Anda di halaman 1dari 7

JGK-vol.7, no.

14 2015
Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Respon Hospitalisasi Anak Usia
Toddler Di Ruang Rawat Inap Anak Rsud Di Wilayah Kabupaten Semarang

Wirakse Putra Wicaksane, Zumrotul Choiriyyah, Faridah Aini


Program Studi Keperawatan STIKes Ngudi Waluyo

ABSTRAK

Hospitalisasi pada anak usia toddler menimbulkan trauma, kecemasan dan stres hingga
perilaku maladaptif yang akan memperburuk status imunitas anak dan memperlambat proses
penyembuhan. Salah satu upaya penanganannya adalah membuat anak merasa nyaman selama
perawatan dengan menciptakan lingkungan perawatan, sikap perawat serta komunikasi terapeutik
yang baik.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan komunikasi terapeutik perawat
dengan respon hospitalisasi anak usia toddler di ruang rawat inap anak RSUD di Wilayah
Kabupaten Semarang.
Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk desain deskriptif korelasional dengan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah anak usia toddler yang menjalani
perawatan di Ruang rawat inap anak RSUD di wilayah Kabupaten Semarang dengan sampel yang
diteliti 60 anak menggunakan teknik accidental sampling serta alat pengambilan data menggunakan
kuesioner. Uji analisis data menggunakan analisis korelasi kendall’s tau
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat inap
anak sebagian besar kategori cukup yaitu sebanyak 26 orang (43,3%). Respon hospitalisasi anak
usia toddler sebagian besar kategori mal adaptif yaitu sebanyak 31 orang (51,7%). Ada hubungan
signifikan komunikasi terapeutik perawat dengan respon hospitalisasi anak usia toddler di ruang
rawat inap anak, dengan p value 0,007(α = 0,05)
Hendaknya keluarga memberikan dukungan yang lebih kepada anak toddler yang menjalani
hospitalisasi dengan memberikan terapi mewarnai gambar, puzzle atau humor.

Kata Kunci : Komunikasi terapeutik, respon hospitalisasi, anak usia toddler

Jurnal Gizi dan Kesehatan 161


JGK-vol.7, no.14 2015
PENDAHULUAN pengalaman yang menimbulkan trauma baik
pada anak maupun orang tua sehingga
Hospitalisasi merupakan suatu proses menimbulkan reaksi tertentu yang akan sangat
karena suatu alasan yang terencana atau berdampak pada kerjasama anak dengan
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di orang tua dalam perawatan anak selama di
rumah sakit, menjalani terapi perawatan rumah sakit. Oleh karena itu betapa
sampai pulang kembali ke rumah (Supartini, pentingnya perawat memahami konsep
2004). Hospitalisasi merupakan pengalaman hospitalisasi dan dampaknya pada anak dan
yang mengancam bagi setiap orang. Penyakit orang tua sebagai dasar dalam pemberian
yang diderita akan menyebabkan perubahan asuhan keperawatan (Supartini, 2004).
perilaku normal sehingga anak perlu Saat anak dirawat di rumah sakit,
menjalani perawatan (Asmadi, 2008). Jumlah mereka mengalami dua respon perilaku yaitu
anak yang dirawat di rumah sakit semakin respon perilaku adaptif dan respon perilaku
banyak seiring dengan munculnya metode- maladaptif. Respon perilaku adaptif
metode terapi yang baru disediakan (Meadow merupakan suatu respon menerima terhadap
dan Newell, 2005). tindakan perawatan yang diberikan,
Populasi anak yang dirawat di rumah sedangkan respon perilaku maladaptif
sakit mengalami peningkatan yang sangat merupakan respon menolak terhadap tindakan
dramatis. Persentase anak yang dirawat di perawatan, yang sering ditandai dengan
rumah sakit saat ini mengalami masalah yang ketakutan, kecemasan, nyeri, sedih dan juga
lebih serius dan kompleks dibandingkan beberapa perubahan perilaku seperti menjerit
kejadian hospitalisasi pada tahun-tahun keras, menangis, dan menendang. Oleh karena
sebelumnya (Wong, 2009). Hampir empat itu seorang anak memerlukan perhatian yang
juta anak dalam satu tahun mengalami rawat khusus dan pemecahannya agar anak dapat
inap. Rata-rata anak mendapat perawatan menunjukkan perilaku adaptif. Hospitalisasi
selama enam hari. Selain membutuhkan yang cukup lama pada anak dapat
perawatan yang spesial dibanding pasien lain, menyebabkan terjadinya perilaku maladaptif
anak sakit juga mempunyai keistimewaan dan (Wong, 2009).
karakteristik tersendiri karena anak-anak Anak usia toddler yang dirawat di
bukanlah miniatur dari orang dewasa atau rumah sakit umumnya memberikan respon
dewasa kecil (Mc Cherty & Kozak dalam negatif. Respon hospitalisasi yang
Murniasih, 2009). ditunjukkan oleh anak selama dirawat di
Berdasarkan survei dari WHO pada rumah sakit meliputi protes misalnya
tahun 2008, hampir 80% anak mengalami menangis/berteriak, supaya ibunya kembali,
perawatan di rumah sakit. Sedangkan di atau memukul orang di sekelilingnya pada
Indonesia sendiri berdasarkan survei saat salah satu petugas rumah sakit datang.
kesehatan ibu dan anak tahun 2010 Respon yang lain adalah pemisahan diri
didapatkan hasil bahwa dari 1.425 anak seperti menutup diri di bawah selimut atau
mengalami dampak hospitalisasi dan 33,2% tenggelam dengan mainannya dan kehilangan
di antaranya mengalami dampak hospitalisasi gairah untuk bermain atau makan. Respon
berat, 41,6% dampak hospitalisasi sedang, selanjutnya adanya penyangkalan seperti
dan 25,2% dampak hospitalisasi ringan terlihat bahagia, berusaha berteman dengan
(Rahma dan Puspasari, 2010). Hal tersebut setiap orang tanpa membeda-bedakan. Hal ini
menunjukkan bahwa banyak anak yang dapat menimbulkan sangkaan yang salah
menjalani perawatan di rumah sakit dengan menganggap anak telah dapat
mengalami dampak hospitalisasi sedang dan menerima keadaan, namun ikatan ibu dan
berat. anak telah rusak dan harus dibangun kembali
Hospitalisasi memberikan dampak (Rismaka, 2008).
negatif pada anak toddler. Hospitalisasi pada Tindakan maladaptif akan memperburuk
anak usia toddler dapat menjadi suatu status imunitas anak, yang akibatnya
Jurnal Gizi dan Kesehatan 162
JGK-vol.7, no.14 2015
memperlambat proses penyembuhan dan anak yang membutuhkan bantuan. Perawat
meningkatkan jumlah hari perawatan. Anak secara aktif mendengarkan dan memberi
dengan stres tinggi akan terjadi peningkatan respon kepada anak dengan cara
hormon adrenal dan kortisol yang dapat menunjukkan sikap mau menerima dan mau
melemahkan sistem imun. Melemahnya memahami sehingga dapat mendorong anak
sistem imun akan berakibat pada untuk berbicara secara terbuka tentang
penghambatan proses penyembuhan. Hal dirinya. Selain itu membantu anak untuk
tersebut menyebabkan perawatan lebih lama melihat dan memperhatikan apa yang tidak
dan bahkan akan mempercepat terjadinya disadari sebelumnya (Damaiyanti, 2010).
komplikasi-komplikasi selama perawatan Komunikasi terapeutik menunjukkan
(Nursalam, 2005). kemampuan atau keterampilan perawat untuk
Dampak hospitalisasi menyebabkan membantu anak beradaptasi terhadap stres,
kecemasan dan stres pada semua tingkat usia mengatasi gangguan psikologis dan belajar
termasuk anak. Anak akan merasa nyaman bagaimana berhubungan dengan orang lain.
selama perawatan dengan adanya dukungan Komunikasi terapeutik mempunyai tujuan
sosial keluarga, lingkungan perawatan yang untuk memotivasi dan mengembangkan
terapeutik dan sikap perawat serta komunikasi kepribadian anak ke arah yang lebih
terapeutik yang mempercepat proses konstruktif. Anak yang sebelumnya tidak
penyembuhan (Nursalam, 2005). menerima diri apa adanya atau merasa rendah
Komunikasi terapeutik itu sendiri adalah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan
komunikasi yang direncanakan dan dilakukan perawat mereka mampu menerima dirinya.
untuk membantu penyembuhan atau Komunikasi yang terbuka, jujur dan
pemulihan anak. Komunikasi terapeutik menerima anak apa adanya dapat
merupakan komunikasi profesional bagi meningkatkan kemampuan anak dalam
perawat. Perawat akan lebih mudah menjalin membina hubungan saling percaya (Priyanto,
hubungan saling percaya dengan anak dengan 2012).
memiliki keterampilan berkomunikasi Setiap anak mempunyai penerimaan
terapeutik, sehingga akan lebih efektif dalam yang berbeda-beda terhadap sakit yang
mencapai tujuan asuhan keperawatan yang dialami. Oleh karena itu, diperlukan teknik
telah diterapkan, memberikan kepuasan berkomunikasi yang dapat mendukung proses
profesional dalam pelayanan keperawatan dan penyembuhan. Teknik komunikasi dari tenaga
akan meningkatkan profesi (Damaiyanti, kesehatan yang mau mendengarkan,
2010). menunjukkan penerimaan, menanyakan
Komunikasi terapeutik membantu anak pertanyaan yang berkaitan, menawarkan
yang di rawat di rumah sakit untuk informasi, refleksi akan mengembangkan
memperjelas dan mengurangi beban perasaan pribadi anak ke arah yang lebih konstruktif.
dan pikiran serta dapat mengambil tindakan Anak yang sebelumnya tidak menerima diri
untuk mengubah situasi yang ada bila anak apa adanya atau merasa rendah diri, setelah
percaya pada hal yang diperlukan. Selain itu berkomunikasi terapeutik dengan perawat
komunikasi terapeutik dapat mengurangi akan mampu menerima dirinya. Komunikasi
keraguan, membantu dalam hal mengambil yang terbuka, jujur dan menerima anak apa
tindakan yang efektif dan mempertahankan adanya dapat meningkatkan kemampuan
kekuatan egonya serta memengaruhi orang anak dalam membina hubungan saling
lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri percaya dan meningkatkan kemampuan untuk
(Damaiyanti, 2010). memenuhi kebutuhannya. Komunikasi
Komunikasi terapeutik mendukung terapeutik yang berhasil dapat memotivasi
terjadi hubungan yang baik antara perawat dan mengembangkan pribadi anak ke arah
dengan anak atau tenaga kesehatan lainnya. yang lebih konstruktif dan adaptif (Priyanto,
Komunikasi terapeutik umumnya lebih akrab 2012).
karena mempunyai tujuan, berfokus kepada
Jurnal Gizi dan Kesehatan 163
JGK-vol.7, no.14 2015
Hasil penelitian dari Tewuh, et.,al Hasil pengamatan dan pembagian
(2013), tentang hubungan komunikasi kuesioner sederhana di dua rumah sakit
terapeutik perawat dengan stres hospitalisasi umum daerah tentang komunikasi terapeutik
pada anak usia sekolah 6 -12 tahun di Irina yang dilakukan tenaga kesehatan yaitu
Eblu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado perawat dan respon hospitalisasi terhadap 8
dengan menggunakan analisis uji chi square anak usia toddler yang menjalani rawat inap
menunjukkan ada hubungan komunikasi dan orang tuanya dari ke dua RSUD di
terapeutik perawat dengan stres hospitalisasi Kabupaten Semarang diperoleh 5 anak
pada anak usia sekolah 6 -12 tahun di Irina (62,5%) mempunyai respons mal adaptif yaitu
Eblu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado anak menangis, menjerit-jerit memanggil
(p value 0,000). Penelitian dari Tewuh ibunya dan berpegangan kuat pada orang tua
mengkaji secara mendalam stres sebagai di mana 3 orang tua (60,0%) menyatakan
dampak hospitalisasi yaitu sebagai variabel tenaga kesehatan dapat melakukan
dependen, sedangkan penelitian yang akan komunikasi terapeutik yang baik yaitu sering
dilakukan akan meneliti respon hospitalisasi mendengarkan keluhan anak, sering
sebagai variabel dependen. Perbedaan menunjukkan penerimaan dan sering
lainnya, pada penelitian Tewuh obyek yang menanyakan pertanyaan yang berkaitan
diteliti adalah anak prasekolah, sedangkan dengan keluhan yang dirasakan dan 2 orang
penelitian yang akan dilakukan akan meneliti tua (40,0%) menyatakan tenaga kesehatan
anak usia toddler. tidak dapat melakukan komunikasi terapeutik
Berdasarkan studi pendahuluan yang dengan baik karena jarang mendengarkan
dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 2014, keluhan anak, jarang menunjukkan
diperoleh data jumlah anak toddler yang penerimaan dan jarang menanyakan
dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan
Kabupaten Semarang selama empat bulan yang dirasakan.
terakhir yaitu bulan Januari 2014 sebanyak 36 Diperoleh pula anak yang mempunyai
anak, Februari 2014 sebanyak 32 anak, Maret respon adaptif yaitu tidak menangis, tidak
2014 sebanyak 30 anak serta April 2014 menjerit-jerit memanggil ibunya dan tidak
terdapat 47 anak. Hal tersebut menunjukkan berpegangan kuat pada orang tua sebanyak 3
bahwa jumlah pasien anak toddler di RSUD (37,5%) di mana 1 orang tua (33,3%)
Ambarawa setiap bulannya cukup banyak. menyatakan tenaga kesehatan dapat
Diperoleh pula data jumlah anak toddler yang melakukan komunikasi terapeutik yang baik
dirawat di ruang anak RSUD Ungaran yaitu sering mendengarkan keluhan anak,
Kabupaten Semarang selama empat bulan sering menunjukkan penerimaan dan sering
terakhir yaitu bulan Januari 2014 sebanyak 34 menanyakan pertanyaan yang berkaitan
anak, Februari 2014 sebanyak 33 anak, Maret dengan keluhan yang dirasakan dan 2 orang
2014 sebanyak 29 anak serta April 2014 tua (66,7%) menyatakan tenaga kesehatan
terdapat 45 anak. Jumlah pasien anak toddler tidak dapat melakukan komunikasi terapeutik
di RSUD Ambarawa setiap bulannya cukup dengan baik karena jarang mendengarkan
banyak. Berdasarkan data tersebut diperoleh keluhan anak, jarang menunjukkan
rata-rata jumlah anak toddler yang dirawat di penerimaan dan jarang menanyakan
ruang anak RSUD Ungaran Kabupaten pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan
Semarang empat bulan terakhir adalah 34 yang dirasakan. Hal tersebut menunjukkan
anak per bulan atau lebih banyak daripada bahwa sebagian besar anak usia toddler
rata-rata dalam setahun terakhir yaitu 32 anak. mempunyai respon hospitalisasi mal adaptif
Hal tersebut di duga karena menurunnya meskipun orang tua anak menyatakan bahwa
kepedulian orang tua dalam menjaga komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh
kesehatan anak khususnya usia toddler di tenaga kesehatan adalah baik.
tengah kesibukannya mencari nafkah. Berdasarkan latar belakang di atas,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
Jurnal Gizi dan Kesehatan 164
JGK-vol.7, no.14 2015
dengan judul, Hubungan Komunikasi wilayah Kabupaten Semarang selama dua
Terapeutik Perawat dengan Respon bulan terakhir untuk tahun 2014 yaitu
Hospitalisasi Anak Usia Toddler di Ruang sebanyak 145 anak. Rata-rata per tahun
Rawat Inap Anak RSUD di wilayah jumlah anak usia toddler yang menjalani
Kabupaten Semarang. Penelitian ini bertujuan perawatan di ruang rawat inap anak RSUD
untuk mengetahui hubungan komunikasi Ambarawa Kabupaten Semarang sebanyak
terapeutik perawat dengan respon 408 anak, sedangkan di RSUD Ungaran
hospitalisasi anak usia toddler di ruang rawat sebanyak 396 anak. Jumlah sampel yang
inap anak RSUD di wilayah Kabupaten didapatkan sebanyak 60 responden.
Semarang Analisis data dilakukan dengan
Manfaat Penelitian, bagi anak dan analisis univariat dan bivariat menggunakan
keluarga adalah untuk dapat menambah program SPSS. Analisis dilakukan analisis
pengetahuan tentang tindakan perawatan yang menggambarkan setiap variabel
anak, melatih anak untuk bersosialisasi. Bagi (variabel independen dan variabel dependen)
Perawat dapat meningkatkan keterampilan dengan menggunakan distribusi frekuensi dan
perawat dalam komunikasi terapeutik perawat presentase, sehingga tergambar fenomena
bagi anak usia toddler yang sedang menjalani yang berhubungan dengan variabel yang
perawatan di rumah sakit. Bagi instansi dan diteliti meliputi, pelaksanaan komunikasi
pelayanan kesehatan, penelitian ini dapat terapeutik perawat di ruang perawatan anak
digunakan sebagai masukan untuk dan respon hospitalisasi pasien anak toddler
meningkatkan mutu pelayanan dengan di ruang perawatan anak RSUD di wilayah
menerapkan komunikasi terapeutik perawat Kabupaten Semarang. Analisis bivariat
pada anak toddler yang menjalani perawatan hubungan frekuensi konsumsi gorengan
di rumah sakit agar anak tidak mengalami dengan obesitas sentral menggunakan uji
hospitalisasi. Bagi pengembangan ilmu, statistik Kendall Tau dengan α=0,05.
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
acuan, gambaran atau masukan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian selanjutnya agar lebih baik, Tabel 1. Distribusi Frekuensi Komunikasi
sehingga kekurangan-kekurangan dari Terapeutik Perawat Di Ruang Rawat Inap
penelitian sebelumnya tentang respon Anak RSUD di wilayah Kabupaten
hospitalisasi dapat diperbaiki. Semarang.
Komunikasi terapeutik n %
METODE PENELITIAN Kurang 13 21,7
Jenis penelitian ini termasuk deskriptif Cukup 26 43,3
korelasi yang bertujuan untuk Baik 21 35,0
mengungkapkan hubungan antar variabel. Total 60 100,0
Desain ini dipilih karena peneliti mencoba Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa
untuk menyelidiki hubungan komunikasi komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat
terapeutik dengan respon hospitalisasi anak inap anak RSUD di wilayah Kabupaten
usia toddler di ruang rawat inap anak RSUD Semarang sebagian besar kategori cukup yaitu
di wilayah Kabupaten Semarang. Pendekatan sebanyak 26 orang (43,3%). Hasil penelitian
yang digunakan adalah pendekatan cross pada tabel frekuensi diatas menunjukkan
sectional. Pendekatan cross sectional yaitu bahwa komunikasi terapeutik perawat di
penelitian yang menekankan pada waktu ruang rawat inap anak RSUD di wilayah
pengukuran atau observasi data variabel Kabupaten Semarang kategori kurang yaitu
independen dan dependen hanya dengan satu sebanyak 13 orang (21,7%). Komunikasi
kali pada satu saat (Nursalam, 2008). terapeutik perawat di ruang rawat inap anak
Populasi dalam penelitian ini adalah RSUD di wilayah Kabupaten Semarang
seluruh anak usia toddler yang menjalani kategori kurang di mana responden
perawatan di Ruang rawat inap anak RSUD di menyatakan bahwa perawat tidak
Jurnal Gizi dan Kesehatan 165
JGK-vol.7, no.14 2015
menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh Komunikasi terapeutik perawat di ruang
isyarat pasien (57,5%), perawat tidak mampu rawat inap anak RSUD di wilayah Kabupaten
meyakinkan dengan tetap menghargai pasien Semarang kategori cukup di mana responden
(57,5%) dan perawat tidak bersedia untuk menyatakan bahwa perawat memberikan
mendengarkan ide pasien (57,5%) pertanyaan yang memerlukan jawaban yang
luas (65,0%), perawat tidak memutus
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Respon pembicaraan dengan klien (65,0%) dan
Hospitalisasi Anak Usia Toddler di Ruang perawat memberikan nasihat kepada klien
Rawat Inap Anak RSUD di Wilayah ketika memberikan informasi (65,0%).
Kabupaten Semarang Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Komunikasi n (%) komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat
terapeutik inap anak RSUD di wilayah Kabupaten
Mal adaptif 31 51,7 Semarang kategori baik yaitu sebanyak 21
Adaptif 29 48,3 orang (35,0%). Komunikasi terapeutik
Jumlah 60 100,0 perawat di ruang rawat inap anak RSUD di
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah Kabupaten Semarang kategori baik di
respon hospitalisasi anak usia toddler di ruang mana responden menyatakan bahwa perawat
rawat inap anak RSUD di Wilayah Kabupaten memfokuskan bahan pembicaraan dengan
Semarang sebagian besar kategori mal adaptif pasien (87,5%), humor dari perawat dapat
yaitu sebanyak 31 orang (51,7%). mengurangi ketegangan dan rasa sakit akibat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres (87,5%) dan perawat memahami
komunikasi terapeutik perawat di ruang rawat gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju
inap anak RSUD di wilayah Kabupaten pasien (87,5%).
Semarang kategori cukup yaitu sebanyak 26
orang (43,3%).

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Respon Hospitalisasi Anak Usia


Toddler Di Ruang Rawat Inap Anak Rsud Di Wilayah Kabupaten Semarang

Tabel 3. Gambaran Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Respon Hospitalisasi Anak
Usia Toddler di Ruang Rawat Inap Anak RSUD di wilayah Kabupaten Semarang
Respon hospitalisasi
Komunikasi Mal
Adaptif Total τ p-value
terapeutik adaptif
f % f % f %
Kurang 10 76,9 3 23,1 13 100,0 0,303 0,007
Cukup 14 53,8 12 46,2 26 100,0
Baik 7 33,3 14 66,7 21 100,0
Jumlah 31 51,7 29 48,3 60 100,0
Berdasarkan Tabel 3. Berdasarkan hasil hospitalisasi mal adaptif sebanyak 10 orang
analisis hubungan komunikasi terapeutik (76,9%). Responden yang menyatakan
perawat dengan respon hospitalisasi anak komunikasi terapeutik dari perawat kategori
usia toddler di ruang rawat inap anak RSUD cukup sebanyak 26 orang dimana sebagian
di wilayah Kabupaten Semarang diperoleh besar anak usia toddler mengalami respon
hasil, responden yang menyatakan hospitalisasi mal adaptif yaitu sebanyak 14
komunikasi terapeutik dari perawat kategori orang (53,8%). Responden yang menyatakan
kurang sebanyak 13 orang dimana sebagian komunikasi terapeutik dari perawat kategori
besar anak usia toddler mengalami respon baik sebanyak 21 orang dimana sebagian

Jurnal Gizi dan Kesehatan 166


JGK-vol.7, no.14 2015
besar anak usia toddler mengalami respon kategori mal adaptif yaitu sebanyak 31
hospitalisasi adaptif yaitu sebanyak 14 orang orang (51,7%).
(66,7%). 3. Ada hubungan signifikan komunikasi
Komunikasi terapeutik perawat di ruang terapeutik perawat dengan respon
rawat inap anak RSUD di wilayah Kabupaten hospitalisasi anak usia toddler di ruang
Semarang kategori kurang yaitu disebabkan rawat inap anak RSUD di wilayah
oleh faktor lingkungan. Lingkungan rumah Kabupaten Semarang, dengan p value
sakit yang ramai dan bising interaksi akan 0,007 (α = 0,05)Timur Kabupaten
mempengaruhi efektifitas komunikasi yang Semarang.
dilakukan antara tenaga kesehatan khususnya
perawat dengan anak. Kebisingan atau DAFTAR PUSTAKA
keramaian rumah sakit dapat bersumber dari Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan.
lingkungan luar misalnya lokasinya yang Jakarta : EGC
berdekatan dengan jalan raya. Kebisingan Damaiyanti, 2010. Komunikasi Terapeutik
juga ditimbulkan oleh pasien anak dalam satu Dalam Praktik Keperawatan. Bandung :
ruangan pula. Biasanya anak yang dalam PT Relika Aditama
masa perawatan di rumah sakit kondisi Meadow dan Newell, 2005. Pediatrika.
psikologisnya dipengaruhi oleh anak yang Jakarta : EMS.
berada dalam satu ruangan perawatan di http://books.google.co.id/books?id=EsX3D
mana satu anak yang menangis karena _3jQnEC&printsec=frontcover#v=onepage
intervensi perawatan akan mempengaruhi &q&f=false
anak yang lain. Kegaduhan dan kebisingan Nursalam, 2005. Ilmu Kesehatan Anak.
dalam ruang perawatan tersebut terkadang Jakarta : Salemba Medika.
menyebabkan perawat harus mengulang apa Priyanto, 2012. Komunikasi Dan Konseling.
yang disampaikan kepada anak. Terkadang Aplikasi Dalam Sarana Pelayanan
untuk mengefektifkan waktu mereka terkesan Kesehatan Untuk Perawat Dan Bidan.
memaksakan tindakan intervensi Jakarta : Salemba Medika
keperawatan. Rismaka, 2008. Respon Hospitalisasi.
Lingkungan adalah seluruh kondisi http://morningcamp.com. Tanggal 23 Mei
yang ada di sekitar manusia dan 2013 03:37 WIB
mempengaruhi perkembangan dan perilaku Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar
orang atau kelompok. Lingkungan interaksi Keperawatan Anak. Jakarta : EGC
akan mempengaruhi komunikasi efektif. Tamsuri, 2005. Komunikasi dalam
Suasana yang bising, tidak ada privasi yang keperawatan. Jakarta: EGC. FKUI.
tepat akan menimbulkan kerancuan, Tewuh, et.,al 2013. Hubungan komunikasi
ketegangan dan ketidaknyamanan. Untuk itu terapeutik perawat dengan stres
perawat perlu menyiapkan lingkungan yang hospitalisasi pada anak usia sekolah 6 -12
tepat dan nyaman sebelum memulai interaksi tahun di Irina Eblu RSUP Prof. Dr. R. D.
dengan pasien (Tamsuri, 2005). Kandou Manado. ejournal keperawatan e-
Kp Volume 1. Nomor 1. Agustus 2013
SIMPULAN Wong, 2009. Buku Ajar Keperawatan
1. Komunikasi terapeutik perawat di ruang Pediatrik Vol 1. Jakarta : EGC
rawat inap anak RSUD di wilayah http://books.google.co.id/books?id=HHjTh
Kabupaten Semarang sebagian besar PtweDsC&pg=PA490&dq=usia+toddler&
kategori cukup yaitu sebanyak 26 orang hl=en&sa=X&ei=fXWfU5jjAsyyuATiloB
(43,3%). 4&redir_esc=y#v=onepage&q=usia%20to
2. Respon hospitalisasi anak usia toddler di ddler&f=false
ruang rawat inap anak RSUD di Wilayah
Kabupaten Semarang sebagian besar

Jurnal Gizi dan Kesehatan 167

Anda mungkin juga menyukai