SKRIPSI
1
akhir tahun 2021 berjumlah 96 dengan anak usia prasekolah yang di rawat di
RSUD Tarakan Jakarta .
Kecemasan hospitalisasi biasanya terjadi pada anak dengan usia prasekolah
biasanya anak mengalami separation anxiety atau kecemasan perpisahan karena
anak harus berpisah dengan lingkungan yang dirasakan aman, nyaman, penuh
kasih sayang dan menyenangkan seperti lingkungan rumah, dan teman
sepermainannya. Hospitalisasi seringkali memberikan dampak traumatis pada
anak, perasaan takut, karena mereka berfikir akan disakiti dan menimbulkan
perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun keluarga sehingga diperlukan
proses penyesuaian diri untuk mengurangi, meminimalkan stress supaya tidak
berkembang menjadi krisis (Aizah, 2014)
Kecemasan yang dialami anak selama dilakukan tindakan keperawatan
dipengaruhi oleh kecemasan hospitalisasi, yang terdiri dari tiga fase. Pertama fase
protes, ditunjukkan dengan reaksi anak yaitu menangis, berteriak, mencari dan
memegang erat orangtua, menolak bertemu dan menyerang orang yang tidak
dikenal baik secara verbal maupun fisik. Kedua adalah fase putus asa yang
ditandai dengan anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, sedih, tidak tertarik
terhadap lingkungan, tidak komunikatif, dan menolak makan atau minum. Fase
ketiga yaitu fase penerimaan, anak mulai menunjukkan ketertarikan pada
lingkungan dan berinteraksi dangkal dengan orang lain atau perawat
(Hockenberry & Wilson, 2013)
Kecemasan akibat dampak hospitalisasi pada anak selain berpengaruh
terhadap kesehatan dan perkembangan anak juga berpengaruh terhadap
kecemasan orang tua, kecemasan tinggi yang dimiliki orang tua juga akan
berdampak terhadap tingkat kecemasan anak, sehingga anak merasa tidak aman
dan nyaman selama menjalani perawatan karena orang tua merupakan orang yang
paling dekat dengan anak (Noviati, 2018).
Berdasarkkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ramdaniati (2016)
menunjukkan bahwa persentase anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat di
rumah sakit sebanyak 52,38% sedangkan anak usia sekolah (7-11 tahun) yaitu
47,62%. Hal ini menunjukkan bahwa anak usia prasekolah lebih rentan terkena
penyakit serta terkejut dan cemas saat mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Sekitar 30 % minimal anak pernah mengalami perawatan di rumah sakit,
sementara itu sekitar 5 % pernah dirawat beberapa kali di rumah sakit (Kazemi et
al, 2012). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Dwiyanti (2019) menunjukan
bahwa setengah responden (68,2%) mengalami tingkat kecemasan sedang selama
hospitalisasi, menyebutkan juga bahwa anak mengalami kecemasan sedang
dikarenakan dalam proses hospitalisasi kecemasan yang timbul terkait dengan usia
anak prasekolah dan pengalaman dirawat di rumah sakit. Selain itu, penyebab
kecemasan pada anak yaitu anak takut terhadap setiap tindakan perawat pada saat
mengukur tanda-tanda vital dan tindakan invasif bila perawat datang anak terlihat
tegang, khawatir bahkan menangis. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Irma
2
(2018) menunjukan bahwa sebagian besar tingkat kecemasan anak adalah kategori
sedang yaitu sebanyak 16 orang (46%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan yang dialami anak usia presekolah selama menjalani perawatan di
rumah sakit termasuk dalam kategori cemas sedang.
Berdasarkan dari data yang di peroleh dari RSUD Tarakan Jakarta
Sehubungan dengan latar belakang dan kondisi permasalahan tersebut di atas,
untuk mengetahui “Dampak hospitalisasi terhadap tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah ” maka perlunya dilakukan penelitian.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1) Ciri fisik
Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif dan sudah memiliki
penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatannya sendiri.
Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol
terhadap jari dan tangan. Namun anak masih mengalami kesulitan untuk
menfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya, itu
sebabnya koordinasi tangan dan mata masih kurang sempurna.
2) Ciri sosial
Anak usia prasekolah ini mudah besosialisasi dengan orang disekitarnya,
kelompok bermain cenderung kecil sebab itu anak sering berganti-ganti
kelompok, tetapi anak mempunyai sahabat yang berjenis kelamin sama.
4
Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik dan verbal, bermain
secara kerja sama.
3) Ciri emosional
Anak sering bersikap marah, iri hati dan cenderung mengeskspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka.
4) Ciri kognitif
Anak usia passekolah sudah pandai berbahasa dan senang berbicara,
sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka
perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik (R. C. Dewi, Oktiawati,
and Saputri, 2015) .
5
merupakan periode yang cukup penting untuk penghalusan keterampilan
motorik halus.
5) Perkembangan sensori
Pada perkembangan sensori usia prasekolah memiliki penglihatan warna dan
pendengaran yang utuh, indra pencium dan peraba juga terus berkembang.
6) Perkembangan komunikasi dan Bahasa
Pada usia prasekolah komunikasi anak bersifat konkreat dan sering
berbicara mimpi, untuk pencapaian bahasa anak prasekolah memungkinkan
mengekspresikan pikiran dan kreativitas.
7) Perkembangan emosional dan sosial
Pada aspek perkembangan sosial anak prasekolah harus mengembangkan
keterampilan seperti kerja sama, berbagi, membantu orang lain dan
berteman. Usia ini anak cenderung lebih menyukai bergaul dengan
teman sebayanya. Sedangkan pada aspek perkembanganemosional
anak prasekolah cenderung memiliki emosi yang kuat, misalnya mereka
dapat bergembira, senang, bahagia dan tiba-tiba merasakan sangat kecewa.
Dalam hal ini anak dapat mengekspresikan perasaanya dengan cara
bermain air, tanah liat, menggambar, mearnai dan lain-lain (Kyle and
Carman, 2015).
2.2 Hospitalisasi
2.2.1 Pengertian Hospitalisasi
Hosptalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis yang terjadi pada
anak. Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal atau dirawat dirumah sakit. Kondisi
tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, orang tua, maupun keluarga (Suparno
and Saprianto, 2019)
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana
atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut anak dan orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukan dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress.
Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah
(Qomariah, Novita, and Wulandari 2016).
Hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada anak. Anak harus
menghadapi lingkungan yang asing dan pemberi asuhan yang tidak dikenal.
Seringkali anak harus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri,
kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui. Interpretasi
anak terhadap kejadian dan respon anak terhadap pengalaman selama dirawat
dirumah sakit akan diasumsikan sebagai pengalaman yang kurang baik, yang
secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat perkembangan anak. Pada saat
seperti itu perasaan anak akan penuh dengan beban emosional seperti rasa
6
cemas, ketakutan, perasaan rendah diri, perasaan marah, depresi, perasaan tidak
berdaya, ketergantungan yang berlebihan pada orang lain dan tidak mampu
berpikir dengan baik (Wahyuni, 2016).
7
4. Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah adalah
gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.
8
2.2.4 Faktor-Faktor kecamasan Hospitalisasi
1. Faktor Lingkungan rumah sakit
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut
pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah
yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang
khas, dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun
orang tua. (Norton, 2016).
2. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan
seharihari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan
anggota keluarga lainnya (Pelander, 2015).
3. Faktor kurangnya informasi
Kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan
menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi
merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika
menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai
prosedur yang dilakukan (Gordon et al, 2014).
4. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti
tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu
kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan
(Price & Gwin,, 2005).
5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin
kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander, 2010).
6. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit
Mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif,
bahasa dan komunikasi (Pena, 2011).
9
Orang tua takut membuat bingung anak dan menurunkan tingkat kepercayaan
anak. (James, 2007)
3. Persiapan anak dan orang tua
Metode yang dapat dilakukan untuk menyiapkan anak dalam menjalani
hospitalisasi adalah mengerti kebutuhan tentang dari anak tersebut. Petugas
kesehatan harus mempertimbangkan umur, tingkat perkembangan,
keterlibatan keluarga, waktu, status fisik dan psikologi anak, faktor sosial
budaya dan pengalaman terhadap sakit maupun pengalaman merawat anak.
(James, 2007)
4. Ketrampilan koping anak dan keluarga
Koping merupakan suatu proses dalam menghadapi kesulitan untuk
mendapatkan penyelesaian masalah. Koping anak terhadap hospitalisasi
dipengaruhi oleh usia, persepsi terhadap kejadian yang dialami, hospitalisasi
sebelumnya dan dukungan dari berbagai pihak. (James, 2007)
10
7. pikiran bahwa hospitalisasi sebagai hukuman,
8. kehilangan kontrol emosi dan fisik,
9. persepsi tentang perubahan fisik,
10. kehilangan kemandirian dan identitas,
11. takut ditolak . Hampir semua, rumah sakit adalah lingkungan asing yang
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. (Berz, 2000). Dampak hospitalisasi
selain cemas perpisahan, juga dapat berupa regresi dan adanya rasa malu.
2.2.8 Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh petugas medis dalam memberikan
pencegahan dampak hospitalisasi pada anak, adalah :
1. Persiapan hospitalisasi
Proses persiapan hospitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian
informasi secara verbal dan tertulis, kunjungan keliling rumah sakit,
pertunjukan menggunakan boneka dan permainan yang menggunakan
miniatur peralatan rumah sakit yang nanti akan dijumpai anak pada saat proses
pengobatan. Persiapan bisa juga menggunakan buku-buku, video atau film
yang menceritakan seputar kondisi di rumah sakit. (Bonn et al. , 2010)
2. Mencegah dan mengurangi perpisahan
Kehadiran orang tua setiap saat dapat membantu mengurangi kecemasan anak.
Orang tua diharapkan terlibat dalam aktivitas pengobatan sehingga orang tua
dapat berpartisipasi terhadap pengobatan. (Wong, 2012) Lingkungan yang
akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang
tua tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-
barang kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit seperti selimut, alat bermain,
botol, peralatan makan, atau pakaian.(Price, 2005)
3. Mencegah kehilangan kontrol
Kehilangan kontrol dapat terjadi akibat perpisahan, restriksi fisik dan
perubahan rutinitas. Kehilangan kontrol dapat dicegah dengan meningkatkan
kebebasan bergerak, mempertahankan rutinitas anak, mendorong kemandirian
dan meningkatkan pemahaman. (Wong, 2012)
4. Mencegah dan mengurangi ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri
Anak akan dihantui rasa takut akan mengalami cedera tubuh dan nyeri dalam
menghadapi prosedur yang menyakitkan. Tehnik manipulasi prosedural untuk
setiap kelompok umur dapat mengurang ketakutan terhadap cedera tubuh.
Intervensi yang paling mendukung adalah dengan prosedur secepat mungkin
dan mempertahankan kontak orang tua dengan anak. (Wong, 2012)
5. Penataan Ruang Rawat Inap dan Ruang Bermain di Rumah Sakit
Anak yang sakit dimungkinkan dirawat di rumah sakit khusus anak atau di
rumah sakit umum yang memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu
mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan anak, dengan
mempersiapkan sarana di unit perawatan anak dengan perabotan yang
berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan yang menarik
11
dan familiar bagi anak, serta adanya ruang bermain yang dilengkapi berbagai
macam alat bermain (Price, 2005).
2.3 Kecemasan
2.3.1 Definisi kecemasan
Kecemasan (ansietas) merupakan sebuah emosi dan pengalam subjektif dari
seseorang. Pengertian lain dari cemas adalah suatu keadaan yang membuat
12
seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi cemas
berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati,
2010). Feist (2009) mendefinisikan kecemasan adalah situasi yang menyebabkan
suasana hati yang tidak menyenangkan yang diikuti sensasi fisik untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
dapat mersepon secara adaptif. Kecemasan juga diartikan sebagai perasaan tidak
nyaman atau ketakutan yang tidak jelas, gelisah, disertai respon otonom (sumber
terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was –
was untuk
mengatasi bahaya. Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang berlebihan
disertai gejala somatik yang akan menimbulkan gangguan sosial (Mansjoer,
2009).
13
4. Tingkat panik
a. Individu kehilangan kendali diri dan detil
b. Detil perhatian hilang
c. Tidak bisa melakukan apapun meskipun dengan perintah
d. Terjadi peningkatan aktivitas motorik
e. Berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain.
f. Penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu
berfungsi secara efektif.
g. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
14
2. Usia Anak usia prasekolah menerima keadaan masuk rumah sakit dengan
rasa ketakutan. Anak yang sangat ketakutan dapat menampilkan perilaku
agresif, dari menggigit, menendang-nendang, bahkan berlari keluar
ruangan. Sebagian anak menganggap masuk rumah sakit sebagai hukuman
sehingga timbul perasaan malu dan bersalah, dipisahkan, merasa tidak
aman, dan kemandiriannya terhambat
3. Tingkat Perkembangan Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor
perkembangan yang berarti bahwa perubahan status kesehatan dapat
ditentukan oleh faktor usia, misalnya pertumbuhan dan perkembangan.
Proses perkembangan dimulai dari usia bayi sampai usia lanjut dengan
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda
4. Tingkat Kognitif Anak yang dirawat di rumah sakit sebagian besar
mempunyai rasa takut pada bahaya yang ditimbulkan terhadap tubuhnya,
staf medis dan tindakan medis lainnya. Ketakutan ini akan mengganggu
anak untuk menerima intervensi keperawatan seperti misalnya pengukuran
tanda-tanda vital
5. Pengalaman sebelumnya dengan penyakit dan hospitalisasi Anak pada
umumnya kurang memiliki pemahaman dan pengalaman tentang penyakit,
hospitalisasi, dan prosedur rumah sakit yang berkontribusi pada tingkat
ansietas anak
6. Stres dan perubahan kehidupan saat ini Beberapa orang berpikir bahwa
hospitalisasi hanya menyebabkan dampak negatif terhadap status
psikologis. Pada kenyataannya ada manfaat psikologis dari penyakit dan
hospitalisasi yaitu dapat meningkatkan perkembangan yang aktual dari
keterampilan manajemen diri anak dan meningkatkan harga diri. Anak
lebih percaya diri dalam mengurangi kecemasan selama dihospitalisasi dan
lebih mampu untuk melakukan perawatan diri sendiri
15
Skema 1. Kerangka Teori
16
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel
yang merupakan jawaban penelitian mengenai kemungkinan hasil penelitian.
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan cara uji statistik yang relevan. Uji statistik
dalam hal ini untuk menentukan apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau
diterima (Dharma, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini membahas Desain penelitian, objek penelitian populasi dan sampel,
tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, tehnik pengumpulan data, prosedur
pengumpulan data, kerangka konsep, dan definisi operasional.
Dampak Hospitalisasi
Pada Anak Prasekolah Tingkat Kecemasan
17
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Tarakan Jakarta
2) Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan febuari 2022.
3.4.2. Sampel
a. Sampel
Adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
meskipun sampel hanya merupakan bagian bagian dari populasi, kenyataan-
kenyataan yang diperoleh dari sampel itu harus dapat menggambarkan dalam
populasi (Sugiyono, 2014). Sampel pada penelitian ini adalah anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi atau yang sedang mengalami rawat
inap di RSUD Tarakan Jakarta yang di pilih berdasarkan kriteria inklusi dan
ekslusi .
b. Sampling
Pengambilan sampel dilakukan purposive sampling yaitu teknik penarikan
sampel yang di dasarkan pada kriteria-kriteria tertentu yang telah di tetapkan
oleh peneliti, teknik ini digunakan karena tidak semua sampel memiliki
kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti.
Pada penelitian ini, kriteria inklusi yang ditetapkan adalah :
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
Anak yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit infeksi
Anak usia sekolah 3-6 tahun yang di damping orang tua
18
Orang tua bersedia menjadi anaknya menjadi responden
2. Kriteria Ekslusi dari penelitian ini adalah :
Anak berkebutuhan khusus
Keterangan :
N = Ukuran populasi
Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari Teknik Solvin adalah antara 10-
20 % dari populasi penelitian.
96
n=
1+ 96 ( 0,1 ) 2
96
n= =48 , 9 , disesuaikan oleh peneliti menjadi 49 respon
1 , 96
19
Definisi operasional merupakan bagian dari keputusan, didalam ilmu logika
merupakan urutan kedua (yaitu pengertian tentang fakta, kemudian
keputusan,pernyataan benar atau tidak, dan menyimpulkan, pembuktian atau
silogisme) ruang lingkup atau pengertian variable-variabel yang diamati atau
diteliti (Notoadmojo, 2014).
20
Tabel 3.1 Definisi Operasional
1 Independen : Dampak hospitalisasi terhadap anak Kuesioner tentang dampak hospitalisasi Kurang baik : <50 Ordinal
Hospitalisasi usia prasekolah yaitu berupa cemas pada anak sejumlah 25 dengan nilai Baik : > 51
Pada Anak disebabkan perpisahan, kehilangan terendah 25 dan tertinggi 75
Prasekolah control, luka pada tubuh dan rasa
sakit (rasa nyeri), gangguan fisik, 2. Sering
psikis, sosial dan adaptasi terhadap 3. Kadang-kadang
lingkungan. 4. Tidak pernah
2 Dependen : Tingkat kecemasan secara umum Hamilton Reting Sxale For Anxiety Hasil ukur tingkat Likert
Tingkat dibedakan menjadi kecemasan (HARS) merupakan instrument untuk kecemasan yang di
Kecemasan ringan, kecemasan sedang, mengukur tingkat kecemasan yang terdiri nilai dari total skor
kecemasan berat dan tingkat panik dari 14 pertanyaan sesuai dengan alat
ukur HARS yang
1. Perasaan cemas sudah baku yaitu :
2. Ketegangan
3. Ketakutan <14 : tidak ada
4. Gangguan tidur kecemasan
5. Gangguan kecerdasan 14-20:
6. Perasaan depresi kecemasan
7. Gejala somatic/fisik(otot) ringan
8. Gejala somatic/fisik(sensorik) 21-27:
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan kecemasan
pembuluh darah ) sedang
1
10. Gejala respirator ( pernafasan ) 28-41:
11. Gejala gastrointestinal kecemasan berat
12. Gejala urogenital (perkemihan dan 42-56:
kelamin ) kecemasan
13. Gejala autonomy sangat atau
14. Tingkah laku (sikap) pada panik
wawancara
2
3.6 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, menyelidiki suatu masalah atau mengumpulkan, mengolah,
menganalisis dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan
tujuan untuk menguji suatu hipotesis. Instrumen harus mencakup dan telah
dilakukan validitas dan reliabilitas instrumen sehingga hasil pengukuran dengan
instrumen yang valid dapat lebih akurat (Pamungkas & Usman, 2017).
Untuk variabel tingkat kecemasan menggunakan alat ukur kecemasan yang
disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu
yang mengalami kecemasan. Terdapat 14 symptoms yang nampak pada individu
yang mengalami kecemasan menurut skala HARS. Setiap item yang diobservasi
diberi 5 tingkatan skor, antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).
Sedangkan untuk variabel hospitalisasi menggunakan kuesioner/angket.
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal ia ketahui (Arikunto,
2010) total 25 pertanyaan yang dinilai dengan skor meliputi pilihan jawaban “Ya”
atau “Tidak” jika menjawab “Ya” diberi skor 2 sedangkan jika menjawab “Tidak”
diberi skor 1.
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:
1. Prosedur adminitrasi
a. Peneliti melakukan pengajuan permohonan kepada kepala prodi
keperawatan untuk pembuatan surat izin melakukan studi pendahuluan
dan penelitian yang ditunjukkam kepada RSUD Tarakan Jakarta .
b. Setelah mendapatkan surat izin pendahuluan, peneliti memberikan surat
tersebut pada bagian umum RSUD Tarakan Jakarta dan dilanjutkan
oposisi kebagian pendidikan.
c. Peneliti mengajukan surat permohonan kaji etik yang ditunjukkan kepada
dewan penegakan kode etik Universitas Esa Unggul. Penelitan ini telah
dinyatakan lolos kaji etik dan mendapatkan persetujuan dewan penegakan
kode etik Universitas Esa Unggul
d. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, serta melakukan studi
pendahuluan berupa pengumpulan data mengenai jumlah kecemasan pada
anak yang di rawat di ruang inap RSUD Tarakan Jakarta dari bulan
febuari 2022.
2. Prosedur teknis
a. Peneliti melakukan pemilihan responden, selanjutnya peneliti akan
memperkenalkan dan memberikan penjelasan mengenai maksud dan
tujuan prosedur dan waktu yang akan dilaksanakan.
1
b. Setelah memperkenalkan dan memberikan penjelasan, peneliti selanjutnya
meminta persetujuan kontrak waktu kapan mau dilakukan untuk di teliti .
2
variabel untuk persentase. Persentase distribusi frekuensi masing-masing variabel
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
ƒ = x /n x 100
%
Keterangan :
ƒ = frekuensi
x = jumlah yang didapat (variabel yang diteliti)
n = jumlah populasi
Keterangan :
p. = nilai korelasi spearman
3
d = selisih antara X dan Y
N = Jumlah pasangan (data)
3.8.3 Etika Penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting, karena akan berhubungan dengan manusia secara langsung
(Yurisa, 2008). Penelitian yang akan dilakukan berkaitan dengan subjek penelitian
sebagai pasien anak yang mengalami stress selama di rawat diruang rawat inap
RSUD Tarakan Jakarta . Berikut adalah beberapa etika yang harus diperhatikan
selama penelitian. Etika yang perlu dan harus diperhatikan adalah :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan
informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki
kebabasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan
prinsip menghormati harkat dan martabat manusia adalah peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri
dari :
a. Penjelasan manfaat penelitian
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidakanyamanan yang dapat
ditimbulkan
c. Jelaskan manfaat yang akan didapatkan.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
subyek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja.
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.
Dalam penelitian ini, peneliti perlu mempertimbangkan hak hak subjek
diwakili oleh orang tua dalam berpartisipasi selama kegitan penelitian.
Peneliti menyediakan informed concent untuk melindungi hak-hak sebagai
subjek.
4
subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification
number) sebagai pengganti identitas informan.
5
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Rizky Cintya, Anisa Oktiawati, and Lintang Dewi Saputri. 2015. “Teori
Dan Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak Dan Usia Remaja.”
Kyle, Terri, and Susan Carman. 2015. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri.” In .
EGC.
Pamungkas, Rian Adi, and Andi Mayasari Usman. 2017. Metodologi Riset
Keperawatan : Rian Adi Pamungkas, Andi Mayasari Usman ; Copy Editor,
Taufik Ismail. Jakarta : Trans Info Media.
Qomariah, Sitti Nur, Masniari Novita, and Erawati Wulandari. 2016. “Hubungan
Antara Pola Sidik Bibir Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember (The Correlation between Lip Prints
Pattern and Sexual Dimorphism on Students of Faculty of Dentistry, The
University of Jember).” Pustaka Kesehatan 4 (2): 385–93.
Kyle, Terri, and Susan Carman. 2015. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri.” In .
EGC.
Pamungkas, Rian Adi, and Andi Mayasari Usman. 2017. Metodologi Riset
Keperawatan : Rian Adi Pamungkas, Andi Mayasari Usman ; Copy Editor,
Taufik Ismail. Jakarta : Trans Info Media.
Qomariah, Sitti Nur, Masniari Novita, and Erawati Wulandari. 2016. “Hubungan
Antara Pola Sidik Bibir Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas
6
Kedokteran Gigi Universitas Jember (The Correlation between Lip Prints
Pattern and Sexual Dimorphism on Students of Faculty of Dentistry, The
University of Jember).” Pustaka Kesehatan 4 (2): 385–93.
Dewi, Rizky Cintya, Anisa Oktiawati, and Lintang Dewi Saputri. 2015. “Teori
Dan Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak Dan Usia Remaja.”
Kyle, Terri, and Susan Carman. 2015. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri.” In .
EGC.
Pamungkas, Rian Adi, and Andi Mayasari Usman. 2017. Metodologi Riset
Keperawatan : Rian Adi Pamungkas, Andi Mayasari Usman ; Copy Editor,
Taufik Ismail. Jakarta : Trans Info Media.
Qomariah, Sitti Nur, Masniari Novita, and Erawati Wulandari. 2016. “Hubungan
Antara Pola Sidik Bibir Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember (The Correlation between Lip Prints
Pattern and Sexual Dimorphism on Students of Faculty of Dentistry, The
University of Jember).” Pustaka Kesehatan 4 (2): 385–93.
7
Behrman, Kliegman, & Arvin. (2015). Ilmu Kesehatan Anak Nelson (15 ed.,
Vol. I). (Prof. Dr. dr. A Samik Wahab, SpA(K), Ed.) Jakarta: EGC.
Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
: Konsep, Proses & Praktik (7 ed., Vol. I). Jakarta: EGC.
8
Karling, Mats. 2006. Child behaviour and Pain after Hospitalization, Surgery and
Anaesthesia . Sweden.Print Media, Umeå diunduh 06-11-2014.
Safriani, and Fayudi Kurniawan. 2018. “Hubungan Peran Keluarga Dengan
Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah.” Golden Age:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
World Health Organization, Geneva et al. 2019. Geneva: World Health
Organization Trends in Maternal Mortality 2000 to 2017: Estimates by
WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank Group and the United Nations
Population Division
Noviati, Elis. 2018. “Hubungan Peran Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Anak Usia Sekolah Yang Mengalami Hospitalisasi.” (2017): 256–61.
Aizah, Siti. 2014. “Upaya Menurunkan Tingkat Stres Hospitalisasi Dengan
Aktifitas Mewarnai Gambar Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di Ruang
Anggrek RSUD Gambiran Kediri.” Ejornal Kedokteran Universitas
Airlangga 25(1): 6–10
Li, William H C et al. 2016. “Play Interventions to Reduce Anxiety and Negative
Emotions in Hospitalized Children.” BMC Pediatrics: 1–9.
http://dx.doi.org/10.1186/s12887-016-0570-5.
Alini. 2017. “Pengaruh Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap
Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3 - 6 Tahun) Yang Mengalami
Hospitalisasi Di Ruang Perawatan.
Ilmiasih, R. (2016). Pengaruh seragam perawat: rompi bergambar terhadap
kecemasan anak pra sekolah akibat hospitalisasi. Depok: Universitas
Indonesia.
Ester, Monica, & Supartini, Yupi. (2019). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan
Anak. EGC.
Stuart, Gail W. (2019). Buku saku keperawatan jiwa. EGC.
Weni. (2017). Pengaruh terapi bermain terhadap penurunan kecemasan anak
9
KUESIONER PENELITIAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK
USIA PRASEKOLAH YANG MENJALANI HOSPITALISASI
Hari/Tanggal :
Petunjuk pengisian :
10
LEMBAR OBSERVASI
DAMPAK HOSPITALISASI
NO PERTANYAAN YA TIDAK
11
sakit
19 Anak tampak merasa tegang selama di rumah sakit
20 Anak tampak cemas dan khawatir selama di rumah
sakit
21 Anak tampak takut akan keramaian dan orang banyak
22 Anak tampak gemetar dan gelisah selama di rumah
sakit
23 Anak tampak daya ingatnya menurun
24 Anak tampak berkeringat dan wajah pucat selama di
rumah sakit
25 Anak tampak susah tidur selama di rumah sakit
12
LAMPIRAN 2
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)
No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang
- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak
- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
- Sukar
Konsentrasi - Daya
13
Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari
7 Gejala Somatik (Otot)
- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
- Kaku
- Kedutan Otot
- Gigi Gemerutuk
- Suara Tidak Stabil
14
- Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12 Gejala Urogenital
- Sering Buang Air Kecil
- Tidak Dapat Menahan Air Seni
- Amenorrhoe
- Menorrhagia
- Menjadi Dingin (Frigid)
- Ejakulasi Praecocks
- Ereksi Hilang
- Impotensi
13 Gejala Otonom
- Mulut Kering
- Muka Merah
- Mudah Berkeringat
- Pusing, Sakit Kepala
- Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
- Gelisah
- Tidak Tenang
- Jari Gemetar
- Kerut Kening
- Muka Tegang
- Tonus Otot Meningkat
- Napas Pendek dan Cepat
- Muka Merah
Skor :
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = sedang
3 = berat
4 = berat sekali
Total Skor :
Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
14 – 20 = kecemasan ringan
21 – 27 = kecemasan sedang
28 – 41 = kecemasan berat
42 – 56 = kecemasan berat sekali
Skor Total =
15
16