Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan
yang berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit dan menjalani terapi atau perawatan. Reaksi hospitalisasi pada
anak bersifat individual dan sangat bergantung pada tahapan usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya di rumah sakit, sistem
pendukung yang tersedia dan kemampuan koping yang dimiliki anak
(Supartini, 2004). Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat
anak sakit dan dirawat di rumah sakit sehingga anak harus beradaptasi
dengan lingkungan rumah sakit (Wong, 2000). Menurut Nursalam,
Susilaningrum, dan Utami (2005), keadaan sakit dan hospitalisasi
merupakan krisis utama bagi anak dan keluarga. Sebagai akibatnya, klien
akan memberikan reaksi-reaksi terhadap krisis yang dialaminya. Reaksi-
reaksi yang timbul akibat perawatan di rumah sakit berbeda pada setiap
orang, karena tinggal di rumah sakit bukanlah suatu pengalaman yang
menyenangkan, dimana klien harus mengikuti peraturan serta rutinitas
ruangan (Sukoco, 2002). Demikian juga dengan anak yang sedang
mengalami perawatan di Rumah Sakit. Anak dapat mengalami
peningkatan kecemasan selama masa perawatan.
Kecemasan merupakan salah satu stress psikis yang dialami anak
selama dirawat di rumah sakit. Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman
atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan respon otonom
(sumber terkadang tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasaan yang was-was untuk mengatasi bahaya (Nanda, 2005-2006).
Dengan perawatan di rumah sakit dapat membuat anak usia
prasekolah mengalami depresi, perasaan gugup yang mengarah pada
insomnia, mimpi buruk, dan ketidakmampuan untuk berkonsentrasi (Smet,
1994). Anak usia prasekolah yang dirawat dirumah sakit cemas karena
2

merasa kehilangan lingkungan yang dirasakanya aman, penuh kasih


sayang, dan menyenangkan. Anak juga harus meninggalkan lingkungan
rumah yang dikenalnya, permainan, dan teman sepermainannya (Supartini,
2004). Sebagai akibatnya, anak merasa gugup dan tidak tenang, bahkan
pada saat menjelang tidur. Dari wawancara yang dilakukan penulis pada
studi pendahuluan, didapatkan data bahwa 4 dari 5 anak usia prasekolah
yang diwawancara menyatakan mengalami gangguan tidur atau insomnia
selama menjalani perawatan di rumah sakit. Keluhan gangguan tidur atau
sulit tidur sangat umum dijumpai pada penderita kelainan medik, termasuk
pada anak. Insomnia atau sulit tidur adalah tidur yang tidak adekuat atau
tidur yang tidak menyegarkan (Lumbantobing, 2004). Sedangkan menurut
Priharjo (2005), insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi
kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Bentuk ketidaknyenyakan
pada saat tidur dapat berupa: selalu berguling-guling, menendang-nendang
selimut, miring ke kiri dan ke kanan, terkejut dan berjaga (tidak teratur)
setiap mendengar bunyi, dan merintih serta mengigau (Suherman, 2000).
Secara umum, gangguan tidur dapat disebabkan adanya gangguan fisik,
tetapi sering juga akibat gangguan mental termasuk kegelisahan. Menurut
Priharjo (2005), kualitas tidur dan kuantitas tidur anak dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain adanya penyakit, rasa nyeri, keadaan
lingkungan yang tidak nyaman dan tidak tenang, kelelahan, emosi tidak
stabil, serta beberapa jenis obat-obatan. Beberapa faktor tersebut selalu
dapat dijumpai anak selama masa perawatan di Rumah Sakit.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan review jurnal
penelitian yang berjudul Kajian Stres Hospitalisasi Terhadap
Pemenuhan Pola Tidur Anak Usia Prasekolah Di Ruang Anak RS
Baptis Kediri.

1.2 Tujuan
Secara umum resume jurnal penelitian ini bertujuan untuk penanganan
pemenuhan pola tidur bagi pasien anak yang mengalami hospitalisasi.
3

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Perawat
Jurnal penelitian ini hasilnya diharapkan dapat menjadi bahan
masukan dalam mengatasi stress dan masalah lain yang muncul
pada anak usia prasekolah akibat hospitalisasi dengan cara
memberikan pelayanan secara komprehensif
1.3.2 Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya dan bahan
pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan
penelitian sejenis dan sebagai tambahan dalam teori keperawatan
anak
1.3.3 Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan dalam hal pembuatan Tugas
Akhir Ners melalui Journal Reading sehingga mampu melakukan
asuhan keperawatan pada pasien anak dengan hospitalisasi secara
tepat dan benar.
4

BAB II
RESUME JURNAL

2.1 Jurnal Penelitian


1. “KAJIAN STRES HOSPITALISASI TERHADAP PEMENUHAN
POLA TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH DI RUANG ANAK RS
BAPTIS KEDIRI”
No. ISSN : 2085-0921
Peneliti : Desita Febriana, Aries Wahyuningsih

Latar Belakang :
Stres merupakan istilah yang berasal dari bahasa latin “Stingere”
yang berarti “keras” (stricus), yaitu sebagai keadaan atau
kondisi dari tubuh terhadap situasi yang menakutkan, mengejutkan,
membingungkan, membahayakan, dan merisaukan seseorang
(Yosep, 2009).
Berbicara mengenai stres, kita cenderung menggambarkannya
menurut apa yang kita rasakan atau apa akibatnya bagi kita.
Stres itu diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan
sumber daya yang dimiliki oleh semua individu, semakin
tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi pula tingkat stres yang dialami
oleh individu tersebut (Yosep, 2009). Anak yang belum pernah mengalami
hospitalisasi lebih tinggi tingkat stresnya dibanding dengan anak yang sudah
pernah mengalami hospitalisasi beberapa kali (Hellen, 2001). Pada anak
prasekolah umumnya merasakan banyak ketakutan. Dampak negatif dari
hospitalisasi pada usia anak prasekolah adalah gangguan fisik, psikis,
sosial dan adaptasi terhadap lingkungan (Parini, 2002). Sedangkan masalah
yang sering dikeluhkan orang tua adalah mereka sulit untuk
meminimalkan tidur anak dalam meningkatkan kebebasan selama di tempat
tidur.
5

Keadaan hospitalisasi dapat menjadi stresor bagi anak saat


dirawat di rumah sakit, sehingga anak akan mengalami stres hospitalisasi
yang ditunjukkan dengan adanya perubahan beberapa perilaku pada anak.
Apabila masalah tidak teratasi, maka hal ini akan menghambat proses
perawatan anak dan kesembuhan anak itu sendiri. Upaya mengatasi masalah
yang timbul pada anak dalam upaya perawatan di rumah sakit, difokuskan
pada intervensi keperawatan dengan cara meminimalkan stresor,
memaksimalkan manfaat hospitalisasi dan memberi dukungan psikologis
pada anggota keluarga. Media yang paling efektif dalam upaya
meminimalkan stresor atau penyebab stres adalah melalui kegiatan
permainan anak, oleh karena itu pemberian aktivitas bermain pada anak di
rumah sakit memiliki nilai terapeutik yang akan sangat berperan dalam
memberikan pelepasan stres dan ketegangan pada anak (Wong, 2003).

Tujuan
Untuk mengetahui Pengaruh Stres Hospitalisasi Terhadap
angguan Pola Tidur Anak Usia Prasekolah di Ruang Anak RS Baptis Kediri.

Metode :
Desain yang digunakan adalah analitik cross sectional. Dalam
penelitian ini variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang
terjadi pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan secara stimultan,
sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu atau dalam
waktu yang bersamaan. Populasi dalam penelitian ini adalah
Orang tua yang mempunyai anak usia prasekolah yang dirawat di Ruang
Anak RS Baptis Kediri.
Besar sampel dalam penelitian tidak
dihitung karena sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dengan cara mengambil seluruh populasi yang ada
6

Hasil Penelitian :
85% anak mengalami stres hospitalisasi sedang pada anak di
Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri. 2. 62% anak mengalami gangguan
pola tidur pada anak usia prasekolah di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis
Kediri.
Hasil uji statistik regresi linear yang didasarkan taraf kemaknaan
yang ditetapkan (α ≤ 0,05) didapatkan p = 0,035 maka Ho ditolak dan
H1diterima yang artinya ada Pengaruh Stres Hospitalisasi Terhadap
angguan Pola Tidur Pada Anak Di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis
Kediri.
Implikasi Keperawatan :
Apabila anak mengalami gangguan pada siklus tidurnya maka
dampak yang ditimbulkan keadaan fisik anak menjadi
lemah, tidak dapat berkonsentrasi, sehingga dapat memperlambat proses
penyembuhan. Sehingga perlu dihimbau pada orang tua dari anak mereka
agar memperhatikan pentingnya menjaga kualitas tidur. Apabila anak
pernah mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat di
rumah sakit sebelumnya akan menyebabkan anak takut dan trauma,
sebaliknya apabila anak dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan
yang baik dan menyenangkan maka anak akan lebih kooperatif pada
perawat.
7

2. Tingkat Kecemasan Pada Anak Prasekolah


Yang Mengalami Hospitalisasi Berhubungan Dengan
Perubahan Pola Tidur Di Rsud Karanganyar
No. ISSN : 1858-3385
Peneliti : Anggika A, Wahyuni

Latar Belakang :
Tidur merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang berfungsi
untuk mengembalikan keseimbangan fungsi normal dari tubuh, sehingga
akan berpengaruh pada proses penyembuhan dan pemulihan dari kondisi
sakit. Seseorang yang sakit dan dirawat di
rumah sakit seharusnya mengalami peningkatan tidur akan tetapi
kenyataannya seseorang kekurangan tidur.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Januarsih (2014)
menunjukkan dari 20 responden frekuensi tertinggi anak dengan
tingkat kecemasan berat, yaitu sebanyak 14 responden (70%) dan
frekuensi terendah anak dengan tingkat kecemasan sedang, yaitu
sebanyak 6 responden (30%). Berdasarkan observasi di bangsal Melati di
dapatkan dari 12 anak prasekolah yang menjalani rawat inap 8 di
antaranya mengalami ketakutan saat petugas kesehatan akan melakukan
perawatan pada anak, ke 8 anak tersebut menunjukkan
sikap yang kurang kooperatif pada petugas kesehatan dan menangis.
Sedangkan pola tidur dari ke 12 anak prasekolah tersebut terdapat 7
anak yang sulit untuk tidur khususnya pada saat malam hari. Masalah
kecemasan pada anak tidak teratasi maka hal ini akan menghambat
proses perawatan anak dan kesembuhan anak itu sendiri.

Tujuan
Mengetahui hubungan tingkat kecemasan pada anak prasekolah
yang mengalami hospitalisasi dengan perubahan pola tidur di RSUD
Karanganyar.
8

Metode :
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan
rancangan analitik yaitu mencari hubungan antara variable bebas (tingkat
kecemasan) dengan variable terikat (perubahan polatidur). Penelitian ini
menggunakan metode pendekatan Cross Sectional.
Lokasi penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)
Karanganyar. Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien anak
prasekolah yang sedang di rawatinap di Bangsal Melati RSUD
Karanganyar sebanyak 898 anak pada bulan Januari 2015
sampai Desember 2015. Sampel pada penelitian ini adalah anak usia
prasekolah yang mengalami inap di bangsal Melati RSUD Karanganyar
yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik
pengambilan sampling yang di gunakan adalah purposive sampling.
Jumlah populasi kurang dari 10.000, maka Penentuan jumlah sampel
dapat dilakukan dengan cara perhitungan statistik yaitu dengan
menggunakan Rumus Slovin. Rumus tersebut digunakan untuk
menentukan ukuran sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya
yaitu sebanyak 898 anak. Untuk tingkat presisi yang ditetapkan dalam
penentuan sampel adalah 10%.Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini adalah data primer dan data sekunder. Teknik analisa penelitian
menggunakan teknik analisa univariat dan analisa bivariat dengan
korelasi kendall tau dan menggunakan skala ordinal.

Hasil Penelitian :
Tingkat kecemasan anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi
menunjukkan distribusi tertinggi tingkat kecemasan berat (61,1%), pola
tidur anak prasekolah yangmengalami hospitalisasi menunjukkan
distribusi tertinggi pola tidur buruk (57,8%), uji hipotesis
menggunakan Korelasi Kendal tau dengan hasil sebesar 0,443 dengan
tanda positif dan p(0.00) < (0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut maka
Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga menunjukkan ada hubungan antara
9

tingkat kecemasan pada anak prasekolah yang mengalami


hospitalisasi dengan perubahan pola tidur di RSUD Karanganyar.

Implikasi Keperawatan :
tingkat kecemasan anak memiliki hubungan yang bermakna
dengan perubahan pola tidur pada anak usia prasekolah yang mengalami
hospitalisasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan ketika anak mengalami
tingkat kecemasan yang berat akan berpengaruh pada pola tidur
mereka. Anak akan nampak gelisah dan tidak tenang ketika mereka tidur,
karena kecemasan yang dirasakannya. Jadi, kunci utama untuk
meningkatkan pola tidur dari anak yaitu dengan mengurangi tingkat
kecemasan yang dirasakan, orang tua bisa selalu mendampingi anak
ketika menjalani proses perawatan selama di rumah sakit.

3. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN TIDUR PASIEN
YANG DIRAWAT DI RUANG BAJI KAMASE
RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR
No. ISSN : 2302-1721

Peneliti : Anita Damayanti, Erna Kadrianti, H. Ismail

Latar Belakang :
Tidur merupakan fenomena alami yang dikategorikan sebagai
berkurangnya atau hilangnya kesadaran, kinerja otot, dan aktivitas
sensori. Ketika kita tidur, kita kehilangan reaksi terhadap berbagai
stimulus (rangsangan), apalagi stimulus itu bersifat ringan. Meskipun
demikian tidur adalah aktivitas yang sangat penting untuk
peremajaan berbagai sistem pada tubuh kita, seperti sistem imun,
muskuloskeletal, dan saraf. (Camaru. A, 2011) Istirahat adalah salah satu
cara untuk menenangkan diri dari kepenatan selama
beraktivitas seharian. Waktu tidur dan kurang istirahat dapat
10

mengganggu kesehatan. Kecenderungan untuk tidur lebih dini adalah


“bom waktu kesehatan” yang dapat meningkatkan resiko terserang stroke
atau penyakit kardiovaskular lain yang berujung pada serangan jantung.
(Camaru. A, 2011). Tidur sehat adalah hal terpenting karena
kurang tidur bisa mempengaruhi kesehatan tubuh manusia secara umum.
Selain itu, tidur juga mempengaruhi emosi, hubungan dengan
keluarga, interaksi dengan orang lain, kejernihan pikiran, dan mencegah
penyakit. Tidur bahkan sangat mempengaruhi produktivitas kerja.
(Camaru. A,2011).

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gangguan pemenuhan
kebutuhan tidur

Metode :
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Labuang Baji Makassar. Adapun
besarnya sampel pada penelitian ini 35 responden yang sesuai dengan
kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara pembagian
kuesioner untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan tidur pasien. Penelitian ini
menggunakan survey analitik dengan menggunakan pendekatan cross-
sectional dimana penelitian bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor
yang berhubungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur
kemudian hasilnya di uji menggunakan Chi-Square pada tingkat
kemaknaan α=0,05

Hasil Penelitian :
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan adanya hubungan antara nyeri
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan tidur (p=0,005), dan adanya
hubungan antara lingkungan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
tidur (p=0,006), serta adanya hubungan antara kecemasan dengan
11

gangguan pemenuhan kebutuhan tidur (p=0,043). Dari hasil penelitian


tersebut diharapkan perlu diperhatikan dengan baik kebutuhan tidur agar
tidak terganggu wawasan dan pengetahuan dalam rangka penerapan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh khususnya tentang pemenuhan
kebutuhan tidur pada pasien.

Implikasi Keperawatan :
Pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami stress emosional
yang berujung pada kecemasan. Pasien yang dirawat merasa khawatir
atas masalah-masalah pribadi atau situasi yang sering mengganggu tidur.
Untuk itu mekanisme koping pasien sangat dianjurkan pada pasien yang
sedang mengalami proses penyembuhan, Karena hal ini dapat
mengatasinya untuk terhindar dari rasa cemas. Lebih mendekatkan diri
pada yang menciptakan juga dapat membawa ketenangan tersendiri.
Sehingga pasien dapat terhindar dari gangguan tidur akibat kecemasan
dan kebutuhan tidur pasien dapat terpenuhi.

4. PENGARUH DONGENG TERHADAP PERUBAHAN GANGGUAN


TIDUR ANAK USIA PRASEKOLAH AKIBAT HOSPITALISASI
DI RUMAH SAKIT
No. ISSN : 2252-5637

Peneliti : Rinik Eko Kapti, Ahsan, Siti Nur Rizky Setianingrum

Latar Belakang :
Gangguan tidur merupakan salah satu dampak yang sering muncul pada
populasi anak usia prasekolah yang sedang menjalani hospitalisasi.
Dalam keadaaan sakit, pemenuhan kebutuhan anak terkait tidur dan
istirahat sangatlah penting untuk mendapatkan energi demi mendukung
pemulihan status kesehatannya. Aktivitas membacakan dongeng
merupakan salah satu terapi nonfarmakologis gangguan tidur yang
dilakukan dengan prinsip distraksi atau pengalihan perhatian anak
12

terhadap sakitnya dengan cara membacakan dongeng yang


menyenangkan.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dongeng terhadap
perubahan gangguan tidur anak usia prasekolah akibat hospitalisasi.

Metode :
Rancangan penelitian ini adalah penelitian true experimental dengan
pretest posttest control group design yang melibatkan kelompok
intervensi dan kelompok kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah
anak usia prasekolah (3 - 6 tahun) yang menjalani hospitalisasi di RS
selama periode waktu pengambilan data. Sampel untuk kedua kelompok
sebanyak 20 anak diambil secara probability sampling dengan teknik
simple random sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah
modifikasi dari kuesioner Children’s Sleep Habit Questionnaire (CSHQ)
oleh Owens et al., (2002) dengan menghapus beberapa item yang tidak
sesuai untuk kondisi di ruang rawat inap. Uji validitas 33 butir
pertanyaan menunjukkan hasil r hitung > 0,632 (r tabel) dan uji
reliabilitas menunjukkan nilai Cronbach's Alpha 0,967

Hasil Penelitian :
Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada kelompok kontrol terdapat
70% responden yang mengalami penurunan gangguan tidur namun tidak
signifikan dan 30% responden tidak mengalami penurunan gangguan
tidur. Pada kelompok perlakuan, hasil menunjukkan 100% responden
mengalami penurunan gangguan tidur. Bedasarkan hasil analisis uji T
dependen menunjukkan hasil signifikan (p=0,000 0,05) pada kelompok
kontrol dan uji T independen antara selisih hasil kelompok kontrol dan
perlakuan menunjukkan nilai signifikan (p=0,002< 0,05)
13

Implikasi Keperawatan :
Gangguan tidur anak pada hospitalisasi dapat diatasi dengan di berikan
tindakan yang dapat meningkatkan pola dan kualitas tidur anak menjadi
lebih baik. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan
yang membuat anak merasa senang dan nyaman, seperti contohnya terapi
bermain. Ada beberapa jenis terapi bermain salah satunya adalah terapi
bermain teknik bercerita. Metode bercerita atau mendongeng merupakan
metode yang cukup efektif dalam menarik perhatian seseorang.
Mendongeng adalah seni bercerita menggunakan bahasa, vokalisasi,
gerakan fisik dan isyarat tertentu untuk mengungkapkan unsur-unsur dari
cerita ke pendengar.
14

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Konsep Dasar Hospitalisasi


3.1.1 Pengertian
Hospitalisasi adalah suatu keadaan krisis pada anak, saat anak
sakit dan dirawat di rumah sakit (Wong, 2002). Hospitalisasi
merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani
terapi dan perawatan. Meskipun demikian dirawat di rumah sakit
tetap merupakan masalah besar dan menimbulkan ketakutan, cemas,
bagi anak (Supartini, 2004).

3.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Reaksi Anak Usia Prasekolah


terhadap Hospitalisasi
Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit
bereda beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Perkembangan usia anak merupakan salah satu
faktor utama yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit
dan proses perawatan. Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda
sesuai tingkat perkembangan anak (Supartini, 2004). Menurut
Sacharin, semakin muda anak semakin sukar baginya untuk
menyesuaikan diri dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal
ini tidak berlaku sepenuhnya bagi bayi yang masih sangat muda,
walaupun tetap dapat merasakan adanya pemisahan. Selain itu,
pengalaman anak sebelumnya terhadap proses sakit dan dirawat juga
sangat berpengaruh. Apabila anak pernah mengalami pengalaman
tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya akan
menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak
dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
15

menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter


(Supartini, 2004).

3.1.3 Reaksi Anak Usia Prasekolah terhadap Stres akibat Sakit dan
Dirawat di Rumah Sakit
Sakit dan dirawat di rumah sakit merupakan krisis utama
yang tampak pada anak. Jika anak dirawat di rumah sakit, anak akan
mudah mengalami krisis karena anak stres akibat perubahan baik
pada status kesehatannya maupun lingkungannya dalam kebiasaan
sehari-hari, dan anak mempunyai sejumlah keterbatasan dalam
mekanisme koping untuk mengatasi masalah maupun kejadian-
kejadian yang bersifat menekan (Nur Salam, Susilaningrum, dan
Utami, 2005). Akibat dari hospitalisasi akan berbeda-beda pada anak
bersifat individual dan sangat tergantung pada tahapan
perkembangan anak. Anak 10 usia prasekolah menerima keadaan
masuk rumah sakit dengan sedikit ketakutan. Selain itu ada sebagian
anak yang menganggapnya sebagai hukuman sehingga timbul
perasaan malu dan bersalah. Ada beberapa diantaranya akan
menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau
dirawat. Jika anak sangat ketakutan, anak dapat menampilkan
perilaku agresif, dari menggigit, menendang nendang, hingga berlari
keluar ruangan. Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti dengan
mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan
perawat, dan ketergantungan pada orang tua. Anak pada usia pra
sekolah membayangkan dirawat di rumah sakit merupakan suatu
hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya
terlambat (Wong, 2002).
Biasanya anak akan melontarkan beberapa pertanyaan karena
bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di sekelilingnya. Selain
itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah
atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi,
16

beberapa prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas,


dan stres.

3.2 Konsep Dasar Tidur


3.2.1 Pengertian
Tidur adalah suatu irama fisiologis normal dan kompleks yang
melibatkan keadaan kesadaran yang berubah darimana individu dapat
terangsang oleh rangsangan yang tepat (Berger & Williams, 1992).
Tidur adalah proses yang berfungsi untuk memulihkan energi dan
kesejahteraan (Potter & Perry, 2005). Tidur adalah proses yang
diperlukan manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru,
perbaikan sel-sel tubuh yang rusak (natural healing mechanism),
memberi waktu organ tubuh untuk istirahat maupun untuk menjaga
keseimbangan metabolisme dan biokimia tubuh (Mass, 2002).

3.2.2 Fungsi dan Tujuan Tidur


Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi
diyakini bahwa tidur dapat menyumbang dalam pemulihan fisiologis
dan psikologis (Potter & Perry, 2005). Menurut Hidayat (2006), tidur
berfungsi untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan,
mengurangi stress pada paru, kardiovaskular, endokrin, dan lain-lain.
Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur: pertama, efek
pada sistem saraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan
normal dan NREM I NREM II NREM III REM NREM IV NREM II
NREM III Universitas Sumatera Utara keseimbangan diantara
berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama
tidur terjadi penurunan, (Hidayat, 2006).
17

3.2.3 Kebutuhan dan Pola Tidur Normal Anak


Rata-rata anak prasekolah tidur antara 12 jam per hari dan jarang
tidur siang. Anak umumnya memiliki kesulitan untuk tenang atau
terdiam sejenak setelah hari aktif. Seorang anak sering bermasalah
dalam tidurnya, terbangun pada malam hari, atau mimpi buruk.

3.3 Konsep Dasar Anak Prasekolah


3.3.1 Pengertian
Anak diartikan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas
tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik
kebutuhan fisik, psokologis, sosial, dan spiriual (Hidayat, 2005).
Anak adalah antara usia 0–14 tahun karena diusia inilah risiko
cenderung menjadi besar (WHO, 2003 dalam Nursalam, 2007).
Anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 6 tahun yang
mempunyai berbagai macam potensi. Potensi-potensi itu di rangsang
dan di kembangkan agar pribadi anak tesebut berkembang secara
optimal (Supartini, 2004).

3.3.2 Ciri-ciri Anak Prasekolah


Kartono (2007), mengemukakan ciri-ciri anak prasekolah meliputi
aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak.
1. Ciri Fisik Penampilan atau gerak-gerik prasekolah mudah di
bedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya.
Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki
penguasaan (kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai
kegiatan-kegiatan yang dapay di lakukan sendiri. Berikan
kesempatan pada anak untuk lari, memanjat, dan melompat.
Usahakan kegiatan tersebut sebanyak mungkin sesuai dengan
kebutuhan anak dan selalu di bawah pengawasan. Walaupun anak
laki-laki lebih besar, namun anak perempuan lebih terampil dalam
18

tugas yang bersifat pratis, khususnya dalam tugas motorik halus,


tetapi sebaiknya jangan mengeritik anak laki-laki apabila tidak
terampil. Ciri fisik pada anak usia 4-6 tahun tinggi badan
bertambah rata-rata 6,25-7,5 cm pertahun, tinggi rata-rata anak
usia 4 tahun adalah 2,3 kg per tahun. Berat badan anak usi 4-6
tahun rata-rata 2-3 kh pertahun, berat badan rata-rata anak usia 4
tahun adalah16,8 kg (Muscari, 2005).
2. Ciri Sosial Anak prasekolah biasanya juga mudah bersosialisasi
dengan orang sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini
memiliki satu atau dua sahabat yang cepat berganti. Mereka
umumnya dapat menyesuaikan diri secara sosial, mereka mau
bermain dengan teman. Sahabat yang biasa di pilih yang sama
jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang menjadi sahabat
yang terdiri dari jenis kelamin berbeda. Pada usia 4-6 tahun anak
sudah memiliki keterikan selain dengan orang tua, termasuk kakek
nenek, saudara kandung, dan guru sekolah, anak memerlukan
interaksi yang yang teratur untuk membantu mengembangkan
keterampilan sosialnya (Muscari, 2005).
3. Ciri Emosional Anak prasekolah cenderung mengekspresikan
emosinya dengan bebas dan terbuka, sikap marah, iri hati pada
anak prasekolah sering terjadi. Mereka sering kali memperebutkan
perhatian guru dan orang sekitar
4. Ciri Kognitif Anak prasekolah umumya sudah terampil berbahasa,
sebagian dari mereka senang berbicara, khususnya pada
kelompoknya. Sebaiknya anak di beri kesempatan untuk menjadi
pendengar yang baik. Pada usia 2-4 tahun anak sudah dapat
menghubungkan satu kejadian dengan kejadian yang simultan dan
anak mampu menampilkan pemikirn yang egosentrik, pada usia 4-
7 tahun anak mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, dan
menghubungkan objek-objek anak mulai menunjukkan proses
berfikir intuifif (anak menyadari bahwa sesuatu adalah benar tetapi
19

dia tidak dapat mengatakan alasanya ), anak menggunakan banyak


kata yang sesuai tetapi kurang memahami makna sebenarnya serta
anak tidak mampu untuk melihat sudut pandang orang lain (
Muscari, 2005 ).
20

BAB IV
PEMBAHASAN ANALISIS JURNAL

4.1 Analisis PICOT:


1. Populasi dan Sampel
Besar sampel dalam penelitian tidak dihitung karena sampel yang
digunakan adalah total sampling yaitu teknik pengambilan sampel
dengan cara mengambil seluruh populasi yang ada. Jumlah sampel
sebanyak 30 responden.
2. Intervensi
Penelitian ini tidak menggunakan intervensi atau perlakuan khusus
kepada responden.
3. Comparasion
Penelitian ini tidak menggunakan pembanding subyek. Tetapi
menggunakan analitik crossectional.
4. Outcame
Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut menunjukkan responden
dengan gangguan pola tidur (baik) dan stres hospitalisasi (sedang)
sebanyak 7 responden (100%), gangguan pola tidur (buruk) dan stres
hospitalisasi ringan sebanyak 1 responden (2%), gangguan pola tidur
(buruk) dan stres hospitalisasi (sedang) sebanyak 17 responden
(34%), gangguan pola tidur (buruk) dan stres hospitalisasi (berat)
sebanyak 5 responden (64%).
Berdasarkan uji statistik regresi linear yang didasarkan taraf kemaknaan
yang ditetapkan (α ≤ 0,05) didapatkan p = 0,035maka Ho ditolak dan
H1diterima yang artinyaada Pengaruh Stres Hospitalisasi Terhadap
Gangguan Pola Tidur Pada Anak Di Ruang
Anak Rumah Sakit Baptis Kediri.
5. Time
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 Juni 2011 sampai dengan 14
Juli 2011 di Ruang Anak Rumah Sakit Baptis Kediri
21

4.2 Hasil dan Pembahasan Penelitian


Berdasarkan hasil penelitian stres hospitalisasi pada anak di Ruang
Anak Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan bahwa sebagian besar anak
mengalami stres sedang sebanyak 24 responden (85%). Anak yang
mengalami stres berat sebanyak 5 responden (12%). Anak yang mengalami
stres ringan 1 responden (2%). Stres dapat didefinisikan sebagai, respon
adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual atau proses psikologis, yaitu
akibat dari tindakan, situasi, atau kejadian eksternal yang menyebabkan
tuntutan fisik atau psikologis terhadap seseorang (Ivancevich dan Matteson,
1980 dalam Kreitner dan Kinicki, 2004 dalam Hidayat, 2006).
Stres hospitalisasi merupakan gangguan psikologis yang diterima oleh
seorang anak sebagai akibat perawatan dirinya di rumah sakit (Dorland,
1996). Hal ini disebabkan karena anak belum mengerti mengapa mereka
dirawat di rumah sakit atau mengapa mereka terluka karena tindakan
keperawatan yang dilakukan terhadapnya. Sumber stres yang terjadi pada
anak usia prasekolah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
interaksi sosialnya dengan lingkungan sekitar dan hubungan interpersonal
dengan orang yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal dan juga
mengenai hal – hal yang berkaitan dengan pribadinya misalnya, rasa percaya
diri, kemampuan komunikasi yang terbatas (Ibung, 2008).
Anak usia prasekolah sangat rentang dengan stres dikarenakan
kemampuan anak untuk mengatasi stres masih terbatas, emosi mulai
berkembang namun anak sebagai individu belum mampu mengolahnya
secara tepat selain itu interaksi sosialnya meluas mencakup lingkungan sosial
yang tidak lagi terbatas pada lingkungan rumah dan mulai berhubungan
dengan individu dari berbagai usia dan latar belakang.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung dan Sekartini (2004)
menyebutkan bahwa masalah tidur pada anak membawa berbagai
dampak, yang hingga kini belum dirinci secara lengkap, di antaranya adalah
gangguan pertumbuhan, gangguan kardiovaskular, fungsi kognitif dan
perilaku sehari-hari. Gangguan perilaku disruptif, seperti attention-
22

deficit/hyperactivity disorder (ADHD), kadang-kadang disebabkan


olehgangguan tidur yang tidak terdiagnosis. Kemampuan akademik pada
berbagai tingkatan usia juga dapat dipengaruhi oleh gangguan tidur yang
tidak terdeteksi. Kurangnya tidur terutama mempengaruhi fungsi korteks
serebral. Perubahan mood, gangguan fungsi kognitif dan performa motorik
serta perubahan hormonal merupakan akibat yang mungkin dari kurangnya
waktu tidur. Perubahan hormonal yang menyerupai pertambahan usia dapat
merupakan akibat dari kurang tidur. Saat tidur dibatasi hanya 4 jam
semalam selama 6 malam, tampak jelas perubahan toleransi karbohidrat,
peningkatan tonus simpatis, dan penurunan kadar tirotrofin, serta peningkatan
sekresi kortisol. Kurang tidur juga dapat mempengaruhi sistem
kardiovaskular dan tekanan darah.
Penelitian yang sejenis dilakukan oleh Wahyuni (2016) dimana hasil
penelitian tersebut Tingkat kecemasan anak prasekolah yang mengalami
hospitalisasi menunjukkan distribusi tertinggi tingkat kecemasan berat
(61,1%), pola tidur anak prasekolah yang mengalami hospitalisasi
menunjukkan distribusi tertinggi pola tidur buruk (57,8%), uji hipotesis
menggunakan Korelasi Kendal tau dengan hasil sebesar 0,443 dengan tanda
ositif dan p (0.00) < (0,05).
Menurut Hidayat (2008) gangguan tidur pada anak usia prasekolah
merupakan keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam
kuantitas dan kualitas pola tidur yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau
mengganggu gaya hidup yang diinginkan. Ganguan tidur pada anak jika
tidak segera ditangani akan berdampak serius dan akan menjadi gangguan
tidur tidak mendapatkan tidur yang cukup untuk mempertahankan kesehatan
tubuh dapat menurun. Gangguan pola tidur padaanak usia prasekolah misal :
meningkatnya frekuensi terbangun di malam hari atau meningkatnya
fragmentasi tidur karena seringnya terbangun. Walaupun demikian, rata-rata
waktu tidur total anak hampir sama dengan dewasa muda. Ritmik sirkadian
tidur-bangun anak juga sering terganggu. Seringnya terbangun pada
23

malam hari menyebabkan keletihan, mengantuk, dan mudah jatuh tidur pada
siang hari.
Salah satu faktor lain terkait oleh pemenuhan tidur pada anak
diungkap oleh Damayanti dkk (2013) dalam penelitiannya menyebutkan
bahwa di lingkungan rumah sakit dan fasilitas rawat inap lainnya, kebisingan
menciptakan masalah bagi klien. Kebisingan di rumah sakit biasanya baru
atau aneh dan sering kali keras. Jadi klien mudah terbangun. Masalah ini
lebih besar terjadi di malam pertama rawat inap, ketika klien mengalami
peningkatan total waktu bangun, sering terbangun, serta menurunkan tidur
REM dan total waktu tidur. Penyebab suara (misalnya, kegiatan perawatan)
merupakan sumber meningkatnya level suara. Dapat mengganggu tidur klien
yang di rawat.
Menurut penulis hasil penelitian yang dilakukan Febriana dan
Wahyuningsih (2011) sudah menjawab permasalahan mengenai pemenuhan
pola tidur pada pasien anak yang mengalami stress hospitalisasi. Dalam
penelitian ini anak yang berumur 2 sampai kurang dari 3 tahun sebagian besar
mengalami stres sedang dan kehilangan kendali sedang sebanyak 12
responden hal ini ditunjukkan anak sering menangis, menolak perhatian,
kurang berminat bermain, anak menjadi pendiam, mudah marah, anak merasa
kehilangan kebebasaanya. Kehilangan kendali tidak mempengaruhi stres
hospitalisasi pada anak, dikarenakan ada faktor lain yang mempengaruhi
kehilangan kendali pada anak seperti pola asuh orang tua yang sangat disiplin
sehingga membuat anak bersikap baik atau menurut pada orang tua selama
dalam perawatan dan anak dapat mengontrol dirinya dengan baik, selain itu
anak sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan Rumah Sakit
selain itu mayoritas orang tua selalu berada didekat anak sehingga anak
merasa lebih aman dan nyaman selama dalam proses perawatan di Rumah
Sakit. Anak akan merasa asing apabila berada di tempat yang sama sekali
belum pernah ditemuinya demikian sebaliknya, anak akan merasa lebih
tenang karena sebelumnya pernah menjumpai tempat
perawatan seperti di rumah sakit.
24

Penelitian yang dilakukan oleh Anggika A, Wahyuni (2016) juga


menyebutkan bahwa tingkat kecemasan anak memiliki hubungan yang
bermakna dengan perubahan pola tidur pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi. Hal tersebut ditunjukkan dengan ketika anak
mengalami tingkat kecemasan yang berat akan berpengaruh pada pola tidur.
Penelitian yang dilakukan Setianingrum dkk (2017) yang
menyebutkan bahwa gangguan tidur anak pada hospitalisasi dapat diatasi
dengan di berikan tindakan yang dapat meningkatkan pola dan kualitas tidur
anak menjadi lebih baik. Tindakan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai
kegiatan yang membuat anak merasa senang dan nyaman, seperti contohnya
terapi bermain. Ada beberapa jenis terapi bermain salah satunya adalah terapi
bermain teknik bercerita. Metode bercerita atau mendongeng merupakan
metode yang cukup efektif dalam menarik perhatian seseorang. Mendongeng
adalah seni bercerita menggunakan bahasa, vokalisasi, gerakan fisik dan
isyarat tertentu untuk mengungkapkan unsur-unsur dari cerita ke pendengar.
Salah satu kelemahan yang penulis temukan dalam jurnal penelitian
ini adalah sumber literatur kepustakaan yang sudah lama yakni tahun 1990
yang masih dipakai rujukan sehingga kurang up to date terhadap ilmu
pengetahuan yang kekiniaan. Akan tetapi hasil penelitian ini dapat
memberikan sesuatu yang baru dalam kajian stress hospitalisasi bagi anak pra
sekolah dalam kaitannya pemenuhan pola tidur anak tersebut.
25

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
faktor yang dapat mempengaruhinya adalah stres. Bila anak
mengalami stres maka dalam dirinya akan timbul gejala-gejala
diantaranya gejala fisiologis, psikologis dan perilaku. Gejala
psikologis seperti kecemasan akan membuat respon hipotamus
meningkat sehingga individu yang mengalami kecemasan akan
sulit untuk tertidur dan cenderung terjaga.
5.1.2 Media yang paling efektif dalam upaya meminimalkan
stresor atau penyebab stres adalah melalui kegiatan permainan
anak maupun metode bercerita atau dongeng, oleh karena itu
pemberian aktivitas bermain dan mendongeng pada anak di
rumah sakit memiliki nilai terapeutik yang akan sangat berperan
dalam memberikan pelepasan stres dan ketegangan pada anak

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Perawat
Diharapkan agar perawat memahami bagaimana pengelolaan dan
mengatasi stress dan masalah lain yang muncul pada anak usia
prasekolah akibat hospitalisasi
5.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan untuk melakukan penelitian lain faktor-faktor
berhubungan dengan pola pemenuhan tidur pada anak pra sekolah
yang mengalami hospitalisasi.
26

DAFTAR PUSTAKA

Alimul H., Aziz, (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia


Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. Salemba Medika :Jakarta

Alimul H., Aziz, (2008). Keperawatan anak I.Salemba Medika : Jakarta


Hall D, Guyton, (1996). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC : Jakarta

Hurlock. (1990). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga

Hurlock. (2000). Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga

Iyus, Yosep. (2009). Keperawatan Jiwa. PT


Revika Aditama : Bandung.

Rafiudin, Rahmat, (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta :


Gramedia

Anda mungkin juga menyukai