Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PEMBAHASAN

A.Konsep Hospitalisasi

1. Pengertian

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang mengharuskan anak tinggal


di rumah sakit untuk menjalani terapi dan perawatan yang sampai
pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004).

Hospitalisasi pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan


stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh
faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya),
lingkungan baru, maupun keluarga yang menunggu selama perawatan
(Nursalam, 2011).

Menurut Setiawan (2014) hospitalisasi merupakan suatu proses karena suatu


alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di
rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali
ke rumah

a. beberapa faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak


menjalani hospitalisasi seperti:
a. Faktor Lingkungan rumah sakit
Rumah sakit dapatmenjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari
sudut pandang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar,
wajah-wajah yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang
digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan
ketakutan baik bagi anakataupun orang tua. (Norton-Westwood,2012).
b. Faktor Berpisah dengan orang yang sangat berarti
Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar
digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga
berpisah dengan anggota keluarga lainnya (Pelander & Leino-

1
Kilpi,2010). Jurnal Ilmiah WIDYA 10 Volume 2 Nomor 2 Mei-Juli
2014 Yuli Utami, 9 – 20
c. Faktor kurangnya informasi
yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani hospitalisasi.
Hal ini dimungkinkan mengingat proses hospitalisasi merupakan hal
yang tidak umum di alami oleh semua orang. Proses ketika menjalani
hospitalisasi juga merupakan hal yangr umit dengan berbagai prosedur
yang dilakukan (Gordondkk,2010).
d. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian
Aturan ataupun rutinitas rumah sakit, prosedur medis yang dijalani
seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat
mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf
perkembangan (Price & Gwin,2005).
e. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka
semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya (Pelander &
Leino-Kilpi,2010).
f. Faktor perilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit
khususnya perawat mengingat anak masih memiliki keterbatasan dalam
perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat juga
merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan
pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas
yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa.
Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia
anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis
tahapan penyakit dan respon pengobatan (Pena & Juan,2011).
b. Respon Emosional Terhadap Hospitalisasi
a. Masa Bayi (Infant, 0-1 tahun)
Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak dari perpisahan
dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya
dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger
anxiety atau cemas bila berhadapan dengan orang yang tidak

2
dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul
paada anak usia ini adalah menangis, marah dan banyak melakukan
gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi
akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang
ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri
atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang
banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan. (Yupi Supartini,
2012).
b. Masa Balita (Toddler, 2-3 tahun)
Anak usia toddler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Sumber stress yang utama adalah cemas akibat perpisahan.
Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap protes,
putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis kuat,menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa,
perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif,
kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih dan apatis.
Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara
samar memulai perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan
anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. (Yupi Supartini, 2012).
Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan
kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi
tegantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur
dengan kemampuan sebelumnya atau regresi. Teerhadap perlukaan
yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan
invasif, seoerti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis,
menggigit bibirnya dan memukul. Walaupun demikian, anak dapat
menunjukkan lokasi nyeri dan mengkomunikasikan rasa nyerinya.
(Yupi Supartini, 2012).
c. Masa Pra Sekolah (3-6 tahun)

Perawatan anak di rumash sakit memaksa anak untuk berpisah dari


lingkungannya yang dirasakan aman, penuh kasih sayang, dan

3
menyenagkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainanya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia
pra sekolah adalah dengan menolakmakan, sering bertanya, menangis
walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas
kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan
kontrol terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan
kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak
prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu,
bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena
anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas
tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan
marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata
marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, ketergantungan ada
orang tua. (Yupi Supartini, 2012).

d. Masa Sekolah (6-12 tahun)

Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak berpisah dengan


lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok
sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontol juga akiba
dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan
kontrol tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak
kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan
bermain atau pergaulan soaial,perasaan takut mati, dan adanya
kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun non verbal
karena anak sudah mampu mengkomunikasikannya. Anak usia sekolah
sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan
menggigit bibir atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
(Yupi Supartini, 2012).

e. Masa Remaja (12-18 tahun)

4
Anak usia remaja mempersepsikan perawatan di rumah sakit
menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan
teman sebayanya. Telah diuraikan pada kegiatan belajar sebelumnya
bahwa anak remaja begitu percaya dan sering kali terpengaruh oleh
kelompok sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan
merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas akibat perpisahan
tersebut. Pembatsan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan
kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau
petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap
pembatasan aktivitas ini adalah dengan menolak perawatan atau
tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif
dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama
pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan
atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik
diri dari lingkungan, dan/ menolak kehadiran orang lain. (Yupi
Supartini, 2012).

c. Reaksi Orang Tua Terhadap Hospitalisasi Anak

Menurut Supartini (2004), reaksi orang tua terhadap perawatan anak di


rumah sakit dan latar belakang yang menyebabkan dapat diuraikan sebagai
berikut :

a. Perasaan Cemas dan Takut

Perasaan yang sering ditunjukkan orang tua berkaitan dengan adanya


perasaan cemas dan takut ini adalah sering bertanya atau bertanya tentang
hal yang sama secara berulang pada orang berbeda, gelisah, ekspresi wajah
tegang, dan bahkan marah.

b. Perasaan Sedih

Perasaan ini muncul terutama pada saat anak dalam kondisi terminal dan
orang tua mengetahui bahwa tidak ada lagi harapan anaknya untuk
sembuh. Bahkan, pada saat menghadapi anaknya yang menjelang ajal, rasa

5
sedih dan berduka akan dialami oleh orang tua. Disatu sisi orang tua
dituntut untuk berada disamping anaknya dan memberi bimbingan
spiritual pada anaknya, dan disisi lain mereka menghadapi
ketidakberdayaan karena perasaan terpukul dan lebih yang amat sangat.
Pada kondisi ini orang tua menunjukkan perilaku isolasi atau tidak mau
didekati orang lain bahkan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan.

c. Perasaan Frustasi

Pada kondisi anak yang telah dirawat cukup lama dan dirasakan tidak
mengalami perubahan serta tidak ada kuatnya dukungan psikologi yang
diterima orang tua baik dari keluarga maupun kerabat lainnya maka orang
tua akan merasa putus asa, bahkan frustasi. Oleh karena itu, seringkali
orang tua menunjukkan perilaku tidak kooperatif, putus asa, menolak
tindakan, bahkan menginginkan pulang paksa.

Sedangkan menurut Nursalam (2005), reaksi keluarga terhadap anak yang


sakit dan dirawat di Rumah Sakit antara lain:

a. Reaksi orang tua

Reaksi orang tua terhadap anaknya yang sakit dan dirawat di


rumah sakit di pengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain :

1) Tingkat keseriusan penyakit anak


2) Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit.
3) Prosedur pengobatan.
4) Sistem pendukung yang tersedia.
5) Kekuatan ego individu.
6) Kemampuan dalam penggunaaan koping.
7) Dukungan dari keluarga.
8) Kebudayan dan kepercayaan.
b. Reaksi saudara kandung (sibling)

Reaksi saudara sekandung terhadap anak yang sakit dan di rawat di


rumah sakit adalah kesepian, ketakutan, kekhawatiran, marah, cemburu,

6
benci, dan merasa bersalah. Orang tua sering kali mencurahkan perhatian
yang lebih besar terhadap anak yang sakit di bandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang
sehat dan anak merasa ditolak.

c. Penurunan peran anggota keluarga.

Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah


kehilangan peran orang tua, saudara, dan anak cucu. Perhatian orang tua
hanya tertuju pada anak yang sakit. Akibatnya saudara-saudaranya yang
lain menganggap bahwa hal tersebut tidak adil. Respon tersebut biasanya
tidak disadari dan tidak disengaja. Orang tua sering menyalahkan perilaku
saudara kandung tersebut sebagai perilaku anti sosial. Sakit akan membuat
anak kehilangan kebersamaan mereka dengan anggota keluarga yang lain
atau teman sekelompok

d. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan


1) Roming in

Roming in berarti orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk
mempertahankan kontak/komunikasi antara orang tua anak.

2) Partisipasi orang tua

Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang


sakit, terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan. Perawat dapat
memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan
anak dan memandikannya. Dalam hal ini, perawat berperan sebagai
pendidik kesehatan (health educator) bagi keluarga.Membuat ruangan
perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding
memakai poster/kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika
diruang anak tersebut.

7
d. Intervensi Keperawatan pada Keluarga dalam Hospitalisasi
Menurut Muhaj (2009), bentuk intervensi keperawatan pada keluarga yang
terkait dengan hospitalisasi antara lain:
a. Memberi informasi

Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan


informasi. Sehubungan dengan penyakit, prosedur pengobatan serta
prognosis, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi
emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan ditawar.

b. Melibatkan saudara kandung.

Keterlibatan saudara kandung sangat penting untuk mengurangi stres pada


anak misalnya, keterlibatan dalam program bermainan, mengunjungi
saudara yang sakit secara teratur dan sebagainya.

Suliswati (2004), walaupun hospitalisasi sangat membuat stres bagi


anak dan keluarga, namun perawat harus mampu mengoptimalkan manfaat
positif dari hospitalisasi bagi hubungan antara anak dan anggota
keluarganya, antara lain dengan mengembangkan nilai-nilai berikut:

a. Membantu perkembangan hubungan orang tua dan anak.


Hospitalisasi memberikan kesempatan pada orang tua untuk belajar
mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Memberi kesempatan untuk pendidikan.
Hospitalisasi memberikan kesempatan pada anak dan anggota
keluarga untuk belajar mengenai tubuh dan profesi kesehatan.
c. Meningkatkan pengendalian diri
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan
memberi kesempatan untuk pengendalian diri (self mastery).
d. Memberikan kesempatan untuk sosialisasiJika anak yang dirawat
dalam satu ruangan usianya sebaya, maka hal tersebut akan membantu
anak untuk belajar mengenai diri mereka.

8
B. Konsep Bermain

1. Pengertian

Terapi bermain merupakan usaha untuk mengubah tingkah laku


bermasalah dengan menempatkan anak dalam situasi bermain, perubahan yang
dimaksud berarti menghilangkan ,mengurangi, meningkatkan atau
memodifikasi suatu kondisi tingkah laku tertentu (Andriani, 2011).

Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan


sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan
bermain, anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dengan
lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak,
serta suara (Wong, 2000).

2. Fungsi Bermain Pada Anak

Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga


tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi
merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih.
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik,
perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran
diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

Sebelum memberikan berbagai jenis permainan pada anak, maka orang tua
seharusnya mengetahui maksud dan tujuan permainan pada anak yang akan
diberikan, agar diketahui perkembangan anak lebih lanjut,mengingat anak
memiliki berbagai masa dalam tumbuh kembang yang membutuhkan stimulasi
dalam mencapai puncaknya seperti masa kritis,optimal dan sensitif.

Untuk lebih jelasnya dibawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada
anak diantaranya

a. Membantu Perkembangan Sensorik dan Motorik


Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan
melakukan rangsangan pada sensorik dan motorik melalui rangsangan

9
ini aktifitas anak dapat mengeksplorasikan alam sekitarnya sebagai
contoh bayi dapat dilakukan rangsangan taktil,audio dan visual melalui
rangsangan ini perkembangan sensorik dan motorik akan
meningkat.Hal tersebut dapat dicontohkan sejak lahir anak yang telah
dikenalkan atau dirangsang visualnya maka anak di kemudian hari
kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat
mengenal sesuatu yang baru dilihatnya.Demikian juga
pendengaran,apabila sejak bayi dikenalkan atau dirangsang melalui
suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari anak lebih cepat
berkembang dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.
b. Membantu Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini
dapat terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba
melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek
permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan
dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan
berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan,sehingga
fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan
perkembangan kognitif selanjutnya.
c. Meningkatkan Sosialisasi Anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, sebagai contoh
dimana pada usia bayi anak akan merasakan kesenangan terhadap
kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama,
pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan
ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian
bermain peran seperti bermain-main berpura-pura menjadi seorang
guru, jadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu
dan lain-lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari
akan keberadaan teman sebaya sehingga harapan anak mampu
melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.

10
d. Meningkatkan Kreatifitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana
anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan
mampu memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan
sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti
bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
e. Meningkatkan Kesadaran Diri
Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk
ekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan, anak mau
belajar mengatur perilaku, membandingkan dengan perilaku orang
lain.
f. Mempunyai Nilai Terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman
sehingga adanya stres dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat
bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.
g. Mempunyai Nilai Moral Pada Anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak,
hal ini dapat dijumpai anak sudah mampu belajar benar atau salah dari
budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya,
dan juga ada beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang
harus dilakukan tidak boleh dilanggar.
3. Tujuan Bermain
Melalui fungsi yang terurai diatasnya, pada prinsipnya bermain
mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada
saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah
sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus
tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.
b. Mengekspresikan perasaan, keiginan, dan fantasi serta ide-idenya.
Seperti yang telah di uraikan diatas pada saat sakit dan dirawat di

11
rumah sakit, anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengekspresikannya.
c. Mengembangkan kreatifitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi, fantasinya untuk
menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya. Pada saat
melakukan permainan, anak juga akan dihadapkan pada masalah dalam
konteks permainannya, semakin lama ia bermain dan semakin
tertantang untuk dapat menyelesaikannya dengan baik.
d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan
dirawat di rumah sakit. Stress yang dialami anak dirawat di rumah
sakit tidak dapat dihindarkan sebagaimana juga yang dialami orang
tua. Untuk itu yang penting adalah bagaimana menyiapkan anak dan
orang tua untuk dapat beradaptasi dengan stressor yang dialaminya di
rumah sakit secara efeaktorktif. Permainan adalah media yang efektif
untuk beradaptasi karena telah terbukti dapat menurunkan rasa cemas,
takut, nyeri dan marah.
4. Kecenderungan Umum Selama Anak – Anak
Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak,
diantaranya bersifat aktif dan bersifat pasif, sifat demikian akan
memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika
anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu memberikan
rangsangan dan melaksanakannya akan tetapi jika sifat bermain tersebut
adalah pasif, maka anak akan memberikan respons secara pasif terhadap
permainan dan orang lingkungan yang memberikan respons secara aktif.
Melihat hal tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari permainan
diantaranya:
a. Berdasarkan isinya :
1) Bermain Afektif Sosial
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhungan
dengan orang lain hal ini dapat dilakukan seperti orang tua memeluk
adanya sambil berbicara, bersandung kemudian anak memberikan
respons seperti tersenyum tertawa, bergembira, dan lain-lain.Sifat

12
dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak
hanya berespons terhadap simulasi sehingga akan memberikan
kesenangan dan kepuasan bagi anak.
2) Bermain Bersenang-senang
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek
yang ada sehingga anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya
kehadiran orang lain. Sifat bermain ini adalah tergantung dari
stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain ini
hanya memberikan kesenangan pada anak tapa memperdulikan
kehadiran orang lain, seperti bermain boneka-bonekaan, binatang-
binatangan, dan lain-lain.
3) Bermain Keterampilan
Bermain ini menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan
keterampilan anak yang diharapkan mampu untuk berkreatif dan
terampil dalam sebagai hal. Sifat permainan ini adalah sifat aktif
dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan
tertentu seperti bermain dalam bongkar pasang gambar, disni anak
selalu dipacu untuk selalu terampil dalam meletakkan gambar yang
telahdi bongkar, kemudian bermain latihan memakai baju dan lain-
lain.
4) Bermain Dramtik
Macam bermain ini dapat dilakukan anak dengan mencoba
melakukan berpura-pura dalam berperilaku seperti anak
memperankan sebagai orang dewasa, seorang ibu dan guru dalam
kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan ini adalah anak dituntut
aktif dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat
dilakukan apabila anak sudah mampu berkomunikasi dan mengenal
kehidupan social.
5) Bermain Menyelidiki
Macam bermain ini dengan memberikan sentuhan pada anak untuk
berperan dalam menyelidiki sesuatu atau memeriksa dari alat
permainan seperti mengocok untuk mengetahui isinya dan

13
permainan ini bersifat aktif pada anak dan dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kecerdasan pada anak. Sifat
permainan tersebut harus selalu diberikan stimulasi dari orang lain
agar selalu bertambah dalam kemampuan kecerdasan anak.
6) Bermain Konstruksi
Bermain ini bertujuan untuk menyusun sesuatu pbjek permainan agar
menjadi sebuah konstruksi yang benar seperti permainan menyusun
balok. Sifat dari permainan ini adalah aktif di mana anak selalu ingin
menyelesaikan tugas-tugas yang ada dalam permaianan dan akan
dapat membangun kecerdasan pada anak.
b. Berdasarkan jenis permainan :
1) Permainan
Permainan ini dapat dilakukan secara sendiri atau bersama temannya
dengan menggunakan beberapa peraturan permainan seperti
permainan ular tangga. Sifatnya adalah aktif, anak akan memberikan
respons kepada temannya sesuai dengan jenis permaianan dan akan
berfungsi memberikan kesenangan yang dapat mengembangkan
perkembangan emosi pada anak.
2) Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour)
Pada saat tertentu, anak sering terlibat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja atau
apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan
bajunya atau benda lain. Jadi sebenarnya anak tidak memainkan alat
permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya
yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian
pada segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda
dibandingkan dengan onlooker, dimana anak aktif mengamati
aktivitas anak lain.
c. Berdasarkan karakteristik sosial :
1) Solitary Play
Di mulai dari bayi bayi (toddler) dan merupakan jenis permainan
sendiri atau independent walaupun ada orang lain di sekitarnya. Hal

14
ini karena keterbatasan sosial, ketrampilan fisik dan kognitif.
Sifatnya adalah aktif akan tetapi bentuk stimulasi tambahan kurang,
karena dilakukan sendiri dalam perkembangan mental pada anak,
kemudian dapat membantu untuk menciptakan kemandirian pada
anak.
2) Pararel Play
Bermain secara sendiri tetapi di tengah-tengah anak lain yang sedang
bermain akan tetapi tidak ikut dalam kegiatan orang lain. Sifat dari
bermain ini adalah anak aktif secara sendiri tetapi masih masih
dalam satu kelompok, dengan harapan kemampuan anak dalam
menyelesaikan tugas mandiri dalam kelompok tersebut terlatih
dengan baik.
3) Associative Play
Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok. Yang mulai
dari usia toddler dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan
merupakan permainan dimana anak dalam kelompok dengan
aktivitas yang sama tetapi belum terorganisir secara formal.
4) Cooperative Play
Suatu permainan yang terorganisir dalam kelompok, ada tujuan
kelompok dan ada memimpin yang di mulai dari usia prasekolah.
Permainan ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
5) Onlooker Play
Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak
ikut bermain, walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan
biasanya dimulai pada usia toddler.
6) Therapeutic Play
Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama hospitalisasi.
Dapat membantu mengurangi stres, memberikan instruksi dan
perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan, 1990 dikutip
oleh Supartini, 2004). Permainan dengan menggunakan alat-alat
medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran

15
perawatan diri pada anak-anak. Pengajaran dengan melalui
permainan dan harus diawasi seperti: menggunakan boneka sebagai
alat peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti
memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti pasang gips,
injeksi, memasang infus dan sebagainya.
5. Pedoman Untuk Keamanan Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan
maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti:
a. Ekstra energi
Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil
kemungkinan untuk melakukan permainan.
b. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal.
c. Alat permainan
Untuk bermain alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap
perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.
d. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan
di tempat tidur.
e. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan
pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat
permainan tersebut.
f. Teman bermain

Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan


membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan
dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak
menjadi lebih akrab. Ada juga yang disebut dengan Alat Permainan
Edukatif (APE). APE Merupakan alat permainan yang dapat
memberikan fungsi permainan secara optimal dan perkembangan
anak,dimana melalui alat permainan ini anak akan selalu dapat

16
mengembangkan kemampuan fisiknya, bahasa, kemampuan
kognitifnya, dan adaptasi sosialnya. Dalam mencapai fungsi
perkembangan secara optimal, maka alat permainan ini harus aman,
ukurannya sesuai dengan usia anak, modelnya jelas, menarik,
sederhana, dan tidak mudah rusak.

Dalam penggunaan alat permainan edukatif ini banyak dijumpai pada


masyarakat kurang memahami jenis permainan karena banyak orang tua
membeli permainan tanpa memperdulikan jenis kegunaan yang mampu
mengembangkan aspek tersebut,sehingga terkadang harganya
mahal,tidak sesuai dengan umur anak dan tipe permainannya sama.

Untuk mengetahui alat permainan edukatif, ada beberapa contoh jenis


permainan yang dapat mengembangkan secara edukatif seperti :
permainan sepeda roda tiga atau dua, bola, mainan yang ditarik dan
didorong jenis ini mempunyai pendidikan dalam pertumbuhan fisik atau
motorik kasar, kemudian alat permainan gunting, pensil, bola, balok,
lilin jenis alat ini dapat digunakan dalam mengembangkan motorik
halus, alat permainan buku bergambar, buku cerita, puzzle, boneka ,
pensil warna, radio dan lain-lain, ini dapat digunakan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif atau kecerdasan anak, alat
permainan seperti buku gambar, buku cerita, majalah, radio, tape dan
televise tersebut dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan
bahasa, alat permainan seperti gelas plastic, sendok, baju, sepatu, kaos
kaki semuanya dapat digunakan dalam mengembangkan kemampuan
menolong diri sendiri dan alat permainan seperti kotak, bola dan tali,
dapat digunakan secara bersama dapat dilakukan untuk
mengembangkan tingkah laku social.

Selain menggunakan alat permainan secara edukatif, harus ada peran


orang tua atau pembimbing dalam bermain yang memiliki kemampuan
tentang jenis alat permainan dan kegunaannya, sabar dalam bermain,
tidak memaksakan, mampu mengkaji kebutuhan bermain seperti kapan

17
harus berhenti dan kapan harus dimulai, memberikan kesempatan untuk
mandiri.

6. Karakteristik Bermain (Usia Bayi – Prasekolah)

Dalam bermain pada anak tidaklah sama dalam setiap usia tumbuh
kembang melainkan berbeda, hal ini dikarenakan setiap tahap usia tumbuh
kembang anak selalu mempunyai tugas-tugas perkembangan yang berbeda
sehingga dalam penggunaan alat selalu memperhatikan tugas masing-
masing umur tumbuh kembang. Adapun karakteristik dalam setiap tahap
usia tumbuh kembang anak:

a. Usia 0-1 tahun

Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih dengan adanya
reflex, melatih kerja sama antara mata dan tangan, mata dan telinga dalam
berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada tetapi tidak kelihatan,
melatih mengenal asal suara, kepekaan perabaan, keterampilan dengan
gerakan yang berulang, sehingga fungsi bermain pada usia ini sudah dapat
memperbaiki pertumbuhan dan perkembangan.

Jenis permainan ini permainan yang dianjurkan pada usia ini antara lain:
benda (permainan) aman yang dapat dimasukkan kedalam mulut, gambar
bentuk muka, boneka orang dan binatang, alat permaianan yang dapat
digoyang dan menimbulkan suara, alat permaian berupa selimut, boneka,
dan lai-lain.

b. Usia 1-2 tahun

Jenis permainan yang dapat digunakan pada usia ini pada dasarya
bertujuan untuk melatih anak melakukan gerakan mendorong atau
menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak melakukan kegiatan
sehari-hari dan memperkenalkan beberapa bunyi dan mampu
membedakannya. Jenis permainan ini seperti semua alat permainan yang
dapat didorong dan di tarik, berupa alat rumah tangga, balok-balok, buku
bergambar, kertas, pensil berwarna, dan lain-lain.

18
c. Usia 3-6 tahun

Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan


kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat diperlukan permainan yang
dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan,
kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan
sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, menegembangkan dan
mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian
yang bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetensi
serta gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat dighunakamn
pada anak usia ini seperti benda-benda sekitar rumah, buku gambar,
majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat, gunting, dan
air. Alat Permainan Edukatif

7. Alat permainan edukatif (APE)


adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan perkembangan
anak sesuai dengan usia dan tingkat perkembangannya dan yang berguna
untuk perkembangan aspek fisik, bahasa, kognitif, dan social anak
(soetjningsih, 1995). Agar orang tua dapat memberikan alat permainan
yang edukatif pada anaknya, syarat – syarat berikut ini yang perlu
diperhatikan adalah :
a. Keamanan

Alat permainan untuk anak dibawah umur 2 tahun hendaknya tidak terlalu
kecil, cat tidak beracun, tidak ada bagian yang tajam, dan tidak mudah
pecah, karena pada usia ini anak kadang – kadang suka memasukkan
benda kedalam mulut.

b. Ukuran dan berat

Prinsipnya, mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak.


Apabila mainan terlalu besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau
memindahkannya. Sebaliknya, bila terlalu kecil, mainan akan mudah
tertelan.

19
c. Desain

APE sebaiknya mempunyai desain yang sederhana dalam hal ukuran,


susunan, ukuran dan warna serta jelas maksud dan tujuannya. Selain itu,
APE hendaknya tidak terlalu rumit untuk menghindari kebingungan anak.

d. Fungsi yang jelas

APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli


perkembangan anak.

e. Variasi APE

APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar


pasang), namun tidak terlalu sulit agar anak tidak frustasi dan tidak terlalu
mudah, karena anak akan cepat bosan.

f. Universal

APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua budaya dan
bangsa. Jadi, dalam menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa
dimengerti oleh semua orang.

g. Tidak mudah rusak, mudah didapat dan terjangkau oleh masyarakat luas

Karena APE berfungsi sebagai stimulus untuk perkembangan anak, maka


setiap lapisan masyarakat, baik yang dengan tingkat social ekonomi tinggi
maupun rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE bias didesain
sendiri asal memenuhi persyaratan.

8. Terapi Bermain Pada Anak Yang Dihospitalisasi

Setiap anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan


aktivitas bermain. Bermain dapat memberikan kesempatan kepada anak
untuk menyelesaikan tugas perkembangan secara normal dan membangun
koping terhadap stres, ketakutan, kecemasan, frustasi dan marah terhadap
penyakit dari hospitalisasi (Mott, 1999).

20
Bermain juga menyediakan kebebasan untuk mengekspresikan emosi dan
memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab bermain membantu
anak menanggulangi pengalaman yang tidak menyenangkan, pengobatan
dan prosedur invasif. Dengan demikian diharapkan respon anak terhadap
hospitalisasi berupa perilaku agresif, regresi dapat berkurang sehingga
anak lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah sakit.

Perawatan anak dirumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan


stress, baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti ilmiah,
menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan
penyebab stress bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah
sakit seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih
petugas kesehatan maupun lingkungan social, seperti sesama pasien anak,
ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan, seperti
takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan
lainnya, sering kali dialami anak

Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan perasaan


tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan selama dalam
perawatan.media yang paling efektif adalah melalui kegiatan permainan.
Permainan yang teraupetik didasari oleh pandangan bahwa bermain bagi
anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan untuk kelangsungan
tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk dapat menggali dan
mengekspresikan perasaan dan pikiran anak, mengalihkan parasaan nyeri,
dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan bermain harus menjadi bagian
integral dan pelayanan kesehatan anak dirumah sakit (Brennan, 1994).
Aktivitas bermain yang dilakukan perawat pada anak di rumah sakit akan
memberikan keuntungan sebagai berikut :

a. Meningkatkan hubungan antara klien (anak keluaarga) dan perawat


karena dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai
kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan menyenangkan
dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan alat komunikasi yang
elektif antara perawat dank klien.

21
b. Perawatan dirumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk
mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan
mandiri pada anak.

c. Permainan pada anak dirumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa
senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri. Pada beberapa
anak yang belum dapat mengekspresikan perasaan dan pikiran secara
verbal dan/ atau pada anak yang kurang dapat mengekspresikannya,
permainan menggambar, mewarnai, atau melukis akan membantunya
mengekspresikan perasaan tersebut.

d. Permainan yang terupetik akan dapat meningkatkan kemampuan anak


untuk mempunyai tingkah laku yang positif.

e. Permainan yang memberikan kesempatan pada beberapa anak untuk


berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan ketegangan pada anak
dan keluarganya.

Prinsip – prinsip permainan pada anak di rumah sakit :

a. Permainan Tidak boleh bertentangan dengan terapi dan perawatan yang


sedang dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus
dipilih permainan yang dapat dilakukan ditempat tidur dan anak tidak
boleh diajak bermain dengan kelompoknya ditempat bermain khusus
yang ada diruang rawat. Misalnya, sambil tiduran anak dapat dibacakan
buku cerita atau diberikan buku komik anak-anak, mobil-mobilan yang
tidak pakai remote control, robot-robotan, dan permainan lain yang
dapat dimainkan anak dan orang tuanya sambil tiduran.
b. Tidak membutuhkan energy yang banyak, singkat dan sederhana. Pilih
jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat
permainan yang ada pada anak dan/atau yang tersedia diruangan.
Kalaupun akan membuat suatu alat permainan, pilih yang sederhana,
supaya tidak melelahkan anak (misalnya, menggambar / mewarnai,
bermain boneka dan membaca buku cerita).

22
c. Harus mempertimbangkan keamanan anak. Pilih alat permainan yang
aman untuk anak, tidak tajam, tidak merangsang anak untuk berlari –
lari dan bergerak secara berlebihan.
d. Dilakukan pada kelompok umur yang sama. Apabila permainan
dilakukan khusus di kamar bermain secara berkelompok dirumah,
permainan harus dilakukan pada kelompok umur yang sama. Misalnya,
permainan mewarnai pada kelompok usia prasekolah.
e. Melibatkan orang tua. Orang tua mempunyai kewajiban untuk tetap
melangsungkan upaya stimulasi tumbuh kembang pada anak walaupun
sedang dirawat dirumah sakit termasuk dalam aktivitas bermain
anaknya. Perawat hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga apabila
permainan diinisiasi oleh perawat orang tua harus terlibat secara aktif
dan mendampingi anak dari awal permainan sampai mengevaluasi
permainan anak bersama dengan perawat dan orang tua anak lainnya.
Pedoman dalam menyusun rancangan program bermain pada anak yang
di rawat di rumah sakit :
1) Tujuan bermain

Tetapkan tujuan bermain bagi anak sesuai dengan kebutuhannya.


Kebutuhan bermain mengacu pada tahapan tumbuh kembang anak,
sedangkan tujuan yang ditetapkan harus memperhatikan prinsip
bermain bagi anak di rumah sakit, yaitu menekankan pada upaya
ekspresi sekaligus relaksasi dan distraksi dari perasaan takut, cemas,
sedih, tegang dan nyeri.

2) Proses kegiatan bermain

Kegiatan bermain yang dijalankan mengacu pada tujuan yang telah


ditetapkan sebelumnya. Apabila permainan yang akan dilakukan dalam
kelompok, uraikan dengan jelas aktivitas setiap anggota kelompok
dalam permainan dan kegiatan orang tua setiap anak.

23
3) Alat permainan yang diperlukan

Gunakan alat permainan yang dimiliki anak atau yang tersedia di ruang
rawat. Apabila anak akan diajak bermain melipat kertas, gunakan bahan
yang murah dan haga yang terjangkau.

4) Pelaksanaan kegiatan bermain

Selama kegiatan bermain, respon anak dan orang tua harus diobservasi
dan menjadi catatan penting bagi perawat, bahkan apabila tampak
adanya

5) Evaluasi atau penilaian

Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain
dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain :

a) Memfasilitasi situasi yang tidak familiar


b) Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol
c) Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan
d) Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian
tubuh
e) Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan
tujuan peralatan dan prosedur medis
f) Memberi peralihan dan relaksasi
g) Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing
h) Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengekspresikan perasaan,
i) Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap
yang positif terhadap orang lain
j) Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat
k) Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik (Wong ,1996).

24
DAFTAR PUSTAKA
Setyawan, Dwi Bodhi. 2011. Diakses pada tanggal 24 oktober 2015
darihttp://kumpulan-askepaskep.blogspot.co.id/2011/03/hospitalisasi-pada-
anak.html

Aini, fitriatul. 2013. Diakses oada tanggal 24 oktober 2015


darihttp://fitriatulaini14.blogspot.co.id/2013/11/konsep-hospitalisasi.html

Anonim.(2012). E-Book Konsep Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 24 oktober 2015


dari
http://ebookbrowse.com/dia-122-slide-konsep-hospitalisasi-pdf-d337836072

Anonim.(2011). Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 24 oktober 2015 dari


http://www.scribd.com/doc/56601675/Hospitalisasi

Dachi, J. (2007). Hospitalisasi. Diakses pada tanggal 24 oktober 2015 dari


http://jovandc.multiply.com/reviews/item/3?&show_interstitial=1&u=%

25

Anda mungkin juga menyukai