Disusun Oleh :
AMELIA ERIYANTI
200102316
PEKANBARU
1
2021
2
KONSEP HOSPITALISASI DAN KONSEP BERMAIN PADA ANAK
A. Konsep Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan anak tinggal di rumah sakit
untuk menjalani terapi dan perawatan yang sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini,
2004).
Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia.
Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga
kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang menunggu selama perawatan
(Nursalam, 2011).
Menurut Setiawan (2014) hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
a. beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak menjalani hospitalisasi seperti:
Rumah sakit dapatmenjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut pandang anak-
anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam
bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan sehari-hari,
juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan anggota keluarga lainnya
(Pelander & Leino- Kilpi,2010). Jurnal Ilmiah WIDYA 10 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli
Yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi. Hal ini
dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal yang tidak umum di alami
3
oleh semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yangr umit
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring,
pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian
5) Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan semakin sering seorang
anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah
6) Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit khususnya perawat mengingat
anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi.
Perawat juga merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien
anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih
kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga
sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan
Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua
sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih
dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas bila berhadapan dengan orang yang
tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul paada anak usia
ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.
Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang
ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan
biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.
Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai
dengan tahapannya, yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap
4
protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat,menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk
bermain dan makan, sedih dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan
adalah secara samar memulai perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak
mulai terlihat menyukai lingkungannya. (Yupi Supartini, 2012). Oleh karena adanya
mengontrol diri dan anak menjadi tegantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan
kembali mundur dengan kemampuan sebelumnya atau regresi. Teerhadap perlukaan yang
dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasif, seoerti injeksi,
infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya dan memukul.
Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mengkomunikasikan rasa
Perawatan anak di rumash sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungannya
yang dirasakan aman, penuh kasih sayang, dan menyenagkan, yaitu lingkungan rumah,
permainan dan teman sepermainanya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak
usia pra sekolah adalah dengan menolakmakan, sering bertanya, menangis walaupun secara
perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga
kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai
hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap
integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan
berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang
dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontol juga akiba dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas.
Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak
5
kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan
soaial,perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau
rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal karena
anak sudah mampu mengkomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol
perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir atau menggigit dan memegang
perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada
kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh
oleh kelompok sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa
kehilangan dan timbul perasaan cemas akibat perpisahan tersebut. Pembatsan aktivitas di
rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung
pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap
pembatasan aktivitas ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan
padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari
keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan
atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan,
Menurut Supartini (2004), reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit dan
Perasaan yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan
takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada
2) Perasaan Sedih
Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua
mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Bahkan, pada saat
menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami oleh orang
tua. Disatu sisi orang tua dituntut untuk berada disamping anaknya dan memberi
6
bimbingan spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka menghadapi ketidakberdayaan
karena perasaan terpukul dan lebih yang amat sangat. Pada kondisi ini orang tua
menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain bahkan tidak kooperatif
3) Perasaan Frustasi
Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami
perubahan serta tidak ada kuatnya dukungan psikologi yang diterima orang tua baik dari
keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustasi.
Oleh karena itu, seringkali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa,
Sedangkan menurut Nursalam (2005), reaksi keluarga terhadap anak yang sakit dan
Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di rumah sakit di
3) Prosedur pengobatan.
Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan di rawat di rumah sakit adalah
Orang tua sering kali mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap anak yang
sakit di bandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan
Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah kehilangan peran orang tua,
7
saudara, dan anak cucu. Perhatian orang tua hanya tertuju pada anak yang sakit.
Akibatnya saudara-saudaranya yang lain menganggap bahwa hal tersebut tidak adil.
Respon tersebut biasanya tidak disadari dan tidak disengaja. Orang tua sering
menyalahkan perilaku saudara kandung tersebut sebagai perilaku anti sosial. Sakit
akan membuat anak kehilangan kebersamaan mereka dengan anggota keluarga yang
1) Roming in
Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa, sebaiknya
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit,
Menurut Muhaj (2009), bentuk intervensi keperawatan pada keluarga yang terkait dengan
a. Memberi informasi
anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap
Keterlibatan saudara kandung sangat penting untuk mengurangi stres pada anak
8
Suliswati (2004), walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi anak dan keluarga,
namun perawat harus mampu mengoptimalkan manfaat positif dari hospitalisasi bagi
hubungan antara anak dan anggota keluarganya, antara lain dengan mengembangkan
nilai-nilai berikut:
ruangan usianya sebaya, maka hal tersebut akan membantu anak untuk belajar
B. Konsep Bermain
1. Pengertian
Terapi bermain merupakan usaha untuk mengubah tingkah laku bermasalah dengan
menempatkan anak dalam situasi bermain, perubahan yang dimaksud berarti menghilangkan
,mengurangi, meningkatkan atau memodifikasi suatu kondisi tingkah laku tertentu (Andriani,
2011).
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-kata, belajar
memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa
jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan
9
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).
Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka orang tua seharusnya
mengetahui maksud dan tujuan permainan pada anak yang akan diberikan, agar diketahui
perkembangan anak lebih lanjut,mengingat anak memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang
yang membutuhkan stimulasi dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis,optimal dan sensitif.
Untuk lebih jelasnya dibawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak diantaranya :
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan rangsangan pada
sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktifitas anak dapat mengeksplorasikan alam
sekitarnya sebagai contoh bayi dapat dilakukan rangsangan taktil,audio dan visual melalui
rangsangan ini perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat.Hal tersebut dapat
dicontohkan sejak lahir anak yang telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka anak di
kemudian hari kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal
sesuatu yang baru dilihatnya.Demikian juga pendengaran,apabila sejak bayi dikenalkan atau
dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari anak lebih cepat
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat terlihat pada saat
anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu
memahami obyek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan
kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda
yang digunakan dalam permainan,sehingga fungsi bermain pada model demikian akan
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh dimana pada usia bayi anak
akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang
dunianya sama, pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan ini
sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian bermain peran seperti
bermain-main berpura-pura menjadi seorang guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak,
menjadi seorang ibu dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari
akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu melakukan sosialisasi dengan
1
0
teman dan orang lain.
d. Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak mulai belajar
menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek yang akan
digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini,
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk ekplorasi tubuh dan
merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang merupakan bagian dari individu yang saling
berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang
lain.
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan
ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur diri anak terhadap
dunianya.
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak, hal ini dapat dijumpai
anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika
berinteraksi dengan temannya, dan juga ada beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan
3. Tujuan Bermain
Melalui fungsi yang terurai diatasnya, pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai berikut
a. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak
selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
b. Mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya. Seperti yang telah di
uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak mengalami berbagai perasaan
yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengekspresikannya.
menstimulasi daya pikir, imajinasi, fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada
1
1
dalam pikirannya. Pada saat melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada masalah
dalam konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin tertantang untuk dapat
d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di rumah sakit. Stress
yang dialami anak dirawat di rumah sakit tidak dapat dihindarkan sebagaimana juga yang
dialami orang tua. Untuk itu yang penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan orang tua
untuk dapat beradaptasi dengan stressor yang dialaminya di rumah sakit secara efeaktorktif.
Permainan adalah media yang efektif untuk beradaptasi karena telah terbukti dapat
Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak, diantaranya bersifat aktif dan
bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain
aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan
melaksanakannya akan tetapi jika sifat bermain tersebut adalah pasif, maka anak akan
memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan orang lingkungan yang memberikan
respons secara aktif. Melihat hal tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari permainan
diantaranya:
a. Berdasarkan isinya :
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhungan dengan orang lain
hal ini dapat dilakukan seperti orang tua memeluk adanya sambil berbicara, bersandung
kemudian anak memberikan respons seperti tersenyum tertawa, bergembira, dan lain-lain.
Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak hanya berespons
terhadap simulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak.
2) Bermain Bersenang-senang
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga
anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini
adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain
ini hanya memberikan kesenangan pada anak tapa memperdulikan kehadiran orang lain,
3) Bermain Keterampilan
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang
1
2
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini
adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan
tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar, disni anak selalu dipacu untuk
selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telahdi bongkar, kemudian bermain
4) Bermain Dramtik
Macam bermain ini dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-pura
dalam berperilaku seperti anak memperankan sebagai orang dewasa, seorang ibu dan
guru dalam kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan ini adalah anak dituntut aktif
dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah
5) Bermain Menyelidiki
Macam bermain ini dengan memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam
menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat permainan seperti mengocok untuk
mengetahui isinya dan permainan ini bersifat aktif pada anak dan dapat digunakan untuk
selalu diberikan stimulasi dari orang lain agar selalu bertambah dalam kemampuan
kecerdasan anak.
6) Bermain Konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk menyusun sesuatu pbjek permainan agar menjadi sebuah
konstruksi yang benar seperti permainan menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah
aktif di mana anak selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permaianan
1) Permainan
Permainan ini dapat dilakukan secara sendiri atau bersama temannya dengan
adalah aktif, anak akan memberikan respons kepada temannya sesuai dengan jenis
2) Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour) Pada saat tertentu,
1
3
memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk
dengan bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan
tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat
permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya.
Peran ini berbeda dibandingkan dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas
anak lain.
1) Solitary Play
Di mulai dari bayi bayi (toddler) dan merupakan jenis permainan sendiri atau independent
walaupun ada orang lain di sekitarnya. Hal ini karena keterbatasan sosial, ketrampilan
fisik dan kognitif. Sifatnya adalah aktif akan tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang,
karena dilakukan sendiri dalam perkembangan mental pada anak, kemudian dapat
2) Pararel Play
Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak lain yang sedang bermain akan tetapi
tidak ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah anak aktif secara
sendiri tetapi masih masih dalam satu kelompok, dengan harapan kemampuan anak dalam
3) Associative Play
Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang mulai dari usia toddler dan
dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan permainan dimana anak dalam
kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum terorganisir secara formal.
4) Cooperative Play
Suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada
memimpin yang di mulai dari usia prasekolah. Permainan ini dilakukan pada usia sekolah
dan remaja.
5) Onlooker Play
Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain,
walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler.
6) Therapeutic Play
Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan
fisik dan psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi stres,
1
4
memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990
dikutip oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat
menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri pada anak-anak. Pengajaran
dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka diperlukan
hal-hal seperti:
a. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan untuk
melakukan permainan.
b. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan
dapat optimal.
c. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat tidur.
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan
f. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak
dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama dengan orangtua, maka
hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab. Ada juga yang disebut dengan Alat
Permainan Edukatif (APE). APE Merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi
permainan secara optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini anak
dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fUngsi perkembangan secara optimal, maka alat
permainan ini harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak, modelnya jelas, menarik,
1
5
sederhana, dan tidak mudah rusak.
Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada masyarakat kurang
memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli permainan tanpa
terkadang harganya mahal,tidak sesuai dengan umur anak dan tipe permainannya sama.
Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis permainan yang dapat
mengembangkan secara edukatif seperti : permainan sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan
yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau
motorik kasar, kemudian alat permainan gunting, pensil, bola, balok, lilin jenis alat ini dapat
digunakan dalam mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku
cerita, puzzle, boneka , pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan seperti buku
gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televise tersebut dapat digunakan dalam
mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan seperti gelas plastic, sendok, baju,
sepatu, kaos kaki semuanya dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan menolong
diri sendiri dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara bersama
Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang tua atau
pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat permainan dan
kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu mengkaji kebutuhan bermain
seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai, memberikan kesempatan untuk
mandiri.
Dalam bermain pada anak tidaklah sama dalam setiap usia tumbuh kembang melainkan berbeda,
hal ini dikarenakan setiap tahap usia tumbuh kembang anak selalu mempunyai tugas-tugas
perkembangan yang berbeda sehingga dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas
masing- masing umur tumbuh kembang. Adapun karakteristik dalam setiap tahap usia tumbuh
kembang anak:
Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih dengan adanya reflex, melatih kerja sama
antara mata dan tangan, mata dan telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada
1
6
tetapi tidak kelihatan, melatih mengenal asal suara, kepekaan perabaan, keterampilan dengan
gerakan yang berulang, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat memperbaiki
Jenis permainan ini permainan yang dianjurkan pada usia ini antara lain: benda (permainan)
aman yang dapat dimasukkan kedalam mulut, gambar bentuk muka, boneka orang dan
binatang, alat permaianan yang dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat permaian berupa
Jenis permainan yang dapat digunakan pada usia ini pada dasarya bertujuan untuk melatih anak
melakukan gerakan mendorong atau menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak
membedakannya. Jenis permainan ini seperti semua alat permainan yang dapat didorong dan di
tarik, berupa alat rumah tangga, balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil berwarna, dan
lain-lain.
Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan kreativitasnya dan sosialisasi
motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan
memperkenalkan suasana kompetensi serta gotong royong. Sehingga jenis permainan yang
dapat dighunakamn pada anak usia ini seperti benda-benda sekitar rumah, buku gambar,
majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan air. Alat Permainan
Edukatif
Adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak sesuai dengan usia dan
tingkat perkembangannya dan yang berguna untuk perkembangan aspek fisik, bahasa, kognitif,
dan social anak (soetjningsih, 1995). Agar orang tua dapat memberikan alat permainan yang
edukatif pada anaknya, syarat - syarat berikut ini yang perlu diperhatikan adalah :
a. Keamanan
Alat permainan untuk anak dibawah umur 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, cat tidak
1
7
beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah, karena pada usia ini anak
Prinsipnya, mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Apabila mainan terlalu
besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya, bila terlalu
c. Desain
APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran, susunan, ukuran dan
warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk
APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli perkembangan anak.
e. Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang), namun tidak
terlalu sulit agar anak tidak frustasi dan tidak terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.
f. Universal
APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan bangsa. Jadi, dalam
menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.
g. Tidak mudah rusak, mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat luas karena APE berfungsi
sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan masyarakat, baik yang dengan
tingkat social ekonomi tinggi maupun rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE bias
Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas bermain. Bermain
dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan tugas perkembangan secara
normal dan membangun koping terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap
perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu anak menanggulangi pengalaman
yang tidak menyenangkan, pengobatan dan prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon
anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih
1
8
kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.
Perawatan anak dirumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak
maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah, menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri
merupakan penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit seperti
bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun
lingkungan social, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu
sendiri. Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan
Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu
bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan.media yang paling efektif adalah
melalui kegiatan permainan. Permainan yang teraupetik didasari oleh pandangan bahwa bermain
bagi anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang
anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran anak,
mengalihkan parasaan nyeri, dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan bermain harus menjadi
bagian integral dan pelayanan kesehatan anak dirumah sakit (Brennan, 1994).
Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah sakit akan memberikan
a. Meningkatkan hubungan antara klien (anak keluarga) dan perawat karena dengan
yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan alat
b. Perawatan dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain
c. Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak,
tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih,
tegang, dan nyeri. Pada beberapa anak yang belum dapat mengekspresikan perasaan dan
pikiran secara verbal dan/ atau pada anak yang kurang dapat mengekspresikannya, permainan
d. Permainan yang terupetik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai
e. Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi secara sehat,
1
9
Prinsip - prinsip permainan pada anak di rumah sakit:
1 Permainan Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan
pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan
ditempat tidur dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya ditempat bermain
khusus yang ada diruang rawat. Misalnya, sambil tiduran anak dapat dibacakan buku cerita
atau diberikan buku komik anak-anak, mobil-mobilan yang tidak pakai remote control,
robot-robotan, dan permainan lain yang dapat dimainkan anak dan orang tuanya sambil
tiduran.
2. Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat dan sederhana. Pilih jenis permainan
yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang ada pada anak dan/atau
yang tersedia diruangan. Kalaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih yang
3. Harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk anak,
tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari - lari dan bergerak secara berlebihan.
4. Dilakukan pada kelompok umur yang sama. Apabila permainan dilakukan khusus di kamar
bermain secara berkelompok dirumah, permainan harus dilakukan pada kelompok umur
5. Melibatkan orang tua. Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya
stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat dirumah sakit termasuk
dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga
apabila permainan diinisiasi oleh perawat orang tua harus terlibat secara aktif dan
mendampingi anak dari awal permainan sampai mengevaluasi permainan anak bersama
Pedoman dalam menyusun rancangan program bermain pada anak yang di rawat di rumah sakit
a) Tujuan bermain
Tetapkan tujuan bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan bermain
mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak, sedangkan tujuan yang ditetapkan harus
memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada upaya
ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan
2
0
nyeri.
Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Apabila permainan yang akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas aktivitas
setiap anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orang tua setiap anak.
c) Alat permainan yang diperlukan gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang
tersedia di ruang rawat. Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas, gunakan bahan
Selama kegiatan bermain, respon anak dan orang tua harus diobservasi dan menjadi catatan
Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu
e) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan
prosedur medis
2
1
DAFTAR PUSTAKA
2
2