Anda di halaman 1dari 30

MELEMPAR BOLA WARNA PADA ANAK USIA TODDLER

DI RUANG ANAK RSUD PARIAMAN

Disusun oleh:

Kelompok

Rul Chandra saogo S.Kep

Jeprianto S.Kep

Lucia Mirna Romania T S.Kep

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

(Ns, Mailinda M,Kep) (Ns. Stevani Erni, S.Kep)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SUMATERA BARAT

2022
TERAPI BERMAIN PADA ANAK TODDLER

A. Latar Belakang

Kecemasan hospitalisasi pada anak dapat membuat anak menjadi

susah makan, tidak tenang, takut, gelisah, cemas, tidak mau bekerja sama

dalam tindakan medikasi sehingga menggangu proses penyembuhan anak,

masa hospitalisasi pada anak prasekolah juga dapat menyebabkan post

traumatic stres disorder (PSTD) yang dapat menyebabkan trauma

hospitalisasi berkepanjangan bahkan setelah anak beranjak dewasa (Perkin,

2018).

Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung

selama individu dirawat di rumah sakit, penyakit hospitalisasi sering kali

menjadi krisis yang harus dihadapi anak, stresssor utama dari hospitalisasi

antara lain perpisahan, kehilangan kendali, cedera tubuh,dan nyeri. Reaksi

anak terhadap krsis-krisis tersebut dipengaruhi oleh usia

pengembangannya. ( Wong, 2017).

Berdasarkan data Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di

Amerika, sebanyak 6,5 juta anak/tahun yang menjalani perawatan di rumah

sakit dengan usia kurang dari 17 tahun (McAndrews, 20015, dalam

Roberts, 2016, dalam Yuni Utami, 2016). Hasil penelitian yang dilakukan

oleh Aida Rusmana 2017 anak mengalami perubahan suasana hati (mood)

dari sedih menjadi senang, setelah diberi terapi bermain termasuk

didalamnya terapi bermain dengan menggambar dan mewarnai gambar

(Aida 2017).
Terapi bermain adalah bentuk-bentuk pengalaman bermain yang

direncanakan sebelum anak menghadapi tindakan keperawatan untuk

membantu koping mereka terhadap kecemasan, ketakutan, dan

mengajarkan kepada mereka tentang tindakan keperawatan yang dilakukan

selama hospitalisasi (Alfianti, 2017). Bermain dapat dilakukan oleh anak

sehat.

Berdasarkan data Perhimpunan Nasional Rumah Sakit Anak di

Amerika, sebanyak 6,5 juta anak/tahun yang menjalani perawatan di rumah

sakit dengan usia kurang dari 17 tahun (McAndrews, 2015, dalam Roberts,

2016, dalam Yuni Utami, 2016). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aida

Rusmana 2017 anak mengalami perubahan suasana hati (mood) dari sedih

menjadi senang, setelah diberi terapi bermain termasuk didalamnya terapi

bermain dengan menggambar dan mewarnai gambar (Aida 2017).

Terapi bermain adalah bentuk-bentuk pengalaman bermain yang

direncanakan sebelum anak menghadapi tindakan keperawatan untuk

membantu koping mereka terhadap kecemasan, ketakutan, dan

mengajarkan kepada mereka tentang tindakan keperawatan yang dilakukan

selama hospitalisasi (Alfianti, 2017). Bermain dapat dilakukan oleh anak

sehat maupun sakit. Walaupun anak sedang dalam keadaan sakit tetapi

kebutuhan akan bermainnya tetap ada. Melalui kegiatan bermain, anak

dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya dan relaksasi melalui

kesenangannya melakukan permainan (Evism, 2016,dalam Sarti 2017).

Bermain dan anak sangat erat kaitannya dan menjadi kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain pada anak menggunakan seluruh


emosi, perasaan, dan pikirannya, melalui kegiatan bermain semua aspek

perkembangan anak ditumbuhkan sehingga anak bisa menjadi lebih sehat

dan cerdas (Adriana,2018). Melalui bermain akan semakin

mengembangkan kemampuan dan keterampilan motorik anak, kemampuan

kognitifnya, melalui kontak dengan dunia nyata, menjadi eksis di

lingkungannya, menjadi percaya diri, dan masih banyak lagi manfaat

lainnya, (Martin, 2015).

Bentuk permainan yang sesuai dengan anak usia 2-3 tahun yaitu

menggambar dan mewarnai gambar. Menurut Olivia (2016: 14) mewarnai

merupakan suatu bentuk kegiatan kreativitas, dimana anak diajak untuk

memberikan satu atau beberapa goresan warna pada suatu bentuk atau pola

gambar, sehingga terciptalah sebuah keasi seni. Dengan mewarnai dapat

menurunkan tingkat kecemasan pada anak dengan warna yang di hasilkan,

menurunkan tingkat kecemasan anak selama perawatan dengan mengajak

mereka bermain menggunakan alat permainan yang tepat. Sementara

gambar merupakan sebuah media yang dapat merangsang otak. Dengan

menggambar, anak akan berpikir dan melakukan analisa terhadap segala

pengalaman yang mungkin pernah dilihat dan diamatinya. (As’adi

Muhammad,2016).

Hasil penelitian Yuli Utami 2016 dampak hospitalisasi terhadap

anak cukup signifikan, terlihat dari respon anak yang mengalami

hospitalisasi mereka mengalami kecemasan akibat dari perpisahan dengan


orang tua, lingkungan baru rumah sakit, kehilangan kendali dan cedera

tubuh dan nyeri. Hospitalisasi merupakan proses yang menimbulkan

dampak negatif terhadap perkembangan anak, jika tidak di tangani dengan

serius tepat dan terencana akan mengarah pada disfungsi perkembangan

yang mengancam kehidupan anak.

Upaya perawat sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan

dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat

memberi kepuasan pasien dalam batas standar pelayanan profesional yang

dapat dipertanggung jawabkan. Merawat anak di rumah sakit tidak hanya

mendapatkan pengobatan yang canggih dan keahlian perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan, tetapi seorang perawat perlu membina

hubungan saling percaya melalui ketrampilan komunikasi secara efektif

dengan anak dan keluarganya yang didapatkan melalui kegiatan bermain.

Seorang anak mungkin dapat sembuh total dari penyakit yang dideritanya,

tetapi pengalaman traumatik di rumah sakit dapat menghambat

perkembangan anak.

Anak usia toddler memandang hospitalisasi sebagai sebuah

pengalaman yang menakutkan. Anak usia prasekolah belum mampu

membedakan antara fantasi dan realita. Mereka menganggap bahwa

hospitalisasi merupakan hukuman atas tindakan mereka, terlebih lagi

selama anak menjalani perawatan di rumah sakit, biasanya ia akan dilarang

untuk banyak bergerak dan harus banyak beristirahat. Hal ini tentunya

mengecewakan anak, karena ia tidak mempunyai banyak waktu untuk

bermain aktif di rumah sakit. Hal tersebut tentunya akan meningkatkan


kecemasan anak (Dora alfiyanti, 20018).

Semua prosedur atau tindakan keperawatan baik yang

menimbulkan nyeri maupun tidak, keduanya menyebabkan kecemasan

bagi anak usia pra sekolah selama hospitalisasi. Peralatan medis yang

bersih dirasakan cukup menyeramkan bagi anak-anak. Begitu juga dengan

bau obat yang menyengat dan penampilan para staf rumahsakit dengan

baju yang berwarna putih yang seolah terlihat menakutkan bagi anak

(Dora alfiyanti, 20018).

Mempersiapkan anak untuk menghadapi prosedur atau tindakan

keperawatan akan mengurangi kecemasan, meningkatkan sikap kooperatif,

dan mendukung ketrampilan mereka serta meningkatkan kognitif dan

kerjasama anak. Ada beberapa mekanisme koping sederhana yang bisa

diajarkan misalnya relaksasi, menarik napas, berhitung, memasase tangan

atau menyanyi. Semua teknik tersebut dapat dimodifikasi dengan aktivitas

bermain (Dora alfiyanti, 20018). Dengan bermain, anak melepaskan

ketakutan, kecemasan, mengekspresikan kemarahan dan permusuhan.

Bermain merupakan cara koping paling efektif untuk mengurangi

kecemasan dan meningkatkan kooperatif anak dalam prosedur

keperawatan (Wong, 2017). Penelitian yang dilakukan oleh Dora

Alfiyanti dkk (2018) menunjukkan bahwa terapi bermain berpengaruh

terhadap tingkat kecemasan anak usia pra sekolah selama tindakan

keperawatan (Dora alfiyanti, 20018).

Perawat sebagai care provider atau pemberi asuhan keperawatan pada

anak berperan penting dalam proses penyembuhan anak dan tumbuh


kembangnya selama hospitalisasi. Selain berupaya mengurangi kecemasan

pada anak yang hospitalisasi, perawat juga perlu mengupayakan agar

perkembangan bisa berjalan dengan optimal selama perawatan, yaitu dengan

melaksanakan program terapi bermain dengan memperhatikan pertimbangan

terapi.

Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering

menimbulkan pengalaman traumatik pada anak, yakni ketakutan dan

ketegangan atau stress hospitalisasi. Stres ini disebabkan oleh berbagai faktor,

diantaranya perpisahan dengan orang tua, kehilangan kontrol dan perlakuan

tubuh akibat tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya pada

anak akan menimbulkan berbagai reaksi seperti menolak makan, menangis,

teriak, memukul, menyepak, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari

serta menolak tindakan keperawatan yang diberikan.

RSUD Pariaman merupakan rumah sakit rujukan yang memfasilitasi

pemeriksaan anak lebih modern dan beragam jenisnya juga merupakan

penyebab stress bagi anak, orang tua atau pengasuh anak yang

mendampinginya untuk dilakukan pemeriksaan. Dalam hal ini rumah sakit

juga memfasilitasi dan berupaya ke arah positif sehingga anak merasa

nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit, begitu juga orang

tua/pengasuh yang mendampingi anak. Upaya yang dilakukan adalah

meminimalkan pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu melakukan kegiatan

"Play Therapy Program". Manfaat Play Therapy Program dalam penanganan

anak yang dirawat di rumah sakit maka akan memudahkan anak menyatakan

rasa kecemasan dan ketakutan lewat permainan, mempercepat proses adaptasi


di rumah sakit, anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah

sakit sehingga tidak merasa terisolir, anak mudah diajak bekerja sama dengan

metode pendekatan proses keperawatan di rumahsakit.

Karena pentingnya manfaat Play Therapy Program dalam penanganan

anak sakit dan perawat harus mampu melaksanakan hal ini maka rencana

penerapan terapi bermain terhadap anak usia sekolah berupa seni melipat

kertas origami yang berfungsi untuk meningkatkan perkembangan anak baik

kognitif, afektif, motorik dan sosial anak yang dirawat di ruang Keperawatan

anak ini perlu segera dilaksanakan.

B. Tujuan

a. Tujuan Umum :

Setelah mengikuti terapi bermain stress hospitalisasi pada anak

berkurang sehingga dapat mempercepat proses kesembuhan anak

selain itu juga untuk mempertahankan perkembangan anak.

b. Tujuan Khusus :

 Meningkatkan perkembangan motorik halus anak usia toddler

 Melatih meningkatkan kognitif anak dalam pemilihan bentuk yang

tepat dalam mewarnai sebuah gambar.

 Dapat meningkatkan kemampuan sosial, afektif dan bahasa anak yaitu

berinteraksi sesama teman

 Anak merasa tenang selama dirawat

 Anak bisa merasa senang dan tidak takut lagi dengan dokter dan

perawat
Mau melaksanakan anjuran dokter dan perawat

 Anak menjadi kooperatif pada perawat dan tindakan keperawatan

 Kebutuhan bermain anak dapat terpenuhi

 Dapat melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal

 Dapat mengekspresikan keinginan, perasaan dan fantasi anak tentang

suatu permainan

 Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman bermain yang

tepat

 Agar anak dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress karena sakit

 Anak dapat merasakan suasana yang nyaman dan aman seperti

dirumah sebagai alat komunikasi antara perawat – klien

a. Prinsip Bermain di Rumah Sakit

 Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis

 Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien

 Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien

 Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak

 Permainan melibatkan orang tua untuk melancarkan proses kegiatan

b. Hambatan yang mungkin muncul

 Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan

 Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien


pada waktu yang bersamaan

 Anak malas dan mengantuk

 Anak bermain tidak sesuai dengan perintah leader

 Anak tidak menyelesaikan permainan dalam mewarnai gambar yang

telah di sediakan

c. Antisipasi hambatan

 Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan

 Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan

tenaga kesehatan lainnya.

 Jadwal terapi bermain disesuaikan (tidak pada waktu jam untuk

istirahat)

 Melakukan kerjasama dengan orang tua untuk mendampingi

anak selama program terapi

d. Waktu dan Tempat

Waktu permainan

 Hari/Tanggal : kamis, 17 maret 2022

 Waktu/Durasi : Pkl. 11.00 WIB / 45menit

e. Tempat bermain.

 Ruang terapi bermain keperawatan anak, RSUD Pariaman.

C. Strategi Pelaksanaan
NO WAKTU KEGIATAN PENANGGUNG

JAWAB

1. 5 menit Pembukaan :

Leader
1. Membuka kegiatan

dengan mengucapkan

salam.

2. Memperkenalkan diri

3. Menjelaskan tujuan

dari terapi bermain

4. Kontrak waktu dengan

anak dan

orang tua

2. 25 menit Pelaksanaan :

1. Mengatur posisi

anak
Leader dan Fasilitator

2. Membagikan bola

warna

3. Mengajak dan

memotivasi klien

(anak) untuk

mengambil bola

warna yang
Leader
tersedia
Fasilitator

4. Memulai

melempar bola

didampingi oleh

fasilitator.

5. Memberi

semangat pada

anak selama
3. 10 menit Evaluasi :

1. Menanyakan

kepada anak

tentang pemilihan

bentuk sesuai

gambar warna

yang telah

dilakukan

2. Menanyakan

tentang perasaan

anak setelah diberi


terapi bermain

melempar bola

warna

4. 5 menit Terminasi :

Leader
1. Menutup acara

permainan dengan

memberikan

reward kepada

seluruh peserta

2. Salam penutup

F. Peserta

Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang anak RSUD

Pariaman yang memenuhi kriteria :

- Usia toddler (yang berusia 2-3 tahun) sebanyak 4-5 orang.

- Tidak mempunyai keterbatasan fisik

- Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga

- Pasien kooperatif

a. Sarana danMedia

Sarana :

 Meja

 Tikar

 Ruangan bermain anak


Media :

 Bola warna

 Keranjang bola

b. Pengorganisasian

Jumlah leader 1 orang, fasilitator 2 orang dan 1 orang observer dengan

susunan sebagai berikut:

Pembimbing Klinik : Ns. Stevani Erni, S.Kep

Pembimbing Akademik : Setia Ns, Maylinda

Leader : Rul Chandra Saogo, S.Kep

Fasilitator : Jeprianto, S.Kep

Observer : Lucia Mirna , S.Kep

Pembagian tugas sebagai berikut

Leader, tugasnya :

 Membuka acara permainan

 Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan sampai selesai.

 Mengarahkan permainan.

 Memandu proses permainan dan mengarahkan proses bermain


Fasilitator, tugasnya :

 Membimbing anak bermain.

 Memberi motivasi dan semangat kepada anak dalam melempar bola

 Memperhatikan respon anak saat bermain.

 Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan perawat dan

keluarganya.

G. Setting

Keterangan :

Peserta :

Fasilitator :

Meja :

Leader :

H. Evaluasi

a) Evaluasi Struktur
 Sarana disiapkan pagi hari sebelum acara dimulai

 Media di persiapkan 1 hari sebelum pelaksanaan kegiatan

 Kontrak dengan keluarga pasien/anak yang akan di beri

 Struktur peran telah di tentukan 1 hari sebelum pelaksanaan

 Terapi bermain dilakukan 1 hari sebelum dan pagi hari sebelum

kegiatan dilaksanakan

a) Evaluasi Proses

 Leader memandu terapi bermain dari awal hingga akhir kegiatan

 Respon anak baik selama proses bermain berlangsung

 Anak tampak aktif selama proses bermain berlangsung

 Anak mau dan dapat mewarnai dengan baik didampingi oleh

fasilitator

 Keluarga ikut membantu anak selama pelaksanaan proses bermain

 Kegiatan berjalan dengan lancar dan tujuan mahasiwa tercapai

dengan baik

 Masing-masing mahasiswa bekerja sesuai dengan tugasnya

masing- masing

b) Evaluasi Hasil

 Kegiatan bermain dimulai tepat pada waktu yang telah ditentukan

 Anak dapat melakukan pemilihan warna sesuai dengan yang

disukainya

 Anak mengikuti proses bermain dari awal hingga akhir


 Pasien / anak ikut berpartisipasi aktif dalam terapi bermain dan

dapat menyelesaikan proses melipat kertas hingga selesai

MATERI KONSEP BERMAIN

A. Pengertian Bermain

Terapi bermain adalah permainan yang diberikan dan digunakan anak

untuk menghadapi ketakutan, kecemasan dan untuk mengenal lingkungan,


belajar mngenal perawatan dan prosedur yang dilakukan serta staf rumah

sakit yang ada (Wong, 2017).

B. Pengertian Melempar Bola

Melempar bola merupakan salah satu terapi bermain yang dapat di lakukan

pada anak usia toddler. Bola yang digunakan untuk melempar adalah bola

plastik dengan karakteristik yang sudah dikenal pada anak usia toddler.

Pada umumnya anak usia toddler sudah mampu mengenal objek-objek

yang pernah dilihatnya. Sebelum memulai permainan melempar bola, anak

akan diberikan petunjuk tentang aturan permainan. Anak dapat melempar

bola dengan warna sesukanya ataupun mengikuti dari contoh yang sudah

disediakan oleh perawat. Jika anak-anak kesulitan dalam melempar bola,

perawat akan membantu dan memfasilitasinya. Orang tua anak akan

dilibatkan untuk membantu proses bermain.

C. Fungsi Bermain

Menurut Wong (2017), fungsi bermain bagi anak meliputi :

Perkembangan sensori motorik. Bermain penting untuk mengembangkan

otot dan energi. Komponen yang paling untuk semua umur terutama bayi.

Anak mengekslorasi alam sekitarnya :

 Bayi melalui stimulasi taktil ( sentuhan ), audio,visual.

 Toddler dan prasekolah ; gerakan tubuh dan eksplorasilingkungan

 Sekolah dan remaja : Memodifikasi gerakan tubuh lebih

 terkoordinasi dan rumit. Contoh berlari danbersepeda.


1. Perkembangan Intelektual/Kognitif

Anak belajar berhubungan dengan lingkungannya, belajar mengenal objek

dan bagaimana menggunakannya. Anak belajar berpikir abstrak dapat

meningkatkan kemampuan bahasa, dapat mengatasi masalah dan

menolong anak membandingkan antara fantasi danrealita.

2. Sosialisasi

Dengan bermain akan mengembangkan dan memperluas sosialisasi anak

sehingga anak cepat mengatasi persoalan yang akan timbul dalam

hubungan sosial. Dengan sosialisasi akan berkembang nilai-nilai normal

dan etik. Anak belajar yang benar dan salah serta bertanggung jawab atas

kehendaknya.

 Bayi : perhatian dan rasa senangnya akan kehadiran orang lain dimana

kontak sosial pertama anak adalah figuribu. usia

 Usia 1 tahun : bayi memeriksa bayi lain, memeriksa objek di

lingkungan.

 Usia 2–3 tahun : permainan pura-pura dengan ibu dan anak, dokter dan

pasien, penjual dan pembeli. Kemudian meluas teman

sementaradanteman permainannya.

 Usia prasekolah : sadar akan keberadaan teman sebaya,

mengidentifikasi ciri yang ada pada setiapbermainnya.


 Usia sekolah : teman 1 atau 2 orang yang disukai, belajar memberi dan

menerima, belajar peran benar atau salah, nilai moral dan etik, mulai

memahami tanggung jawab daritindakannya.

3. Kreativitas

Melalui bermain anak menjadi kreatif, anak mencoba ide-ide baru dalam

bermain. Kalau anak merasa puas dari kreativitas baru, maka anak akan

mencoba pada situasi yang lain.

4. Nilai terapeutik

Untuk melepaskan stress dan ketegangan.

5. Kesadaran diri

Anak akan sadar akan kemampuan dan kelemahannya serta tingkah

lakunya.

6. Nilai Moral

Belajar salah/benar dari kultur, rumah, sekolah dan interaksi. Contoh bila

ingin diterima sebagai anggota kelompok, anak harus mematuhi kode

perilaku yang diterima secara kultur, adil, jujur, kendali diri dan

mempertimbangkan kepentingan orang lain.

D. Tujuan Bermain

Melalui fungsi yang terurai diatas, pada prinsipnya bermain mempunyai

tujuan sebagai berikut :


Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada

saat sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangannya. Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah

sakit, kegiatan stimulasi pertumbuhan dan perkembangan masih harus

tetap dilanjutkan untuk menjaga kesinambungannya.

 Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.

 Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkanmasalah.

 Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat

dirumah sakit.

5. Ciri Bermain

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh diungkapkan adanya beberapa

ciri bermain yaitu :

 Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksud muncul atas keinginan

pribadi serta untuk kepentingansendiri.

 Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh

emosi-emosi yangpositif.

 Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas

ke aktivitaslain.

 Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil

akhir.

 Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi

konsep bermain pada anak-anakkecil.

6. Klasifikasi Bermain
Menurut isi permainan

 Social Affektif Play, permainan yang membuat anak belajar berhubungan

dengan orang lain. Contoh : orang tua berbicara, memeluk, bersenandung,

anak memberi respon dengan tersenyum, mendengkur, tertawa,

beraktivitas,dll.

 Sense Pleasure Play (bermain untuk bersenang-senang), contoh : Obyek,

cahaya, bau, rasa, benda alam dan gerakantubuh.

 Skill Play, bermain yang sifatnya membina keterampilan Misalnya

berulangkali melakukan dan melatih kemampuan yang baru didapat,

Contoh naik sepeda.

 Dramatik Role Play/bermain Dramatik/ Simbolik, dimulai pada akhir

masa bayi 11-13 bulan. Contoh : berpura-pura melakukan kegiatan

keluarga seperti makan, minum dan tidur. Usia Toddler kegiatan berupa

hal-hal yang lebih dikenalnya. Usia Prasekolah kegiatan sehari-hari tetapi

lebih rumit.

 Permainan game, contoh Puzzle, komputer games danvideo.

Menurut Karakteristik Sosial

 Onlooker Play/mengamati, anak melihat apa yang dilakukan anak lain

tetapi tidak ada usaha untuk ikut bermain. Contoh : menontontelevisi

 Solitary/mandiri, anak bermain sendiri. Menyukai kehadiran orang lain

tapi tidak ada usaha untuk mendekat atau berbicara. Hanya terpusat pada

aktivitas/ permainanyasendiri.
 ParalelPlay, bermain sendiri di tengah anak lain, tidak ada asosiasi

kelompok. Ciri bermain anakToddler.

 Asosiasi Play, bermain dan beraktifitas serupa bersama, tetapi tidak

adapembagiankerja,pemimpin/tujuanbersama,Anakinteraksidengansaling

meminjam alat permainan.

7. Perkembangan Anak Toddler

8. Perkembangan psikoseksual anak toddler yang dikemukakan oleh

Sigmund Freud dalam Hidayat (2009) merupakan perkembangan

psikoseksual pada fase kedua yaitu fase anal (1-3 tahun) dimanakepuasan

pada fase ini adalah pada pengeluaran tinja, anak akan menunjukan

keakuanya dan sifatnya sangat narsistik yaitu cinta terhadap dirinya sendiri

dan sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya.

Menurut Supartini (2004), pada tahap ini anak senang menahan.feses,

bahkan bermain-main dengan feses sesuai keinginannya. Sehingga toilet

learning adalah waktu tang tepat dilakukan pada tahap ini. Selain itu pada

tahap ini tugas lain yang dapat dilaksanakan adalah latihan kebersihan zona

erogenous pada toddler terdiri dari anus dan bokong serta aktivitas seksual

yang berpusat pada pembuangan dan penahanan sampah tubuh (Muscari,

2005). Manisfestasi ari tahap anal pada toddler menurut Muscari (2005), anak

akan mempelajari kata-kata yang dapat dikaitkan dengan anatomi dan

eliminasi, dan anak akan lebih jelas tentang perbedaan jenis kelamin..

Masalah yang dapat diperoleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif atau

gangguan pikiran, pandangan sempit, introvert, dan dapat bersikap ekstrovet

impulsif yaitu dorongan membukan diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.
Psikososial toddler menurut Ericson dalam Hidayat (2009), anak sudah

mulai mencoba dalam mandiri dalam tugas tumbuh kembang seperti dalam

motorik dan bahasa, anak sudah mulai latihan jalan sendiri, berbicara dan

pada tahap ini pula anak akan merasakan malu apabila orang tua terlalu

melindungi atau tidak memberikan kemandirian atau kebebasan anak dan

menuntut tinggi harapan anak.

- faktor - faktor yg mempengaruhi bermain

1.tahap perkembangan anak

Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan

tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan

anak usiabayitidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan

anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya

permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

anak. Dengan demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan

memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap tahapan

pertumbuhan dan perkembangan anak.

2. Status kesehatan anak

Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun

demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang

sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan

bekerja pada orang dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak

sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah

sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang
dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang

sedang dirawat di rumah sakit.

3. Jenis Kelamin

Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis

kelamin laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat

digunakan oleh anak laki-laki atau perempuan untuk mengembangkan

daya pikir, imajinasi, kreativitas dan kemampuan sosial anak. Akan

tetapi, ada pendapat lain yang meyakini bahwa permainan adalah

salah satu alat untuk membantu anak mengenal identitas diri sehingga

sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk

digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini di latarbelakangi oleh alasan

adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki- laki dan

perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.

4. Lingkungan yang mendukung

Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan

anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan

lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang

dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat

menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan sering kali mainan

tradisional yang dibuat sendiri dari/atau berasal dari benda-benda di

sekitar kehidupan anak akan lebih merangsang anak untuk kreatif,

keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi

bagaimana anak di didik melalui permainan. Sementara lingkungan


fisik sekitar lebih banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk

melakukan aktivitas fisik dan motorik. Lingkungan rumah yang cukup

luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukupruang

gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat dan

bermain dengan temansekelompoknya.

5. Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak

Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk

anak. Pilih yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Label

yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum

membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat

permainan tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi,

tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan

kreativitas anak, bahkan seringkali mainan tradisional yang dibuat

sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak,

akan lebih merangsang anak untuk kreatif. Alat permainan yang harus

didorong, ditarik, dan dimanipulasi, akan manegajarkan anak untuk

dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan

membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal

norma dan aturan serta interaksi sosial dengan oranglain.

E. Karakteristik Bermain Sesuai Tahap PerkembanganAnak

1. Tradisi

 Setiap generasi meniru permainan generasi sebelumnya

 Bentuk permainan yang memuaskan akan dilanjutkan


 Tergantung dari perubahan musim

2. Bermain mengikuti pola perkembangan yang dapat diramalkan. Usia

bertambah, penggunaan material lebih bermakna, misalnyabalok.

3. Waktu dan usia

 Ragam kegiatan bermain berkurang dengan tambahnyausia

 Waktu berkurang sesuaiusia

 Aktifitas fisikberkurang

 Waktu untuk aktifitas spesifikmeningkat

 Perhatian menyempit tetapi lebihlama

 Jumlah dan usia teman ( lebih sedikit dan spesifik)

F. Prinsip Permainan pada Anak di RumahSakit

 Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang

dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih

permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh

diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada

di ruangan rawat.

 Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dansederhana

 Permainan harus mempertimbangkan keamanananak

 Permainan harus melibatkan kelompok umur yangsama

 Melibatkan orangtua

G. Keuntungan Bermain Pada Anak Di RumahSakit

 Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat


 Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk

mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan

mandiri pada anak.

 Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang

pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan

dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dannyeri.

 Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak

untuk mempunyai tingkah laku yangpositif


DAFTAR PUSTAKA

Aida Rusmana,2017. Tumbuh Kembang dan Terapi bermain pada Anak. Salemba

Medika : Jakarta

As’adi Muhammad,2016.Pengaruh Finger Painting Terhadap Perkembangan

Motorik Halus Anak Usia Prasekolah Di TK Sartika 1 Sumurgenk

Kecamatan Babat Lamongan. Jurnal Ilmiah Kesehatan. Vol 10 No 1

hal 36-43, diakses pada tanggal 26 februari 2018

Dora Alfiyanti.2017. Penerapan Terapi Musik Untuk Meningkatkan Kemandirian

Pasien Menarik Diri Dalam Aktivitas Sehari-hari Di Rs Malang. KTI

Stikes Mudamadiah. Gombong

Martin, 2015,dalam Sarti 2017.Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan .Jakarta:

Salemba Medika

Olivia dkk.2016. Faktor Mempengaruhi Aktivitas Anak Sesuai Usia Anak Pra

Sekolah. e- jurnal Vol 6. Diakses tanggal 6 desember 2016 pukul

17.00 Wib

Perkin .2018. Perbedaan Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Gambar dengan

Bermain Puzzle Terhadap Tingkat Kecemasan Anak Usia pra sekolah

di IRNA Anak RSUP Dr.M.Djamil Padang. Jurnal of Nuring Vol.9

No 1 diakses tanggal 28 februari 2018.


Yuni Atami. 2016. Efektifitas Lingkungan Terapeutik Terhadap Reaksi Hospitalsasi

Pada Anak, Vol 1,Hal 3. jurnal.unimus. Diakses pada 14 februari

2016 pukul 16.00 WIB

Wong, Donna L. 2017. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :

EGC

Anda mungkin juga menyukai