Anda di halaman 1dari 22

TUGAS KONSEP HOSPITALISASI DAN KONSEP BERMAIN PADA ANAK

MATA KULIAH KEPERAWATAN MARTENITAS

DOSEN PENGAMPU : DR.Ns.RIFA YANTI,M.Biomed

Disusun Oleh :

AMELIA ERIYANTI

200102316

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN AL INSYIRAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

PEKANBARU

1
2021

2
KONSEP HOSPITALISASI DAN KONSEP BERMAIN PADA ANAK

A. Konsep Hospitalisasi

1. Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan anak tinggal di rumah sakit

untuk menjalani terapi dan perawatan yang sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini,

2004).

Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia.

Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga

kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun keluarga yang menunggu selama perawatan

(Nursalam, 2011).

Menurut Setiawan (2014) hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan

perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah

a. beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak menjalani hospitalisasi seperti:

1) Faktor Lingkungan rumah sakit

Rumah sakit dapatmenjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut pandang anak-

anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajah-wajah yang asing, berbagai macam

bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan

ketakutan baik bagi anakataupun orang tua. (Norton-Westwood,2012).

2) Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti

Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan sehari-hari,

juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga berpisah dengan anggota keluarga lainnya

(Pelander & Leino- Kilpi,2010). Jurnal Ilmiah WIDYA 10 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli

2014 Yuli Utami, 9 - 20

3) Faktor kurangnya informasi

Yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi. Hal ini

dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal yang tidak umum di alami

3
oleh semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yangr umit

dengan berbagai prosedur yang dilakukan (Gordondkk,2010).

4) Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian

Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring,

pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian

anak yang sedang dalam taraf perkembangan (Price & Gwin,2005).

5) Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan semakin sering seorang

anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah

sebaliknya (Pelander & Leino-Kilpi,2010).

6) Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit khususnya perawat mengingat

anak masih memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi.

Perawat juga merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien

anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih

kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga

sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan

psikologis tahapan penyakit dan respon pengobatan (Pena & Juan,2011).

b. Respon Emosional Terhadap Hospitalisasi

a. Masa Bayi (Infant, 0-1 tahun)

Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua

sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih

dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas bila berhadapan dengan orang yang

tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul paada anak usia

ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety.

Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang

ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan

biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak

menyenangkan. (Yupi Supartini, 2012).

b. Masa Balita (Toddler, 2-3 tahun)

Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya.

Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai

dengan tahapannya, yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap
4
protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat,menjerit memanggil orang tua atau

menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang

ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk

bermain dan makan, sedih dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan

adalah secara samar memulai perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak

mulai terlihat menyukai lingkungannya. (Yupi Supartini, 2012). Oleh karena adanya

pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk

mengontrol diri dan anak menjadi tegantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan

kembali mundur dengan kemampuan sebelumnya atau regresi. Teerhadap perlukaan yang

dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasif, seoerti injeksi,

infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya dan memukul.

Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi nyeri dan mengkomunikasikan rasa

nyerinya. (Yupi Supartini, 2012).

c. Masa Pra Sekolah (3-6 tahun)

Perawatan anak di rumash sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungannya

yang dirasakan aman, penuh kasih sayang, dan menyenagkan, yaitu lingkungan rumah,

permainan dan teman sepermainanya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak

usia pra sekolah adalah dengan menolakmakan, sering bertanya, menangis walaupun secara

perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga

membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit

mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan

kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai

hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap

perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam

integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan

berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama

dengan perawat, ketergantungan ada orang tua. (Yupi Supartini, 2012).

d. Masa Sekolah (6-12 tahun)

Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang

dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan.

Kehilangan kontol juga akiba dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas.

Kehilangan kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak

5
kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan

soaial,perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau

rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal karena

anak sudah mampu mengkomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol

perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir atau menggigit dan memegang

sesuatu dengan erat. (Yupi Supartini, 2012).

e. Masa Remaja (12-18 tahun)

Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan timbulnya

perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Telah diuraikan pada

kegiatan belajar sebelumnya bahwa anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh

oleh kelompok sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa

kehilangan dan timbul perasaan cemas akibat perpisahan tersebut. Pembatsan aktivitas di

rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung

pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap

pembatasan aktivitas ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan

padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari

keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan

atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan,

dan/ menolak kehadiran orang lain. (Yupi Supartini, 2012).

c. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi Anak

Menurut Supartini (2004), reaksi orang tua terhadap perawatan anak di rumah sakit dan

latar belakang yang menyebabkan dapat diuraikan sebagai berikut :

1) Perasaan Cemas dan Takut

Perasaan yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya perasaan cemas dan

takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang hal yang sama secara berulang pada

orang berbeda, gelisah, ekspresi wajah tegang, dan bahkan marah.

2) Perasaan Sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan orang tua

mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk sembuh. Bahkan, pada saat

menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa sedih dan berduka akan dialami oleh orang

tua. Disatu sisi orang tua dituntut untuk berada disamping anaknya dan memberi

6
bimbingan spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka menghadapi ketidakberdayaan

karena perasaan terpukul dan lebih yang amat sangat. Pada kondisi ini orang tua

menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau didekati orang lain bahkan tidak kooperatif

terhadap petugas kesehatan.

3) Perasaan Frustasi

Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak mengalami

perubahan serta tidak ada kuatnya dukungan psikologi yang diterima orang tua baik dari

keluarga maupun kerabat lainnya maka orang tua akan merasa putus asa, bahkan frustasi.

Oleh karena itu, seringkali orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa,

menolak tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa.

Sedangkan menurut Nursalam (2005), reaksi keluarga terhadap anak yang sakit dan

dirawat di Rumah Sakit antara lain:

a. Reaksi orang tua

Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di rumah sakit di

pengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain :

1) Tingkat keseriusan penyakit anak

2) Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit.

3) Prosedur pengobatan.

4) Sistem pendukung yang tersedia.

5) Kekuatan ego individu.

6) Kemampuan dalam penggunaaan koping.

7) Dukungan dari keluarga.

8) Kebudayan dan kepercayaan.

b. Reaksi saudara kandung (sibling)

Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan di rawat di rumah sakit adalah

kesepian, ketakutan, kekhawatiran, marah, cemburu, benci, dan merasa bersalah.

Orang tua sering kali mencurahkan perhatian yang lebih besar terhadap anak yang

sakit di bandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan

cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.

c. Penurunan peran anggota keluarga.

Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah kehilangan peran orang tua,
7
saudara, dan anak cucu. Perhatian orang tua hanya tertuju pada anak yang sakit.

Akibatnya saudara-saudaranya yang lain menganggap bahwa hal tersebut tidak adil.

Respon tersebut biasanya tidak disadari dan tidak disengaja. Orang tua sering

menyalahkan perilaku saudara kandung tersebut sebagai perilaku anti sosial. Sakit

akan membuat anak kehilangan kebersamaan mereka dengan anggota keluarga yang

lain atau teman sekelompok

d. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan

1) Roming in

Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa, sebaiknya

orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan

kontak/komunikasi antara orang tua anak.

2) Partisipasi orang tua

Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit,

terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan. Perawat dapat memberikan

kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan anak dan

memandikannya. Dalam hal ini, perawat berperan sebagai pendidik kesehatan

(health educator) bagi keluarga.Membuat ruangan perawatan seperti situasi di

rumah dengan mendekorasi dinding memakai poster/kartu bergambar sehingga

anak merasa aman jika diruang anak tersebut.

4) Intervensi Keperawatan pada Keluarga dalam Hospitalisasi

Menurut Muhaj (2009), bentuk intervensi keperawatan pada keluarga yang terkait dengan

hospitalisasi antara lain:

a. Memberi informasi

Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan informasi.

Sehubungan dengan penyakit, prosedur pengobatan serta prognosis, reaksi emosional

anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap

anak yang sakit dan ditawar.

b. Melibatkan saudara kandung.

Keterlibatan saudara kandung sangat penting untuk mengurangi stres pada anak

misalnya, keterlibatan dalam program bermainan, mengunjungi saudara yang sakit

secara teratur dan sebagainya.

8
Suliswati (2004), walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi anak dan keluarga,

namun perawat harus mampu mengoptimalkan manfaat positif dari hospitalisasi bagi

hubungan antara anak dan anggota keluarganya, antara lain dengan mengembangkan

nilai-nilai berikut:

1) Membantu perkembangan hubungan orang tua dan anak.

Hospitalisasi memberikan kesempatan pada orang tua untuk belajar mengenai

pertumbuhan dan perkembangan anak.

2) Memberi kesempatan untuk pendidikan.

Hospitalisasi memberikan kesempatan pada anak dan anggota keluarga untuk

belajar mengenai tubuh dan profesi kesehatan.

3) Meningkatkan pengendalian diri

Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan memberi

kesempatan untuk pengendalian diri (self mastery).

4) Memberikan kesempatan untuk sosialisasiJika anak yang dirawat dalam satu

ruangan usianya sebaya, maka hal tersebut akan membantu anak untuk belajar

mengenai diri mereka.

B. Konsep Bermain

1. Pengertian

Terapi bermain merupakan usaha untuk mengubah tingkah laku bermasalah dengan

menempatkan anak dalam situasi bermain, perubahan yang dimaksud berarti menghilangkan

,mengurangi, meningkatkan atau memodifikasi suatu kondisi tingkah laku tertentu (Andriani,

2011).

Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain

merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak akan berkata-kata, belajar

memnyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal

waktu, jarak, serta suara (Wong, 2000).

2. Fungsi Bermain Pada Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa

jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya

makan, perawatan dan cinta kasih. Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan

sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,

9
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka orang tua seharusnya

mengetahui maksud dan tujuan permainan pada anak yang akan diberikan, agar diketahui

perkembangan anak lebih lanjut,mengingat anak memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang

yang membutuhkan stimulasi dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis,optimal dan sensitif.

Untuk lebih jelasnya dibawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak diantaranya :

a. Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik

Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan rangsangan pada

sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktifitas anak dapat mengeksplorasikan alam

sekitarnya sebagai contoh bayi dapat dilakukan rangsangan taktil,audio dan visual melalui

rangsangan ini perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat.Hal tersebut dapat

dicontohkan sejak lahir anak yang telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka anak di

kemudian hari kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal

sesuatu yang baru dilihatnya.Demikian juga pendengaran,apabila sejak bayi dikenalkan atau

dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari anak lebih cepat

berkembang dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.

b. Membantu Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat terlihat pada saat

anak bermain, maka anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu

memahami obyek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan

kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda

yang digunakan dalam permainan,sehingga fungsi bermain pada model demikian akan

meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.

c. Meningkatkan Sosialisasi Anak

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh dimana pada usia bayi anak

akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang

dunianya sama, pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan ini

sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian bermain peran seperti

bermain-main berpura-pura menjadi seorang guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak,

menjadi seorang ibu dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari

akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu melakukan sosialisasi dengan

1
0
teman dan orang lain.

d. Meningkatkan Kreatifitas

Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak mulai belajar

menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek yang akan

digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini,

seperti bermain bongkar pasang mobil-mobilan.

e. Meningkatkan Kesadaran Diri

Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk ekplorasi tubuh dan

merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang merupakan bagian dari individu yang saling

berhubungan, anak mau belajar mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang

lain.

f. Mempunyai Nilai Terapeutik

Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan

ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur diri anak terhadap

dunianya.

g. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak

Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak, hal ini dapat dijumpai

anak sudah mampu belajar benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika

berinteraksi dengan temannya, dan juga ada beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan

yang harus dilakukan tidak boleh dilanggar.

3. Tujuan Bermain

Melalui fungsi yang terurai diatasnya, pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan sebagai berikut

a. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak

mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Walaupun demikian,

selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.

b. Mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya. Seperti yang telah di

uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di rumah sakit, anak mengalami berbagai perasaan

yang sangat tidak menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengekspresikannya.

c. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah. Permainan akan

menstimulasi daya pikir, imajinasi, fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada

1
1
dalam pikirannya. Pada saat melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada masalah

dalam konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin tertantang untuk dapat

menyelesaikannya dengan baik.

d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat di rumah sakit. Stress

yang dialami anak dirawat di rumah sakit tidak dapat dihindarkan sebagaimana juga yang

dialami orang tua. Untuk itu yang penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan orang tua

untuk dapat beradaptasi dengan stressor yang dialaminya di rumah sakit secara efeaktorktif.

Permainan adalah media yang efektif untuk beradaptasi karena telah terbukti dapat

menurunkan rasa cemas, takut, nyeri dan marah.

4. Kecenderungan Umum Selama Anak - Anak

Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak, diantaranya bersifat aktif dan

bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain

aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan

melaksanakannya akan tetapi jika sifat bermain tersebut adalah pasif, maka anak akan

memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan orang lingkungan yang memberikan

respons secara aktif. Melihat hal tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari permainan

diantaranya:

a. Berdasarkan isinya :

1) Bermain Afektif Sosial

Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhungan dengan orang lain

hal ini dapat dilakukan seperti orang tua memeluk adanya sambil berbicara, bersandung

kemudian anak memberikan respons seperti tersenyum tertawa, bergembira, dan lain-lain.

Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak hanya berespons

terhadap simulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak.

2) Bermain Bersenang-senang

Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada sehingga

anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini

adalah tergantung dari stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain

ini hanya memberikan kesenangan pada anak tapa memperdulikan kehadiran orang lain,

seperti bermain boneka-bonekaan, binatang- binatangan, dan lain-lain.

3) Bermain Keterampilan

Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang

1
2
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini

adalah sifat aktif dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan

tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar, disni anak selalu dipacu untuk

selalu terampil dalam meletakkan gambar yang telahdi bongkar, kemudian bermain

latihan memakai baju dan lain- lain.

4) Bermain Dramtik

Macam bermain ini dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-pura

dalam berperilaku seperti anak memperankan sebagai orang dewasa, seorang ibu dan

guru dalam kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan ini adalah anak dituntut aktif

dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah

mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan social.

5) Bermain Menyelidiki

Macam bermain ini dengan memberikan sentuhan pada anak untuk berperan dalam

menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat permainan seperti mengocok untuk

mengetahui isinya dan permainan ini bersifat aktif pada anak dan dapat digunakan untuk

mengembangkan kemampuan kecerdasan pada anak. Sifat permainan tersebut harus

selalu diberikan stimulasi dari orang lain agar selalu bertambah dalam kemampuan

kecerdasan anak.

6) Bermain Konstruksi

Bermain ini bertujuan untuk menyusun sesuatu pbjek permainan agar menjadi sebuah

konstruksi yang benar seperti permainan menyusun balok. Sifat dari permainan ini adalah

aktif di mana anak selalu ingin menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permaianan

dan akan dapat membangun kecerdasan pada anak.

b. Berdasarkan jenis permainan :

1) Permainan

Permainan ini dapat dilakukan secara sendiri atau bersama temannya dengan

menggunakan beberapa peraturan permainan seperti permainan ular tangga. Sifatnya

adalah aktif, anak akan memberikan respons kepada temannya sesuai dengan jenis

permaianan dan akan berfungsi memberikan kesenangan yang dapat mengembangkan

perkembangan emosi pada anak.

2) Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour) Pada saat tertentu,

anak sering terlibat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk,

1
3
memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk

dengan bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan

tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat

permainan. Anak memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya.

Peran ini berbeda dibandingkan dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati aktivitas

anak lain.

c. Berdasarkan karakteristik sosial :

1) Solitary Play

Di mulai dari bayi bayi (toddler) dan merupakan jenis permainan sendiri atau independent

walaupun ada orang lain di sekitarnya. Hal ini karena keterbatasan sosial, ketrampilan

fisik dan kognitif. Sifatnya adalah aktif akan tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang,

karena dilakukan sendiri dalam perkembangan mental pada anak, kemudian dapat

membantu untuk menciptakan kemandirian pada anak.

2) Pararel Play

Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak lain yang sedang bermain akan tetapi

tidak ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat dari bermain ini adalah anak aktif secara

sendiri tetapi masih masih dalam satu kelompok, dengan harapan kemampuan anak dalam

menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut terlatih dengan baik.

3) Associative Play

Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang mulai dari usia toddler dan

dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan permainan dimana anak dalam

kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum terorganisir secara formal.

4) Cooperative Play

Suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada

memimpin yang di mulai dari usia prasekolah. Permainan ini dilakukan pada usia sekolah

dan remaja.

5) Onlooker Play

Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain,

walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler.

6) Therapeutic Play

Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi kebutuhan

fisik dan psikososial anak selama hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi stres,

1
4
memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990

dikutip oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan alat-alat medik dapat

menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran perawatan diri pada anak-anak. Pengajaran

dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai alat

peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti memperagakan dan melakukan

gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang infus dan sebagainya.

5. Pedoman Untuk Keamanan Bermain

Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka diperlukan

hal-hal seperti:

a. Ekstra energi

Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan untuk

melakukan permainan.

b. Waktu

Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan

dapat optimal.

c. Alat permainan

Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak

serta memiliki unsur edukatif bagi anak.

d. Ruang untuk bermain

Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat tidur.

e. Pengetahuan cara bermain

Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan

lebih berkembang dalam menggunakan alat permainan tersebut.

f. Teman bermain

Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak

dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama dengan orangtua, maka

hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab. Ada juga yang disebut dengan Alat

Permainan Edukatif (APE). APE Merupakan alat permainan yang dapat memberikan fungsi

permainan secara optimal dan perkembangan anak,dimana melalui alat permainan ini anak

akan selalu dapat mengembangkan kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan kognitifnya,

dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fUngsi perkembangan secara optimal, maka alat

permainan ini harus aman, ukurannya sesuai dengan usia anak, modelnya jelas, menarik,

1
5
sederhana, dan tidak mudah rusak.

Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada masyarakat kurang

memahami jenis permainan karena banyak orang tua membeli permainan tanpa

memperdulikan jenis kegunaan yang mampu mengembangkan aspek tersebut,sehingga

terkadang harganya mahal,tidak sesuai dengan umur anak dan tipe permainannya sama.

Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis permainan yang dapat

mengembangkan secara edukatif seperti : permainan sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan

yang ditarik dan didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau

motorik kasar, kemudian alat permainan gunting, pensil, bola, balok, lilin jenis alat ini dapat

digunakan dalam mengembangkan motorik halus, alat permainan buku bergambar, buku

cerita, puzzle, boneka , pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk

mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat permainan seperti buku

gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan televise tersebut dapat digunakan dalam

mengembangkan kemampuan bahasa, alat permainan seperti gelas plastic, sendok, baju,

sepatu, kaos kaki semuanya dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan menolong

diri sendiri dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali, dapat digunakan secara bersama

dapat dilakukan untuk mengembangkan tingkah laku social.

Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran orang tua atau

pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan tentang jenis alat permainan dan

kegunaannya, sabar dalam bermain, tidak memaksakan, mampu mengkaji kebutuhan bermain

seperti kapan harus berhenti dan kapan harus dimulai, memberikan kesempatan untuk

mandiri.

6. Karakteristik Bermain (Usia Bayi - Prasekolah)

Dalam bermain pada anak tidaklah sama dalam setiap usia tumbuh kembang melainkan berbeda,

hal ini dikarenakan setiap tahap usia tumbuh kembang anak selalu mempunyai tugas-tugas

perkembangan yang berbeda sehingga dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas

masing- masing umur tumbuh kembang. Adapun karakteristik dalam setiap tahap usia tumbuh

kembang anak:

a. Usia 0-1 tahun

Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih dengan adanya reflex, melatih kerja sama

antara mata dan tangan, mata dan telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada

1
6
tetapi tidak kelihatan, melatih mengenal asal suara, kepekaan perabaan, keterampilan dengan

gerakan yang berulang, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat memperbaiki

pertumbuhan dan perkembangan.

Jenis permainan ini permainan yang dianjurkan pada usia ini antara lain: benda (permainan)

aman yang dapat dimasukkan kedalam mulut, gambar bentuk muka, boneka orang dan

binatang, alat permaianan yang dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat permaian berupa

selimut, boneka, dan lai-lain.

b. Usia 1-2 tahun

Jenis permainan yang dapat digunakan pada usia ini pada dasarya bertujuan untuk melatih anak

melakukan gerakan mendorong atau menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak

melakukan kegiatan sehari-hari dan memperkenalkan beberapa bunyi dan mampu

membedakannya. Jenis permainan ini seperti semua alat permainan yang dapat didorong dan di

tarik, berupa alat rumah tangga, balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil berwarna, dan

lain-lain.

c. Usia 3-6 tahun

Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan kreativitasnya dan sosialisasi

sehingga sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan menyamakan

dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan

sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, menegembangkan dan mengontrol emosi,

motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan

memperkenalkan suasana kompetensi serta gotong royong. Sehingga jenis permainan yang

dapat dighunakamn pada anak usia ini seperti benda-benda sekitar rumah, buku gambar,

majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan air. Alat Permainan

Edukatif

7. Alat permainan edukatif (APE)

Adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak sesuai dengan usia dan

tingkat perkembangannya dan yang berguna untuk perkembangan aspek fisik, bahasa, kognitif,

dan social anak (soetjningsih, 1995). Agar orang tua dapat memberikan alat permainan yang

edukatif pada anaknya, syarat - syarat berikut ini yang perlu diperhatikan adalah :

a. Keamanan

Alat permainan untuk anak dibawah umur 2 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, cat tidak

1
7
beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah pecah, karena pada usia ini anak

kadang - kadang suka memasukkan benda kedalam mulut.

b. Ukuran dan berat

Prinsipnya, mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Apabila mainan terlalu

besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya, bila terlalu

kecil, mainan akan mudah tertelan.

c. Desain

APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran, susunan, ukuran dan

warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu, APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk

menghindari kebingungan anak.

d. Fungsi yang jelas

APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli perkembangan anak.

e. Variasi APE

APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang), namun tidak

terlalu sulit agar anak tidak frustasi dan tidak terlalu mudah, karena anak akan cepat bosan.

f. Universal

APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan bangsa. Jadi, dalam

menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.

g. Tidak mudah rusak, mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat luas karena APE berfungsi

sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka setiap lapisan masyarakat, baik yang dengan

tingkat social ekonomi tinggi maupun rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE bias

didesain sendiri asal memenuhi persyaratan.

8. Terapi Bermain Pada Anak Yang Dihospitalisasi

Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas bermain. Bermain

dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk menyelesaikan tugas perkembangan secara

normal dan membangun koping terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap

penyakit dari hospitalisasi (Mott, 1999).

Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan memberikan

perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu anak menanggulangi pengalaman

yang tidak menyenangkan, pengobatan dan prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon

anak terhadap hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga anak lebih

1
8
kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Perawatan anak dirumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan stress, baik bagi anak

maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah, menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri

merupakan penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah sakit seperti

bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun

lingkungan social, seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu

sendiri. Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan

lainnya, sering kali dialami anak.

Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan tersebut dan mampu

bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam perawatan.media yang paling efektif adalah

melalui kegiatan permainan. Permainan yang teraupetik didasari oleh pandangan bahwa bermain

bagi anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang

anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran anak,

mengalihkan parasaan nyeri, dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan bermain harus menjadi

bagian integral dan pelayanan kesehatan anak dirumah sakit (Brennan, 1994).

Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah sakit akan memberikan

keuntungan sebagai berikut :

a. Meningkatkan hubungan antara klien (anak keluarga) dan perawat karena dengan

melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai kesempatan untuk membina hubungan

yang baik dan menyenangkan dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan alat

komunikasi yang elektif antara perawat dank klien.

b. Perawatan dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain

yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak.

c. Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada anak,

tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih,

tegang, dan nyeri. Pada beberapa anak yang belum dapat mengekspresikan perasaan dan

pikiran secara verbal dan/ atau pada anak yang kurang dapat mengekspresikannya, permainan

menggambar, mewarnai, atau melukis akan membantunya mengekspresikan perasaan tersebut.

d. Permainan yang terupetik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai

tingkah laku yang positif.

e. Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak untuk berkompetisi secara sehat,

akan dapat menurunkan ketegangan pada anak dan keluarganya.

1
9
Prinsip - prinsip permainan pada anak di rumah sakit:

1 Permainan Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang sedang dijalankan

pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat dilakukan

ditempat tidur dan anak tidak boleh diajak bermain dengan kelompoknya ditempat bermain

khusus yang ada diruang rawat. Misalnya, sambil tiduran anak dapat dibacakan buku cerita

atau diberikan buku komik anak-anak, mobil-mobilan yang tidak pakai remote control,

robot-robotan, dan permainan lain yang dapat dimainkan anak dan orang tuanya sambil

tiduran.

2. Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat dan sederhana. Pilih jenis permainan

yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang ada pada anak dan/atau

yang tersedia diruangan. Kalaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih yang

sederhana, supaya tidak melelahkan anak (misalnya, menggambar / mewarnai,bermain

boneka dan membaca buku cerita).

3. Harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang aman untuk anak,

tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari - lari dan bergerak secara berlebihan.

4. Dilakukan pada kelompok umur yang sama. Apabila permainan dilakukan khusus di kamar

bermain secara berkelompok dirumah, permainan harus dilakukan pada kelompok umur

yang sama. Misalnya, permainan mewarnai pada kelompok usia prasekolah.

5. Melibatkan orang tua. Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap melangsungkan upaya

stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun sedang dirawat dirumah sakit termasuk

dalam aktivitas bermain anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga

apabila permainan diinisiasi oleh perawat orang tua harus terlibat secara aktif dan

mendampingi anak dari awal permainan sampai mengevaluasi permainan anak bersama

dengan perawat dan orang tua anak lainnya.

Pedoman dalam menyusun rancangan program bermain pada anak yang di rawat di rumah sakit

a) Tujuan bermain

Tetapkan tujuan bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan bermain

mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak, sedangkan tujuan yang ditetapkan harus

memperhatikan prinsip bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada upaya

ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan

2
0
nyeri.

b) Proses kegiatan bermain

Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Apabila permainan yang akan dilakukan dalam kelompok, uraikan dengan jelas aktivitas

setiap anggota kelompok dalam permainan dan kegiatan orang tua setiap anak.

c) Alat permainan yang diperlukan gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang

tersedia di ruang rawat. Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas, gunakan bahan

yang murah dan haga yang terjangkau.

d) Pelaksanaan kegiatan bermain

Selama kegiatan bermain, respon anak dan orang tua harus diobservasi dan menjadi catatan

penting bagi perawat, bahkan apabila tampak adanya.

e) Evaluasi atau penilaian

Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain dilaksanakan di suatu

rumah sakit, antara lain :

a) Memfasilitasi situasi yang tidak familiar

b) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol

c) Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan

d) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh

e) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan peralatan dan

prosedur medis

f) Memberi peralihan dan relaksasi

g) Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing

h) Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan perasaan,

i) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang positif

terhadap orang lain

j) Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat

k) Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

2
1
DAFTAR PUSTAKA

Setyawan, Dwi Bodhi. 2011. Diakses pada tanggal 5 Juni 2021


http://kumpulan-askepaskep.blogspot.co.id/2011/03/hospitalisasi-pada- anak.html

Aini, fitriatuL 2013. Diakses oada tanggal 5 Juni 2021


darihttp://fitriatulainil4.blogspot.co.id/2013/ll/konsep-hospitalisasi.html

Anonim.(2012). E-Book Konsep Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 5 Juni 2021


http://ebookbrowse.com/dia-122-slide-konsep-hospitalisasi-pdf-d337836072

Anonim.(2011). Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 5 Juni 2021


http://www.scrihd.com/doc/56601675/Hospitalisasi

Dachi, J. (2007). Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 5 Juni 2021


http://jovandc.multiply.com/reviews/item/3?&show interstitial=l&u=%

2
2

Anda mungkin juga menyukai