Anda di halaman 1dari 39

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

DAMPAK HOSPITALISASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN


PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

Novi Melpriyana veronika


20170303020

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hospitalisasi atau perawatan rawat inap merupakan sebuah proses yang
direncanakan atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
untuk menjalani terapi dan perawatan sampai anak dipulangkan ke rumah
(Kuswanto, 2019). Anak - anak yang menjalankan hospitalisasi atau perawatan
rawat inap akan mengalami masalah sosial, psikologis dan pekembangan
disebabkan oleh tindakan medis atau treatmen akibat sakit yang dialami oleh anak
serta terjadinya perubahan lingkungan (Mucuk, 2017). Hal tersebut yang
umumnya menimbulkan trauma pada anak yang dimanifestasikan oleh anak
seperti cemas, sedih, marah, takut dan merasa bersalah (Safriani, 2018).
Kecemasan merupakan salah satu dampak dari hospitalisasi yang dialami
oleh anak. Kecemasan merupakan perasaan khawatiran yang berlebihan yang
sering terjadi berhari-hari, seperti gelisah, mudah lelah, gelisah, sulit
berkonsentrasi, dan ketegangan otot, serta gangguan tidur yang dapat
menyebabkan kecemasan (Noviati, 2018). Dampak hospitalisasi dan kecemasan
yang dialami oleh anak akan beresiko mengganggu tumbuh kembang anak dan
berdampak pada proses penyembuhan (Ester, 2019). Dampak lainnya yang
dialami anak yakni anak akan menolak perawatan dan pengobatan (Stuart, 2019).
Berdasarkan hasil data WHO (World Health Organization) tahun 2018 bahwa
3%-10% pasien anak yang di rawat di Amerika Serikat mengalami kecemasan
selama hospitalisasi. Angka kesakitan anak di Indonesia mencapai lebih dari 45%
dari jumlah keseluruhan populasi anak di Indonesia (Kemenkes RI, 2018).
Menurut hasil Susenas (2017) anak di Indonesia usia 0-17 tahun yang mengalami
keluhan kesehatan yaitu sebanyak 28.56%. Berdasarkan Survei Ekonomi Nasional
(SUSENAS) Tahun 2015, jumlah anak di Indonesia sebesar 72% dari jumlah total
penduduk Indonesia, dan diperkirakan 35% anak menjalani hospitalisasi dan 45%
diantaranya mengalami kecemasan. Respon kecemasan yang sering di alami anak
seperti menangis dan takut pada orang yang baru dikenalnya (Weni, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan (Ilmiasih, 2016) menunjukan dari 20
responden frekuensi tertinggi anak dengan tingkat kecemasan berat yaitu 14
responden (70%) dan frekuensi rendah anak dengan tingkat kecemasan sedang
yaitu 6 responden (30%).
Hasil penelitian yang dilakukan Januarsih, 2014 dalam Wahyuni (2016)
menunjukkan dari 20 responden frekuensi tertinggi anak dengan tingkat
kecemasan berat, yaitu sebanyak 14 responden (70%) dan frekuensi terendah anak
dengan tingkat kecemasan sedang, yaitu sebanyak 6 responden
(30%).Pengambilan data awal dilakukan di RSUD Tarakan Jakarta pada tanggal 3
febuari 2022 menunjukan bahwa total anak yang di rawat dari Tahun 2019 sampai

1
akhir tahun 2021 berjumlah 96 dengan anak usia prasekolah yang di rawat di
RSUD Tarakan Jakarta .
Kecemasan hospitalisasi biasanya terjadi pada anak dengan usia prasekolah
biasanya anak mengalami separation anxiety atau kecemasan perpisahan karena
anak harus berpisah dengan lingkungan yang dirasakan aman, nyaman, penuh
kasih sayang dan menyenangkan seperti lingkungan rumah, dan teman
sepermainannya. Hospitalisasi seringkali memberikan dampak traumatis pada
anak, perasaan takut, karena mereka berfikir akan disakiti dan menimbulkan
perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun keluarga sehingga diperlukan
proses penyesuaian diri untuk mengurangi, meminimalkan stress supaya tidak
berkembang menjadi krisis (Aizah, 2014)
Kecemasan yang dialami anak selama dilakukan tindakan keperawatan
dipengaruhi oleh kecemasan hospitalisasi, yang terdiri dari tiga fase. Pertama fase
protes, ditunjukkan dengan reaksi anak yaitu menangis, berteriak, mencari dan
memegang erat orangtua, menolak bertemu dan menyerang orang yang tidak
dikenal baik secara verbal maupun fisik. Kedua adalah fase putus asa yang
ditandai dengan anak tidak aktif, menarik diri dari orang lain, sedih, tidak tertarik
terhadap lingkungan, tidak komunikatif, dan menolak makan atau minum. Fase
ketiga yaitu fase penerimaan, anak mulai menunjukkan ketertarikan pada
lingkungan dan berinteraksi dangkal dengan orang lain atau perawat
(Hockenberry & Wilson, 2013)
Kecemasan akibat dampak hospitalisasi pada anak selain berpengaruh
terhadap kesehatan dan perkembangan anak juga berpengaruh terhadap
kecemasan orang tua, kecemasan tinggi yang dimiliki orang tua juga akan
berdampak terhadap tingkat kecemasan anak, sehingga anak merasa tidak aman
dan nyaman selama menjalani perawatan karena orang tua merupakan orang yang
paling dekat dengan anak (Noviati, 2018).
Berdasarkkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ramdaniati (2016)
menunjukkan bahwa persentase anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat di
rumah sakit sebanyak 52,38% sedangkan anak usia sekolah (7-11 tahun) yaitu
47,62%. Hal ini menunjukkan bahwa anak usia prasekolah lebih rentan terkena
penyakit serta terkejut dan cemas saat mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Sekitar 30 % minimal anak pernah mengalami perawatan di rumah sakit,
sementara itu sekitar 5 % pernah dirawat beberapa kali di rumah sakit (Kazemi et
al, 2012). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Dwiyanti (2019) menunjukan
bahwa setengah responden (68,2%) mengalami tingkat kecemasan sedang selama
hospitalisasi, menyebutkan juga bahwa anak mengalami kecemasan sedang
dikarenakan dalam proses hospitalisasi kecemasan yang timbul terkait dengan usia
anak prasekolah dan pengalaman dirawat di rumah sakit. Selain itu, penyebab
kecemasan pada anak yaitu anak takut terhadap setiap tindakan perawat pada saat
mengukur tanda-tanda vital dan tindakan invasif bila perawat datang anak terlihat
tegang, khawatir bahkan menangis. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Irma

2
(2018) menunjukan bahwa sebagian besar tingkat kecemasan anak adalah kategori
sedang yaitu sebanyak 16 orang (46%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
kecemasan yang dialami anak usia presekolah selama menjalani perawatan di
rumah sakit termasuk dalam kategori cemas sedang.
Berdasarkan dari data yang di peroleh dari RSUD Tarakan Jakarta
Sehubungan dengan latar belakang dan kondisi permasalahan tersebut di atas,
untuk mengetahui “Dampak hospitalisasi terhadap tingkat kecemasan pada
anak usia prasekolah ” maka perlunya dilakukan penelitian.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, makan rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah “bagaimana dampak hospitalisasi terhadap kecemasan anak usia
prasekolah ?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dampak hospitalisasi terhadap tingkat kecemasan pada anak
usia prasekolah.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik responden
b. Mengetahui tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah
c. Mengetahui dampak hospitalisasi pada anak usia prasekolah

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberi informasi kepada perawat
khususnya yang bertugas di ruang rawat anak bahwa perawat dapat memahami
masalah tingkat kecemasan pada anak dan mengetahui cara mengatasi dan
menangani kecemasan pada anak.
1.4.2 Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dalam menerapkan metodologi penelitian dan
memberikan asuhan keperawatan untuk mengurangi kecemassan hospitalisasi
pada anak.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Dapat menjadi acuan dalam pemberian pelayanan terhadap anak-anak terutama
yang mengalami kecemasan hospitalisasi dan dapat digunakan sebagai acuan
dalam penelitian lebih lanjut.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Pengertian Anak
Anak prasekolah merupakan anak yang memasuki periode usia antara 3
tahun sampai 6 tahun. Pada usia prasekolah kemampuan sosial anak mulai
berkembang, persiapan diri untuk memasuki dunia sekolah dan perkembangan
konsep diri telah mulai pada periode ini. Perkembangan fisik lebih lambat dan
relatif menetap. Keterampilan motorik seperti berjalan, berlari, melompat menjadi
semakin luwes tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna (Supartini, 2012)
Anak usia
prasekolah saat dirawat di rumah sakit akan menunjukkan reaksi berbeda
dan merasa cemas karena lingkungan rumah sakit yang tidak sama dengan
lingkungan rumah (Fradianto, 2014).
Pada masa usia prasekolah terjadi pertumbuhan yang stabil dan
peningkatan perkembangan seperti motorik, kognitif dan bahasa sangat
penting maka diperlukan pemantauan perkembangan secara optimal supaya
tidak terjadi kelainan tumbuh kembang anak. Anak yang sering mendapatkan
stimulasi atau terapi bermain tumbuh kembangnya lebih baik dan cepat dari
pada anak
yang kurang mendapatkan stimulasi atau terapi bermain (Medirisa, 2015).

2.1.2 Ciri-ciri Anak Usia Prasekolah


Ciri-ciri anak prasekolah meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif
anak yaitu:

1) Ciri fisik
Anak usia prasekolah umumnya sangat aktif dan sudah memiliki
penguasaan terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatannya sendiri.
Otot-otot besar pada anak prasekolah lebih berkembang dari kontrol
terhadap jari dan tangan. Namun anak masih mengalami kesulitan untuk
menfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya, itu
sebabnya koordinasi tangan dan mata masih kurang sempurna.
2) Ciri sosial
Anak usia prasekolah ini mudah besosialisasi dengan orang disekitarnya,
kelompok bermain cenderung kecil sebab itu anak sering berganti-ganti
kelompok, tetapi anak mempunyai sahabat yang berjenis kelamin sama.

4
Anak menjadi sangat mandiri, agresif secara fisik dan verbal, bermain
secara kerja sama.
3) Ciri emosional
Anak sering bersikap marah, iri hati dan cenderung mengeskspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka.
4) Ciri kognitif
Anak usia passekolah sudah pandai berbahasa dan senang berbicara,
sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka
perlu dilatih untuk menjadi pendengar yang baik (R. C. Dewi, Oktiawati,
and Saputri, 2015) .

2.1.3 Perkembangan Anak Usia Prasekolah


1) Perkembangan psikososial
Perkembangan psikososial pada anak prasekolah ini memiliki tugas yaitu
mengembangkan rasa inisiatif. Anak prasekolah memiliki rasa ingin tahu
atau penasaran dan begitu semangat untuk mempelajari hal-hal baru.
Anak akan merasa bangga ketika dapat berhasil melakukan kegiatan.
2) Perkembangan kognitif
Perkembangan kognitif anak prasekolah berada pada tahap
praoperasional. Pada tahap ini dibagi menjadi dua fase yaitu fase
prakonseptual dari pemikiran praoperasional, anak tetap bersifat egosentrik
dan mampu mendekati masalah hanya dari satu sudut pandang.
Sedangkan fase intuitif anak sudah dapat memahami menghitung,
menyebutkan warna, memahami konsep tentang waktu dan hal-hal
yang dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Perkembangan moral dan spiritual
Perkembangan moral adalah memahami kosep benar dan salah.
Berdasarkan teori Kohlberg anak yang berusia antara 2-7 tahun pada tahap
ini dicirikan dengan orientasi hukuman dan kepatuhan. Pada usia
prasekolah pengalaman anak tentang keyakinan agama didapatkan dari
orang-orang terdekat seperti orang tua atau pengasuh, anak akan mulai
mengetahui konsep Tuhan, ritual dan berdoa.
4) Perkembangan keterampilan motoric
Pada usia prasekolah memiliki dua keterampilan motorik yaitu
keterampilan motorik kasar dan keterampilan motorik halus. Pada
motorik kasar anak diharapkan gesit ketika berdiri, berjalan, berlari
dan melompat. Sedangkan keterampilan motorik halus anak diharapkan
mampu menggunting, menulis, menggambar (lingkaran, segitiga,
segiempat), menyalin dan mencetak beberapa huruf, menggambar seseorang
dengan tubuh. Selama usia prasekolah sistem muskuloskeletal terus
matang, keterampilan motorik halus yang sudah ada menjadi lebih
halus dan membentuk keterampilan halus yang baru. Pada usia ini

5
merupakan periode yang cukup penting untuk penghalusan keterampilan
motorik halus.
5) Perkembangan sensori
Pada perkembangan sensori usia prasekolah memiliki penglihatan warna dan
pendengaran yang utuh, indra pencium dan peraba juga terus berkembang.
6) Perkembangan komunikasi dan Bahasa
Pada usia prasekolah komunikasi anak bersifat konkreat dan sering
berbicara mimpi, untuk pencapaian bahasa anak prasekolah memungkinkan
mengekspresikan pikiran dan kreativitas.
7) Perkembangan emosional dan sosial
Pada aspek perkembangan sosial anak prasekolah harus mengembangkan
keterampilan seperti kerja sama, berbagi, membantu orang lain dan
berteman. Usia ini anak cenderung lebih menyukai bergaul dengan
teman sebayanya. Sedangkan pada aspek perkembanganemosional
anak prasekolah cenderung memiliki emosi yang kuat, misalnya mereka
dapat bergembira, senang, bahagia dan tiba-tiba merasakan sangat kecewa.
Dalam hal ini anak dapat mengekspresikan perasaanya dengan cara
bermain air, tanah liat, menggambar, mearnai dan lain-lain (Kyle and
Carman, 2015).

2.2 Hospitalisasi
2.2.1 Pengertian Hospitalisasi
Hosptalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis yang terjadi pada
anak. Hospitalisasi adalah suatu proses karena alasan berencana maupun darurat
yang mengharuskan anak untuk tinggal atau dirawat dirumah sakit. Kondisi
tersebut menjadi faktor stressor bagi anak, orang tua, maupun keluarga (Suparno
and Saprianto, 2019)
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang berencana
atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani
terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Selama proses
tersebut anak dan orangtua dapat mengalami kejadian yang menurut beberapa
penelitian ditunjukan dengan pengalaman traumatic dan penuh dengan stress.
Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah
(Qomariah, Novita, and Wulandari 2016).
Hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada anak. Anak harus
menghadapi lingkungan yang asing dan pemberi asuhan yang tidak dikenal.
Seringkali anak harus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri,
kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang tidak diketahui. Interpretasi
anak terhadap kejadian dan respon anak terhadap pengalaman selama dirawat
dirumah sakit akan diasumsikan sebagai pengalaman yang kurang baik, yang
secara tidak langsung akan mempengaruhi tingkat perkembangan anak. Pada saat
seperti itu perasaan anak akan penuh dengan beban emosional seperti rasa

6
cemas, ketakutan, perasaan rendah diri, perasaan marah, depresi, perasaan tidak
berdaya, ketergantungan yang berlebihan pada orang lain dan tidak mampu
berpikir dengan baik (Wahyuni, 2016).

2.2.2 Dampak Hospitalisasi


Dampak hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan anak menjadi takut,
rewel, cemas, panik dan gangguan tumbuh kembang dampak hospitalisasi juga
dapat berdampak kecemasan di pengaruhi oleh banyak faktor, baik dari faktor
petugas kesehatan maupun lingkungan, keluarga sering merasa cemas dengan
perkembangan anak, keadaan, pengobatan dan biyaya anaknya. Meskipun dampak
tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak secara psikologi anak akan merasa
perubahan perilaku dari orang tua yang mendapingi selama perawatan, hal ini
dapat berpengaruh pada proses penyembuhan yaitu menurunya respon imun hal
ini dibuktikan oleh (Robert, 2012). Dampak hospitalisasi terhadap anak usia
prasekolah menurut Nursalam (2013), sebagai berikut :
1. Cemas disebabkan perpisahan
Sebagian besar kecemasan yang terjadi pada anak pertengahan sampai anak
periode prasekolah khususnya anak berumur 6-30 bulan adalah cemas karena
perpisahan. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga perpisahan
dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan terhadap orang yang terdekat
bagi diri anak. Selain itu, lingkungan yang belum dikenal akan mengakibatkan
perasaan tidak aman dan rasa cemas.
2. Kehilangan control
Anak yang mengalami hospitalisasi biasanya kehilangan kontrol. Hal ini
terihat jelas dalam perilaku anak dalam hal kemampuan motorik, bermain,
melakukan hubungan interpersonal, melakukan aktivitas hidup sehari-hari
activity daily living (ADL), dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di
rumah sakit, anak akan kehilangan kebebasan pandangan ego dalam
mengembangkan otonominya. Ketergantungan merupakan karakteristik anak
dari peran terhadap sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
cara negatif, anak akan menjadi cepat marah dan agresif. Jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronis), maka anak
akan kehilangan otonominya dan pada akhirnya akan menarik diri dari
hubungan interpersonal.
3. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh, khususnya pengertian body boundaries
(perlindungan tubuh), pada kanak-kanak sedikit sekali berkembang.
Berdasarkan hasil pengamatan, bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut atau
suhu pada rektal akan membuat anak sangat cemas. Reaksi anak terhadap
tindakan yang tidak menyakitkan sama seperti tindakan yang sangat
menyakitkan. Anak akan bereaksi terhadap rasa nyeri dengan menangis,
mengatupkan gigi, menggigit bibir, menendang, memukul atau berlari keluar.

7
4. Dampak negatif dari hospitalisasi lainya pada usia anak prasekolah adalah
gangguan fisik, psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan.

2.2.3 Manfaat hospitalisasi


Hospitalisasi selain menyebabkan stress pada anak tetapi juga dapat
memberikan manfaat yang baik bagi anak, salah satunya yaitu menyembuhkan
anak, memberikan kesempatan anak untuk mengatasi stress yang dialami serta
dapat memberikan penglaman bersosialisasi dan memperluas hubungan
interpersonal mereka. Meskipun menimbulkan krisis pada anak, hospitalisasi yang
dijalani oleh anak dapat membuat meraka bisa menangani masalah yang mereka
alami. Manfaat psikologis yang di dapat keluarga yakni meningkatkan dan
memperkuat koping keluarga. Manfaat psikologis ini perlu ditingkatkan dengan
melakukan berbagai cara (Suprapto, 2017) diantaranya adalah :
1. Membantu mengembangkan hubungan orang tua dengan anak
Ketika berada di Rumah Sakit kedekatan anak dan orang tua akan nampak
terlihat jelas. Kejadian yang di alami anak ketika menjalani hospitalisasi akan
membuat orang tua sadar dan memberikan kesempatan orang tua untuk lebih
memahami anak yang sedang mengalami stess. Sehingga orang tua akan lebih
memperhatikan anak dan memberikan dukungan kepada anak untuk siap
menghadapi hospitalisasi.
2. Menyediakan kesempatan belajar
Sakit dan harus dirawat di Rumah Sakit akan membuat anak dan orang tua
belajar tentang tubuh mereka dan profesi kesehatan. Anak- anak yang lebih
besar dapat belajar tentang penyakit dan memberikan pengalaman terhadap
professional kesehatan sehingga dapat membantu dalam memilih pekerjaan
yang nantinya akan menjadi keputusannya. Bagi orang tua mereka belajar
tentang kebutuhan anak, kemandirian, kenormalan serta keterbatasan. Untuk
keduanya akan menemukan sistem support yang baru dari staf Rumah Sakit.
3. Meningkatkan penguasaan diri
Pengalaman yang dialami anak ketika menjalani hospitalisasi dapat
memberikan penguasaan diri kepada anak, yaitu anak akan menyadari bahwa
mereka tidak disakiti tapi mereka dicintai dirawat, dan diobati dengan sepenuh
hati.
4. Menyediakan lingkungan sosialisasi
Hospitalisasi dapat memberikan kesempatan pada anak dan orang tua untuk
penerimaan sosial. Mereka akan merasakan bahwa tidak hanya mereka yang
mengalami krisis namun orang lain juga ikut merasakannya. Anak dan orang
tua menemukan kelompok sosial yang baru yang juga memiliki masalah sama
sehingga memungkinkan mereka untuk saling berinteraksi, bersosialisasi satu
sama lain.

8
2.2.4 Faktor-Faktor kecamasan Hospitalisasi
1. Faktor Lingkungan rumah sakit
Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut
pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah
yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang
khas, dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun
orang tua. (Norton, 2016).
2. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan
seharihari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan
anggota keluarga lainnya (Pelander, 2015).
3. Faktor kurangnya informasi
Kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan
menjalani hospitalisasi. Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi
merupakan hal yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika
menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai
prosedur yang dilakukan (Gordon et al, 2014).
4. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti
tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu
kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan
(Price & Gwin,, 2005).
5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin
kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander, 2010).
6. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit
Mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif,
bahasa dan komunikasi (Pena, 2011).

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anak Dalam Bereaksi Terhadap


Hospitalisasi
1. Umur dan perkembangan kognitif
Hospitalisasi dan faktor-faktor yang terkait lebih mempengaruhi anak-anak
dibanding dengan orang dewasa. Anak-anak memang jelas tidak memiliki
kemampuan emosi dan kognitif yang setara dengan orang dewasa.
2. Kecemasan Orangtua
Orang tua dan anak mengalami kecemasan saat anak dihospitalisasi.
Kecemasan yang terjadi pada orang tua ini dapat meningkatkan kecemasan
anak. Orang tua kadang tidak menjawab pertanyaan anak dan tidak
menjelaskan yang sebenarnya karena khawatir anak menjadi takut dan cemas.

9
Orang tua takut membuat bingung anak dan menurunkan tingkat kepercayaan
anak. (James, 2007)
3. Persiapan anak dan orang tua
Metode yang dapat dilakukan untuk menyiapkan anak dalam menjalani
hospitalisasi adalah mengerti kebutuhan tentang dari anak tersebut. Petugas
kesehatan harus mempertimbangkan umur, tingkat perkembangan,
keterlibatan keluarga, waktu, status fisik dan psikologi anak, faktor sosial
budaya dan pengalaman terhadap sakit maupun pengalaman merawat anak.
(James, 2007)
4. Ketrampilan koping anak dan keluarga
Koping merupakan suatu proses dalam menghadapi kesulitan untuk
mendapatkan penyelesaian masalah. Koping anak terhadap hospitalisasi
dipengaruhi oleh usia, persepsi terhadap kejadian yang dialami, hospitalisasi
sebelumnya dan dukungan dari berbagai pihak. (James, 2007)

2.2.6 Penyebab kecemasan Hospitalisasi


Kecemasan yang dapat terjadi pada anak merupakan sebuah akibat perubahan dari
keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan dan anak memiliki sejumlah
keterbatasan mekanisme koping untuk menyelesaikan masalah ataupun kejadian-
kejadian yang bersifat menekan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
adalah kurang kendali akan peningkatan fisik persepsi ancaman dan dapat
mempengaruhi keterampilan koping anak-anak, efek cahaya, suara dan bau yang
berlebihan mengganggu stimulasi sensorik, dan ketergantungan diskusi dengan
kelompok usianya. faktor resiko yang meningkatkan kerentanan anak terhadap
kecemasan hospitalisasi adalah temperamen sulit, ketidaksesuaian anak dengan
orang tua, jenis kelamin laki-laki, kecerdasan dibawah rata-rata (Hockenberry,
2011).
2.2.7 Reaksi Psikologis Anak Terhadap Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap hospitalisasi dimulai saat sebelum masuk rumah sakit,
selama hospitalisasi, dan setelah pulang dari rumah sakit. Perubahan perilaku
temporer dapat terjadi selama anak dirawat di rumah sakit sampai pulang dari
rumah sakit. Perubahan ini disebabkan oleh :
1. Perpisahan dari orang-orang terdekat
2. Hilangnya kesempatan untuk membentuk hubungan baru, dan
3. Lingkungan yang asing ( Wong, 2012).
Kekhawatiran yang paling sering dikeluhkan anak yang dirawat inap adalah :
1. Kecemasan, karena perpisahan dari keluarga dan teman-temannya,
2. ketakutan terhadap orang dan lingkungan yang asing,
3. ketidakpastian tentang peraturan rumah sakit dan harapan,
4. persepsi sebelum hospitalisasi,
5. ketakutan terjadi mutilasi anggota tubuh atau kematian,
6. ketakutan terhadap rasa nyeri dan ketidaknyamanan,

10
7. pikiran bahwa hospitalisasi sebagai hukuman,
8. kehilangan kontrol emosi dan fisik,
9. persepsi tentang perubahan fisik,
10. kehilangan kemandirian dan identitas,
11. takut ditolak . Hampir semua, rumah sakit adalah lingkungan asing yang
mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. (Berz, 2000). Dampak hospitalisasi
selain cemas perpisahan, juga dapat berupa regresi dan adanya rasa malu.
2.2.8 Pencegahan
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh petugas medis dalam memberikan
pencegahan dampak hospitalisasi pada anak, adalah :
1. Persiapan hospitalisasi
Proses persiapan hospitalisasi yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian
informasi secara verbal dan tertulis, kunjungan keliling rumah sakit,
pertunjukan menggunakan boneka dan permainan yang menggunakan
miniatur peralatan rumah sakit yang nanti akan dijumpai anak pada saat proses
pengobatan. Persiapan bisa juga menggunakan buku-buku, video atau film
yang menceritakan seputar kondisi di rumah sakit. (Bonn et al. , 2010)
2. Mencegah dan mengurangi perpisahan
Kehadiran orang tua setiap saat dapat membantu mengurangi kecemasan anak.
Orang tua diharapkan terlibat dalam aktivitas pengobatan sehingga orang tua
dapat berpartisipasi terhadap pengobatan. (Wong, 2012) Lingkungan yang
akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang
tua tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-
barang kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit seperti selimut, alat bermain,
botol, peralatan makan, atau pakaian.(Price, 2005)
3. Mencegah kehilangan kontrol
Kehilangan kontrol dapat terjadi akibat perpisahan, restriksi fisik dan
perubahan rutinitas. Kehilangan kontrol dapat dicegah dengan meningkatkan
kebebasan bergerak, mempertahankan rutinitas anak, mendorong kemandirian
dan meningkatkan pemahaman. (Wong, 2012)
4. Mencegah dan mengurangi ketakutan akan cedera tubuh dan nyeri
Anak akan dihantui rasa takut akan mengalami cedera tubuh dan nyeri dalam
menghadapi prosedur yang menyakitkan. Tehnik manipulasi prosedural untuk
setiap kelompok umur dapat mengurang ketakutan terhadap cedera tubuh.
Intervensi yang paling mendukung adalah dengan prosedur secepat mungkin
dan mempertahankan kontak orang tua dengan anak. (Wong, 2012)
5. Penataan Ruang Rawat Inap dan Ruang Bermain di Rumah Sakit
Anak yang sakit dimungkinkan dirawat di rumah sakit khusus anak atau di
rumah sakit umum yang memiliki fasilitas ruangan khusus untuk anak. Perlu
mempertimbangkan kebutuhan dan perkembangan anak, dengan
mempersiapkan sarana di unit perawatan anak dengan perabotan yang
berwarna cerah dan sesuai dengan usia anak, dekorasi ruangan yang menarik

11
dan familiar bagi anak, serta adanya ruang bermain yang dilengkapi berbagai
macam alat bermain (Price, 2005).

2.2.9 Penanganan Dampak Hospitalisasi


1. Terapi Bermain
Melalui bermain dapat mengetahui persepsi seorang anak ketika hospitalisasi.
Bermain juga bagi seorang anak adalah suatu kesempatan untuk
menghilangkan stres, ketika berada ditempat dimana dia merasa tidak berdaya
dan cemas. Melalui bermain, terutama dengan peralatan medis, anak dapat
mengembangkan rasa kontrol. Terapi bermain terdiri dari aktivitas-aktivitas
yang tergantung dengan kebutuhan perkembangan anak maupun lingkungan
seperti ketika dihospitalisasi, dan dapat disampaikan dalam berbagai bentuk
yang di antaranya adalah pertunjukan wayang interaktif, seni ekspresi atau
kreatif, permainan boneka, dan lain-lain permainan yang berorientasi
pengobatan (Koller,2008). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
terapi bermain adalah efektif dalam menurunkan kecemasan dan ketakutan
anak pada saat harus segera masuk rumah sakit untuk operasi dan pada saat
keluar dari rumah sakit (Koller, 2008).
2. Terapi Badut
Terapi Badut di bagian anak adalah bermain dengan lemah lembut dan penuh
tawa bersama anak-anak yang menderita sakit sehingga mereka dapat
mengekspresikan emosinya, memenuhi rasa kontrol dan dapat berinteraksi
sosial selama hospitalisasi. Terapi Badut bertujuan untuk mengurang stres
anak dan keluarga selama rawat inap dan menjalani pengobatan. (Koller,
2008)
3. Terapi Musik
Terapi musik adalah salah satu metode yang dilakukan untuk mengurangi stres
pada anak yang mengalami hospitalisasi. Berbagai penelitian telah
menunjukkan efek fisologis dan psikologis dari musik terhadap anak yang
mengalami hospitalisasi. ( Berz, 2000).
4. Penggunaan premedikasi ansiolitik dan sedatif
Tujuan premedikasi dengan sedatif adalah menurunkan kecemasan anak saat
akan dilakukan induksi anestesi, terutama pada penggunaan masker. Efek
premedikasi telah dipelajari baik secara tunggal maupun berkaitan dengan
intervensi lain seperti kehadiran orang tua atau program persiapan. Midazolam
digunakan untuk menurunkan kecemasan pada saat induksi anestesi (Karling, ,
2006).

2.3 Kecemasan
2.3.1 Definisi kecemasan
Kecemasan (ansietas) merupakan sebuah emosi dan pengalam subjektif dari
seseorang. Pengertian lain dari cemas adalah suatu keadaan yang membuat

12
seseorang tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi cemas
berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya (Kusumawati,
2010). Feist (2009) mendefinisikan kecemasan adalah situasi yang menyebabkan
suasana hati yang tidak menyenangkan yang diikuti sensasi fisik untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga
dapat mersepon secara adaptif. Kecemasan juga diartikan sebagai perasaan tidak
nyaman atau ketakutan yang tidak jelas, gelisah, disertai respon otonom (sumber
terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan yang was –
was untuk
mengatasi bahaya. Kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang berlebihan
disertai gejala somatik yang akan menimbulkan gangguan sosial (Mansjoer,
2009).

2.3.2 Penyebab kecemasan


Hal lain yang menyebabkan anak mengalami kecemasan pada saat proses
hospitalisasi adalah anak harus menerima perawatan dan investigasi. Ketika
menerima perawatan anak biasanya takut pada proses-proses yang harus
dijalaninya, seperti proses operasi, penyuntikan, mutilasi, dan mengkonsumsi
obat-obatan secara rutin. Ketakutan selama proses perawatan juga bisa
diakibatkan karena adanya bayangan tentang rasa nyeri, perubahan tentang
penampilan tubuh, dan kecemasan akan kematian ( Pieter, 2011)

2.3.3 Klasifikasi kecemasan


Kusumawati, (2010) mengklasifikasikan tingkat kecemasan menjadi empat,
yaitu :
1. Kecemasan ringan
a. Individu waspada
b. Lapang persepsi luas
c. Menajamkan indra
d. Dapat memotivasi individu untuk belajardan mampu memecahkan
masalah secara efektif
e. Menghasilkan pertumbuhan dan kreatif
2. Kecemasan sedang
a. Individu hanya fokus pada pikiran yang menjadi perhatiannya
b. Terjadi penyempitan lapang persepsi
c. Masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
3. Kecemasan berat
a. Lapangan persepsi individu sangat sempit
b. Perhatian hanya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir
tentang hal – hal yang lain.
c. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu
banyak perintah/arahan untuk fokus pada daerah yang lain.

13
4. Tingkat panik
a. Individu kehilangan kendali diri dan detil
b. Detil perhatian hilang
c. Tidak bisa melakukan apapun meskipun dengan perintah
d. Terjadi peningkatan aktivitas motorik
e. Berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain.
f. Penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu
berfungsi secara efektif.
g. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

2.3.4 Tanda dan Gejala Kecemasan


menyebutkan tanda dan gejala kecemasan berupa was-was, tegang terus
menerus, dan tidak mau berlaku santai, bicara cepat tetapi terputus-putus/nadi
lebih cepat, kaki dan tangan dingin, memar pada jari-jari tangan. Selain itu
yang memanifestasi gejala kecemasan dikategorikan menjadi gejala fisiologi,
gejala emosional, dan gejala kognitif dapat dijelaskan (Helena,2014)
a. Gejala fisiologi merupakan gejala peningkatan frekuensi nadi, tekanan
darah, frekuensi nafas, keluar keringat berlebih, suara bergetar, gemetar,
palpitasi, mual dan muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan,
kelemahan, pucat pada wajah, mulut kering, sakit badan dan nyeri,
(khususnya dada, punggung dan leher), gelisah, pingsan atau pusing,
parastesia, rasa panas dan dingin.
b. Gejala emosional berupa rasa ketakutan, tidak berdaya, gugup,
kehilangan kontrol, tegang, tidak dapat rileks, individu memperlihatkan
peka terhadap rangsangan/tidak sabar, marah, menangis, cenderung
menyalahkan orang lain, reaksi terkejut, mengkritik diri sendiri dan orang
lain, menarik diri, kurang inisiatif, dan mengutuk diri sendiri.
c. Gejala kognitif berupa ketidakmampuan berkonsentrasi, kurangnya
orientasi lingkungan, pelupa, termenung, ketidakmampuan mengingat
dan perhatian berlebih.

2.3.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan


Faktor-faktor yang memiliki dampak besar pada kemampuan anak untuk
menghadapi penyakit dan hospitalisasi sehingga dapat meningkatkan atau
menghilangkan kekuatan anak yang sedang sakit dan dihospitalisasi (Kyle
and Carman 2015)
1. Frekuensi perpisahan dari orang tua Perpisahan merupakan hal yang
sangat sulit bagi orang tua. Anak pada tahap protes sangat sulit sekali
untuk ditinggalkan. Orang tua sering mencari alasan untuk dapat
meninggalkan anaknya sebentar, tetapi orang tua selalu khawatir mengenai
perilaku anak setelah ditinggalkan

14
2. Usia Anak usia prasekolah menerima keadaan masuk rumah sakit dengan
rasa ketakutan. Anak yang sangat ketakutan dapat menampilkan perilaku
agresif, dari menggigit, menendang-nendang, bahkan berlari keluar
ruangan. Sebagian anak menganggap masuk rumah sakit sebagai hukuman
sehingga timbul perasaan malu dan bersalah, dipisahkan, merasa tidak
aman, dan kemandiriannya terhambat
3. Tingkat Perkembangan Status kesehatan dapat dipengaruhi oleh faktor
perkembangan yang berarti bahwa perubahan status kesehatan dapat
ditentukan oleh faktor usia, misalnya pertumbuhan dan perkembangan.
Proses perkembangan dimulai dari usia bayi sampai usia lanjut dengan
pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda
4. Tingkat Kognitif Anak yang dirawat di rumah sakit sebagian besar
mempunyai rasa takut pada bahaya yang ditimbulkan terhadap tubuhnya,
staf medis dan tindakan medis lainnya. Ketakutan ini akan mengganggu
anak untuk menerima intervensi keperawatan seperti misalnya pengukuran
tanda-tanda vital
5. Pengalaman sebelumnya dengan penyakit dan hospitalisasi Anak pada
umumnya kurang memiliki pemahaman dan pengalaman tentang penyakit,
hospitalisasi, dan prosedur rumah sakit yang berkontribusi pada tingkat
ansietas anak
6. Stres dan perubahan kehidupan saat ini Beberapa orang berpikir bahwa
hospitalisasi hanya menyebabkan dampak negatif terhadap status
psikologis. Pada kenyataannya ada manfaat psikologis dari penyakit dan
hospitalisasi yaitu dapat meningkatkan perkembangan yang aktual dari
keterampilan manajemen diri anak dan meningkatkan harga diri. Anak
lebih percaya diri dalam mengurangi kecemasan selama dihospitalisasi dan
lebih mampu untuk melakukan perawatan diri sendiri

2.3 Kerangka Teori


Kerangka Teori merupakan suatu perangkat konsep, definisi, dan proporsi yang
memiliki fungsi melihat fenomena secara spesifik dan sistematis (Sugiyono,
2017). Menurut Marx dan Goodseon dalam Sugiyono, 2017 menyatakan bahwa
teori adalah aturan yang menjelaskan seperangkat konsep yang berkaitan dengan
beberapa fenomena alamiah. Fungsi teori diantaranya dapat menjadi pendorong
untuk menyusun hipotesa dan membimbing peneliti untuk menemukan jawaban
(Saebani & Sutisna, 2018).

15
Skema 1. Kerangka Teori

INPUT PROSES OUTPUT

Hospitalisasi Gejala emosional Tingkat Kecemasan

Rasa ketakutan, tidak  Kecemasan


 Faktor Lingkungan rumah berdaya, gugup, kehilangan ringan
sakit kontrol, tegang, tidak dapat  Kecemasan
 Faktor Berpisah dengan rileks, individu sedang
orang yang sangat berarti memperlihatkan peka  Kecemasan
 Faktor kurangnya informasi terhadap rangsangan/tidak berat
 Faktor kehilangan sabar, marah, menangis,  Tingkat panik
kebebasan dan kemandirian cenderung menyalahkan
 Faktor pengalaman yang orang lain, reaksi terkejut,
berkaitan dengan pelayanan mengkritik diri sendiri dan
kesehatan orang lain, menarik diri,
 Faktor perilaku atau kurang inisiatif, dan
interaksi dengan petugas mengutuk diri sendiri.
rumah sakit

Anak Usia Prasekolah


Sumber :
Norton, 2016 ; Pelander, 2015; Gordon et al, 2014; Price & Gwin,2005 ;
Pelander, 2010 ; Pena, 2011; Helena,2014; Kusumawati,2010.

2.4 Hipotesis Penelitian

16
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel
yang merupakan jawaban penelitian mengenai kemungkinan hasil penelitian.
Pembuktian hipotesis dilakukan dengan cara uji statistik yang relevan. Uji statistik
dalam hal ini untuk menentukan apakah hipotesis yang diajukan ditolak atau
diterima (Dharma, 2011).

Ha : Terdapat dampak hospitalisasi terhadap kecemasan anak usia prasekolah

Ho : Tidak terdapat dampak hospitalisasi terhadap kecemasan pada anak usia


prasekolah

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada bab ini membahas Desain penelitian, objek penelitian populasi dan sampel,
tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, tehnik pengumpulan data, prosedur
pengumpulan data, kerangka konsep, dan definisi operasional.

3.1 Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan rancangan analitik yaitu mencari
hubungan antara variabel bebas ( dampak hospitalisasi pada anak prasekolah)
dengan variabel terikat ( tingkat kecemasan ) . Penelitian ini menggunakan
metode cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah suatu penelitian untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan
cara pendekatan, observasional, atau pengumpulan data. Penelitian cross-sectional
hanya mengobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel
subjek pada saat penelitian (Notoatmojo, 2010). Sehingga bertujuan untuk
mengtahui hubungan tingkat kecemasan pada anak usia prasekolah dengan
hospitalisasi di RSUD Tarakan Jakarta

3.2 Kerangka Konsep


Kerangka konsep dapat diartikan sebagai suatu susunan konstruksi logika
dengan tujuan menjelaskan setiap variabel yang akan diteliti, memudahkan
peneliti dalam mengidentifikasi setiap variabel. Selain itu kerangka konsep dapat
membuat fokus peneliti lebih terarah sehingga memudahkan peneliti dalam
menyusun hipotesis penelitian (Pamungkas, 2017)
Variabel Independen Variabel Dependen

Dampak Hospitalisasi
Pada Anak Prasekolah Tingkat Kecemasan

17
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
1) Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Tarakan Jakarta
2) Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan febuari 2022.

3.4 Populasi dan Sampel


3.4.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah anak usia prasekolah 3-6 Tahun sesuai dengan
pengambilan data awal di RSUD Tarakan Jakarta yaitu sebanyak 96 anak yang
mengalami infeksi dan di rawat di RSUD Tarakan Jakarta . Populasi hospitalisasi
dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan pada anak yang dirawat di ruang
rawat inap RSUD Tarakan Jakarta .
1. Populasi Target
Populasi target dalam penelitian ini adalah semua anak rawat inap
2. Populasi Terjangkau di RSUD Tarakan Jakarta
Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua anak yang rawat inap di
RSUD Tarakan Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi .

3.4.2. Sampel

a. Sampel
Adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
meskipun sampel hanya merupakan bagian bagian dari populasi, kenyataan-
kenyataan yang diperoleh dari sampel itu harus dapat menggambarkan dalam
populasi (Sugiyono, 2014). Sampel pada penelitian ini adalah anak usia
prasekolah yang mengalami hospitalisasi atau yang sedang mengalami rawat
inap di RSUD Tarakan Jakarta yang di pilih berdasarkan kriteria inklusi dan
ekslusi .

b. Sampling
Pengambilan sampel dilakukan purposive sampling yaitu teknik penarikan
sampel yang di dasarkan pada kriteria-kriteria tertentu yang telah di tetapkan
oleh peneliti, teknik ini digunakan karena tidak semua sampel memiliki
kriteria yang sesuai dengan fenomena yang diteliti.
Pada penelitian ini, kriteria inklusi yang ditetapkan adalah :
1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
 Anak yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit infeksi
 Anak usia sekolah 3-6 tahun yang di damping orang tua

18
 Orang tua bersedia menjadi anaknya menjadi responden
2. Kriteria Ekslusi dari penelitian ini adalah :
 Anak berkebutuhan khusus

Adapun penelitian ini menggunakan rumus slovin karena dalam penarikan


sampel, jumlahnya harus representative agar hasil penelitian dapat
digeneralisasikan dan perhitungannya pun tidak memerlukan tabel jumlah
sampel, namun dilakukan dengan rumus dan perhitungan sederhana. Rumus
slovin untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut :

Keterangan :

n = Ukuran sampel/ jumlah responden

N = Ukuran populasi

E = Presentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel


yang masih ditoleran ; e= 0,1

Dalam rumus Slovin, ada ketentuan sebagai berikut :

Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar

Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari Teknik Solvin adalah antara 10-
20 % dari populasi penelitian.

Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 96 anak, sehingga


presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil perhitungan
dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian, maka untuk mengetahui sampel
penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut :

96
n=
1+ 96 ( 0,1 ) 2

96
n= =48 , 9 , disesuaikan oleh peneliti menjadi 49 respon
1 , 96

Berdasarkan perhitungan diatas sampel yang mejadi responden dalam


penelitian ini di sesuaikan menjadi sebanyak 49 respon atau sekitar 51% dari
seluruh total pasien anak prasekolah dengan penyakit infeksi.

3.5 Definisi Oprasional Variabel

19
Definisi operasional merupakan bagian dari keputusan, didalam ilmu logika
merupakan urutan kedua (yaitu pengertian tentang fakta, kemudian
keputusan,pernyataan benar atau tidak, dan menyimpulkan, pembuktian atau
silogisme) ruang lingkup atau pengertian variable-variabel yang diamati atau
diteliti (Notoadmojo, 2014).

20
Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Independen : Dampak hospitalisasi terhadap anak Kuesioner tentang dampak hospitalisasi  Kurang baik : <50 Ordinal
Hospitalisasi usia prasekolah yaitu berupa cemas pada anak sejumlah 25 dengan nilai  Baik : > 51
Pada Anak disebabkan perpisahan, kehilangan terendah 25 dan tertinggi 75
Prasekolah control, luka pada tubuh dan rasa
sakit (rasa nyeri), gangguan fisik, 2. Sering
psikis, sosial dan adaptasi terhadap 3. Kadang-kadang
lingkungan. 4. Tidak pernah

2 Dependen : Tingkat kecemasan secara umum Hamilton Reting Sxale For Anxiety Hasil ukur tingkat Likert
Tingkat dibedakan menjadi kecemasan (HARS) merupakan instrument untuk kecemasan yang di
Kecemasan ringan, kecemasan sedang, mengukur tingkat kecemasan yang terdiri nilai dari total skor
kecemasan berat dan tingkat panik dari 14 pertanyaan sesuai dengan alat
ukur HARS yang
1. Perasaan cemas sudah baku yaitu :
2. Ketegangan
3. Ketakutan  <14 : tidak ada
4. Gangguan tidur kecemasan
5. Gangguan kecerdasan  14-20:
6. Perasaan depresi kecemasan
7. Gejala somatic/fisik(otot) ringan
8. Gejala somatic/fisik(sensorik)  21-27:
9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan kecemasan
pembuluh darah ) sedang

1
10. Gejala respirator ( pernafasan )  28-41:
11. Gejala gastrointestinal kecemasan berat
12. Gejala urogenital (perkemihan dan  42-56:
kelamin ) kecemasan
13. Gejala autonomy sangat atau
14. Tingkah laku (sikap) pada panik
wawancara

Masing-masing pertanyaan di nilai


berdasarkan kriteria :

 0: Tidak ada gejala |


1: Satu gejala dari pilihan yang ada
 2: Separuh dari gejala yang ada
 3: Lebih dari separuh gejala yang
ada
 4: Semua gejala ada

2
3.6 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian yaitu alat yang digunakan untuk mengumpulkan,
memeriksa, menyelidiki suatu masalah atau mengumpulkan, mengolah,
menganalisis dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan
tujuan untuk menguji suatu hipotesis. Instrumen harus mencakup dan telah
dilakukan validitas dan reliabilitas instrumen sehingga hasil pengukuran dengan
instrumen yang valid dapat lebih akurat (Pamungkas & Usman, 2017).
Untuk variabel tingkat kecemasan menggunakan alat ukur kecemasan yang
disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu
yang mengalami kecemasan. Terdapat 14 symptoms yang nampak pada individu
yang mengalami kecemasan menurut skala HARS. Setiap item yang diobservasi
diberi 5 tingkatan skor, antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).
Sedangkan untuk variabel hospitalisasi menggunakan kuesioner/angket.
Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal ia ketahui (Arikunto,
2010) total 25 pertanyaan yang dinilai dengan skor meliputi pilihan jawaban “Ya”
atau “Tidak” jika menjawab “Ya” diberi skor 2 sedangkan jika menjawab “Tidak”
diberi skor 1.
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:

1. Prosedur adminitrasi
a. Peneliti melakukan pengajuan permohonan kepada kepala prodi
keperawatan untuk pembuatan surat izin melakukan studi pendahuluan
dan penelitian yang ditunjukkam kepada RSUD Tarakan Jakarta .
b. Setelah mendapatkan surat izin pendahuluan, peneliti memberikan surat
tersebut pada bagian umum RSUD Tarakan Jakarta dan dilanjutkan
oposisi kebagian pendidikan.
c. Peneliti mengajukan surat permohonan kaji etik yang ditunjukkan kepada
dewan penegakan kode etik Universitas Esa Unggul. Penelitan ini telah
dinyatakan lolos kaji etik dan mendapatkan persetujuan dewan penegakan
kode etik Universitas Esa Unggul
d. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, serta melakukan studi
pendahuluan berupa pengumpulan data mengenai jumlah kecemasan pada
anak yang di rawat di ruang inap RSUD Tarakan Jakarta dari bulan
febuari 2022.
2. Prosedur teknis
a. Peneliti melakukan pemilihan responden, selanjutnya peneliti akan
memperkenalkan dan memberikan penjelasan mengenai maksud dan
tujuan prosedur dan waktu yang akan dilaksanakan.

1
b. Setelah memperkenalkan dan memberikan penjelasan, peneliti selanjutnya
meminta persetujuan kontrak waktu kapan mau dilakukan untuk di teliti .

3.7 Pengolahan Data


Pengolahan data adalah serangkaian proses untuk memperoleh informasi
data yang dibutuhkan dari data tersebut dengan menggunakan rumus tertentu.
Beberapa tahap pengolahan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Pemeriksaan Data (Editing)
Peneliti melakukan pemeriksaan data yang diperoleh dengan cara
memeriksa dan mengecek kembali lembar pemeriksaan yang telah diisi.
Pengecekan satu per satu lembar pemeriksaan dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui kelengkapan dan kebenaran data dari hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan kepada diabetisi. Jika terdapat hasil pemeriksaan yang
tidak lengkap, maka lembar pemeriksaan tersebut akan dikeluarkan.
b) Pemberian kode (Coding)
Hasil jawaban yang sudah diperoleh kemudian diklasifikasikan ke dalam
kategori yang telah ditentukan dengan cara memberi tanda atau kode
berbentuk angka pada masing-masing jawaban.
c) Pengolahan Data (processing)
Peneliti melakukan processing data agar dapat dianalisis. Pada tahap ini
jawaban-jawaban responden yang telah diberikan kode angka dimasukkan
ke dalam software komputer berupa program statistik pengolah data yaitu
SPSS.
d) Pembersihan Data (Cleaning)
Cleaning merupakan teknik pembersihan data, dengan melihat variabel
apakah data sudah benar atau belum. Data yang sudah dimasukkan diperiksa
kembali dari kemungkinan data yang belum di entry.

3.8 Teknik Analisa Data


Analisis data dari suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui makna yang
ada di dalam hasil olahan data. Sebelum dilakukan analisa data dilakukan
pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data. Data selanjutnya diberi kode,
ditabulasi dan dimasukkan ke dalam komputer.

3.8.1 Analisis Univariat


Analisa univariat bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan
proporsidari variabel-variabel guna mendapatkan data variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen) yaitu data disajikan dalam bentuk
tabel. Analisa dilakukan dengan cara mentabulasi data terlebih dahulu sehingga
diperoleh total nilai dari semua item kemudian ditentukan presentasenya dengan
menggunakan rumus. Data yang diolah menggunakan SPSS Versi 20, kemudian
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berdasarkan masing-masing

2
variabel untuk persentase. Persentase distribusi frekuensi masing-masing variabel
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ƒ = x /n x 100
%

Keterangan :
ƒ = frekuensi
x = jumlah yang didapat (variabel yang diteliti)
n = jumlah populasi

3.8.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat merupakan uji statistik yang digunakan untuk menguji


hipotesis. Analisis bivariat dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan
dampak hospitalisasi terhadap tingkat kecemasan pada anak prasekolah 3-6 tahun
di RSUD Tarakan Jakarta. Uji statistik ini menggunakan SPSS Versi 20. Analisa
data bivariat ini menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk tingkat
kesalahan 5%. Korelasi rank spearman digunakan untuk mencari tingkat
hubungan atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif bila masing-masing
variabel yang dihubungkan datanya berbentuk ordinal, dan sumber data antar
variabel tidak harus sama. Data yang digunakan pada korelasi ini adalah data
berskala ordinal, maka dari itu sebelum dilakukan pengelolahan data, data
kuantitatif yang akan dianalisis perlu disusun dalam bentuk ranking terlebih
dahulu.
Variabel yang digunakan dalam penelitian terdiri dari variabel terikat dan
variabel bebas. Jika pada masing-masing variabel atau pada salah satu variabel
skala datanya berbentuk ordinal, maka analisis datanya harus menggunakan
analisis korelasi rank spearman. Skala data ordinal adalah skala yang digunakan
saat data yang dihasilkan bukan dalam bentuk angka, sehingga harus dibuat skor,
berbentuk ranking, dan umumnya menggunakan skala likert. Jadi, analisis korelasi
rank spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau
lebih dengan skala data berbentuk ordinal.
Rumus Uji Korelasi Spearmen

Keterangan :
p. = nilai korelasi spearman

3
d = selisih antara X dan Y
N = Jumlah pasangan (data)
3.8.3 Etika Penelitian
Masalah etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang
sangat penting, karena akan berhubungan dengan manusia secara langsung
(Yurisa, 2008). Penelitian yang akan dilakukan berkaitan dengan subjek penelitian
sebagai pasien anak yang mengalami stress selama di rawat diruang rawat inap
RSUD Tarakan Jakarta . Berikut adalah beberapa etika yang harus diperhatikan
selama penelitian. Etika yang perlu dan harus diperhatikan adalah :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)
Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subyek untuk mendapatkan
informasi yang terbuka berkaitan dengan jalannya penelitian serta memiliki
kebabasan menentukan pilihan dan bebas dari paksaan untuk berpartisipasi
dalam kegiatan penelitian (autonomy). Beberapa tindakan yang terkait dengan
prinsip menghormati harkat dan martabat manusia adalah peneliti
mempersiapkan formulir persetujuan subyek (informed consent) yang terdiri
dari :
a. Penjelasan manfaat penelitian
b. Penjelasan kemungkinan risiko dan ketidakanyamanan yang dapat
ditimbulkan
c. Jelaskan manfaat yang akan didapatkan.
d. Persetujuan peneliti dapat menjawab setiap pertanyaan yang diajukan
subyek berkaitan dengan prosedur penelitian.
e. Persetujuan subyek dapat mengundurkan diri kapan saja.
f. Jaminan anonimitas dan kerahasiaan.
Dalam penelitian ini, peneliti perlu mempertimbangkan hak hak subjek
diwakili oleh orang tua dalam berpartisipasi selama kegitan penelitian.
Peneliti menyediakan informed concent untuk melindungi hak-hak sebagai
subjek.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek penelitian (respect for privacy


and confidentiality).
Setiap manusia memiliki hak-hak dasar individu termasuk privasi dan
kebebasan individu. Pada dasarnya penelitian akan memberikan akibat
terbukanya informasi individu termasuk informasi yang bersifat pribadi.
Sedangkan tidak semua orang menginginkan informasinya diketahui oleh
orang lain, sehingga peneliti perlu memperhatikan hak-hak dasar individu
tersebut. Dalam aplikasinya, peneliti tidak boleh menampilkan informasi
mengenai identitas baik nama maupun alamat asal subyek dalam kuesioner
dan alat ukur apapun untuk menjaga anonimitas dan kerahasiaan identitas

4
subyek. Peneliti dapat menggunakan koding (inisial atau identification
number) sebagai pengganti identitas informan.

3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiviness)


Prinsip keadilan memiliki konotasi keterbukaan dan adil. Untuk memenuhi
prinsip keterbukaan, penelitian dilakukan secara jujur, hati-hati, profesional,
berperikemanusiaaan dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,
keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis serta perasaan religius subyek
penelitian. Lingkungan penelitian dikondisikan agar memenuhi prinsip
keterbukaan yaitu kejelasan prosedur penelitian. Keadilan memiliki
bermacam-macam teori, namun yang terpenting adalah bagaimanakah
keuntungan dan beban harus didistribusikan di antara anggota kelompok
masyarakat. Prinsip keadilan menekankan sejauh mana Kebijakan penelitian
membagikan keuntungan dan beban secara merata atau menurut kebutuhan,
kemampuan, kontribusi dan pilihan bebas masyarakat.

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing harms


and benefits).
Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna
mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subyek
penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi (beneficence).
Peneliti meminimalisasi sedampak yang merugikan bagi subyek
(nonmaleficience). Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan
cedera atau stres tambahan maka subyek dikeluarkan dari kegiatan penelitan
untuk mencegah terjadinya cedera, kesakitan, stres, smaupun kematian subyek
penelitian (Yurisa, 2008).

5
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Rizky Cintya, Anisa Oktiawati, and Lintang Dewi Saputri. 2015. “Teori
Dan Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak Dan Usia Remaja.”

Kyle, Terri, and Susan Carman. 2015. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri.” In .
EGC.
Pamungkas, Rian Adi, and Andi Mayasari Usman. 2017. Metodologi Riset
Keperawatan : Rian Adi Pamungkas, Andi Mayasari Usman ; Copy Editor,
Taufik Ismail. Jakarta : Trans Info Media.

Qomariah, Sitti Nur, Masniari Novita, and Erawati Wulandari. 2016. “Hubungan
Antara Pola Sidik Bibir Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember (The Correlation between Lip Prints
Pattern and Sexual Dimorphism on Students of Faculty of Dentistry, The
University of Jember).” Pustaka Kesehatan 4 (2): 385–93.

Suparno, Suparno, and Saprianto Saprianto. 2019. “Hubungan Perilaku Caring


Perawat Dengan Stress Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Ruang
Rawat Inap RSUD DR. Ibnu Soetowo Baturaja.” Jurnal Keperawatan
Sriwijaya 6 (1): 35–40.

Supartini, Yupi. 2004. “Konsep Dasar Keperawatan Anak.” In . EGC.


Wahyuni, Wahyuni. 2016. “Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah Yang
Mengalami Hospitalisasi Berhubungan Dengan Perubahan Pola Tidur Di
RSUD Karanganyar.” Gaster 14 (2): 100–111.

Yurisa, W. (2008). Etika Penelitian Kesehatan. University of Riau, 3-8.


Dewi, Rizky Cintya, Anisa Oktiawati, and Lintang Dewi Saputri. 2015. “Teori
Dan Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak Dan Usia Remaja.”

Kyle, Terri, and Susan Carman. 2015. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri.” In .
EGC.
Pamungkas, Rian Adi, and Andi Mayasari Usman. 2017. Metodologi Riset
Keperawatan : Rian Adi Pamungkas, Andi Mayasari Usman ; Copy Editor,
Taufik Ismail. Jakarta : Trans Info Media.

Qomariah, Sitti Nur, Masniari Novita, and Erawati Wulandari. 2016. “Hubungan
Antara Pola Sidik Bibir Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas

6
Kedokteran Gigi Universitas Jember (The Correlation between Lip Prints
Pattern and Sexual Dimorphism on Students of Faculty of Dentistry, The
University of Jember).” Pustaka Kesehatan 4 (2): 385–93.

Suparno, Suparno, and Saprianto Saprianto. 2019. “Hubungan Perilaku Caring


Perawat Dengan Stress Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Ruang
Rawat Inap RSUD DR. Ibnu Soetowo Baturaja.” Jurnal Keperawatan
Sriwijaya 6 (1): 35–40.

Supartini, Yupi. 2004. “Konsep Dasar Keperawatan Anak.” In . EGC.


Wahyuni, Wahyuni. 2016. “Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah Yang
Mengalami Hospitalisasi Berhubungan Dengan Perubahan Pola Tidur Di
RSUD Karanganyar.” Gaster 14 (2): 100–111.
Statistik, badan pusat. 2018. “Badan Pusat Statistik.”
Badan Pusat Statistik. 2015. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun
2010: Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Dewi, Rizky Cintya, Anisa Oktiawati, and Lintang Dewi Saputri. 2015. “Teori
Dan Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Toddler, Anak Dan Usia Remaja.”

Kyle, Terri, and Susan Carman. 2015. “Buku Ajar Keperawatan Pediatri.” In .
EGC.

Pamungkas, Rian Adi, and Andi Mayasari Usman. 2017. Metodologi Riset
Keperawatan : Rian Adi Pamungkas, Andi Mayasari Usman ; Copy Editor,
Taufik Ismail. Jakarta : Trans Info Media.

Qomariah, Sitti Nur, Masniari Novita, and Erawati Wulandari. 2016. “Hubungan
Antara Pola Sidik Bibir Dengan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Jember (The Correlation between Lip Prints
Pattern and Sexual Dimorphism on Students of Faculty of Dentistry, The
University of Jember).” Pustaka Kesehatan 4 (2): 385–93.

Suparno, Suparno, and Saprianto Saprianto. 2019. “Hubungan Perilaku Caring


Perawat Dengan Stress Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra Sekolah Di Ruang
Rawat Inap RSUD DR. Ibnu Soetowo Baturaja.” Jurnal Keperawatan
Sriwijaya 6 (1): 35–40.

Supartini, Yupi. 2004. “Konsep Dasar Keperawatan Anak.” In . EGC.


Wahyuni, Wahyuni. 2016. “Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah Yang
Mengalami Hospitalisasi Berhubungan Dengan Perubahan Pola Tidur Di
RSUD Karanganyar.” Gaster 14 (2): 100–111.

7
Behrman, Kliegman, & Arvin. (2015). Ilmu Kesehatan Anak Nelson (15 ed.,
Vol. I). (Prof. Dr. dr. A Samik Wahab, SpA(K), Ed.) Jakarta: EGC.

Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
: Konsep, Proses & Praktik (7 ed., Vol. I). Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. (2004). Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta:


Sagung Seto.

Piaget, J. (2011). Origins of Intelligence in Children. New York: Norton.


Norton-Westwood, D. 2016. ―The health-care environment through the eyes of a
child—Does it soothe or provoke anxiety?‖. International Journal of
Nursing Practice. Diunduh 05- 11-2014.
Pelander, T., & H. Leino-Kilpi. 2015 ― Empirical Studies; Children’s best and
worst experiences during hospitalization”. Finland Scand J Caring Sci,
diunduh 07-11-2014
Gordon B. K., T. Jaaniste , K. Bartlett , M. Perrin, A. Jackson, A. Sandstrom , R.
Charleston, dan S. Sheehan.2010 Child and parental surveys about pre-
hospitalization information provision. Child: care, health and development
diunduh 07-09-2014
Price, D.,L, & J.F. Gwin,. Thompson’s Pediatric Nursing, an Introductory Text
(ed., 9th). Elsevier Inc, St Louis. 2005.
Pelander, T., & H. Leino-Kilpi. 2010 ― Empirical Studies; Children’s best and
worst experiences during hospitalization”. Finland Scand J Caring Sci,
diunduh 07-11-2014.
Pena., A., L., N, & Juan, L., C. 2011 The experience of hospitalized children
regarding their interactions with nursing professionals. Enfermagem
Original Article.
James, S.R. & Ashwill, J.W. (2007). Nursing care of children : principles &
practice. Third edition. St. Louis : Saunders Elsevier.
Wong, DL, Hockenberry, MJ, & Wilson, D. 2012. Whaley and Wong’s nursing
care of infants and children. (7th ed.). St. Louis Missouri: Mosby.
Brez, Courtney 2000, Review of Literature Effects of Hospitalization.
Bonn, M. 2010. The Effects of Hospitalisation on Children: A Review. Curationis,
VoL 17, No. 2.
Webb, JR, 2009 , Play Therapy with Hospitalized children. International Journal
of Play Therapy vol (4) 1, pp. 51-59 diunduh 01-12-2014
Koller, Donna, 2008. Therapeutic Play in Pediatric Health Care: The Essence of
Child Life Practice. Research Institute Hospital for Sick Children Toronto,
Ontario, Canada ebpplaystatement-complete. Diunduh 27-10-2014.

8
Karling, Mats. 2006. Child behaviour and Pain after Hospitalization, Surgery and
Anaesthesia . Sweden.Print Media, Umeå diunduh 06-11-2014.
Safriani, and Fayudi Kurniawan. 2018. “Hubungan Peran Keluarga Dengan
Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah.” Golden Age:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini
World Health Organization, Geneva et al. 2019. Geneva: World Health
Organization Trends in Maternal Mortality 2000 to 2017: Estimates by
WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank Group and the United Nations
Population Division
Noviati, Elis. 2018. “Hubungan Peran Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan
Anak Usia Sekolah Yang Mengalami Hospitalisasi.” (2017): 256–61.
Aizah, Siti. 2014. “Upaya Menurunkan Tingkat Stres Hospitalisasi Dengan
Aktifitas Mewarnai Gambar Pada Anak Usia 4-6 Tahun Di Ruang
Anggrek RSUD Gambiran Kediri.” Ejornal Kedokteran Universitas
Airlangga 25(1): 6–10
Li, William H C et al. 2016. “Play Interventions to Reduce Anxiety and Negative
Emotions in Hospitalized Children.” BMC Pediatrics: 1–9.
http://dx.doi.org/10.1186/s12887-016-0570-5.
Alini. 2017. “Pengaruh Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap
Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3 - 6 Tahun) Yang Mengalami
Hospitalisasi Di Ruang Perawatan.
Ilmiasih, R. (2016). Pengaruh seragam perawat: rompi bergambar terhadap
kecemasan anak pra sekolah akibat hospitalisasi. Depok: Universitas
Indonesia.
Ester, Monica, & Supartini, Yupi. (2019). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan
Anak. EGC.
Stuart, Gail W. (2019). Buku saku keperawatan jiwa. EGC.
Weni. (2017). Pengaruh terapi bermain terhadap penurunan kecemasan anak

9
KUESIONER PENELITIAN TINGKAT KECEMASAN PADA ANAK
USIA PRASEKOLAH YANG MENJALANI HOSPITALISASI

Hari/Tanggal :

Petunjuk pengisian :

a. Saudara diharapkan bersedia mengisi pernyataan yang tersedia dilembar


kuosioner. Pilihlah sesuai tanpa ada dipengaruhi oleh orang lain dan unsur
paksaan.
b. Bacalah petanyaan-pertanyaan berikut ini dengan baik. Jangan ragu-ragu
dalam memilih jawaban dan jawablah dengan jujur karena jawaban anda
sangat mempengaruhi hasil penelitian ini. Beri tanda centang pada
jawaban yang saudara pilih.
A. Data Demografi Responden
1. Nama (Initial) :
2. Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan
3. Usia :
4. Pendidikan :
5. Agama :
6. Suku :

10
LEMBAR OBSERVASI
DAMPAK HOSPITALISASI

NO PERTANYAAN YA TIDAK

1 Anak tampak menangis kuat saat ditinggalkan oleh


orangtuanya
2 Anak tidak mau menjawab pertanyaan dari perawat
3 Anak tampak menyerang dengan rasa marah dan
mengatakan pergi saya benci kamu
4 Anak tampak menolak makan, minum, ataupun
bergerak
5 Anak tampak tidak berminat untuk bermain
6 Anak tampak sedih dan murung
7 Anak tampak menangis saat melihat perawat
8 Anak tampak menangis terus dan berhenti apabila
sudah Lelah
9 Anak tampak cepat marah mudah tersinggung dan
rewel
10 Anak tampak menolak untuk permainan
11 Anak tampak menarik diri dari hubungan dengan
orang disekitarnya
12 Anak tampak tidak kooperatif (tidak mau bekerja
sama)
13 Anak tampak memukul orang yang berada di dekatnya
14 Anak tampak gelisah saat berada di rumah sakit
15 Anak terbangun dari tidurnya saat berada di rumah
sakit
16 Anak tampak menangis apabila Bapak dan Ibunya
meninggalkannya di rumah sakit
17 Anak tampak mengompol karena takut selama di
rumah sakit
18 Anak tampak kurang berkonsentrasi selama di rumah

11
sakit
19 Anak tampak merasa tegang selama di rumah sakit
20 Anak tampak cemas dan khawatir selama di rumah
sakit
21 Anak tampak takut akan keramaian dan orang banyak
22 Anak tampak gemetar dan gelisah selama di rumah
sakit
23 Anak tampak daya ingatnya menurun
24 Anak tampak berkeringat dan wajah pucat selama di
rumah sakit
25 Anak tampak susah tidur selama di rumah sakit

12
LAMPIRAN 2
Hamilton Rating Scale For Anxiety (HARS)

No Pertanyaan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang
- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak
- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
- Sukar
Konsentrasi - Daya

13
Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari
7 Gejala Somatik (Otot)
- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
- Kaku
- Kedutan Otot
- Gigi Gemerutuk
- Suara Tidak Stabil

8 Gejala Somatik (Sensorik)


- Tinitus
- Penglihatan Kabur
- Muka Merah atau Pucat
- Merasa Lemah
- Perasaan ditusuk-Tusuk
9 Gejala Kardiovaskuler
- Takhikardia
- Berdebar
- Nyeri di Dada
- Denyut Nadi Mengeras
- Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan
- Detak Jantung Menghilang (Berhenti
Sekejap)
10 Gejala Respiratori
- Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
- Perasaan Tercekik
- Sering Menarik Napas
- Napas Pendek/Sesak
11 Gejala Gastrointestinal
- Sulit Menelan
- Perut Melilit
- Gangguan Pencernaan
- Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
- Perasaan Terbakar di Perut
- Rasa Penuh atau Kembung
- Mual
- Muntah
- Buang Air Besar Lembek
- Kehilangan Berat Badan

14
- Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12 Gejala Urogenital
- Sering Buang Air Kecil
- Tidak Dapat Menahan Air Seni
- Amenorrhoe
- Menorrhagia
- Menjadi Dingin (Frigid)
- Ejakulasi Praecocks
- Ereksi Hilang
- Impotensi
13 Gejala Otonom
- Mulut Kering
- Muka Merah
- Mudah Berkeringat
- Pusing, Sakit Kepala
- Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
- Gelisah
- Tidak Tenang
- Jari Gemetar
- Kerut Kening
- Muka Tegang
- Tonus Otot Meningkat
- Napas Pendek dan Cepat
- Muka Merah

Skor :
0 = tidak ada
1 = ringan
2 = sedang
3 = berat
4 = berat sekali

Total Skor :
 Kurang dari 14 = tidak ada kecemasan
 14 – 20 = kecemasan ringan
 21 – 27 = kecemasan sedang
 28 – 41 = kecemasan berat
 42 – 56 = kecemasan berat sekali

Skor Total =

15
16

Anda mungkin juga menyukai