaligus bekerja lebih besar
tingkat terganggunya kondisi kesehatan fisik dan mentalnya dikarenakan harus lebih pandai mengatur waktu
saat bekerja ditambah waktu untuk mengurus keluarganya. (14). Hasil analisis distribusi frekuensi variabel
riwayat abortus tertera pada tabel 1 diatas menunjukkan bahwa ibu yang tidak pernah mengalami riwayat
abortus sebanyak 213 ibu atau (84,9%) dan ibu yang memiliki riwayat abortus sebanyak 38 ibu atau (15.1%).
Pada penelitian yang dilakukan, ibu yang memiliki riwayat abortus lebih dari dua kali mempunyai tingkat
resiko terkena gangguan kesehatan mental. (14,15)
Hasil analisis distribusi frekuensi variabel riwayat depresi tertera pada tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa
frekuensi ibu yang pernah terindikasi depresi sebelumnya sebanyak 6 ibu atau (2,4%). Sedangkan ibu yang
tidak pernah mengalami depresi sebanyak 245 ibu atau (97,6%). Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ibu
postpartum memiliki riwayat depresi sebelumnya lebih sedikit dibandingkan dengan ibu yang tidak pernah
memiliki riwayat depresi sebelumnya. Hal ini karena ibu dengan depresi sebelumnya lebih tinggi tingkat
kecemasan dan rasa ketakutan yang pernah dirasakan ibu tersebut sebelumnya. (16). Pada ibu dengan riwayat
depresi keluarganya atau memang sebelumnya sudah pernah mengalami depresi pada masa kehamilan dan
persalinan sebelumnya memiliki tingkat kerentanan yang lebih tinggi untuk terindikasi mengalami depresi
postpartum dikarenakan pengalaman yang menjadi dampak untuk kedepannya. (17)
Hasil analisis distribusi frekuensi variabel kejadian depresi diatas yang menunjukkan bahwa terdapat ibu
postpartum yang terindikasi depresi sebanyak 31 orang atau (87,6%) dan ibu postpartum yang tidak depresi
sebanyak 220 orang atau (12,4%). Pada penentuan untuk indikasi kejadian depresi menggunakan perhitungan
kuesioner EPDS yang dimana skor EPDS perbutir soal diantara 0-3. Ibu yang memperoleh skor >9 pada hasil
jawaban dari pernyataan EPDS maka ibu postpartum di diagnosa terindikasi depresi postpartum. Namun jika
skor dari jawaban pernyataan EPDS ibu <9 maka ibu tidak terindikasi depresi postpartum. EPDS adalah
sebuah instrumen yang digunakan untuk mengetahui tingkat depresi pada ibu postpartum. Ibu yang
terindikasi depresi dapat diketahui lebih awal menggunakan instrumen ini. Instrumen EPDS sudah banyak
divalidasi di beberapa negara sehingga penggunaannya lebih dapat dipercaya. Hal ini dapat pula menjadi
pencegahan terhadap gangguan kesehatan mental pada ibu pospartum. (18)
Hasil analisis distribusi frekuensi variabel dukungan suami menunjukkan bahwa dari 251 responden,
terdapat ibu postpartum sebanyak 195 responden atau (77,70%) yang mendapatkan dukungan dari suaminya
sedangkan ibu postpartum yang tidak mendapatkan dukungan dari suaminya sebanyak 56 orang atau
(22,30%). Pada penelitian ini, dukungan suami diperoleh dengan memberikan 19 pertanyaan kepada ibu dan
melihat bagaimana respon dukungan suami responden terhadap ibu pada saat setelah melahirkan. Dukungan
suami diukur dengan pengukuran beberapa pertanyaan dari berbagai aspek diantaranya aspek informasional,
emosional, instrumental, dan aspek penilaian yang dilakukan oleh suami responden terhitung dari masa
kehamilan dan persalinan serta setelah persalinan atau masa nifas ibu. (19). Dukungan suami sangat penting
dan diperlukan oleh ibu pada masa kehamilan dan nifas untuk menjaga kesehatan dan kondisi psikologis ibu
yang mungkin akan berubah setelah memiliki bayi saat pertama kalinya ataupun kebeberapa kalinya. (5).
Hasil analisis distribusi frekuensi variabel dukungan keluarga tertera menunjukkan distribusi frekuensi
dukungan keluarga yang dilihat bahwa ibu dengan dukungan keluarga sebanyak 183 ibu (72,9%) dan ibu
yang tidak mendapat dukungan keluarga sebanyak 68 ibu atau (27,1%). Dukungan keluarga sangat
dibutuhkan dan menjadi hal yang cukup penting karena kurangnya dukungan yang diberikan oleh
keluarganya dapat memicu terganggunya kondisi psikologis ibu postpartum. Pada penelitian lain
menyebutkan bahwa wanita dengan dukungan keluarga yang rendah maka akan meningkatkan kejadian
depresi postpartum, (20).
Analisis Bivariat
Tabel 2
Hubungan antara Umur dengan Kejadian Depresi Postpartum di Wilayah Kota Bandar Lampung
Analisis Multivariat
Tabel 3
Distribusi hasil akhir pemodelan multivariat
Variabel dependen P Value OR 95% CI
Umur 0.583 1.399 0.421 4.647
Paritas 0.578 0.757 0.284 2.017
Riwayat abortus 0.009 3.194 1.328 7.681
Status pekerjaan 0.197 1.953 0.706 5.404
Pendidikan 0.111 0.587 0.305 1.130
Dukungan keluarga 0.071 2.130 0.937 4.838
Hasil analisis statistik berdasarkan tabel 3 pemodelan multivariat menunjukkan bahwa p-
value dari riwayat abortus sebesar 0.009 dengan nilai OR 1.328 yang berarti variabel riwayat
abortus mempunyai peluang sebesar 1.328 kali lebih besar terkena depresi dibandingkan dengan
variabel lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, seorang ibu yang memiliki
riwayat keguguran selama beberapa kali sulit untuk memiliki anak dan jumlah anak yang sedikit
dipengaruhi pula dengan jarak kelahiran anak sebelumnya yang lumayan jauh. Tak hanya itu,
bahkan adapula ibu yang mengalami depresi sebelumnya yang diduga karena ada kaitannya
dengan pengalaman abortus yang pernah dialaminya. Kemudian ibu dengan tingkat pendidikan
yang rendah akan menyebabkan kurangnya pemahaman mengenai bahaya riwayat abortus yang
dapat meningkatkan depresi postpartum. Riwayat abortus atau pengalaman keguguran adalah
pengalaman emosional yang akan menyisakan traumatis dalam diri seorang wanita dan telah
terbukti menghasilkan lebih besar depresi pada kehamilan maupun persalinan berikutnya.
Akibatnya, ini wanita bisa menjadi khawatir dan tertekan selama kehamilan dan persalinan
berikutnya. Gejala-gejala seperti rasa sakit akibat proses kuretase dari pengalaman keguguran ini
dapat meninggalkan perasaan trauma dan ketakutan serta meningkatkan risiko depresi
postpartum. (22). Dari hasil penelitian ini, wanita yang memiliki riwayat abortus juga sangat
perlu mendapatkan dukungan dari suami dan keluarganya. Dalam penelitian sebelumnya juga
mengatakan bahwa riwayat abortus menjadi salah satu faktor risiko tertinggi munculnya depresi
pada ibu postpartum. Aborsi dapat memicu reaksi seperti kesedihan yang memengaruhi kesehatan
fisik, yang pada waktu selanjutnya dapat meningkatkan risiko depresi postpartum. Dapat dicatat
bahwa depresi dan kecemasan prenatal juga dapat menyebabkan keguguran.(23). Wanita yang
bekerja lebih rentan mengalami keguguran dikarenakan banyaknya kegiatan dan aktivitas yang
dilakukan menyebabkan kelelahan yang dapat memicu gangguan kesehatan pada janin yang
dikandung serta akan berdampak pada kejadian abortus.(24)
KESIMPULAN
Berdasarkan dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah gangguan
kesehatan mental ibu nifas yang disebabkan oleh beberapa faktor. Pada penelitian ini dari beberapa faktor
yang dianalisis, faktor riwayat abortus memiliki hubungan dengan kejadian depresi postpartum. Kemudian
dari analisis multivariat ditemukan bahwa riwayat abortus menjadi faktor paling dominan depresi postpartum,
sedangkan faktor umur, paritas, pendidikan, riwayat depresi, status pekerjaan, dan dukungan keluarga
menjadi faktor konfonding depresi postpartum. Demi menjaga kesehatan mental ibu dimasa depan, baiknya
ibu nifas senantiasa didukung oleh orang terdekatnya seperti suami atau keluarganya dan didampingi bidan
yang mengontrol kesehatan ibu serta memberikan edukasi terkait kesehatan ibu dan bayi
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Depression and Other Common Mental Disorders. Vol. 2, Obstetrics and Gynecology. Switzerland:
WHO; 2017. 56–60 p.
2. Mamlukah, Kumalasari I. Efektivitas Psikoedukasi Zikir terhadap Penurunan Tekanan Darah, Kecemasan
dan Depresi Postpartum Ibu Hamil di Masa Pandemi. Wind Heal Jurnalkesehatan. 2022;5(3):622–32.
3. Kemenkes RI. Riskesdas 2018 Provinsi Lampung. 2019;(Riset Kesehatan Dasar Lampung 2018).
4. Janiwarty B; HZP. Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu teori dan terapannya. Hardjono D, editor.
Yogyakarta: Rapha Publishing; 2013.
5. Murwati M, Suroso S, Wahyuni S. Faktor Determinan Depresi Postpartum Di Wilayah Kabupaten Klaten
Jawa Tengah. J Sipakalebbi. 2021;5(1):18–31.
6. Maylani K. Postpartum depression pada ibu ditinjau dari cara melahirkan dan faktor demografi [Internet].
Universitas Negeri Semarang; 2019. Available from: https://www.bing.com/ck/a?!
&&p=1e3842b9e08c7463JmltdHM9MTY3MzgyNzIwMCZpZ3VpZD0yMzBiZGY5My1iMGM5LTZlMmI
tMTY2ZS1jZTU3YjEzNDZmMGImaW5zaWQ9NTIxMg&ptn=3&hsh=3&fclid=230bdf93-b0c9-6e2b-
166e-ce57b1346f0b&psq=depresi+postpartum+LAMPUNG.pdf&u=a1aHR0cDovL2xpYi51bm5
7. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia. Sibuea F, HArdhana B, Widiantini W, editors.
Pusdatin.Kemenkes.Go.Id. Jakarta: Kemenkes; 2021.
8. Gusfirnandou D. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian depresi postpartum: Studi literature review.
Universitas Muhamadiyah Surakarta; 2021.
9. Wahyuni ED. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. 1st ed. Jakarta: Kemenkes RI; 2018.
10. Setiawati DN, Purnamasari D, Dainy NC, Andriyani, Effendi R. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
depresi postpartum di kabupaten bogor tahun 2019. Media Publ Promosi Kesehat Indones. 2022;5(8):1020–
5.
11. Nasution MZ. Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Depresi Post Partum Di Puskesmas Siabu Kabupaten
Mandailing Natal Tahun 2021 [Internet]. Universitas Aufa Royhan; 2021. Available from:
https://repository.unar.ac.id/jspui/handle/123456789/3145
12. Sembiring JB, Pratiwi D, Sarumaha A. Hubungan Usia, Paritas dan Usia Kehamilan dengan Bayi Berat
Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Mitra Medika Medan. J Bidan Komunitas. 2019;2(1):38.
13. Benyamin Kapisa M, Aisah Bauw S, Alma R, Jurusan Y. Analisis Tingkat Pendidikan dan Jenis Pekerjaan
Terhadap Pendapatan Kepala Keluarga (KK) di Kampung Manbesak Distrik Biak Utara Provinsi Papua.
Lensa Ekon. 2021;15:131–50.
14. Mulyani C, Dekawaty A, Suzanna. Faktor-faktor penyebab depresi pasca persalinan. J Keperawatan
Silampari [Internet]. 2022;6(8.5.2017):2003–5. Available from:
https://journal.ipm2kpe.or.id/index.php/JKS/article/view/3462
15. Kerie S, Menberu M, Niguse W. Prevalence and associated factors of postpartum depression in Southwest,
Ethiopia, 2017: A cross-sectional study. BMC Res Notes [Internet]. 2018;11(1). Available from:
https://doi.org/10.1186/s13104-018-3730-x
16. Wang N, Mu M, Liu Z, Reheman Z, Yang J, Nie W, et al. Correlation between primary family caregiver
identity and maternal depression risk in poor rural China. Hong Kong Med J = Xianggang yi xue za zhi.
2022;28(6):457–65.
17. Serati M, Carnevali G. Perinatal depression. Clin Cases Psychiatry Integr Transl Neurosci Approaches.
2018;155–70.
18. Cox, J.L., Holden, J & Henshaw C. Perinatal Mental Health: The Edinburgh Postnatal Depression Scale
(EPDS) Manual [Internet]. 2nd Edn. London: RCPsych Publications.; 2014. Available from:
http://www.rcpsych.ac.uk/usefulresources/publications/books/rcpp/9781909726130.aspx
19. Rizty LE, Kusumiati RYE. Hubungan Dukungan Sosial (Suami) dan Kecenderungan Depresi Postpartum. J
Jur Bimbing Konseling Undiksha. 2020;11(2):112–8.
20. Lindayani IK, Marhaeni GA. Prevalensi dan Faktor Risiko Depresi Postpartum di Kota Denpasar Tahun
2019. J Midwifery. 2019;8511:100–9.
21. Ernawati E. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Post Partum Blues Pada Ibu Nifas Di Ruang Nuri
Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Media Keperawatan Politek Kesehat Makassar. 2020;11(1):25.
22. Lin YH, Chen CP, Sun FJ, Chen CY. Risk and protective factors related to immediate postpartum
depression in a baby-friendly hospital of taiwan. Taiwan J Obstet Gynecol [Internet]. 2022;61(6):977–83.
Available from: https://doi.org/10.1016/j.tjog.2022.08.004
23. Raghavan V, Khan HA, Seshu U, Rai SP, Durairaj J, Aarthi G, et al. Prevalence and risk factors of perinatal
depression among women in rural Bihar: A community-based cross-sectional study. Asian J Psychiatr
[Internet]. 2021;56(November 2020):102552. Available from: https://doi.org/10.1016/j.ajp.2021.102552
24. Sesay FR, Anaba EA, Manu A, Maya E, Torpey K, Adanu RMK. Determinants of induced abortion among
women of reproductive age: evidence from the 2013 and 2019 Sierra Leone Demographic and Health
Survey. BMC Womens Health [Internet]. 2023;23(1):1–10. Available from: https://doi.org/10.1186/s12905-
023-02175-9