Anda di halaman 1dari 63

KONSEP HOSPITALISASI, AUTRAUMATIC CARE, KONSEP BERMAIN &

KOMUNIKASI PADA ANAK

DAN

ASKEP BAYI PREMATUR & ASKEP BBLR

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu : Ns. Susanti Widiastuti, SKep, M.Kep

Disusun oleh :

Rustiani Ayu Anggraeni 1610711005

Nedya Asnurianti 1610711003

Amallia Rahmah 1610711007

Haniah Rahmawati 1610711009

Luigisha Augusti 1610711012

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2018
A. Konsep Hospitalisasi
1. Pengertian Hopitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai
pemulangannya kembali kerumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua harus dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa ditunjukkan dengan pengalaman yang
sangat traumatik dan penuh stress (Wong, 2000). Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi
krisis pertama yang harus dihadapi anak. Anak-anak sangat rentang terhadap krisis penyakit dan
hispitalisasi kerena stress akibat perubahan dari keadaan sehat biasa dan rutinitas lingkungan , dan
anak memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor (kejadian-
kejadian yang menimbulkan stres). Stres utama dari hospitalisasi adalah perpisahan, kehilangan
kendali, secara tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia
perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau
hospitalisasi.

2. Efek hospitalisasi terhadap anak


Anak dapat bereaksi terhadap stres hospitalisasi sebelu mereka masuk. Selama hospitalisasi
dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibandingkan usia
dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi.
(carson. Grafley dan council, 1992 ; clatworty, simon dan tiedeman 1999)

a. Faktor resiko individual


Sejumlah faktor resiko membuat anak-anak tertentu lebih rentan terhadap stress hospitalisasi
dibandingkan dengan lainnya. Mungkin kerena perpisahan merupakan masalah penting seputar
hospitalisasi bagi anak-anak yang lebih mudah, anak yang aktif dan bekeinginan kuat cenderung
lebih baik ketika dihospitalisasi bila dibandingkan anak yang pasif. Akibatnya, perawat harus
mewaspadai anak-anak yang menerima secara pasif semua perubahan dan permintaan, anak ini
dapat memerlukan dukungan yang lebih banyak dari pada anak yang lebih aktif.
b. Perubahan pada populasi pediatrik
Saat ini populasi pediatrik dirumah sakit mengalami perubahan drastis, meskipun terdapat
kecenderungan memendeknya lama rawat. Sifat dan kondisi anak kecenderungan bahkan mereka
aakan mengalami prosedur yang lebih invasif dan traumatik pada saat mereka di hospitalisasi.
Faktor inilah yang membuat mereka lebih rentang terhadap dampak emosional dari hospitalisasi
dan enyebabkan kebutuhan mereka menjnadi berbeda. Perhatikan pada tahun-tahun sekarang telah
berfokus pada peningkatan jumlah pada anak-anak yang tumbuh dirumah sakit ( Britton dan
Johnton, 1993 ), rencana pemulangan menjadi lama karena kompleknya asuhan medis dan
keperawatan. Tanpa perhatian yang khusus yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan psikososial
dan perkembangan anak di lingkungan rumah sakit.

3. Dampak Hospitalisasi

Hospitalisasi atau sakit dan dirawat dirumah sakit bagi anak dan keluarga akan menimbulkan
stress dan tidak aman. Jumlah dan efek stress tergantung pada persepsi anak dan keluarga terhadap
kerusakan penyakit dan pengobatan. Penyebab anak stres meliputi psikososial (berpisah dengan
orang tua , keluarga lain, teman dan perubahan peran), fisiologis (kurang tidur, perasaan nyeri,
imobilisasi dan tidak mengontrol diri), lingkungan asing (kebiasaan sehari-hari berubah)
Reaksi orang tua , kecemasan dan ketakutan akibat dari seriusnya penyakit, prosedur, pengobatan
dan dampak terhadap masa depan anak, frustasi karena kurang informasi terhadap prosedur dan
pengobatan serta tidak familernya peraturan rumah sakit

4. Keuntungan Hospitalisasi
Meskipun hospitalisasi dapat dan biasa menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi hospitalisasi
juga bermanfaat. Manfaat yang paling nyata adalah pulih dari sakit, tetapi hospitalisasi juga dapat
memberi kesempatan pada anak-anak untuk mengatasi stres dan merasa kompoten dalam
kemampuan koping mereka.

5. Reaksi anak terhadap proses hospitalisasi

Menurut supartini (2002) reaksi anak yang dirawat dirumah sakit sesuai tahapan
perkembangan adalah :
a. Masa bayi (0-1 tahun)
Masalah utama yang terjadi adalah karena dampak perpisahan dengan orang tua sehingga ada
gangguan pembentukan rasa percaya diri dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan
tejadi stranger anxiety atau cemas apabila, berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan
cemas karena perpisahan. Reaksi yang muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan
merasa cemas karena perpisahan dan prilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras,
pergerakan tubuh yang banyak, dan exspresi wajah yang tidak menyenangkan.

b. Masa toddler (2-3Tahun)


Anak usia toddler biasanya bereaksi terhadap hospitalisasi terhadap sumber stress yang utama
adalah cemas akibat perpisahan. Respon prilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap
proses, putus asa dan pengingkaran. Pada tahap pengingkaran, prilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua, atau menolak perhatian yang diberikan orang lain.
Pada tahap putus asa, prilaku yang ditunjukkan adalah, menangis berurang, anak tidak akatif,
kurang menunjukkan minat, untuk bermain dan makan, sedih, apatis. Pada tahap pengingkaran
prilaku yang ditunjukan adalah secara sama, mulai menerima perpisahan, membina hubungan
secara dangkal dan akan memulai menyukai lingkungan.
Oleh karena adanya pembatasan pergerakannya anak akan kehilangan kemampuannya untuk
mengontrol diri dan akan menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali
mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Prilaku yang dialami atau nyeri yang dirasakan
karena mendapatkan tindakan yang invasif seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan
menangis, menggigit bibir dan memukul. Walaupun demikian anak dapat menunjukkan lokasi rasa
nyeri dan mengkomunikasikan rasa nyerinya
c. Masa prasekola (3- 6Tahun)
Perawatan anak dirumah sakit memaksakan untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya
aman. Penuh kasih sayang dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia pra sekolah ialah dengan
menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara berlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan, perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan kontrol
dirinya.
Perawatan anak dirumah sakit juga mengharuskan adanya pemabatasan aktifitas anak sehingga
anak merasa kan kehilangan kekuatan diri. Perawatan anak dirumah sakit sering diekspresikan
anak pra sekolah sebagai hukuman sehingga anak merasa malu dan takut, bersalah. Ketakutan anak
terhaadap perlukaan, muncul karena anak menganggap atau tindakan dan prosedurnya mengancam
integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbukan reaksi agresif dengan marah dan
berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama terhadap
perawat dan ketergantungannya terhadap orang tua.

d. Masa sekolah (6-12 Tahun)


Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak berpisah dengan lingkungan yang dicintainya
yaitu keluarga dan kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol dan juga
terjadi dirawat di rumah sakit karena adanaya pembatasan aktifitas. Kehilangan kontrol tersebut
berdampak terhadap perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya,
karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan karena
adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap adanya perlakuan fisik atau nyeri yang ditunjukkan
ekspresi verbal maupun non verbal, karena anak sudah mengkontaminasikannya. Anak usia
sekolah sudah mampu mengontrol perlakuan jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan
memegang sesuatu dengan erat.

e. Masa remaja (13-18 Tahun)


Anak usia remaja mengekspresikan perawatan di rumah sakit mengakibatkan timbulnya
perasaaan cemas karena berpisah dengan teman sebayanya. Dan anak remaja begitu percaya dan
sering kali terpengaruh terhadap teman sebayanya. Apabila dirawat di rumah sakit anak akan
merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan itu.
Pembatasan aktifitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol dirinya dan menjadi
tergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang timbul akibat
pembatasan aktifitas ini adalah dengan menolak tindakan dan perawatan yang dilakukan padanya
atau anak tidak mau kooperatif terhadap petugas atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien,
dan petugas kesehatan. Perasaan sakit karena perlakuan atau pembedahan menimbulkan respon
anak bertanya-tanya menarik diri dari lingkungan, dan menolak kehadiran orang lain.

6. Respon orang tua terhadap proses hospitalisasi


Respon keluarga yaitu suatu reaksi yang diberikan keluarga terhadap keinginan untuk
menanggapi kebutuhan yang ada pada dirinya (kotler 1988). Perawatan anak dirumah sakit tidak
hanya menimbulkan stress pada orang tua. Orang tua juga merasa ada sesuatu yang hilang dalam
kehidupan keluarganya, dan hal ini juga terlihat bahwa perawatan anak selama dirawat di rumah
sakit lebih banyak menimbulkan stress pada orang tua dan hal ini telah banyak dibuktikan oleh
penelitian-penelitian sebelumnya. Dan dari hal ini, timbul

Atraumatic Care
1.1 Definisi atraumatic care
Atraumatic care adalah penyediaan asuhan terapeutik dalam lingkungan, oleh personel, dan
melalui penggunaan intervensi yang menghapuskan atau memperkecil distres psikologis dan fisik
yang diderita oleh anak-anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan (Wong, et al.,
2009). Atraumatic care adalah bentuk perawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga kesehatan
dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat mengurangi
distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tua (Supartini, 2014).
Asuhan terapeutik tersebut mencakup pencegahan, diagnosis, atau penyembuhan kondisi akut atau
kronis. Intervensi berkisar dari pendekatan psikologis berupa menyiapkan anak-anak untuk
prosedur pemeriksaaan, sampai pada intervensi fisik seperti menyediakan ruangan untuk orang tua
tinggal bersama anak dalam satu kamar (rooming in). Distres psikologis meliputi kecemasan,
ketakutan, kemarahan, kekecewaaan, kesedihan, malu, atau rasa bersalah. Sedangkan distres fisik
dapat berkisar dari kesulitan tidur dan immobilisasi sampai pengalaman stimulus sensori yang
mengganggu seperti rasa sakit (nyeri), temperatur ekstrem, bunyi keras, cahaya yang dapat
menyilaukan atau kegelapan (Wong, et al., 2009).
Atraumatic care berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana setiap
prosedur dilakukan pada anak untuk mencegah atau meminimalkan stress fisik dan psikologis
(Wong, 1989, dalam Wong, et al., 2009). Maka dapat disimpulkan, atraumatic care adalah
pelaksanaan perawatan terapeutik pada anak dan keluarga oleh perawat atau tenaga kesehatan lain
dengan intervensi meminimalkan atau mencegah timbulnya distres fisik maupun psikologis dalam
sistem pelayanan kesehatan.
1.2 Manfaat atraumatic care
Anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang perlu perhatian lebih, karena
masa anak merupakan proses menuju kematangan. Berbagai peristiwa yang dialami anak, seperti
sakit atau hospitalisasi akan menimbulkan trauma pada anak seperti cemas, marah, nyeri, dan lain-
lain. Kondisi tersebut jika tidak ditangani dengan baik, akan menimbulkan masalah psikologis
pada anak yang akan mengganggu perkembangan anak. Oleh karena itu, manfaat atraumatic care
adalah mencegah masalah psikologis (kecemasan) pada anak, serta mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan anak (Hidayat, 2012). Beberapa penelitian juga telah membuktikan bahwa
penerapan atraumatic care memiliki pengaruh atau hubungan terhadap penurunan respon
kecemasan pada anak yang di hospitalisasi (Bolin, 2011 & Breving, et al., 2015).
1.3 Tujuan atraumatic care
Atraumatic care sebagai asuhan terapeutik memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a. Jangan melukai, hal tersebut dinyatakan Wong dan koleganya (2009) sebagai tujuan utama
dari atraumatic care.

b. Mencegah dan mengurangi stres fisik (Supartini, 2014).

c. Mencegah dan mengurangi stres psikologis (Supartini, 2014).

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa prinsip atraumatic care sebagai kerangka
kerjanya (Wong, et al., 2009).

1.4 Prinsip atraumatic care


Supartini (2014) menyatakan bahwa prinsip atraumatic care dibedakan menjadi empat, yaitu:
mencegah atau menurunkan dampak perpisahan antara orang tua dan anak dengan menggunakan
pendekatan family centered, meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan
anaknya, mencegah atau meminimalkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri) serta
memodifikasi lingkungan fisik ruang perawatan anak.
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga
Dampak perpisahan bagi keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan,
ketakutan, dan kurangnya kasih sayang. Gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan
anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayat, 2012).
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak
Perawat berperan penting dalam meningkatkan kemampuan orang tua dalam merawat anak
Beberapa bukti ilmiah menunjukan pentingnya keterlibatan orang tua dalam perawatan
anaknya dirumah sakit orang tua dipandang sebagai subjek yang mempunyai potensi untuk
melakukan perawatan pada anaknya.
c. Mencegah atau menurunkan cedera fisik maupun psikologis (nyeri)
Nyeri sering dihubungkan dengan rasa takut, cemas, dan stres. Mengurangi nyeri merupakan
tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri sering
tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi melalui teknik farmakologi dan teknik
nonfarmakologi (Wong, et al., 2009).
d. Modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan
aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa
nyaman di lingkungannya (Hidayat, 2012).

Reaksi dari stres orang tua terhadap perawatan anaknya yang dirawat dirumah sakit yang meliputi:

1. Kecemasan, ini termasuk dalam kelompok emosi primer dan meliputi perasaan was-was,
bimbang, kuatir, kaget, bingung dan merasa terancam. Untuk menghilangkan kecemasan harus
memperkuat respon menghindar. Namun dengan begitu hidup orang itu akan sangat terbatas
setelah beberapa pengalaman yang menyakitkan.

2. Marah, dalam kelompok amarah sebagai emosi primer termasuk gusar, tegang, kesal, jengkel,
dendam, merasa terpaksa dan sebagainya. Ketidakmampuan mengatasi dan mengenal
kemarahannya sering merupakan komponen dari penyesuaian diri dan hal ini merupakan
sumber kecemasan tersendiri. Untuk orang seperti ini, pelatihan ketegasan dapat membantu :
dianjurkan untuk mngungkapkan perasaan marah secara tegas dan jelas bila perasaan
diungkapkan dengan baik, jelas, dan tegas. Bila kita berbagi perasaan maka hal ini dapat
menguatkan relasi, isolasi dan mengangkat harga diri. Sebaliknya ada orang yang terlalu banyak
dan tidak dapat mengerem luapan amarahnya sehingga mereka menggangu orang lain.

3. Sedih, dalam kelompok sedih sebagai termasuk emosi primer termasuk susah, putus asa, iba,
rasa bersalah tak berdaya terpojok dan sebagainya. Bila kesedihan terlalu lama maka timbulah
tanda-tanda depresi dengan triasnya: rasa sedih, putus asa sehingga timbul pikiran lebih baik
mati saja. Depresi bisa terjadi setelah mengalami kehilangan dari sesuatu yang sangat disayangi,
pengalaman tidak berdaya sering mengakibatkan depresi.

4. Stressor dan reaksi keluarga sehubungan denagn hospitalisasi anak, jika anak harus menjalani
hospitalisasi akan memberikan pengaruh terhadap anggota keluarga dan fungsi keluarga (Wong
dan Whaley, 1999). Reaksi orang tua dipengaruhi oleh tingkat keseriusan penyakit anak,
pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan hospitalisasi, prosedur pengobatan kekuatan ego
individu, kemampuan koping, kebudayaan dan kepercayaan
A. Konsep Bermain

1. Defenisi Bermain
Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui bermain anak dapat mengekspresikan pikiran,
perasaan, fantasi serta daya kreasi dengan tetap mengembangkan kreatifitasnya dan
beradaptasi lebih efektif terhadap berbagai sumber stres. Dengan bermain anak dapat belajar
mengungkapkan isi hati melalui kata-kata, anak dapat belajar dan mampu untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungannya, obyek bermain, waktu, ruang dan orang (Sujono, 2009).
Masa anak-anak sangat identik dengan bermain, karena perkembangan anak mulai diasah
sesuai kebutuhannya disaat tumbuh kembang. Bermain merupakan suatu aktivitas dimana
anak-anak dapat melalukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap
pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Aziz,
2010). Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan fisik,
intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik untuk belajar,
karena dengan bermain anak – anakakan, berkata – kata (berkomunikasi), belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan
mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2009).
Bagi anak-anak, bermain adalah “pekerjaan” mereka. Bermain membantu anak memahami
ketegangan dan tekanan, mengembangkan kapasitas mereka, dan menguatkan pertahanan
mereka, sehingga bermain tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak baik sehat maupun sakit
(Adriana,2011). Bermain membantu anak menguasai kecemasan dan konflik sehingga
ketegangan mengendur dan anak tersebut dapat menghadapi masalah kehidupan. Permainan
memungkinkan anak menyalurkan kelebihan energi fisik dan melepaskan emosi yang
tertahan,
8 yang meningkatkan kemampuan anak untuk menghadapi masalah (Adriana, 2011).
Perkembangan secara fisik dapat dilihat saat bermain, perkembangan intelektual bisa dilihat
dari kemampuannya menggunakan atau memamfaatkan lingkungan, perkembangan emosi
dapat dilihat ketika anak merasa senang, tidak senang, marah, menang dan kalah dan
perkembangan sosial bisa dilihat dari hubungannya dengan teman sebayanya, menolong dan
memperhatikan kepentingan orang lain (Soetjiningsih, 2009).
2. Fungsi Bermain
Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorik-motorik,
membantu perkembangan kognitif/intelektual, perkembangan sosial, perkembangan
kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral, dan bermain sebagai terapi
(Soetjiningsih, 2009).
1) Perkembangan Sensorik-Motorik Pada saat melalukan permainan, aktivitas sensorik-
motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat
penting untuk perkembangan fungsi otot, sehingga kemampuan penginderaan anak mulai
meningkat dengan adanya stimulasi-stimulasi yang diterima anak seperti: stimulasi visual
(penglihatan), stimulasi audio (pendengaran), stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi
kinetik.
2) Perkembangan Intelektual (Kognitif) Pada saat bermain, anak melakukan eksplorasi dan
manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitar, terutama mengenai
warna, bentuk, ukuran, tekstur dan membedakan objek. Saat bermain, anak akan mencoba
melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan seperti
dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dengan kenyataan dan berbagai
mamfaat benda yang digunakan dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model
demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.
3) Perkembangan Sosial Perkembangan sosial ditandai dengan anak mampu berinteraksi
dengan lingkungannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar memberi dan
menerima. Bermain dengan orang lain akan membantu anak mengembangkan hubungan
sosial, belajar memecahkan masalah dari hubungan tersebut. Contoh pada anak-anak usia
todler yang bermain dengan teman sebayanya dan bentuk permainannya adalah bermain
peran seperti menjadi guru, menjadi ayah atau ibu, menjadi anak dan lain-lain. Ini
merupakan tahap awal bagi anak usia todler dan prasekolah untuk meluaskan aktivitas
sosialnya diluar lingkungan keluarga.
4) Perkembangan Kreativitas Bermain dapat meningkatkan kreativitas yaitu anak mulai
menciptakan sesuatu dan mewujudkannya kedalam bentuk objek atau kegiatan yang
dilakukannya. Melalui kegiatan bermain, anak akan belajar dan mencoba untuk
merealisasikan ide-idenya, misalnya dengan membongkar dan memasang satu alat
permainan akan merangsang kreativitasnya untuk semakin berkembang
5) Perkembangan Kesadaran Diri Anak yang bermain akan mengembangkan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku.Anak juga akan belajar mengenali kemampuannya dan
membandingkannya dengan orang lain dan menguji kemampuannya dengan mencoba
peran-peran baru dan mengetahui dampak tingkahlakunya terhadap orang lain.
6) Perkembangan Moral Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya,
terutama dari orang tua dan guru. Anak yang melakukan aktivitas bermain, akan
mendapatkan kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan
7) Bermain Sebagai Terapi Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadikan
diri anaklebih senang dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan yang dapat
dihindarkan, mengingat bermain dapat menghibur anak terhadap dunianya. Pada saat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami perasaan yang sangat tidak menyenangkan
seperti marah, takut, cemas, sedih dan nyeri. Anak yang melakukan kegiatan bermain akan
terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya akibat dari efek dirawat di rumah sakit.

3. Tujuan Bermain
Supartini (2010) mengemukakan beberapa tujuan dari terapi bermain antara lain:
1) Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat sakit anak
mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangannya, walaupun demikian selama
anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih
harus tetap dilanjutkan untuk menjaga keseimbangannya.
2) Mengekspresikan perasaan, keinginan dan fantasi, serta ide-idenya pada saat anak sakit
dan dirawat di rumah sakit anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan. Pada anak yang belum dapat mengekspresikannya secara verbal,
permainan adalah media yang sangat efektif untuk mengekspresikannya.
3) Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah, permainan akan
menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya untuk menciptakan sesuatu seperti yang
ada dalam pikirannya.
4) Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stres karena sakit dan dirawat di rumah sakit
4. Klasifikasi Bermain

Sifat bermain pada anak yang kita tahu ada dua yaitu bersifat aktif dan bersifat pasif. Sifat
demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda, dikatakan bermain aktif jika anak
berperan aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya, sedangkan
bermain pasif adalah anak memberikan respon secara pasif terhadap permainan dan orangatau
lingkungan yang memberikan respon secara aktif. Melihat sifat tersebut, kitadapat mengenal
macam-macam dari permainan. Ada beberapa jenis permainan, ditinjau dari isi permainan dan
karakter sosialnya.

 Berdasarkan isi permainan


a) Social Affective Play (Bermain Afektif Sosial)
Bermain ini menunjukkan adanya perasaan senang dalam berhubungan dengan orang
lain. Sifat dari bermain ini adalah orang lain yang berperan aktif dan anak hanya berespon
terhadap stimulasi sehingga akan memberikan kesenangan dan kepuasan bagi anak.
Permainan yang biasa dilakukan adalah “ciluk ba”, berbicara dan memberi tangan untuk
digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa. Bayi akan mencoba berespon terhadap
tingkah laku orang tuanya dengan tersenyum, tertawa atau mengoceh.
b) Sense of Pleasure Play (Bermain Bersenang-senang)
Bermain ini hanya memberikan kesenangan pada anak melalui objek yang ada, sehingga
anak merasa senang dan bergembira tanpa adanya kehadiran orang lain. Sifat bermain ini
adalah bergantung pada stimulasi yang diberikan pada anak, mengingat sifat dari bermain
ini hanya memberikan kesenangan pada anak tanpa mempedulikan aspek kehadiran orang
lain, misalnya dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunung atau
benda apa saja yang dapat dibentuknya dengan pasir.
c) Skiil Play (Bermain Keteranpilan)
Permainan iniakan meningkatkan keterampilan anak khususnya motorik kasar dan halus,
misalnya bayi akan terampil memegang benda-benda kecil, memindahkan benda dari satu
tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Keterampilan tersebut
diperoleh dari pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering
melakukan latihan, anak akan semakin terampil. Sifat permainan ini adalah bersifat aktif
dimana anak selalu ingin mencoba kemampuan dalam keterampilan tertentu seperti
bermain dalam bongkar pasang gambar.
d) Games atau Permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang menggunakan perhitungan atau skor.
Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan teman sebayanya. Banyak
sekali jenis permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern misalnya ular
tangga, congklak, puzzle dan lain-lain.
e) Dramatic Play (Bermain Dramatik)
Dramatic play dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-pura dalam
perilaku seperti anak memperankan sebagai seorang dewasa, seorang ibu dan guru dalam
kehidupan sehari-hari.Sifat dari permainan Dramatic play ini adalah anak dituntut aktif
dalam memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah
mampu berkomunikasi dan mengenal kehidupan sosial. Permainan ini penting untuk
proses identifikasi terhadap peran orang tertentu.

 Berdasarkan Karakter Sosial

Berdasarkan karakter sosialnya, ada lima jenis permainan, yaitu onlooker Play, solitary play,
paralel play, assosiative play dan cooperative play:

a) Onlooker play Jenis permainan ini adalah dengan melihat apa yang dilakukan oleh anak
lain yang sedang bermain tetapi tidak berusaha untuk bermain. Anak tersebut bersifat
pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan
temannya.
b) Solitary Play Solitary play merupakan jenis permainan yang dilakukan secara mandiri
dan berpusat pada permainannya sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Pada
permainan ini anak tampak berada dalam kelompok permainannya, tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya,dan alat permainan tersebut berbeda
dengan alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama ataupun
komunikasi dengan teman sepermainan.
c) Parallel Play Pada permainan ini, anak dapa menggunakan alat permainan yang sama,
tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak
ada sosialisasi satu sama lain. Sifat dari permainan ini adalah anak aktif secara mandiri
tetapi masih dalam satu kelompok.
d) Assosiative Play Associative play melibatkan interaksi sosial dengan sedikit atau tanpa
pengaturan. Tipe permainan ini adalah anak-anak kelihatan lebih tertarik pada satu sama
lain dibanding pada permainan yang mereka mainkan. Bermain ini akan menumbuhkan
kreativitas anak karena stimulasi dari anak lain ada, akan tetapi belum dilatih dalam
mengikuti peraturan dalam kelompok. Contohnya bermain boneka-bonekaan, hujan-
hujanan, dan bermain masak-masakan.
e) Cooperative Play Cooperative play merupakan bermain secara bersama dengan adanya
aturan yang jelas sehingga adanya perasaan dalam kebersamaan sehingga berbentuk
hubungan pemimpin dan pengikut. Sifat dari bermain ini adalah aktif, anak akan selalu
menumbuhkan kreativitasnya dan melatih anak pada peraturan kelompok sehingga anak
dituntut selalu mengikuti peraturan. Contohnya pada permainan sepak bola, ada anak
yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus
dapat mencapai tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memasukkan
bola ke gawang lawan mainnya

5. Jenis Permainan Untuk Anak Prasekolah Usia 4-5 Tahun

Usia anak prasekolah dapat dikatakan sebagai masa bermain, karena setiap waktunya diisi
dengan kegiatan bermain. Kegiatan bermain yang dimaksud disini adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan kebebasan batin untuk memperoleh kesenangan. Terdapat beberapa macam
permainan anak usia prasekolah menurut Adriana (2011) yaitu sebagai berikut:

a) Permainan fungsi (permainan gerak) seperti meloncat-loncat, naik turun tangga, berlari-lari,
bermain tali, dan bermain bola.
b) Permainan fiksi, seperti menjadikan kursi seperti kuda, main sekolahsekolahan, dagang-
dagangan, perang-perangan, dokter-dokteran, robotrobotan, tembak-tembakan dan masak-
masakan.
c) Permainan reseptip atau apresiatif, seperti mendengarkan cerita atau dongeng, melihat
gambar, membaca buku cerita, melihat orang melukis, menceritakan kisahnya.
d) Permainan membentuk (konstruksi), seperti membuat kue dari tanah liat, membuat gunung
pasir, membuat kapal kapalan dari kertas, membuat gerobak dari kulit jeruk, membentuk
bangunan rumah-rumahan dari potongan kayu-kayu, puzzle.
e) Permainan prestasi seperti sepak bola, bola voli, tenis meja dan bola basket
1. KOMUNIKASI PADA ANAK

Komunikasi pada anak merupakan bagian penting dalam membangun kepercayaan diri kita
dengan anak. Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa kasih saying dan selanjutnya
anak akan memiliki sutau penghargaan pada dirinya.

Secara umum pengertian komunikasi anak merupakan proses pertukaran informasi yang
disampaikan oleh anak kepada orang lain dengan harapan orang yang diajak dalam pertukaran
informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan anak, anak
merupakan seseorang yang membutuhkan suatu perhatian dan kasih saying, sebagai kebutuhan
khusus anak yang dapat dipenuhi dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun non verbal
yang dapat menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.

2. Tahapan Komunikasi Dengan Anak

Dalam melakukan komunikasi dengan anak terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan
sebelum mengadakan komunikasi secrara langsung, tahapan ini dapat meliputi tahap awal (Pra
Interaksi), tahap perkenalan atau orientesi, tahap kerja dan tahap terakhir yaitu tahap terminasi.

1) Tahap Pra interaksi


Pada tahap ini yang harus kita lakukan adalah mengumpulkan data tentang klien dengan
mempelajari status atau bertanya kepada orang tua tentang masalah atau latar belakang yang
ada, mengeksplorasi perasaan, proses ini akan mengurangi kekurangan dalam saat komunikasi
dengan cara mengeksplorasikan perasaan aapa yang ada pada dirinya, membuat rencana
pertemuan dengan klien, proses ini ditunjukkan dengan kapan komunikasi akan dilakukan,
dimana dan rencana apa yang dikomunikasikan serta target dan sasaran yang ada.

2) Tahap Perkenalan atau Orientasi


Tahap ini yang dapat kita lakukan adalah memberikan salam dan senyum kepada klien,
melakukan validasi (Kognitif, psikomotor, afektif), mencari kebenaran data yang ada dengan
wawancara, mengobservasi atau pemeriksaan yang lain, memperkenalkan nama kita dengan
tujuan agar selalu ada yang memperhatikan terhadap kebutuhannya, menanyakan nama
kesukaan panggilan klien karena akan mempermudah dalam berkomunikasi dan lebih dekat,
menjelaskan tanggung jawab perawat dan klien, menjelaskan peran kita dan klien,
menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, menjelaskan tujuan, menjelaskan waktu yang
dibutuhkan untuk kegiatan dan menjelaskan kerahasiahan.
3) Tahap Kerja
Pada tahap ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah member kesempatan pada klien untuk
bertanya, karena akan memberitahu tentang hal-hal yang kurang dimengerti dalam
komunikasi, menanyakan keluhan utama, memulai kegiatan dengan cara yang baik, dan
melakukan kegiatan sesuai dengan rencana.
4) Tahap Terminasi
Pada tahap terminasi dalam komunikasi ini kegiatan yang dapat kita lakukan adalah
menyimpulkan hasil wawancara meliputi evaluasi proses dan hasil, memberikan reinforcement
yang positif, merencanakan tindak lanjut dengan klien, melakukan kontrak (waktu,tempat dan
topic) dan mengakhiri wawancara dengan cara yang baik.

3. Cara Berkomunikasi Dengan Anak


1) Melalui orang lain atau pihak ketiga
2) Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan kepercayaan
diri anak, dengan menghindari secara langsung berkomunikasi dengan melibatkan orang
tua secara langsung yang sedang berada di samping. Selain itu dapat digunakan dengan
mengomentari tentang mainan, baju yang sedang dipakainya serta lainnya, dengan catatan
tidak langsung pada pokok pembicaraan.
3) Bercerita
Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima, cerita
yang disampaikan hendaknya seuai dengan pesan yang akan disampaikan yang dapat
diekspresikan melalui tulisan maupun gambar.

4) Menfasilitasi
Menfaslitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak atau respon
anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam menfasilitasi kita harus mampu mengekspresikan
perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberikan repon terhadap pesan yang
disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh perhatian dan jangan merefleksikan
ungkapan negative yang menunjukan kesan yang jelek pada anak.

5) Biblioterafi
Melalui pemberin buku atau majalah dapat digunakan untuk mengekspresikan perasaan,
dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang akan
disampaikan kepada anak.

6) Meminta untuk menyebutkan keinginan


Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak untuk
menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan, dan keinginan
tersebut dapat menunjukan perasaan dan pikiran saat itu.

7) Penggunaan skala
Penggunaan skala atau peringkat ini digunakan dalam mengungkapkan perasaan sakit pada
anak seperti penggunaan perasaan nyeri cemas, sedih, dan lain–lain. Dengan menganjurkan
anak untuk mengekspresikan perasaan sakitnya.

8) Menulis
Melalui ini anak akan dapat mengekspresikan dirinya baik pada keadaan sedih, marah atau
lainnya dan biasanya banyak dilakukan pada anak yang jengkel, marah dan diam.

9) Menggambar
Seperti halnya menulis, menggambarpun juga dapat digunakan untuk mengungkapkan
ekspresinya. Perasaan marah, jengkel, biasanya dapat diungkapkan melalui gambar dan
anak akan mengungkapkannya apabila gambar yang ditulisnya ditanya tentang maksudnya.

10) Bermain
Bermain alat efektif pada anak dalam membantu berkomunikasi. Melalui ini hubungan
interpersonal antara anak, perawat dan orang disekitarnya dapat terjalin danpesa-pesan
dapat disampaikan.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dengan Anak
1) Pendidikan
2) Pengetahuan
3) Sikap
4) Usia tumbuh kembang
5) Status kesehatan anak
6) Sistem sosial
7) Saluran
8) Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz Alimul Hidayat (2003), Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam
Komunikasi Terapeutik pada Anak Usia Prasekolah, Medikes Jurnal Keperawatan
dan Kesehatan Hal 40-45.

Whaley and Wong’s (1995), Essensials of Pediatric Nursing Fourth Edition, Mosby
Company, St Louis Missouri.

Yupi Supartini (2004), Buku ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, EGC Jakarta.
ASKEP BBLR ( BERAT BADAN LAHIR RENDAH)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).
BBLR Merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram
atau sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang
dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi baru lahir dengan berat
badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat apakah prematur atau dismatur yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta
menimbulkan kematian.

B. Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
a. Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat bayi sesuai
dengan gestasi atau yang disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
b. Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas tiga jenis:
 simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal
kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama.
 Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir
kehamilan.
 Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang seharusnya untuk masa
gestasi dan si bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi
kecil untuk masa kehamilan. (Mitayani, 2009)
c. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya,
yaitu :
a. Komplikasi obstetrik
 Multipel gestation.
 Incompetence.
 Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis.
 Pregnancy induce hypertention ( PIH ).
 Plasenta previa.
 Ada riwayat kelahiran prematur

b. Komplikasi medis
 Diabetes maternal
 Hipertensi kronis

c. Faktor ibu
 Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan
kardiovaskular.
 Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu dibawah 20
tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat.
 Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya
prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada golongan sosial ekonomi rendah.
Hal ini disebabkan oleh keadaan yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang
kurang.
 Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat dan ibu yang
perokok. (Mitayani, 2009).
► Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :

1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR


Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat yaitu
20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki
perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan
kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap perkembangan dan
janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan
emosional yan menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin.
Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan
dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran
BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi
juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat
pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam
menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya
akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan alat reproduksinya telah berdegenerasi dan
terjadi gangguan keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi iritabilitas uterus,
menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang pada akhirnya akan memicu kelahiran
prematur. Umur ibu hamil yang lebih tua juga dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit
yang menyertainya.

2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR


Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi
yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan
oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal
care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima inovasi
dan sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu
kurang menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak,
penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil.
Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna
menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi
cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga
dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika
menikah pada usia muda.

3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR


Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup
maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk
melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan persalinan
akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamilan yang berulang akan
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi
nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan
sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin.

4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR


Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari pertama haid terakhir
(HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan dapat diketahui dengan mengukur berat
lahir, panjang badan, lingkaran kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan
hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur
gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi
yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.

5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu
maupun janin, seperti diuraikan berikut ini :
a Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain
anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit
infeksi misalnya TORCH.
b Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan
lama, persalinan sebelum waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Malnutrisi
pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan
ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi pada
kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang
cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi
hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki.
Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR).
Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kondisi janin. Pada masa
kehamilan seorang ibu memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak hamil.
Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan menyebabkan gangguan pada
janin dan beresiko untuk melahirkan bayi BBLR.

6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR


Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di
Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal
dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang
paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga
hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal.
Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai
dibawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin
baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam
kandungan, abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih
tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang
dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko
morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan
premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi
pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi
lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak
anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan
kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi
oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami
anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.

7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR


Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi
sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan
peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk
janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang
berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan
antepartum, trauma fisis dan psikologis.

8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR


Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih dibandingkan
ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka
mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.

9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR


Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh dalam kejadian BBLR,
walaupun secara tidak langsung. Pendapatan yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk
memenuhi kebutuhan bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan
bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka kematian ibu dapat
diturunkan secara tidak langsung dengan memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai
efek terhadap salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan perilaku
reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.

10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR


Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu,
frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan
memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat
menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat
secepatnya.

11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap kejadianBBLR


Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang
akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk,
bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok,
walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis
mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil
dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
 Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu.
 Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta.
 Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil
berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah.
 Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
 Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal
alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan
janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol
yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil minum alkohol dan lamanya
ibu tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang
dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin
kurang mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi
masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat
berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila
mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka
akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya.

12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR


Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-rata berat badan lahir
bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai
terdapat perbedaan antara pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman
(1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40 minggu. Jadi bayi laki-laki
seringkali lebih berat dari bayi perempuan.

13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap KejadianBBLR


Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya mempunyai kemungkinan
untuk melahirkan anak berikutnya dengan BBLR.

D. Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral, seperti zat
besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan. Dengan
demikian bayi preterm mempunyai peningkatan potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan
anemia. Meningkatnya kkal untuk bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari,
dibandingkan neonatus aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi antara isap dan
menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi pneumonia, belum
berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu. Penundaan pengosongan lambung
dan buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk
mencerna makanan. Bayi preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang
diperlukan untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi
amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak dan
karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu.
Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja bernafas dan kebutuhan kalori yang
meningkat. Masalah pernafasan juga akan mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh dibandingkan dengan
berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah kulit memberikan insulasi. Kehilangan
panas ini meningkatkan keperluan kalori. (Moore, 1997)

E. Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai berikut:
1) Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar dada< 30 Cm, lingkar
kepala< 33 Cm.
2) Masa gestasi< 37 minggu.
3) Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya gestasi; kepala relatif
lebih besardari badan, kulit tipis, transparan, banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit,
osifikasi tengkoraksedikit, ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih
hipotonik sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala menghadap satu
jurusan.
4) Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum teratur dan sering
terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan batuk belum sempurna.

 Manifestasi klinis yang lain yaitu :


1) Berat badan kurang dari 2.500 gram.
2) Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar.
3) Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga kurang.
4) Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5) Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6) Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7) Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intracranial.
8) Nafas belum teratur.
9) Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak.
10) Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk dengan baik.

 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:


a) Suhu Tubuh
 Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna.
 Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah.
 Otot bayi masih lemah.
 Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan.
 Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir
rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat
dipertahankan.

b) Pernapasan
 Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna.
 Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna.
 Otot pernapasan dan tulang iga lemah.
 Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal
pernapasan.

c) Alat pencernaan makanan


 Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik.
 Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan
lambung berkurang.
 Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia

d) Hepar yang belum matang (immatur)


Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi
hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus

e) Ginjal masih belum matang


Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna
sehingga mudah terjadi oedema

f) Perdarahan dalam otak


 Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah.
 Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan
dalam otak.
 Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi.
 Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan
nekrosis.

F. Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat
terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada
pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.

1. Pengaturan Suhu Tubuh BBLR


Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan yang
dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila
dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan
lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang
cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit,
sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya
untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan
BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar
37 0C.
Kelembaban inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi
diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat
diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur
– angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan
meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat
tempat tidur bayi atau dengan menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan
memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini
berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai
digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat
ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara
ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat
ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan
pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan,
kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan
tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.

2. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus,
bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan
menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat
beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan
asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan,
sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir
(aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk
atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal,
pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya
aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga
memperkecil kematian bayi BBLR.

3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba.
Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi
nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada
bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih
rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat
ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering
merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah,
letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan
mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi.
Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk
apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali
pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan,
isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan,
menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian
antibiotic yang tepat.

4. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian
yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama
jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak
cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat
digunakan susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk
mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator
dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi
dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi
dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika
minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR.
Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.

5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim hatinya belum matur dan
bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus
dapat diperberat oleh polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia
dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat dan bilirubin diperiksa,
bila ikterus muncul dini atau lebih cepat bertambah coklat.
6. Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup bulan. Karena sangat
sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak
boleh digunakan. Semua produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan
secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya karena zat-zat tersebut
dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus diperhatikan jangan sampai
merusak struktur yang halus tersebut. Oleh karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara
lapisan kulit tipis tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk
melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau menempel erat pada
permukaan kulit sehingga epidermis dapat terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester
sama sekali tidak aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau plester dari
ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong ekstremitas yang kecil
tersebut atau melepas klit yang terikat longgar. Pelarut yang digunakan untuk mengelupas
plester juga harus dihindari karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.

G. Komplikasi

Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani secepatnya menurut
Mitayani, 2009 yaitu :
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada bayi).
2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki.
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum sempurna/ cukup,
sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara
residu dalam alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang
berikutnya.
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin disebabkan
karena gangguan pertumbuhan hati.
H. Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa gestasi (semakin muda
dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi angka kematiannya), komplikasi yang
menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler,
infeksi, gangguan metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat ringannya masalah perinatal
misalnya masa gestasi ( makin muda masa gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi
angka kematian), asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan
intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi, gangguan
metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia). Prognosis ini juga tergantung dari
keadaan sosial ekonomi, pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan
dan post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah infeksi, mengatasi
gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia, hipoglikemia dan lain – lain).
 Pengamatan Lebih Lanjut
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang dideritanya perlu diamati
selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini akan mengalami gangguan pendengaran,
penglihatan, kognitif, fungsi motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti
Hidrosefalus, Cerebral palsy dan sebagainya.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BBLR
A. Pengkajian

I. Biodata
a. Identitas Klien
1. Nama/Nama panggilan : ……………………………………
2. Tempat tgl lahir/usia : ……………………………………
3. Jenis kelamin : ……………………………………
4. A g a m a : ……………………………………
5. Pendidikan : ……………………………………
6. Alamat : ……………………………………
7. Tgl masuk : ................................. (jam ............)
8. Tgl pengkajian : ……………………………………
9. Diagnosa medik : ……………………………………
10. Rencana terapi : ……………………………………

b Identitas Orang tua


1) Ayah
1.N a m a : ……………………………………
2.U s i a : ……………………………………
3.Pendidikan :……………………………………
4.Pekerjaan/sumber penghasilan : ………………………
5. A g a m a : ……………………………………
6.Alamat : ……………………………………

2) Ibu
1.N a m a : ……………………………………
2. U s i a : ……………………………………
3.Pendidikan : …………………………………
4.Pekerjaan/Sumber penghasilan : ………………………
5.Agama :……………………………………
6.Alamat : ……………………………………

II. Riwayat kesehatan masa sekarang


Bayi dengan berat badan < 2.500 gram
III. Riwayat kesehatan keluarga
a Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan seperti kelainan kardiovaskular
b Apakah ibu pernah mengalami sakit kronis
c Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan sebelumnya
d Apakah ibu seorang perokok
e Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat
IV. Apgar skore
System penilaian ini untuk mengevaluasi status kardiopulmonal dan persarafan bayi.
Penilaian dilakukan 1 menit setelah lahir dengan penilaian 7-10 (baik), 4-6 (asfiksia ringan hingga
sedang), dan 0-3 (asfiksia berat) dan diulang setiap 5 meint hingga bayi dalam keadaan stabil.

Tanda 0 1 2
Frekwensi jantung Tidak ada < 100 > 100
Usaha bernapas Tidak ada Lambat Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan katif


sedikit
Refleks Tidak bereaksi Gerakan sedikit Reaksi melawan

Warna kulit Seluruh tubuh biru Tubuh kemeraha, Seluruh tubuh


atau pucat ekstremitas biru kemerahan

V. Pemeriksaan cairan amnion


Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan amnion tentang
jumlah volumenya, apabila volumenya > 2000 ml bayi mengalami polihidramnion atau disebut
hidramnion sedangkan apabila jumlahnya < 500 ml maka bayi mengalami oligohidramnion
VI. Pemeriksaan plasenta
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan keadaan plasenta seperti adanya
pengapuran, nekrosis, beratnya dan jumlah korion. Pemeriksaan ini penting dalam menentukan
kembar identik atau tidak.
VII. Pemeriksaan tali pusat
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai ada tidaknya kelainan dalam tali pusat seperti
adanya vena dan arteri, adanya tali simpul atau tidak.

VIII. Pengkajian fisik


a Aktifitas/istirahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah
bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
b. Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam batas normal (120 – 160 detik per
menit). Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktus arterious (PDA)
c. Pernapasan
Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernapasan diafragmatik intermiten atau periodik (40
– 60 kali/menit), Pernapsan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, juga derajat
sianosis yang mungkin ada. Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan sindrom distres
pernapasan (RDS)
d. Neurosensori
Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar, penonjolan karena ketidakadekuatan
pertumbuhan mungkin terlihat Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung cekung,
hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan dagu maju, tonus otot dapat tampak kencang
dengan fleksi ekstremitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak, Pelebaran tampilan mata.
e. Makanan/cairan
 Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala.
 Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak adanya jaringan subkutan.
 Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong, dan paha.
 Ketidakstabilan metabolik dan hipoglikemia / hipokalsemia
f. Genitounaria
Jelaskan setiap abnormalitas genitalia. Jelaskan jumlah (dibandingkan engnaberta badan),
warna, pH, temuan lab-stick, dan berat jenis kemih (untuk menyaring kecukupan hidrasi)
Periksa berat badan (pengukuran yang paling akurat dalam mengkaji hidrasi).
g. Keamanan
 Suhu berfluktuasi dengan mudah.
 Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan.
 Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan dasar pada tali pusat dengan
warna kehijauan.
 Menangis mungkin lemah

h. Seksualitas
 Labia monira wanita mungkin lebih besar dari labia mayora dengan klitoris menonjol.
 Testis pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak atau tidak pada skrotum.

i. Suhu tubuh
 Tentukan suhu kulit dan aksila.
 Tentukan dengan suhu lingkungan.

j. Pengkajian kulit
 Terangkan adanya perubahan warna, daerah yang memerah, tanda irirtasi, lepuh,
abrasi, atau daerah terkelupas, terutama dimana peralatan pemantau, infuse atau alat
lain bersentuhan dengan kulit; periks, dan tempat juga dan catat setiap preparat kulit
yang dipakai (misal: plester povidone – iodine).
 Tentukan tekstur dan turgor kulit: kering, lembut, bersisik, terkelupas, dll.
 Terngkan adanya ruam, lesi kulit, atau tanda lahir
 Tentukan apakah kateter infuse IV atau jarum terpasang dengan benar, dan periksa
adanya tanda infiltrasi.
 jelaskan pipa infus parenteral: lokasi, tipe (arterial, vena, perifer, umbilicus, sentral,
vena perifer sentral); tipe infuse (obat, salin, dekstrosa, elektrolit, lipid, nutrisi
parenteral total); tipe pompa infuse dan kecepatan aliran; tipe kateter atau jarum; dan
tempat insersinya.

IX. Pengkajian psikologis


Orang tua klien tampak cemas dan khawatir melihat kondisi bayinya, dan orang tua klien
berharap bayinya cepat sembuh.
X. Pemeriksaan refleks
a. Refleks berkedip: dijumpai namun belum sempurna
b. Tanda babinski: jari kaki mengembang dan ibu jari kaki sedikit dorsofleksi
c. Merangkak: bayi membuat gerakan merangkak dengan lengan dan kaki, namun belum
sempurna
d. Melangkah: kaki sedikt bergerak keatas dan kebawah saat disentuhkan ke permukaan
e. Ekstrusi: lidah ekstensi kearah luar saat disentuh dengan spatel lidah
f. Gallant’s: punggung sedikti bergerak kearah samping saat diberikan goresan pada
punggungnya
g. Morro’s: dijumpai namun belum sempurna
h. Neck righting : belum ditemukan
i. Menggengngam: bayi menunjukkan refleks menggenggam namun belum sempurna
j. Rooting: byi memperlihatkan gerakan memutar kearah pipi yang diberikan sedikit goresan
k. Kaget (stratle) : bayi memberikan respon ekstensi dan fleksi lengan yang belum
sempurna
l. Menghisap: bayi memperlihatkan respon menghisap yang belum sempurna
m. Tonick neck: belum dilakukan karena refleks ini hanya terdapat pada bayi yang berusia >
2 bulan

XI. Pemeriksaan diagnostik


a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin dihubungkan dengan anemia atau
kehilangan darah
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemia
c. AGD: menentukan derajat keparahan distres bila ada
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia
f. Urinalis : mengkaji homeostasis
g. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin meyertai sepsis
h. EKG, EEG, USG, angiografik: defek kongenital atau komplikasi
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi dengan BBLR yaitu
1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolic.
2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan
mengonsentrasikan urine.
6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik,
dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system
sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.
8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran
premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai
dengan orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap
agar bayinya cepat sembuh.

C. Intervensi

1. Pola nafas yang tidak efektif yang berhubungan dengan imaturitas pusat pernapasan,
keterbatasan perkembangan otot penurunan otot atau kelemahan, dan ketidakseimbangan
metabolik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, pola napas kembali efektif
Kriteria hasil:
o Neonatus akan mempertahankan pola pernapasan periodic
o Membran mukosa merah muda

Intervensi Rasional
Mandiri: Ø Membantu dalam membedakan periode
Ø Kaji frekwensi dan pola pernapasan, perputaran pernapasan normal dari serangan
perhatikan adanya apnea dan perubahan apnetik sejati, terutama sering terjadi pad
frekwensi jantung gestasi minggu ke-30
Ø Isap jalan napas sesuai kebutuhan Ø Menghilangkan mukus yang neyumbat
Ø Posisikanm bayi pada abdomen atau jalan napas
posisi telentang dengan gulungan popok Ø Posisi ini memudahkan pernapasan dan
dibawah bahu untuk menghasilkan menurunkan episode apnea, khususnya bila
hiperekstensi ditemukan adanya hipoksia, asidosis
Ø Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat- metabolik atau hiperkapnea
obatan yang akan memperberat depresi Ø Magnesium sulfat dan narkotik menekan
pernapasan pada bayi pusat pernapasan dan aktifitas SSP
Kolaborasi : Ø Hipoksia, asidosis netabolik,
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai hiperkapnea, hipoglikemia, hipokalsemia
indikasi dan sepsis memperberat serangan apnetik
Ø Berikan oksigen sesuai indikasi Ø Perbaikan kadar oksigen dan
Ø Berikan obat-obatan yang sesuai karbondioksida dapat meningkatkan funsi
indikasi pernapasan

2. Resiko termoregulasi inefektif yang berhubungan dengan SSP imatur (pusat regulasi
residu, penurunan massa tubuh terhadap area permukaan, penurunan lemak sebkutan,
ketidakmampuan merasakan dingin dan berkeringat, cadangan metabolik buruk).
Tujuan : termoregulasi menjadi efektif sesuai dengan perkembangan
Kriteria hasil :
o Mempertahankan suhu kulit atau aksila (35 – 37,50C)

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Hipotermia membuat bayi cenderung
Ø Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal merasa stres karena dingin, penggunaan
pada awalnya, selanjutnya periksa suhu simpanan lemak tidak dapat diperbaruai
aksila atau gunakan alat termostat dengan bila ada dan penurunan sensivitas untuk
dasar terbuka dan penyebar hangat. meningkatkan kadar CO2 atau penurunan
Ø tempatkan bayi pada inkubator atau kadar O2.
dalam keadaan hangat Ø Mempertahankan lingkungan
Ø pantau sistem pengatur suhu , penyebar termonetral, membantu mencegah stres
hangat (pertahankan batas atas pada 98,6°F, karena dingin
bergantung pada ukuran dan usia bayi) Ø Hipertermi dengan peningkatan laju
Ø kaji haluaran dan berat jenis urine metabolisme kebutuhan oksigen dan
Ø pantau penambahan berat badan berturut- glukosa serta kehilangan air dapat terjadi
turut. Bila penambahan berat badan tidak bila suhu lingkungan terlalu tinggi.
adekuat, tingkatkan suhu lingkungan sesuai Ø Penurunan keluaran dan peningkatan
indikasi. berat jenis urine dihubungkan dengan
Ø Perhatikan perkembangan takikardia, penurunan perfusi ginjal selama periode
warna kemerahan, diaforesis, letargi, apneastres karena rasa dingin
atau aktifitas kejang. Ø Ketidakadekuatan penambahan berat
badan meskipun masukan kalori adekuat
dapat menandakan bahwa kalori digunakan
untuk mempertahankan suhu lingkungan
tubuh, sehingga memerlukan peningkatan
suhu lingkungan.
Ø Tanda-tanda hip[ertermi ini dapat
berlanjut pada kerusakan otak bila tidak
teratasi.
Ø Stres dingin meningkatkan kebutuhan
terhadap glukosa dan oksigen serta dapat
Kolaborasi : mengakibatkan masalah asam basa bila bayi
Ø pantau pemeriksaan laboratorium sesuai mengalami metabolisme anaerobik bila
indikasi (GDA, glukosa serum, elektrolit kadar oksigen yang cukup tidak tersedia.
dan kadar bilirubin) Peningkjatan kadar bilirubin indirek dapat
Ø berikan obat-obat sesuai dengan indikasi terjadi karena pelepasan asam lemak dari
· fenobarbital meta bolisme lemak coklat dengan asam
lemak bersaing dengan bilirubin pada pada
bagian ikatan di albumin.
Ø Membantu mencegah kejang berkenaan
dengan perubahan fungsi SSP yang
disebabkan hipertermi
Ø Memperbaiki asidosis yang dapat terjadi
pada hiportemia dan hipertermia

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrisi, imaturitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks lemah.
Tujuan : nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
Kriteria hasil :
o Bayi mendapat kalori dan nutrien esensial yang adekuat
o Mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan berat badan dalam kurva normal
dengan penambahan berat badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.
Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Menentukan metode pemberian makan
Ø Kaji maturitas refleks berkenaan dengan yang tepat untuk bayi
pemberian makan (misalnya : mengisap, Ø Pemberian makan pertama bayi stabil
menelan, dan batuk) memiliki peristaltik dapat dimulai 6-12 jam
Ø Auskultasi adanya bising usus, kaji status
setelah kelahiran. Bila distres pernapasan
fisik dan statuys pernapasan ada cairan parenteral di indikasikan dan
Ø Kaji berat badan dengan menimbang cairan peroral harus ditunda
berat badan setiap hari, kemudian Ø Mengidentifikasikan adanya resiko
dokumentasikan pada grafik pertumbuhan derajat dan resiko terhadap pola
bayi pertumbuhan. Bayi SGA dengan kelebihan
Ø Pantau masuka dan dan pengeluaran. cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan
Hitung konsumsi kalori dan elektrolit setiap
15% BB lahir. Bayi SGA mungkin telah
hari mengalami penurunan berat badan dealam
Ø Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel,
uterus atau mengalami penurunan simpanan
turgor kulit, berat jenis urine, kondisi lemak/glikogen.
membran mukosa, fruktuasi berat badan. Ø Memberikan informasi tentang masukan
Ø Kaji tanda-tanda hipoglikemia; takipnea aktual dalam hubungannya dengan
dan pernapasan tidak teratur, apnea, letargi,
perkiraan kebutuhan untuk digunakan
fruktuasi suhu, dan diaphoresis. Pemberiandalam penyesuaian diet.
makan buruk, gugup, menangis, nada Ø Peningkatan kebutuhan metabolik dari
tinggi, gemetar, mata terbalik, dan aktifitas
bayi SGA dapat meningkatkan kebutuhan
kejang. cairan. Keadaan bayi hiperglikemia dapat
mengakibatkan diuresi pada bayi.
Kolaborasi : Pemberian cairan intravena mungkin
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai diperlukan untuk memenuhi peningkatan
indikasi kebutuhan, tetapi harus dengan hati-hati
· Glukas serum ditangani untuk menghindari kelebihan
· Nitrogen urea darah, kreatin, cairan
osmolalitas serum/urine, elektrolit urine Ø Karena glukosa adalah sumber utama
Ø Berikan suplemen elektrolit sesuai dari bahan bakar untuk otak, kekurangan
indikasi misalnya kalsium glukonat 10% dapat menyebabkan kerusakan SSP
permanen.hipoglikemia secara bermakna
meningkatkan mobilitas mortalitas serta
efek berat yang lama bergantung pada
durasi masing-masing episode.
Kolaborasi :
Ø Hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3
jam lahir bayi SGA saat cadangan glikogen
dengan cepat berkurang dan
glukoneogenesis tidak adekuat karena
penurunan simpanan protein obat dan
lemak.
Ø Mendeteksi perubahan fungsi ginjal
berhubungan dengan penurunan simpanan
nutrien dan kadar cairan akibat malnutrisi.
Ø Ketidakstabilan metabolik pada bayi
SGA/LGA dapat memerlukan suplemen
untuk mempertashankan homeostasis.

4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan pertahanan imunologis yang tidak efektif
Tujuan : pasien tidak memperlihatkan adanya tanda infeksi
Kriteri hasil :
o Suhu 350C
o Tidak ada tanda-tanda infeksi
o Leukosit 5.000 – 10.000

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Untuk mengetahui lebih dini adanya
Ø Kaji adanya tanda – tanda infeksi tanda-tanda terjadinya infeksi
Ø Lakukan isolasi bayi lain yang Ø Tindakan yang dilakukan untuk
menderita infeksi sesuai kebijakan insitusi meminimalkan terjadinya infeksi yang
Ø Sebelum dan setelah menangani bayi, lebih luas
lakukan pencucian tangan Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
Ø Yakinkan semua peralatan yang kontak Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi
dengan bayi bersih dan steril Ø Untuk mencegah terjadinya infeksi yang
Ø Cegah personal yang mengalami infeksi berlanjut pada bayi
menular untuk tidak kontak langsung
dengan bayi.

5. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan usia dan berat ekstrem,
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan lemak, ginjal imatur/ kegagalan
mengonsentrasikan urine.
Tujuan : cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
o bebas dari tanda dehidrasi.
o Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.

Intervensi Rasional
Mandiri : Ø Pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam,
Ø Bandingkan masukan dan pengeluaran sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira
urine setiap shift dan keseimbangan 80-100 ml/kg/hari pada hari pertama,
kumulatif setiap periodik 24 jam meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada
Ø Pantau berat jenis urine setiap selesai hari ketiga postpartum. Pengambilan darah
berkemih atau setiap 2-4 jam dengan untuk tes menyebabkan penurunan kadar
menginspirasi urine dari popok bayi bila Hb/Ht.
bayi tidak tahan dengan kantong Ø Meskipun imaturitas ginjal dan
penampung urine. ketidaknyamanan untuk
Ø Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, mengonsentrasikan urine biasanya
dan keadaan fontanel anterior. mengakibatkan berat jenis yang rendah
Ø Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan pada bayi preterm ( rentang normal1,006-
arterial rata-rata (TAR) 1,013). Kadar yang rendah menandakan
Kolaborasi : volume cairan berlebihan dan kadar lebih
besar dari 1,013 menandakan
Ø Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai ketidakmampuan masukan cairan dan
dengan indikasi Ht dehidrasi.
Ø Berikan infus parenteral dalam jumlah Ø Kehialangan atau perpindahan cairan
lebih besar dari 180 ml/kg, khususnya pada yang minimal dapat dengan cepat
PDA, displasia bronkopulmonal (BPD), menimbulkan dehidrasi, terlihat oleh turgor
atau entero coltis nekrotisan (NEC) kulit yang buruk, membran mukosa kering,
Ø Berikan tranfusi darah. dan fontanel cekung.
Ø Kehilangan 25% volume darah
mengakibatakan syok dengan TAR < 25
mmHg menandakan hipotensi.
Ø Dehidrasi meningkatkan kadar Ht diatas
normal 45-53% kalium serum
Ø Hipoglikemia dapat terjadi karena
kehilangan melalui selang nasogastrik diare
atau muntah.
Ø Penggantian cairan darah menambah
volume darah, membantu mengenbalikan
vasokonstriksi akibat dengan hipoksia,
asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui
PDA dan telah membantu dalam penurunan
komplikasi enterokolitis nekrotisan dan
displasia bronkopulmonal.
Ø Mungkin perlu untuk mempertahankan
kadar Ht/Hb optimal dan menggantikan
kehilangan darah.

6. Resiko cedera akibat bervariasinya aliran darah otak, hipertensi atau hipotensi sistemik,
dan berkurangnya nutrient seluler (glukosa dan oksigen) yang berhubungan dengan system
sraf sentral dan respons stress fisiologis imatur.
Tujuan : pasien mendapatkan asuhan untuk mencegah cedera dan memeprtahankan aliran
darah sistemik dan otak memadai, glukosa dan oksigen otak adekuat; tidak memperlihatkan
adanya perdarahan intaventrikular.
Kriteria hasil:
o Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial atau perdarahan
intraventrikel.

Intervensi Rasional
Ø Kurangi rangsangan lingkungan Ø Respons stres, terutama peningkatan
Ø Organisasikan asuhan selama jamsibuk tekanan darah, dapat miningkatkan resiko
normal sebanyak mungkin peningkatan TIK
Ø Tutup dan buka kelambu dan lampu Ø Untuk meminimalkan gangguan tidur
tidur dan kebisingan intermiten yang sering
Ø Tutup inkubator dengan kain dan pasang Ø Untuk memungkinkan jadwal siang dan
tanda “jangan diganggu” malam
Ø Kaji dan tangani nyeri menggunakan Ø Untuk mengurangi cahaya dan tidak
metode farmakologis dan non- membangunkan periode istirahat bayi
farmakologis Ø Nyeri meningkatkan tekanan darah
Ø Kenali tanda stres fisik dan stimulasi Ø Untuk segera memberi intervensi yang
berlebih memadai
Ø Hindari obat dan larutan hipertonis Ø Akan meningkatkan tekanan darah otak
Ø Pertahankan oksigenasi yang adekuat Ø Hipoksia akan meningkatkan aliran
Ø Hindari memutar kepala ke samping darah otak tekanan intrakranial
tiba-tiba Ø Akan mengurangi aliran arteri karotis
dan oksigenasi ke otak

7. Nyeri yang berhubungan dengan prosedur, diagnosis dan tindakan.


Tujuan: pasien tidak memperlihatkan adanya nyeri yang dirasakan
Kriteria hasil :
o Pasien tidak merintih/menagngis kesakitan
o Pasien tidak memperlihatkan tanda nyeri atau tanda nyeri yang minimal

Intervensi Rasional
Ø Kaji keefektifan upaya kontrol nyeri non Ø Beberapa upaya (misalnya menggosok)
farmakologis dapat meningkatkan distres bayi prematur
Ø Dorong orang tua untuk memberikan Ø Sebagai orang tua bayi, kenyamanan
upaya kenyamanan bila mungkin lebih efektif diberikan langsung oleh orang
Ø Tunjukkan sikap sensitif dan kasih tua kepada bayinya
sayang pada bayi Ø Seorang bayi sangat membutuhkan kasih
sayang, khususnya dari orang tua

8. Resiko gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang berhubungan dengan kelahiran


premature, lingkungan NICU tidak alamiah, perpisahan dengan orang tua.
Intervensi Rasional
Ø Berikan nutrisi yang maksimal Ø Untuk menjamin penambahan berat
Ø Berikan periode istrahat yang teratur badan dan pertunbuhan otak yang tetap
tanpa gangguan Ø Untuk mengurangi panggunaan O2 dan
Ø Kenali tanda stimulus yang berlebihan kalori yang tidak perlu
(terkejut, menguap, aversi aktif, menangis) Ø Untuk membiarkan istirahat bayi denagn
Ø Tingkatkan interaksi orang tua-bayi tenang
Ø Sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan normal

9. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan imobilitas, kelembaban kulit.
Tujuan: bayi mempertahanmkan integritas kulit
Kriteria hasil:
o Kulit tetap bersih dan utuh
o Tidan terlihat adanya tanda-tanda terjedinya iritasi
Intervensi Rasional
Ø Observasi tekstur dan warna kulit. Ø Untuk mengetahui adanya kelainan pada
Ø Jaga kebersihan kulit bayi. kulit secara dini
Ø Ganti pakaian setiap basah. Ø Meminimalkan kontak kulit bayi dengan
Ø Jaga kebersihan tempat tidur. zat-zat yang dapat merusak kulit pada bayi
Ø Lakukan mobilisasi tiap 2 jam. Ø Untuk meminimalisir terjadinya iritasi
pada kulit bayi
Ø Untuk mencegah kerusakan kulit pada
bayi

10. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit bayinya ditandai dengan
orang tua klien tampak cemas dan khawatir malihat kondisi bayinya, dan berharap agar
bayinya cepat sembuh.
Tujuan: keluarga mendapat informasi tentang kemajuan kondisi bayinya
Kriteria hasil:
o Orang tua/ keluarga mengekpresikan perasaan dan keprihatinan mengenai bayi dan
prognosis serta memperlihatkan pemahaman dan kjeterlibatan dalan asuhan
Intervensi Rasional
Ø Kaji tingkat pemahaman klien berikan Ø Belajar tergantung pada emosi dan
instruksi /informasi pada klien maupun kesiapan fisik dan diingatkan pada tahapan
keluarga tentang penyakitnya, baik tertulis individu
atau lisan. Ø Menurunkan ansietas dan dapat
Ø Jelaskan proses penyakit individu. menimbulkan perbaikan partisipasi pada
Dorong orang terdekat menanyakan rencana pengobatan.
pertanyaan Ø Meningkatkan kerjasama dalam program
Ø Jelaskan tentang dosis obat, frekwensi, pengobatan dan mencegah penghentian
tujuan pengobatan dan alasan tentang obatsesuai perbaikan kondisi pasien.
pemberian obat kepeda keluarga Ø Mencegah/menurunkan ketidaknyaman
Ø Kaji potensial efek samping pengobatan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan
kerjasam dalam program

D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai denga yang telah direncanakan, mencakup
tindakan mandiri dan kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan
perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarakan oleh hasil keputusan
bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
E. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang
hendak dicapai.
ASKEP BAYI PREMATUR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Definisi Bayi Prematur


Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37
minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Donna L Wong 2004).
Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara
bayi dengan badan 1500 gr atau kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan
terjadinya peningkatan mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap sebagai
periode kehamilan pendek (Nelson 1988 dan Sacharin 1996).
Bayi prematur adalah bayi lahir hidup sebelum usia kehamilan minggu ke-37 (dihitung dari
hari pertama haid terakhir).
(Who,2000) Dengan demikian, persalainan premature dapat terdiri dari :
1. Persalinan premature dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan
janin sama untuk masa kehamilan (SMK)
2. Persalinan premature dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat badan
kecil untuk masa kehamilan (KMK).
3. Nama lainnya dari golongan ini adalah:
a. Small for gestational age (SGA)
b. Intra uteri grouth retardation (IUGRat)
c. Inta uteri grout restriction (IUGRst)
Menurut WHO, persalinan premature murni dapat digolongkan menurut usia kehamilan dan
berat badan lahir, yaitu :
1. Sangat premature
2. Premature sedang
3. Premature borderline
Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi
dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya
peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus.
B. Klasifikasi Bayi Prematur
1. Persalinan prematur murni sesuai dengan definisi WHO
Batasan Kriteria Keterangan:
a. Sangat premature (Usia kehamilan 24-30 minggu)
- BB bayi 1000-1500 g
- Sangat sulit untuk hidup, kecuali dengan inkubator canggih
- Dampak sisanya menonjol,terutama pada IQ nerologis dan pertumbuhan fisiologis
b. Prematur Sedang (Usia kehamilan 31-36 mingu)
- BB bayi 1501-2000 g
- Dengan perawatan cangih masih mungkin hidup tanpa dampak sisa yang berat
c. Premuatur borderline (Usia kehamilan 36-38 mingu)
- Berat bayi 2001-2499 g
- Lingkaran kepala 33 cm
- Lingkaran dada 30 cm
- Panjang badan sekitar 45cm
- Masih sangat mungkin hidup tampa dampak sisa yang berat
Perhatikan kemungkinan :
- Ganguan napas
- Daya isap lemah
- Tidak tahan terhadap hipotermia
- Mudah terjadi infeksi
2. Persalinan prematur berdasarkan pengolangan faktor penyebab
Penggolongan Kriteria Keterangan :
a. Golongan 1 (dapat terjadi prematur teratur tidak menimbulkan proses “rekuren”)
- solusio plasenta
- plasenta previa
- hidramnion /oligohidromnion
- kehamilan ganda
- kejadian persalinan prematur sangat jarang berulang dengan sebab yang sama
b. Golongan 2 (resiko kejadian persalinan prematur tidak dapat dikontrol oleh
penderita sendiri)
- hamil usia muda ,tua (umur kurang 18 tahun atau diatas 40tahun )
- terdapat anomali alat reproduksi
- sebagian masih dapat diupayakan untuk dikendalikan
- anomali alat reproduksi sebagian sulit dikendalikan sekalipun dengan tindakan
operasi
c. Golongan 3 (faktor yang menimbulkan pesalinan prematur dapat dikendalikan
sehinga kejadian prematur dapat diturunkan)
- Kebiasaan
 Merokok ketagin obat
 Kebiasaan kerja keras ,kurang tdur dan istirahat
- Keadaan sosial ekonomi yang menyebabkan konsumsi gizi nutrisi rendah
- Kenali berat badan ibu hamil yang kurang
- Anomali serviks, serviks inkompeten

C. Etiologi Bayi Prematur


a. Faktor Maternal
Toksenia, hipertensi, malnutrisi / penyakit kronik, misalnya diabetes mellitus kelahiran
premature ini berkaitan dengan adanya kondisi dimana uterus tidak mampu untuk
menahan fetus, misalnya pada pemisahan premature, pelepasan plasenta dan infark dari
plasenta
b. Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal), fetus multi ganda, cidera radiasi
(Sacharin. 1996) Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
1). Kehamilan
- Malformasi Uterus
- Kehamilan ganda
- TI. Servik Inkompeten
- KPD
- Pre eklamsia
- Riwayat kelahiran premature
- Kelainan Rh
2). Kondisi medis
a). Kondisi yang menimbulkan partus preterm
 Hipertensi
Tekanan darah tinggi menyebabkan penolong cenderung untuk mengakhiri
kehamilan, hal ini menimbulkan prevalensi persalinan preterm meningkat.
 Perkembangan janin terhambat
Perkembangan janin terhambat (Intrauterine growth retardation) merupakan
kondisi dimana salah satu sebabnya ialah pemasokan oksigen dan makanan
mungkin kurang adekuat dan hal ini mendorong untuk terminasi kehamilan lebih
dini.
 Solusio plasenta
Terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan preterm,
meskipun sebagian besar (65%) terjadi aterm. Pada pasien dengan riwayat
solusio plasenta maka kemungkinan terulang akan menjadi lebih besar yaitu
11%.
 Plasenta previa
Plasenta previa sering kali berhubungan dengan persalinan preterm akibat harus
dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan
banyak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia.
 Kelainan rhesus
Sebelum ditemukan anti D imunoglobulin maka kejadian induksi menjadi
berkurang, meskipun demikian hal ini masih dapat terjadi.
 Diabetes
Pada kehamilan dengan diabetes yang tidak terkendali maka dapat
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Tapi saat ini dengan pemberian
insulin dan diet yang terprogram, umumnya gula darah dapat dikendalikan.
b). Kondisi yang menimbulkan kontraksi
 Kelainan bawaan uterus
Meskipun jarang tetapi dapat dipertimbangkan hubungan kejadian partus
preterm dengan kelainan uterus yang ada.
 Ketuban pecah dini
Ketuban pecah mungkin mengawali terjadinya kontraksi atau sebaliknya. Ada
beberapa kondisi yang mungkin menyertai seperti : serviks inkompeten,
hidramnion, kahamilan ganda, infeksi vagina dan serviks, dan lain-lain.
 Serviks inkompeten
Riwayat tindakan terhadap serviks dapat dihubungkan dengan terjadinya
inkompeten. Chamberlain dan Gibbings menemukan 60% dari pasien serviks
inkompeten pernah mengalami abortus spontan dan 49% mengalami
pengakhiran kehamilan pervaginam.
 Kehamilan ganda
Sebanyak 10% pasien dengan dengan partus preterm ialah kehamilan ganda dan
secara umum kahamilan ganda mempunyai panjang usia gestasi yang lebih
pendek.
c. Sosial Ekonomi
- Tidak melakukan perawatan prenatal
- Status sosial ekonomi rendah
- Mal nutrisi
- Kehamilan remaja

Faktor Resiko Persalinan Prematur (Bobak, Ed 4. 2005) :


1). Resiko Demografik
- Ras
- Usia ( 40 tahun)
- Status sosio ekonomi rendah
- Belum menikah
- Tingkat pendidikan rendah
2). Resiko Medis
- Persalinan dan kelahiran premature sebelumnya
- Abortus trimester kedua (lebih dari 2x abortus spontan atau elektif)
- Anomali uterus
- Penyakit-penyakit medis (diabetes, hipertensi)
- Resiko kehamilan saat ini :
Kehamilan multi janin, Hidramnion, kenaikan BB kecil, masalah-masalah
plasenta (misal : plasenta previa, solusio plasenta), pembedahan abdomen,
infeksi (misal : pielonefritis, UTI), inkompetensia serviks, KPD, anomaly janin
3). Resiko Perilaku dan Lingkungan
- Nutrisi buruk
- Merokok (lebih dari 10 rokok sehari)
- Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya (mis. kokain)
- Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal
4). Faktor Resiko Potensial
- Stres
- Iritabilitas uterus
- Perestiwa yang mencetuskan kontraksi uterus
- Perubahan serviks sebelum awitan persalinan
- Ekspansi volume plasma yang tidak adekuat
- Defisiensi progesterone
- Infeksi

D. Patofisiologi
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor atau minor.
Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam pada
kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari,
riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali
Faktor resiko mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks
terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek kurang
dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II lebih dari 1 kali,
riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat
operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko mayor atau bila ada
2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya. (Kapita selekta, 2000 : 274).
E. Manifestasi Klinis
Tanda klinis atau penampilan yang tampak sangat bervariasi, bergantung pada usia
kehamilan saat bayi dilahirkan. Makin prematur atau makin kecil umur kehamilan saat
dilahirkan makin besar pula perbedaannya dengan bayi yang lahir cukup bulan. Adapun tanda
dan gejala dari bayi prematur adalah:
1. Berat badan 33 cm,lingkar dada 37 minggu.
2. kepala lebih besar dari pada badan.
3. kulit tipis transparan,rambut lanugo banyak,terutama pada dahi,pelipis telinga dan
lengan,lemak kulit berkurang.
4. Lemak subkutan kurang.
5. Otot hipotonik lemah.
6. Reflek tonus otot masih lemah,reflek menghisap dan menelan serta reflek batuk belum
sempurna.
7. Tulang rawan dan daun telinga imature (elastis daun telinga masih kurang sempurna).
8. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea(gagal nafas)
9. Ekstermitas : paha abduksi,sendi lutut/kaki fleksi-lurus.
10. Kepala tidak tegak
11. pernapasan sekitar 45 – 50 kali/permenit,dan frekuensi nadi 100 – 140x/menit.
12. sering anemia
13. Genitalia belum sempurna, labio minora belun tertutup oleh labia minora (pada wanita)
dan pada laki-laki testis belum turun.
14. garis pada telapak kaki belum jelas dan kulit teraba halus.

F. Kondisi yang menimbulkan masalah bayi premature


1. Sistem Pernapasan
- Otot-otot pernapasan susah berkembang
- Dinding dada tidak stabil
- Produksi surfaktan penurunan
- Pernafasan tidak teratur dengan periode apnea dan ajanosis
- Gg reflek dan batuk
2. Sistem Pencernaan
- Ukuran Lambung Kecil
- Enzim penurunan
- Garam Empedu Kurang
- Keterbatasan mengubah glukosa menjadi glikogen
- Keterbatasan melepas insulin
- Kurang koordinasi reflek menghisap dan menelan
3. Kestabilan Suhu
- Lemak subkutaneus sedikit, simpanan glikogen & lipid sedikit
- Kemampuan menggigil menurunan
- Aktivitas kurang
- Postur flaccid, permukaan terexpose meningkat
4. Sistem Ginjal
- Ekskresi sodium meningkat
- Kemampuan mengkonsentrasi & mengeluarkan urin menurun
- Jumlah tubulus glomerulus tidak seimbang untuk protein, as. Amino & sodium
5. Sistem Syaraf
- Respon untuk stimulasi lambat
- Reflek gg, menghisap & menelan kurang
- Reflek batuk lemah
- Pusat kontrol pernafasan, suhu & vital lain belum berkabung
6. Infeksi
- Pembentukan antibodi kurang
- Tidak ada munoglobulin M
- Kemotaksis terbatas
- Opsonization penurunan
- Hypo fungsi kel. Axrenal
7. Fungsi Liver
- Kemampuan mengkonyugasi bill
- Penurunan Hb setelah lahir
G. Komplikasi
1. Sindrom Gawat Napas (RDS)
Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis, peningkatan
usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi dan syok
2. Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP)
Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan faring. (Whaley
& Wong, 1995)
3. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
Suatu pembuluh darah yang dilapisi oleh otot dan memiliki fungsi khusus.apabila sensor
oksigen yang normal tidak ada pada otot duktus atau karena kelemahan menyebabkan
duktus tidak menutup atau hanya menutup sebagian.
4. Necrotizing Enterocolitas (NEC)
Suatu kondisi medis terutama pada byi prematur,dimana bagian dari usus mengalami
nekrosis (kematian jaringan).
(Bobak. 2005)

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Jumlah darah lengkap : Hb/Ht
2. Kalsium serum
3. Elektrolit (Na , K , U) : gol darah (ABO)
4. Gas Darah Arteri (GDA) : Po2, Pco2
(Doengoes. Ed. 2, 2001)

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi berat badan lahir rendah atau prematur dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Perawatan bayi dalam incubator
Inkubator adalah suatu alat untuk membantu terciptanya suatu lingkungan yang optimal,
denfan demikian dapat terciptanya suatu suhu lingkungan yang normal. Suhu lingkungan
yang netral adalah suatu keadaan dimana panas yang dihasilkan dapat mempertahankan
suatu suhu tubuh yang tetap.
2. Perawatan post resusitasi
Dilakukan untuk mengatasi terjadinya asfiksia, yang dapat memperburuk keadaan bayi
lahir prematur.
3. Perawatan bayi dengan terapi sinar
Dalam perawatan ini yang perlu diperhatikan tidak saja terapinya, tetapi juga perangkat
yang digunakan. Lampu yang digunakan sebaiknya tidak dipergunakan lebih dari 500 jam,
untuk menghindari turunnya energi yang dihasilkan oleh lampu yang dipergunakan.
4. Menyiapkan bayi untuk transfusi tukar
Yang dimaksud dengan transfusi tukar adalah mengeluarkan darah dari tubuh bayi untuk
ditukar dengan darah yang tidak sesuai (patologis) untuk mencegah peningkatan kadar
bilirubin dalam darah.
5. Menolong bayi dalam keadaan kejang.
Dengan selalu bersikap teratur dalam sebisa mungkin menolong bayi dalam keadaan
kejang.

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI PREMATUR

1. PENGKAJIAN
a. Masalah yang berkaitan dengan ibu
- Penyakit seperti hipertensi,toksemia,placenta previa,abrupsio placenta,incompeten
servikal,kehamilan kembar,mal nutrisi dan diabetes melitus.
- Status sosial ekonomi yang rendah dan tiadanya perawatan sebelum kelahiran
- Riwayat kelahiran premature atau aborsi, penggunaan obat – obatan, seperti
alcohol, rokok, kafein.
- Riwayat ibu : umur dibawah 16 atau diatas 35 tahun
- Latar belakang pendidikan rendah, jarak kehamilan yang berdeketan,ataupun
penyakit hubungan seksual.
b. Bayi pada saat kelahiran
- Umur kehamilan biasanya antara 24 – 37 minggu, rendahnya berat badan pada saat
kelahiran , SGA, atau terlalu besar dibanding umur kehamilan
- Berat biasanya kurang dari 2500 gr, kurus, lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak
ada,kepala relative lebih besar dibanding badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar
dada,kelainan fisik yang mungkin terlihat
- Nilai APGAR pada satu sampai lima menit, 0-3 menunjukkan kegawatan yang
parah,4 – 6 kegawatan sedang, dan 7-10 normal.
c. kardiovaskular.
- denyut jantung rata – rata 120 – 160/m pada bagian apical dengan ritme yang teratur
- pada saat kelahiran, kebisingan jantung terdengar pada seperempat bagian
intercostals,yang menunjukkan aliran darah dari kanan ke kiri karena hipertensi
atau atelektasis.
d. Gastrointestinal
- penonjolan abdomen
- pengeluaran mekonium biasanya terjadi dalam waktu 12 jam
- refleks menelan dan menghisap yang lemah
- ketidaknormalan kongenital lain.
e. Integumen.
- Kulit yang berwarna merah atau merah muda,kekuning – kuningan, sianosis atau
campuran bermacam warna
- sedikit vernik kasiosa,dengan rambut lanugo di sekujur tubuh,kulit tampak
transparan,halus dan mengkilat,edema yang menyeluruh atau dibagian tertentu
yang terjadi pada saat kelahiran, kuku pendek belum melewati ujung jari, rambut
jarang atau tidak ada sama sekali, ptekie atau ekimosis.
f. Muskuloskeletal
- tulang kapilago telinga belum tumbuh sempurna, lembut dan lunak ,tulang
tengkorak dan tulang rusuk lunak,gerakan lemah dan tidak aktif atau letargi.
g. Neurologis
- Refleks dan gerakan pada tes neurologis tanpa tidak resisten, gerak refleks hanya
berkembang sebagian
- menelan,menghisap,dan batuk sangat lemah atau tidak efektif
- tidak ada atau menurunnyatanpa neurologis;mata mungkin menutup atau mengatup
apabila umur belum mencapai 25 sampai 26
- suhu tubuh tidak stabil, biasanya hipotermia
- gemetar, kejang, mata berputar – putar, biasanya bersifat sementara, tetapi mungkin
juga mengindikasikan adanya kelainan neurologis.
h. Paru
- Jumlah pernapasan rata – rata antara 40 sampai 60/menit diselingi dengan apnea
- pernapasan tidak teratur, dengan laring nasal (nasal melebar) dengkuran,
retraksi(interkostal,suprasternal,substernal)
- terdengar gemerisik.
i. Ginjal
- Berkemih terjadi setelah 8 jam kelahiran
- ketidakmampuan untuk melarutkan eksreksi kedalam urin.
j. Reproduksi
- bayi perempuan clitoris yang menonjol dengan labia minora yang belum
berkembang
- bayi laki – laki skrotum yang belum berkembang sempurna dengan ruga yang kecil.
- testis tidak turun ke skrotum.
k. Sikap
- Tangis yang lemah, tidak aktif dan tremor.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
b. Ketidak efektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan
perkembangan otot, penurunan energi / kelelahan
c. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan imaturitas
produksi enzim.
d. Resiko terjadi penurunan hipotermia berhubungan dengan perkembangan SSP imatur,
ketidak mampuan merasakan dingin berkeringat.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan respon imun imatur, prosedur invasif.
f. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek
fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit
h. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan
olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan
intensive cari
i. Defisit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Noc Nic Rasional
1). Gangguan pertukaran O2 b/d Asfiksia Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24
jam di harapkan gangguan pertukaran D2 kembali normal, dengan criteria hasil:
- Nafas spontan
- Frekuensi nafas normal 30-76x/ menit
- Sianosis negative
a. Gudance
Monitor irama, kedalaman frekuensi pernafasan bayi.
b. Support
Therapy O2 sesuai kebutuhan.
c. Teaching
mengatur posisi kepala bayi sedikit ekstensi
d. Development Environment
Menciptakan lingkungan yang tenang
e. Collaboration
Kolaborasi pemberian obat sesuai kebutuhan

a.r Mengetahui kadar O2 pada jaringan dalam batas normal/ terjadi gangguan.
b.r Mempertahankan kadar O2 dalam jaringan.
c.r Membuka jalan nafas dan mempermudah oksigenasi
d.r memberi suasana yang tenang dan nyaman
e.r Membantu menurunkan sesak
2). Resiko hipotermia b/d immaturitas transisi lingkungan ekstra uterus neonatus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x 24 jam hipotermia tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Mempertahankan suhu lingkungan tetap normal dan bayi tidak kedinginan
a. Guidance
Mengkaji suhu rectal/axilla setiap 2 jam bila perlu dan mengkaji status infant yeng
mennjukkan stress dingin.
b. Support
Menempatkan bayi dibawah pemanas/inkubator.
c. Teaching
Menginformasikan kepada keluarga untuk tidak meletakkan bayi dekat dengan
sumber dingin/daerah terbuka
d. development Environment
Memberi lingkungan dengan suhu yang stabil
e. Collaboration
Kolaborasi dengan ibu dan keluarga untuk menghangatkan tubuh bayi.
a.r untuk memantau suhu tubuh bayi dan mengetahui sedini mungkin bila ada
riwayat/keadaan yang stress terhadap singin.
b.r agar suhu tubuh bayi tetap stabil
c.r agar terhindar dari penurunan suhu secara mendadak akibat pengaruh lingkungan.
d.r agar lingkungan tidak mempengaruhi kondisi klien
e.r mengembalikan suhu tubuh kembali normal

3). Resiko infeksi b/d kerentanan bayi/immaturitas, bahaya lingkungan, luka terbuka (tali
pusat) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam infeksi dapat dicegah
a. Guidance
Kaji perubahan suhu tubuh serta tanda/gejala klinis yang timbul
b. Support
Monitor tanda – tanda infeksi dan pantau serta rawat tali pusat bayi secara benar
c. Teaching
Menganjurkan orang tua atau keluarga untuk selalu mencuci tangan sebelum
menyentuh klien
d. development Environment.
Memberi lingkungan yang melindungi klien dari infeksi.
e. Collaboration
Kolaborasi dengan keluarga klien dan dokter.
a.r Untuk mengetahui setiap perubahan yang terjadi.
b.r Agar tanda dan gejala infeksi dapat segera diketahui.
c.r Agar bayi terhindar dari resiko terjadinya infeksi.
d.r mengurangi resiko terjadinya infeksi
e.r mengurangi resiko infeksi

Anda mungkin juga menyukai