DAN
Keperawatan Anak I
Disusun oleh :
2018
A. Konsep Hospitalisasi
1. Pengertian Hopitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua harus dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa ditunjukkan dengan pengalaman yang
sangat traumatik dan penuh stress (Wong, 2000). Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi
krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak sangat rentang terhadap krisis penyakit dan
hispitalisasi kerena stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan , dan
anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor (kejadian-
kejadian yang menimbulkan stres). Stres utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan
kendali, secara tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia
perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau
hospitalisasi.
3. Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi atau sakit dan dirawat dirumah sakit bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap
kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stres meliputi psikososial (berpisah dengan
orang tua , keluarga lain, teman dan perubahan peran), fisiologis (kurang tidur, perasaan nyeri,
imobilisasi dan tidak mengontrol diri), lingkungan asing (kebiasaan sehari-hari berubah)
Reaksi orang tua , kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan
dan dampak terhadap masa depan anak, frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan
pengobatan serta tidak familernya peraturan rumah sakit
4. Keuntungan Hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi dapat dan biasa menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi hospitalisasi
juga bermanfaat. Manfaat yang paling nyata adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat
memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompoten dalam
kemampuan koping mereka.
Menurut supartini (2002) reaksi anak yang dirawat dirumah sakit sesuai tahapan
perkembangan adalah :
a. Masa bayi (0-1 tahun)
Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak perpisahan dengan orang tua sehingga ada
gangguan pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan
tejadi stranger anxiety atau cemas apabila, berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan
cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan
merasa cemas karena perpisahan dan prilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras,
pergerakan tubuh yang banyak, dan exspresi wajah yang tidak menyenangkan.
Atraumatic Care
1.1 Definisi atraumatic care
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh personel, dan
melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil distres psikologis dan fisik
yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Wong, et al.,
2009). Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan
dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi
distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2014).
Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis, atau penyembuhan kondisi akut atau
kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk
prosedur pemeriksaaan, sampai pada intervensi fisik seperti menyediakan ruangan untuk orang tua
tinggal bersama anak dalam satu kamar (rooming in). Distres psikologis meliputi kecemasan,
ketakutan, kemarahan, kekecewaaan, kesedihan, malu, atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik
dapat berkisar dari kesulitan tidur dan immobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang
mengganggu seperti rasa sakit (nyeri), temperatur ekstrem, bunyi keras, cahaya yang dapat
menyilaukan atau kegelapan (Wong, et al., 2009).
Atraumatic care berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana setiap
prosedur dilakukan pada anak untuk mencegah atau meminimalkan stress fisik dan psikologis
(Wong, 1989, dalam Wong, et al., 2009). Maka dapat disimpulkan, atraumatic care adalah
pelaksanaan perawatan terapeutik pada anak dan keluarga oleh perawat atau tenaga kesehatan lain
dengan intervensi meminimalkan atau mencegah timbulnya distres fisik maupun psikologis dalam
sistem pelayanan kesehatan.
1.2 Manfaat atraumatic care
Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih, karena
masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti
sakit atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-
lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah psikologis
pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu, manfaat atraumatic care
adalah mencegah masalah psikologis (kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan anak (Hidayat, 2012). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa
penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap penurunan respon
kecemasan pada anak yang di hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving, et al., 2015).
1.3 Tujuan atraumatic care
Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009) sebagai tujuan utama
dari atraumatic care.
Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic care sebagai kerangka
kerjanya (Wong, et al., 2009).
Reaksi dari stres orang tua terhadap perawatan anaknya yang dirawat dirumah sakit yang meliputi:
1. Kecemasan, ini termasuk dalam kelompok emosi primer dan meliputi perasaan was-was,
bimbang, kuatir, kaget, bingung dan merasa terancam. Untuk menghilangkan kecemasan harus
memperkuat respon menghindar. Namun dengan begitu hidup orang itu akan sangat terbatas
setelah beberapa pengalaman yang menyakitkan.
2. Marah, dalam kelompok amarah sebagai emosi primer termasuk gusar, tegang, kesal, jengkel,
dendam, merasa terpaksa dan sebagainya. Ketidakmampuan mengatasi dan mengenal
kemarahannya sering merupakan komponen dari penyesuaian diri dan hal ini merupakan
sumber kecemasan tersendiri. Untuk orang seperti ini, pelatihan ketegasan dapat membantu :
dianjurkan untuk mngungkapkan perasaan marah secara tegas dan jelas bila perasaan
diungkapkan dengan baik, jelas, dan tegas. Bila kita berbagi perasaan maka hal ini dapat
menguatkan relasi, isolasi dan mengangkat harga diri. Sebaliknya ada orang yang terlalu banyak
dan tidak dapat mengerem luapan amarahnya sehingga mereka menggangu orang lain.
3. Sedih, dalam kelompok sedih sebagai termasuk emosi primer termasuk susah, putus asa, iba,
rasa bersalah tak berdaya terpojok dan sebagainya. Bila kesedihan terlalu lama maka timbulah
tanda-tanda depresi dengan triasnya: rasa sedih, putus asa sehingga timbul pikiran lebih baik
mati saja. Depresi bisa terjadi setelah mengalami kehilangan dari sesuatu yang sangat disayangi,
pengalaman tidak berdaya sering mengakibatkan depresi.
4. Stressor dan reaksi keluarga sehubungan denagn hospitalisasi anak, jika anak harus menjalani
hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong
dan Whaley, 1999). Reaksi orang tua dipengaruhi oleh tingkat keseriusan penyakit anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi, prosedur pengobatan kekuatan ego
individu, kemampuan koping, kebudayaan dan kepercayaan
A. Konsep Bermain
1. Defenisi Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran,
perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan
beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stres. Dengan bermain anak dapat belajar
mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, anak dapat belajar dan mampu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, obyek bermain, waktu, ruang dan orang (Sujono, 2009).
Masa anak-anak sangat identik dengan bermain, karena perkembangan anak mulai diasah
sesuai kebutuhannya disaat tumbuh kembang. Bermain merupakan suatu aktivitas dimana
anak-anak dapat melalukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap
pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz,
2010). Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan fisik,
intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik untuk belajar,
karena dengan bermain anak – anakakan, berkata – kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan
mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2009).
Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu anak memahami
ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, dan menguatkan pertahanan
mereka, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak baik sehat maupun sakit
(Adriana,2011). Bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik sehingga
ketegangan mengendur dan anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan
memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang
tertahan,
8 yang meningkatkan kemampuan anak untuk menghadapi masalah (Adriana, 2011).
Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain, perkembangan intelektual bisa dilihat
dari kemampuannya menggunakan atau memamfaatkan lingkungan, perkembangan emosi
dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak senang, marah, menang dan kalah dan
perkembangan sosial bisa dilihat dari hubungannya dengan teman sebayanya, menolong dan
memperhatikan kepentingan orang lain (Soetjiningsih, 2009).
2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
membantu perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan sosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi
(Soetjiningsih, 2009).
1) Perkembangan Sensorik-Motorik Pada saat melalukan permainan, aktivitas sensorik-
motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat
penting untuk perkembangan fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai
meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual
(penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi
kinetik.
2) Perkembangan Intelektual (Kognitif) Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan
manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitar, terutama mengenai
warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Saat bermain, anak akan mencoba
melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti
dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dengan kenyataan dan berbagai
mamfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model
demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.
3) Perkembangan Sosial Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan hubungan
sosial, belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh pada anak-anak usia
todler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk permainannya adalah bermain
peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-lain. Ini
merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan prasekolah untuk meluaskan aktivitas
sosialnya diluar lingkungan keluarga.
4) Perkembangan Kreativitas Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai
menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya, misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat
permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang
5) Perkembangan Kesadaran Diri Anak yang bermain akan mengembangkan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku.Anak juga akan belajar mengenali kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkahlakunya terhadap orang lain.
6) Perkembangan Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan
7) Bermain Sebagai Terapi Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan
diri anaklebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan yang dapat
dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur anak terhadap dunianya. Pada saat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami perasaan yang sangat tidak menyenangkan
seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Anak yang melakukan kegiatan bermain akan
terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya akibat dari efek dirawat di rumah sakit.
3. Tujuan Bermain
Supartini (2010) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi bermain antara lain:
1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama
anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih
harus tetap dilanjutkan untuk menjaga keseimbangannya.
2) Mengekspresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengekspresikannya secara verbal,
permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengekspresikannya.
3) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, permainan akan
menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang
ada dalam pikirannya.
4) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di rumah sakit
4. Klasifikasi Bermain
Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan bersifat pasif. Sifat
demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika anak
berperan aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya, sedangkan
bermain pasif adalah anak memberikan respon secara pasif terhadap permainan dan orangatau
lingkungan yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kitadapat mengenal
macam-macam dari permainan. Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan
karakter sosialnya.
Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu onlooker Play, solitary play,
paralel play, assosiative play dan cooperative play:
a) Onlooker play Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak
lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak tersebut bersifat
pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.
b) Solitary Play Solitary play merupakan jenis permainan yang dilakukan secara mandiri
dan berpusat pada permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Pada
permainan ini anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya,dan alat permainan tersebut berbeda
dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama ataupun
komunikasi dengan teman sepermainan.
c) Parallel Play Pada permainan ini, anak dapa menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak
ada sosialisasi satu sama lain. Sifat dari permainan ini adalah anak aktif secara mandiri
tetapi masih dalam satu kelompok.
d) Assosiative Play Associative play melibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau tanpa
pengaturan. Tipe permainan ini adalah anak-anak kelihatan lebih tertarik pada satu sama
lain dibanding pada permainan yang mereka mainkan. Bermain ini akan menumbuhkan
kreativitas anak karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi belum dilatih dalam
mengikuti peraturan dalam kelompok. Contohnya bermain boneka-bonekaan, hujan-
hujanan, dan bermain masak-masakan.
e) Cooperative Play Cooperative play merupakan bermain secara bersama dengan adanya
aturan yang jelas sehingga adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga berbentuk
hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat dari bermain ini adalah aktif, anak akan selalu
menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan kelompok sehingga anak
dituntut selalu mengikuti peraturan. Contohnya pada permainan sepak bola, ada anak
yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus
dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan
bola ke gawang lawan mainnya
Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi
dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud disini adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam
permainan anak usia prasekolah menurut Adriana (2011) yaitu sebagai berikut:
a) Permainan fungsi (permainan gerak) seperti meloncat-loncat, naik turun tangga, berlari-lari,
bermain tali, dan bermain bola.
b) Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi seperti kuda, main sekolahsekolahan, dagang-
dagangan, perang-perangan, dokter-dokteran, robotrobotan, tembak-tembakan dan masak-
masakan.
c) Permainan reseptip atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng, melihat
gambar, membaca buku cerita, melihat orang melukis, menceritakan kisahnya.
d) Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung
pasir, membuat kapal kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk
bangunan rumah-rumahan dari potongan kayu-kayu, puzzle.
e) Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola basket
1. KOMUNIKASI PADA ANAK
Komunikasi pada anak merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan diri kita
dengan anak. Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih saying dan selanjutnya
anak akan memiliki sutau penghargaan pada dirinya.
Secara umum pengertian komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang
disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak dalam pertukaran
informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak
merupakan seseorang yang membutuhkan suatu perhatian dan kasih saying, sebagai kebutuhan
khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun non verbal
yang dapat menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.
Dalam melakukan komunikasi dengan anak terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan
sebelum mengadakan komunikasi secrara langsung, tahapan ini dapat meliputi tahap awal (Pra
Interaksi), tahap perkenalan atau orientesi, tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi.
4) Menfasilitasi
Menfaslitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon
anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam menfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan repon terhadap pesan yang
disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan
ungkapan negative yang menunjukan kesan yang jelek pada anak.
5) Biblioterafi
Melalui pemberin buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan,
dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan kepada anak.
7) Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada
anak seperti penggunaan perasaan nyeri cemas, sedih, dan lain–lain. Dengan menganjurkan
anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.
8) Menulis
Melalui ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau
lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam.
9) Menggambar
Seperti halnya menulis, menggambarpun juga dapat digunakan untuk mengungkapkan
ekspresinya. Perasaan marah, jengkel, biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan
anak akan mengungkapkannya apabila gambar yang ditulisnya ditanya tentang maksudnya.
10) Bermain
Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi. Melalui ini hubungan
interpersonal antara anak, perawat dan orang disekitarnya dapat terjalin danpesa-pesan
dapat disampaikan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak
1) Pendidikan
2) Pengetahuan
3) Sikap
4) Usia tumbuh kembang
5) Status kesehatan anak
6) Sistem sosial
7) Saluran
8) Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
A.Aziz Alimul Hidayat (2003), Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam
Komunikasi Terapeutik pada Anak Usia Prasekolah, Medikes Jurnal Keperawatan
dan Kesehatan Hal 40-45.
Whaley and Wong’s (1995), Essensials of Pediatric Nursing Fourth Edition, Mosby
Company, St Louis Missouri.
Yupi Supartini (2004), Buku ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC Jakarta.
ASKEP BBLR ( BERAT BADAN LAHIR RENDAH)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram
atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta
menimbulkan kematian.
B. Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a. Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi sesuai
dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b. Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:
simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal
kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.
Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir
kehamilan.
Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi
kecil untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)
c. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya,
yaitu :
a. Komplikasi obstetrik
Multipel gestation.
Incompetence.
Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis.
Pregnancy induce hypertention ( PIH ).
Plasenta previa.
Ada riwayat kelahiran prematur
b. Komplikasi medis
Diabetes maternal
Hipertensi kronis
c. Faktor ibu
Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan
kardiovaskular.
Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20
tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya
prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah.
Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang
kurang.
Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang
perokok. (Mitayani, 2009).
► Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu
maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :
a Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain
anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit
infeksi misalnya TORCH.
b Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan
lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Malnutrisi
pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan
ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi pada
kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang
cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi
hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki.
Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa
kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil.
Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada
janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.
D. Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat
besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan
anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari,
dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan
menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum
berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan lambung
dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk
mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang
diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi
amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan
karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu.
Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang
meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan
berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi. Kehilangan
panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)
E. Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1) Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar
kepala< 33 Cm.
2) Masa gestasi< 37 minggu.
3) Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif
lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit,
osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih
hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu
jurusan.
4) Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.
b) Pernapasan
Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna.
Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna.
Otot pernapasan dan tulang iga lemah.
Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal
pernapasan.
F. Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada
pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
2. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan
menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk
atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal,
pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga
memperkecil kematian bayi BBLR.
3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba.
Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi
nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada
bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih
rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat
ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering
merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah,
letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan
mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi.
Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk
apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali
pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan,
isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan,
menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotic yang tepat.
4. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian
yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama
jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak
cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat
digunakan susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk
mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator
dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi
dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi
dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika
minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR.
Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan
bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus
dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia
dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa,
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6. Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena sangat
sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak
boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan
secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut
dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan sampai
merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara
lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk
melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada
permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester
sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau plester dari
ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong ekstremitas yang kecil
tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas
plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.
G. Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut
Mitayani, 2009 yaitu :
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi).
2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki.
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup,
sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara
residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang
berikutnya.
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan
karena gangguan pertumbuhan hati.
H. Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda
dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang
menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler,
infeksi, gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal
misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi
angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan
intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan
metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan
dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi
gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).
Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati
selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran,
penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti
Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR
A. Pengkajian
I. Biodata
a. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : ……………………………………
2. Tempat tgl lahir/usia : ……………………………………
3. Jenis kelamin : ……………………………………
4. A g a m a : ……………………………………
5. Pendidikan : ……………………………………
6. Alamat : ……………………………………
7. Tgl masuk : ................................. (jam ............)
8. Tgl pengkajian : ……………………………………
9. Diagnosa medik : ……………………………………
10. Rencana terapi : ……………………………………
2) Ibu
1.N a m a : ……………………………………
2. U s i a : ……………………………………
3.Pendidikan : …………………………………
4.Pekerjaan/Sumber penghasilan : ………………………
5.Agama :……………………………………
6.Alamat : ……………………………………
Tanda 0 1 2
Frekwensi jantung Tidak ada < 100 > 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat
h. Seksualitas
Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol.
Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.
i. Suhu tubuh
Tentukan suhu kulit dan aksila.
Tentukan dengan suhu lingkungan.
j. Pengkajian kulit
Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh,
abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat
lain bersentuhan dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit
yang dipakai (misal: plester povidone – iodine).
Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir
Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan periksa
adanya tanda infiltrasi.
jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral,
vena perifer sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi
parenteral total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum; dan
tempat insersinya.
C. Intervensi
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
o Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodic
o Membran mukosa merah muda
Intervensi Rasional
Mandiri: Ø Membantu dalam membedakan periode
Ø Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perputaran pernapasan normal dari serangan
perhatikan adanya apnea dan perubahan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad
frekwensi jantung gestasi minggu ke-30
Ø Isap jalan napas sesuai kebutuhan Ø Menghilangkan mukus yang neyumbat
Ø Posisikanm bayi pada abdomen atau jalan napas
posisi telentang dengan gulungan popok Ø Posisi ini memudahkan pernapasan dan
dibawah bahu untuk menghasilkan menurunkan episode apnea, khususnya bila
hiperekstensi ditemukan adanya hipoksia, asidosis
Ø Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat- metabolik atau hiperkapnea
obatan yang akan memperberat depresi Ø Magnesium sulfat dan narkotik menekan
pernapasan pada bayi pusat pernapasan dan aktifitas SSP
Kolaborasi : Ø Hipoksia, asidosis netabolik,
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia
indikasi dan sepsis memperberat serangan apnetik
Ø Berikan oksigen sesuai indikasi Ø Perbaikan kadar oksigen dan
Ø Berikan obat-obatan yang sesuai karbondioksida dapat meningkatkan funsi
indikasi pernapasan
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil :
o Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)
Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Hipotermia membuat bayi cenderung
Ø Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal merasa stres karena dingin, penggunaan
pada awalnya, selanjutnya periksa suhu simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
aksila atau gunakan alat termostat dengan bila ada dan penurunan sensivitas untuk
dasar terbuka dan penyebar hangat. meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
Ø tempatkan bayi pada inkubator atau kadar O2.
dalam keadaan hangat Ø Mempertahankan lingkungan
Ø pantau sistem pengatur suhu , penyebar termonetral, membantu mencegah stres
hangat (pertahankan batas atas pada 98,6°F, karena dingin
bergantung pada ukuran dan usia bayi) Ø Hipertermi dengan peningkatan laju
Ø kaji haluaran dan berat jenis urine metabolisme kebutuhan oksigen dan
Ø pantau penambahan berat badan berturut- glukosa serta kehilangan air dapat terjadi
turut. Bila penambahan berat badan tidak bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai Ø Penurunan keluaran dan peningkatan
indikasi. berat jenis urine dihubungkan dengan
Ø Perhatikan perkembangan takikardia, penurunan perfusi ginjal selama periode
warna kemerahan, diaforesis, letargi, apneastres karena rasa dingin
atau aktifitas kejang. Ø Ketidakadekuatan penambahan berat
badan meskipun masukan kalori adekuat
dapat menandakan bahwa kalori digunakan
untuk mempertahankan suhu lingkungan
tubuh, sehingga memerlukan peningkatan
suhu lingkungan.
Ø Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Ø Stres dingin meningkatkan kebutuhan
terhadap glukosa dan oksigen serta dapat
Kolaborasi : mengakibatkan masalah asam basa bila bayi
Ø pantau pemeriksaan laboratorium sesuai mengalami metabolisme anaerobik bila
indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit kadar oksigen yang cukup tidak tersedia.
dan kadar bilirubin) Peningkjatan kadar bilirubin indirek dapat
Ø berikan obat-obat sesuai dengan indikasi terjadi karena pelepasan asam lemak dari
· fenobarbital meta bolisme lemak coklat dengan asam
lemak bersaing dengan bilirubin pada pada
bagian ikatan di albumin.
Ø Membantu mencegah kejang berkenaan
dengan perubahan fungsi SSP yang
disebabkan hipertermi
Ø Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi
pada hiportemia dan hipertermia
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
o Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
o Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal
dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Menentukan metode pemberian makan
Ø Kaji maturitas refleks berkenaan dengan yang tepat untuk bayi
pemberian makan (misalnya : mengisap, Ø Pemberian makan pertama bayi stabil
menelan, dan batuk) memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam
Ø Auskultasi adanya bising usus, kaji status
setelah kelahiran. Bila distres pernapasan
fisik dan statuys pernapasan ada cairan parenteral di indikasikan dan
Ø Kaji berat badan dengan menimbang cairan peroral harus ditunda
berat badan setiap hari, kemudian Ø Mengidentifikasikan adanya resiko
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan derajat dan resiko terhadap pola
bayi pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan
Ø Pantau masuka dan dan pengeluaran. cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan
Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap
15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
hari mengalami penurunan berat badan dealam
Ø Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel,
uterus atau mengalami penurunan simpanan
turgor kulit, berat jenis urine, kondisi lemak/glikogen.
membran mukosa, fruktuasi berat badan. Ø Memberikan informasi tentang masukan
Ø Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea aktual dalam hubungannya dengan
dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi,
perkiraan kebutuhan untuk digunakan
fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberiandalam penyesuaian diet.
makan buruk, gugup, menangis, nada Ø Peningkatan kebutuhan metabolik dari
tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas
bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan
kejang. cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat
mengakibatkan diuresi pada bayi.
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena mungkin
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai diperlukan untuk memenuhi peningkatan
indikasi kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati
· Glukas serum ditangani untuk menghindari kelebihan
· Nitrogen urea darah, kreatin, cairan
osmolalitas serum/urine, elektrolit urine Ø Karena glukosa adalah sumber utama
Ø Berikan suplemen elektrolit sesuai dari bahan bakar untuk otak, kekurangan
indikasi misalnya kalsium glukonat 10% dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna
meningkatkan mobilitas mortalitas serta
efek berat yang lama bergantung pada
durasi masing-masing episode.
Kolaborasi :
Ø Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3
jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen
dengan cepat berkurang dan
glukoneogenesis tidak adekuat karena
penurunan simpanan protein obat dan
lemak.
Ø Mendeteksi perubahan fungsi ginjal
berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi.
Ø Ketidakstabilan metabolik pada bayi
SGA/LGA dapat memerlukan suplemen
untuk mempertashankan homeostasis.
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
o Suhu 350C
o Tidak ada tanda-tanda infeksi
o Leukosit 5.000 – 10.000
Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Untuk mengetahui lebih dini adanya
Ø Kaji adanya tanda – tanda infeksi tanda-tanda terjadinya infeksi
Ø Lakukan isolasi bayi lain yang Ø Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi meminimalkan terjadinya infeksi yang
Ø Sebelum dan setelah menangani bayi, lebih luas
lakukan pencucian tangan Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
Ø Yakinkan semua peralatan yang kontak Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
dengan bayi bersih dan steril Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi yang
Ø Cegah personal yang mengalami infeksi berlanjut pada bayi
menular untuk tidak kontak langsung
dengan bayi.
5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan
mengonsentrasikan urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
o bebas dari tanda dehidrasi.
o Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.
Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
Ø Bandingkan masukan dan pengeluaran sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira
urine setiap shift dan keseimbangan 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama,
kumulatif setiap periodik 24 jam meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada
Ø Pantau berat jenis urine setiap selesai hari ketiga postpartum. Pengambilan darah
berkemih atau setiap 2-4 jam dengan untuk tes menyebabkan penurunan kadar
menginspirasi urine dari popok bayi bila Hb/Ht.
bayi tidak tahan dengan kantong Ø Meskipun imaturitas ginjal dan
penampung urine. ketidaknyamanan untuk
Ø Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, mengonsentrasikan urine biasanya
dan keadaan fontanel anterior. mengakibatkan berat jenis yang rendah
Ø Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan pada bayi preterm ( rentang normal1,006-
arterial rata-rata (TAR) 1,013). Kadar yang rendah menandakan
Kolaborasi : volume cairan berlebihan dan kadar lebih
besar dari 1,013 menandakan
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai ketidakmampuan masukan cairan dan
dengan indikasi Ht dehidrasi.
Ø Berikan infus parenteral dalam jumlah Ø Kehialangan atau perpindahan cairan
lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada yang minimal dapat dengan cepat
PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor
atau entero coltis nekrotisan (NEC) kulit yang buruk, membran mukosa kering,
Ø Berikan tranfusi darah. dan fontanel cekung.
Ø Kehilangan 25% volume darah
mengakibatakan syok dengan TAR < 25
mmHg menandakan hipotensi.
Ø Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas
normal 45-53% kalium serum
Ø Hipoglikemia dapat terjadi karena
kehilangan melalui selang nasogastrik diare
atau muntah.
Ø Penggantian cairan darah menambah
volume darah, membantu mengenbalikan
vasokonstriksi akibat dengan hipoksia,
asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui
PDA dan telah membantu dalam penurunan
komplikasi enterokolitis nekrotisan dan
displasia bronkopulmonal.
Ø Mungkin perlu untuk mempertahankan
kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan
kehilangan darah.
6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik,
dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system
sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran
darah sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak memperlihatkan
adanya perdarahan intaventrikular.
Kriteria hasil:
o Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan
intraventrikel.
Intervensi Rasional
Ø Kurangi rangsangan lingkungan Ø Respons stres, terutama peningkatan
Ø Organisasikan asuhan selama jamsibuk tekanan darah, dapat miningkatkan resiko
normal sebanyak mungkin peningkatan TIK
Ø Tutup dan buka kelambu dan lampu Ø Untuk meminimalkan gangguan tidur
tidur dan kebisingan intermiten yang sering
Ø Tutup inkubator dengan kain dan pasang Ø Untuk memungkinkan jadwal siang dan
tanda “jangan diganggu” malam
Ø Kaji dan tangani nyeri menggunakan Ø Untuk mengurangi cahaya dan tidak
metode farmakologis dan non- membangunkan periode istirahat bayi
farmakologis Ø Nyeri meningkatkan tekanan darah
Ø Kenali tanda stres fisik dan stimulasi Ø Untuk segera memberi intervensi yang
berlebih memadai
Ø Hindari obat dan larutan hipertonis Ø Akan meningkatkan tekanan darah otak
Ø Pertahankan oksigenasi yang adekuat Ø Hipoksia akan meningkatkan aliran
Ø Hindari memutar kepala ke samping darah otak tekanan intrakranial
tiba-tiba Ø Akan mengurangi aliran arteri karotis
dan oksigenasi ke otak
Intervensi Rasional
Ø Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri non Ø Beberapa upaya (misalnya menggosok)
farmakologis dapat meningkatkan distres bayi prematur
Ø Dorong orang tua untuk memberikan Ø Sebagai orang tua bayi, kenyamanan
upaya kenyamanan bila mungkin lebih efektif diberikan langsung oleh orang
Ø Tunjukkan sikap sensitif dan kasih tua kepada bayinya
sayang pada bayi Ø Seorang bayi sangat membutuhkan kasih
sayang, khususnya dari orang tua
9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
o Kulit tetap bersih dan utuh
o Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi Rasional
Ø Observasi tekstur dan warna kulit. Ø Untuk mengetahui adanya kelainan pada
Ø Jaga kebersihan kulit bayi. kulit secara dini
Ø Ganti pakaian setiap basah. Ø Meminimalkan kontak kulit bayi dengan
Ø Jaga kebersihan tempat tidur. zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi
Ø Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. Ø Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
Ø Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar
bayinya cepat sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
o Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan
prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi Rasional
Ø Kaji tingkat pemahaman klien berikan Ø Belajar tergantung pada emosi dan
instruksi /informasi pada klien maupun kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan
keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis individu
atau lisan. Ø Menurunkan ansietas dan dapat
Ø Jelaskan proses penyakit individu. menimbulkan perbaikan partisipasi pada
Dorong orang terdekat menanyakan rencana pengobatan.
pertanyaan Ø Meningkatkan kerjasama dalam program
Ø Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi, pengobatan dan mencegah penghentian
tujuan pengobatan dan alasan tentang obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
pemberian obat kepeda keluarga Ø Mencegah/menurunkan ketidaknyaman
Ø Kaji potensial efek samping pengobatan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasam dalam program
D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah direncanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
ASKEP BAYI PREMATUR
BAB I
PENDAHULUAN
D. Patofisiologi
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor.
Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada
kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang
dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat
operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada
2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita selekta, 2000 : 274).
E. Manifestasi Klinis
Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi, bergantung pada usia
kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat
dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan bayi yang lahir cukup bulan. Adapun tanda
dan gejala dari bayi prematur adalah:
1. Berat badan 33 cm,lingkar dada 37 minggu.
2. kepala lebih besar dari pada badan.
3. kulit tipis transparan,rambut lanugo banyak,terutama pada dahi,pelipis telinga dan
lengan,lemak kulit berkurang.
4. Lemak subkutan kurang.
5. Otot hipotonik lemah.
6. Reflek tonus otot masih lemah,reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk belum
sempurna.
7. Tulang rawan dan daun telinga imature (elastis daun telinga masih kurang sempurna).
8. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea(gagal nafas)
9. Ekstermitas : paha abduksi,sendi lutut/kaki fleksi-lurus.
10. Kepala tidak tegak
11. pernapasan sekitar 45 – 50 kali/permenit,dan frekuensi nadi 100 – 140x/menit.
12. sering anemia
13. Genitalia belum sempurna, labio minora belun tertutup oleh labia minora (pada wanita)
dan pada laki-laki testis belum turun.
14. garis pada telapak kaki belum jelas dan kulit teraba halus.
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Jumlah darah lengkap : Hb/Ht
2. Kalsium serum
3. Elektrolit (Na , K , U) : gol darah (ABO)
4. Gas Darah Arteri (GDA) : Po2, Pco2
(Doengoes. Ed. 2, 2001)
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi berat badan lahir rendah atau prematur dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Perawatan bayi dalam incubator
Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang optimal,
denfan demikian dapat terciptanya suatu suhu lingkungan yang normal. Suhu lingkungan
yang netral adalah suatu keadaan dimana panas yang dihasilkan dapat mempertahankan
suatu suhu tubuh yang tetap.
2. Perawatan post resusitasi
Dilakukan untuk mengatasi terjadinya asfiksia, yang dapat memperburuk keadaan bayi
lahir prematur.
3. Perawatan bayi dengan terapi sinar
Dalam perawatan ini yang perlu diperhatikan tidak saja terapinya, tetapi juga perangkat
yang digunakan. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak dipergunakan lebih dari 500 jam,
untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang dipergunakan.
4. Menyiapkan bayi untuk transfusi tukar
Yang dimaksud dengan transfusi tukar adalah mengeluarkan darah dari tubuh bayi untuk
ditukar dengan darah yang tidak sesuai (patologis) untuk mencegah peningkatan kadar
bilirubin dalam darah.
5. Menolong bayi dalam keadaan kejang.
Dengan selalu bersikap teratur dalam sebisa mungkin menolong bayi dalam keadaan
kejang.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR
1. PENGKAJIAN
a. Masalah yang berkaitan dengan ibu
- Penyakit seperti hipertensi,toksemia,placenta previa,abrupsio placenta,incompeten
servikal,kehamilan kembar,mal nutrisi dan diabetes melitus.
- Status sosial ekonomi yang rendah dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran
- Riwayat kelahiran premature atau aborsi, penggunaan obat – obatan, seperti
alcohol, rokok, kafein.
- Riwayat ibu : umur dibawah 16 atau diatas 35 tahun
- Latar belakang pendidikan rendah, jarak kehamilan yang berdeketan,ataupun
penyakit hubungan seksual.
b. Bayi pada saat kelahiran
- Umur kehamilan biasanya antara 24 – 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat
kelahiran , SGA, atau terlalu besar dibanding umur kehamilan
- Berat biasanya kurang dari 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak
ada,kepala relative lebih besar dibanding badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar
dada,kelainan fisik yang mungkin terlihat
- Nilai APGAR pada satu sampai lima menit, 0-3 menunjukkan kegawatan yang
parah,4 – 6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal.
c. kardiovaskular.
- denyut jantung rata – rata 120 – 160/m pada bagian apical dengan ritme yang teratur
- pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian
intercostals,yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi
atau atelektasis.
d. Gastrointestinal
- penonjolan abdomen
- pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam
- refleks menelan dan menghisap yang lemah
- ketidaknormalan kongenital lain.
e. Integumen.
- Kulit yang berwarna merah atau merah muda,kekuning – kuningan, sianosis atau
campuran bermacam warna
- sedikit vernik kasiosa,dengan rambut lanugo di sekujur tubuh,kulit tampak
transparan,halus dan mengkilat,edema yang menyeluruh atau dibagian tertentu
yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut
jarang atau tidak ada sama sekali, ptekie atau ekimosis.
f. Muskuloskeletal
- tulang kapilago telinga belum tumbuh sempurna, lembut dan lunak ,tulang
tengkorak dan tulang rusuk lunak,gerakan lemah dan tidak aktif atau letargi.
g. Neurologis
- Refleks dan gerakan pada tes neurologis tanpa tidak resisten, gerak refleks hanya
berkembang sebagian
- menelan,menghisap,dan batuk sangat lemah atau tidak efektif
- tidak ada atau menurunnyatanpa neurologis;mata mungkin menutup atau mengatup
apabila umur belum mencapai 25 sampai 26
- suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermia
- gemetar, kejang, mata berputar – putar, biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin
juga mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
h. Paru
- Jumlah pernapasan rata – rata antara 40 sampai 60/menit diselingi dengan apnea
- pernapasan tidak teratur, dengan laring nasal (nasal melebar) dengkuran,
retraksi(interkostal,suprasternal,substernal)
- terdengar gemerisik.
i. Ginjal
- Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran
- ketidakmampuan untuk melarutkan eksreksi kedalam urin.
j. Reproduksi
- bayi perempuan clitoris yang menonjol dengan labia minora yang belum
berkembang
- bayi laki – laki skrotum yang belum berkembang sempurna dengan ruga yang kecil.
- testis tidak turun ke skrotum.
k. Sikap
- Tangis yang lemah, tidak aktif dan tremor.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
b. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan
perkembangan otot, penurunan energi / kelelahan
c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan imaturitas
produksi enzim.
d. Resiko terjadi penurunan hipotermia berhubungan dengan perkembangan SSP imatur,
ketidak mampuan merasakan dingin berkeringat.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, prosedur invasif.
f. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek
fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
h. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan
olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan
intensive cari
i. Defisit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Noc Nic Rasional
1). Gangguan pertukaran O2 b/d Asfiksia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24
jam di harapkan gangguan pertukaran D2 kembali normal, dengan criteria hasil:
- Nafas spontan
- Frekuensi nafas normal 30-76x/ menit
- Sianosis negative
a. Gudance
Monitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi.
b. Support
Therapy O2 sesuai kebutuhan.
c. Teaching
mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
d. Development Environment
Menciptakan lingkungan yang tenang
e. Collaboration
Kolaborasi pemberian obat sesuai kebutuhan
a.r Mengetahui kadar O2 pada jaringan dalam batas normal/ terjadi gangguan.
b.r Mempertahankan kadar O2 dalam jaringan.
c.r Membuka jalan nafas dan mempermudah oksigenasi
d.r memberi suasana yang tenang dan nyaman
e.r Membantu menurunkan sesak
2). Resiko hipotermia b/d immaturitas transisi lingkungan ekstra uterus neonatus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam hipotermia tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mempertahankan suhu lingkungan tetap normal dan bayi tidak kedinginan
a. Guidance
Mengkaji suhu rectal/axilla setiap 2 jam bila perlu dan mengkaji status infant yeng
mennjukkan stress dingin.
b. Support
Menempatkan bayi dibawah pemanas/inkubator.
c. Teaching
Menginformasikan kepada keluarga untuk tidak meletakkan bayi dekat dengan
sumber dingin/daerah terbuka
d. development Environment
Memberi lingkungan dengan suhu yang stabil
e. Collaboration
Kolaborasi dengan ibu dan keluarga untuk menghangatkan tubuh bayi.
a.r untuk memantau suhu tubuh bayi dan mengetahui sedini mungkin bila ada
riwayat/keadaan yang stress terhadap singin.
b.r agar suhu tubuh bayi tetap stabil
c.r agar terhindar dari penurunan suhu secara mendadak akibat pengaruh lingkungan.
d.r agar lingkungan tidak mempengaruhi kondisi klien
e.r mengembalikan suhu tubuh kembali normal
3). Resiko infeksi b/d kerentanan bayi/immaturitas, bahaya lingkungan, luka terbuka (tali
pusat) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam infeksi dapat dicegah
a. Guidance
Kaji perubahan suhu tubuh serta tanda/gejala klinis yang timbul
b. Support
Monitor tanda – tanda infeksi dan pantau serta rawat tali pusat bayi secara benar
c. Teaching
Menganjurkan orang tua atau keluarga untuk selalu mencuci tangan sebelum
menyentuh klien
d. development Environment.
Memberi lingkungan yang melindungi klien dari infeksi.
e. Collaboration
Kolaborasi dengan keluarga klien dan dokter.
a.r Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi.
b.r Agar tanda dan gejala infeksi dapat segera diketahui.
c.r Agar bayi terhindar dari resiko terjadinya infeksi.
d.r mengurangi resiko terjadinya infeksi
e.r mengurangi resiko infeksi