Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA TERAPI BERMAIN WALPAPPER DINDING

PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH (4 TAHUN)


DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT GUNUNG JATI CIREBON

Disusun Oleh
Kelompok 3 :
1. Akbar Fitriyadi Mandala
2. Annisa Farah Nur Intan
3. Deni Sukmahadi
4. Dewi Retnowati
5. Dian Islamiyati
6. Dian Zaiyzyul
7. Eti Handayani
8. Evi Widiastuti
9. Frety Anggi
10. Ikke Septyagusti
11. Nova Oktifiani
12. Riszki Saiful Nizommi
13. Risky Dilly Prayuda
14. Rizkyana Dewi Sarah
15. Susilo Budi Pranoto
16. Zakiyatun Ni’mah
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi pertama yang harus
dihadapi anak. Anak-anak, terutama selama tahun tahun awal, sangat rentan
terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi karena stres akibat perubahan dari
keadaan sehat biasa dan rutunisan lingkungan, serta anak memiliki jumlah
mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stesor. Stresor utama
dari hospitalisasi antara lain adalah perpisahan, kehilangan kendali, cedera
tubuh dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut dipengaruhi oleh
usia perkembangan, pengalaman sebelumnya dengan penyakit, perpisahan
atau hospitalisasi. Anak prasekolah dapat menunjukkan kecemasan akibat
perpisahan dengan cara menolak makan, mengalami sulit tidur, menangis
diam-diam karena kepergian orang tua mereka, terus bertanya kapan orang
tua mereka akan datang, atau menarik diri dari orang lain. Mereka dapat
mengungkapkan rasa marah secara tidak langsung dengan memecahkan
mainan, memukul anak lain, atau menolak bekerjasama selama aktivitas
perawatan diri yang biasa dilakukan. Intervensi yang bisa dilakukan, salah
satunya dengan aktivitas bermain atau terapi bermain. Dalam kondisi sakit
atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini tetap dilaksanakan
namun
harus sesuai dengan kondisi anak. Dengan permainan anak akan
terlepas dari ketegangan dan stres yang dialaminya, karena dengan melakukan
permainan anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainnanya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permaianan.
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan
fase pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan
kreatifitas anak, dan dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain
sangat penting bagi mental, emosional, dan kesejahteraan anak seperti
kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain tidak juga terhenti pada saat
anak sakit atau anak di rumah sakit. Alat permainan yang digunakan disini,
yaitu untuk perkembangan motorik halusnya dengan menggunakan alat
mewarnai seperti crayon dan pensil warna akan membantu anak untuk
menggunakan tangannya secara aktif. Oleh karena sangat pentingnya kegiatan
bermain terhadap tumbuh kembang anak dan untuk mengurangi kecemasan
akibat hospitalisai, maka akan dilaksanakan terapi bermain pada anak usia
prasekolah dengan cara mewarnai gambar. Dengan bermain, anak melepaskan
ketakutan, kecemasan, mengekspresikan kemarahan dan permusuhan, bermain
merupakan cara koping yang paling efektif untuk mengurangi kecemasan.
Survey awal yang dilakukan di RSD Gunung Jati Cirebon, jumlah
anak yang dirawat di ruang perawatan anak semakin meningkat. Respon yang
muncul adalah anak menjerit histeris, menangis, berusaha melepas bidai,
meminta bidai untuk di lepas, menyerang secara fisik, regresi keperilaku
terdahulu, tidak tertarik pada lingkungan, dan anak cenderung sedih serta
murung. Penyebab kecemasan yang dialami beragam, mulai dari rasa cemas
terhadap petugas kesehatan, tindakan medis, nyeri yang dialami, cemas karena
berada pada tempat dan lingkungan baru. Hal ini sejalan dengan data The
National Centre for Health Statistic yang memperkirakan bahwa 3-5 juta anak
di bawah usia 15 tahun menjalani hospitalisasi setiap tahun.
Selama hospitalisasi pada umumnya asuhan keperawatan pada anak
memerlukan tindakan invasif berupa injeksi maupun pemasangan infus.
Injeksi merupakan tindakan medis yang sering ditakuti oleh anak dan bisa
terbawa sampai dewasa. Respon anak tersebut dapat menjadi kendala dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan yang akan diberikan sehingga menghambat
proses penyembuhan dan mengakibatkan perawatan yang lebih lama bahkan
akan mempercepat terjadinya komplikasi-komplikasi selama perawatan.
Terpaparnya anak pada kejadian traumatic pada masa kecil akan memberikan
pengalaman yang tidak menyenangkan dalam waktu yang lama, tidak hanya
pada anak tetapi lingkungan terutama keluarga juga akan terpengaruh.
Atraumatic care merupakan suatu tindakan asuhan keperawatan yang
terapeutik dengan menyediakan lingkungan yang nyaman oleh petugas
kesehatan, dan menggunakan intervensi yang menghilangkan atau
mengurangi distress fisik maupun psikologis pada anak-anak dan keluarga
dalam sistem pelayanan kesehatan. Penerapan prinsip atraumatik care
digunakan untuk meminimalkan nyeri yang dapat dilakukan dengan cara non
farmakologi seperti distraksi. Beberapa contoh tindakan atraumatic care
adalah dengan memodifikasi lingkungan rumah sakit seperti di rumah sendiri.
Dekorasi bernuansa anak seperti tirai, hiasan dinding dan papan nama
bergambar binatang lucu, sprei bergambar bunga, dan dinding dicat dengan
warna cerah.
Dinding di ruang tindakan ruang kemuning di RSD Gunung Jati masih
polos sehingga kami memiliki inisiatif untuk memberikan wallpaper dinding
dan atap sebagai objek pengalihan cemas dan nyeri sesuai dengan penelitian
Lilis Maghfiroh (2016) “Atraumatic Care Menurunkan Kecemasan
Hospitalisasi Pada Anak Prasekolah Di Ruang Anggrek RSU dr. Soegiri
Lamongan” dan penelitian yang dilakukan oleh Yusuf dkk (2018) “ Distraksi
Visual Menurunkan Tingkat Nyeri Saat Pemasangan Infus Pada Anak Usia
Pra Sekolah” selain itu untuk mrndapatkan hasil yang maksimal kami juga
memiliki inisiatif saat anak dilakukan pemasangan infus dengan
menggunakan mainan yang berbunyi sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Widiayanti dkk (2013) “ Pengaruh Terapi Musik Terhadap
Kecemasan Anak Pra Sekolah Sebelum dan Selama Tindakan Pemasangan
Infus”.
Oleh karena itu, dengan adanya modifikasi lingkungan dengan
menerapkan wallpaper pada dinding dan atap serta memainkan mainan yang
berbunyi saat dilakukan pemasangan infus diharapkan dapat mengurangi rasa
cemas dan nyeri.

B. Tujuan Umum dan Khusus


1. Tujuan umum
Meningkatkan perilaku adaptif anak saat dilakukan pemasangan infus di
Ruang Kemuning RSD Gunung Jati Cirebon.

2. Tujuan Khusus
a. Mengurangi kecemasan pada anak saat pemasangan infus.
b. Mengurangi nyeri saat pemasangan infus.
c. Memberikan inovasi baru terhadap perawat yang bertugas di ruang
kemuning.
d. Peningkatan kualitas pelayanan Atraumatik pada anak.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Atraumatic care

Pelayanan Atraumatic care merupakan tindakan keperawatan yang


dilakukan dengan menggunakan intervensi tertentu untuk mengurangi stres
fisik dan psikologi anak dan keluarga selama menjalani hospitalisasi.
Atraumatic care berfokus pada pencegahan terhadap trauma yang
dialami anak dan orang tua yang menjalani hospitalisasi dan merupakan
bagian dari keperawatan anak. Perawatan tersebut melibatkan proses
membimbing anak dan keluarga melalui pengalaman mereka selama
menjalani perawatan kesehatan dengan pendekatan yang berpusat pada
keluarga serta mempromosikan peran keluarga, membina dukungan keluarga
anak, dan menyediakan informasi yang tepat.
Perawatan terapeutik diharapkan mampu mengurangi stres psikologis
dan fisik dari tindakan yang diberikan selama menjalani hospitalisasi.
Tindakan tersebut berupa distraksi pemasangan infus.

B. Definisi
Atraumatic care adalah tindakan yang berhubungan dengan siapa,
apa, kapan, mengapa, dimana dan bagaimana setiap prosedur tindakan pada
anak yang dapat mencegah ataupun mengurangi stres psikologi dan fisik yang
dialami selama dirawat di rumah sakit. Atraumatic care adalah tindakan
untuk mengurangi pengalaman stres yang dialami anak dan orang tua yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit, perawat anak, spesialis
anak, dan tenaga kesehatan lainnya.
C. Prinsip Atraumatic care
Tujuan penerapan atraumatic care dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada anak adalah tidak menyakiti anak sehingga terdapat prinsip
yang dapat dilakukan oleh perawat dalam mencapai tujuan tersebut. Prinsip
tersebut berupa mencegah bahkan dapat mengurangi perpisahan anak dari
orang tua, kemampuan orang tua dalam mengawasi perawatan anaknya
meningkat, dan dapat mencegah dan mengurangi cidera anak selama
menjalani perawatan di rumah sakit. Sedangkan menurut Supartini (2012) ;
Hidayat (2008), terdapat 5 prinsip atraumatic care yang dapat diterapkan oleh
perawat yaitu :
1) Mencegah serta mengurangi perpisahan anak dari orang tua.
Dampak dari perpisahan anak dengan keluarga selama proses hospitalisasi
dapat berupa gangguan psikologis pada anak seperti cemas, ketakutan
yang dapat menghambat penyembuhan anak dan proses tumbuh kembang
anak
2) Kemampuan orang tua dalam mengawasi perawatan anaknya meningkat.
Meningkatnya kemampuan orang tua dalam mengawasi perawatan
anaknya, diharapkan anak akan menjadi lebih mandiri. Kemandirian anak
tersebut dapat berupa berhati-hati dalam menjalankan kegiatan sehari-hari
dan bersikap waspada
3) Mencegah dan mengurangi cidera anak selama menjalani perawatan di
rumah sakit.
Saat melaksanakan asuhan keperawatan pada anak, manajemen nyeri perlu
dilakukan untuk mengurangi nyeri sehingga tidak mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan anak selama menjalani hospitalisasi.
Manajemen nyeri yang dapat dilakukan dapat berupa tehnik distraksi,
relaksasi, dan guided imagery. Tindakan untuk mencegah dan mengurangi
cidera anak selama menjalani perawatan di rumah sakit yaitu :
a) Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang dapat menyebabkan
nyeri serta berikan dukungan psikologis kepada orang tua.
b) Terapkan therapeutic play pada anak sebelum melaksanakan tindakan
keperawatan yang dapat menyebabkan nyeri.
c) Libatkan orang tua dalam setiap melakukan tindakan keperawatan yang
dapat menyebabkan nyeri.
d) Sikap empati perawat diperlukan sebagai pendekatan untuk
mengurangi nyeri.
e) Orientasi kamar bedah, tindakan yang akan dilakukan, perawat yang
bertugas melalui therapeutic play dapat dilakukan sebagai persiapan
anak yang akan menjalani tindakan pembedahan.
f) Cegah dan minimalisir dampak dan tindakan yang menyebabkan nyeri
seperti injeksi apabila memungkinkan.
g) Cegah dan minimalisir stres fisik yang dirasakan anak selama proses
hospitalisasi seperti bau tidak enak di ruang rawat.
h) Teknik anastesi dapat digunakan setiap prosedur tindakan keperawatan
yang menyebabkan nyeri.
i) Restrain dapat digantikan dengan tindakan alternatif berupa
therapeutic hugging.
j) Apabila anak akan menjalani prosedur operasi, persiapan yang dapat
dilakukan dengan melatih anak teknik relaksasi.
4) Tidak melakukan kekerasan terhadap anak.
Tindakan kekerasan anak saat menjalani hospitalisasi dapat berupa
membuat stres anak seperti memaksa anak untuk makan dan minum obat,
melakukan restrain pada anak yang ditandai anak menangis dan tidak mau
berhenti, serta tidak kooperatif selama dilakukan tindakan.
5) Modifikasi lingkungan fisik
Modifikasi lingkungan fisik di ruang rawat anak ataupun di ruang
tindakan anak dapat dilakukan dengan membuat ruangan menjadi
bernuansa anak sehingga dapat mengurangi stres anak dan meningkatkan
rasa aman dan nyaman anak selama menjalani hospitalisasi

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Atraumatic Care


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penerapan
atraumatic care di rumah sakit :
a. Fasilitas rumah sakit.
Fasilitas rumah sakit yang berkaitan dengan atraumatic care yaitu :
1) Ruang tindakan kusus anak dan ruang bermain di bangsal anak.
Sebagian besar rumah sakit masih menggunakan ruang tindakan
yang bersifat terbuka. Selain itu pengunjung rumah sakit dapat
melihat tindakan yang dilakukan pada anak, sehingga keadaan
tersebut dapat meningkatkan stres pada anak
b. Dukungan Birokrasi
Birokrasi rumah sakit berperan penting dalam keberhasilan penerapan
atraumatic care, namun pada kenyataannya upaya untuk memperkecil
stres akibat intervensi tidak diiringi oleh kemajuan teknologi.
c. Dukungan orang tua dan keluarga.
Saat anak mendapatkan tindakan keperawatan maupun tindakan
medis, kadang orang tua bersikap tidak mendukung tindakan yang
perawat lakukan seperti orang tua yang menenangkan anak dengan
cara yang kurang tepat atau dengan menakut-nakuti anak yang justru
akan menambah stres dan ketakutan anak.
d. Pengalaman kerja perawat.
Perawat merupakan kunci dalam membantu anak dan orang tua untuk
menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan hospitalisasi
anak, termasuk permasalahan stres hospitalisasi yang dialami anak
e. Persepsi orang tua dan keluarga terhadap perawat.
Saat perawat menjelaskan prosedur yang akan dilakukan pada anak
atau memberikan edukasi pada orang tua, kadang orang tua tidak
mampu mempersepsikan atau bahkan tidak mengerti sama sekali apa
yang perawat maksud
.
BAB III
SATUAN ACARA TERAPI BERMAIN WALPAPPER DINDING
Pokok Bahasan : Terapi bermain pada anak di rumah sakit Gunung Jati
Cirebon
Sub Pokok Bahasan : Terapi bermain anak usia 4 tahun
Tujuan : Mengurangi dampak hospitalisasi dan mengoptimalkan
tingkat perkembangan anak
Hari / Tanggal : Sabtu, 14 Desember 2019
Waktu : 13.00 - selesai
Tempat Bermain : Ruang kemuning
Peserta :
1. Anak usia 4 tahun
2. Tidak mempunyai keterbatasan fisik
3. Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
4. Pasien kooperatif
Sarana :
1. Ruangan tempat bermain
2. Tikar/ kursi untuk duduk
Media : Wallpapper dinding bertema hewan-hewan

Deskripsi Permainan :
Tindakan dilakukan pada tanggal 14 Desember 2019 di ruang kemuning dengan cara
: mendesain ruangan anak dengan cara menempelkan wallpaper dinding lorong
ruangan kemuning, diharapkan anak-anak selain bisa melihat, menyebutkan dan
menghitung gambar hewan yang ada di dinding lorong ruangan dengan harapan
tingkat kecemasan pasien anak dapat berkurang.

Tujuan Permainan :
1. Melatih motorik halus
2. Meningkatkan kreativitas
3. Melatih konsentrasi
4. Anak dapat mengenal hewan-hewan
5. Anak dapat belajar menghitung
6. Mengasah kognitif anak
Proses Bermain :
No Terapis Waktu Subjek Terapi
1 Persiapan 5 menit Ruangan, alat, anak dan
a. Menyiapkan ruangan keluarga siap
b. Menyiapkan alat-alat
c. Menyiapkan anak dan keluarga
2 Pembukaan 5 menit Memperhatikan dan
a. Beri salam pembuka menjawab salam
b. Memperkenalkan diri
c. Sesama anak saling berkenalan
d. Menjelaskan pada anak dan
keluarga tentang maksud dan
tujuan bermain dan cara bermain
2 Proses 15 Mengikuti terapi bermain
a. Anak diminta untuk mengamati menit
gambar hewan
b. Anak diminta untuk
menyebutkan hewan-hewan
c. Anak diminta untuk
menghitung hewan-hewan
d. Anak diminta untuk
menyebutkan hewan yg
ditunjukan oleh mahasiswa
e. Berikan hadiah bagi anak yang
berhasil menyebutkan hewan-
hewan
3 Penutup 5 menit Memperhatikan dan
a. Menyimpulkan permainan dan menjawab salam
mengucapkan salam

Antisipasi Meminimalkan Hambatan :


1. Libatkan keluarga supaya anak kooperatif sehingga terapi bermain dapat
dilakukan.
2. Berikan contoh terlebih dahulu sebelum permainan dimulai
Pengorganisasian dan Denah Bermain :
1. Leader :
a. Akbar Fitriyadi Mandala
b. Annisa Farah Nur Intan
c. Riszki Saiful Nizommi
d. Zakiyatun Ni’mah
Tugas :
a. Memulai dan mengkhiri kegiatan
b. Menjelaskan tujuan bermain
c. Menjelaskan prosedur dan cara bermain
d. Menjelaskan aturan bermain pada anak
e. Memotivasi anggota kelompok mengemukakan pendapat dan memberikan
feed back terhadap kegiatan yang dilakukan
f. Mengkoordinir seluruh petugas yang terlibat pelaksanaan terapi bermain
g. Mengatasi masalah yang mungkin timbul selama kegiatan
h. Memberikan reinforcement positif
i. Menyimpulkan kegiatan

2. Co-Leader :
a. Deni Sukmahadi
b. Frety Anggi S
c. Nova Oktifiani
d. Eti Handayani
Tugas :
a. Membantu leader dalam mengorganisasi anggota
b. Membatu leader dalam menjalankan perannya
c. Bersama leader sebagai contoh dalam bentuk kerja sama yang baik dalam
bekerja
d. Menyampaikan informasi dari fasilitator kepada leader
e. Mengingatkan leader tentang waktu kegiatan
f. Mengingatkan leader jika jalan terapi bermain tidak sesuai

3. Observer :
a. Dian Islamiyati
b. Susilo Budi P
c. Evi Widiastuti
d. Risky Dilly P
Tugas :
a. Mencatat dan mengamati respon klien secara verbal dan non verbal
b. Mencatat seluruh proses bermain dan semua perubahan perilaku
c. Mencacat dan mengamati peserta aktif dari program bermain

4. Fasilitator :
a. Ikke Septyaguti
b. Dewi Retnowati
c. Rizkyana Dewi Sarah A
d. Dian Zaiyzyul
Tugas :
a. Menyiapkan alat-alat permainan
b. Memberi motivasi kepada anak untuk mendengarkan apa yang sedang di
jelaskan
c. Mempertahankan kehadiran anak
d. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap anak baik luar maupun dalam

Fasilitator Leader Co-Leader Observer

Anak Anak

Orang tua anak Orang tua anak

Kriteria Evaluasi :
1. Evaluasi Struktural
a. Sebelum pelak sanaan kegiatan,pre planning telah disiapkan sehari
sebelumnya.
b. Kondisi lingkungan tenang, dilakukan di tempat tertutup dan memungkinkan
klien untuk berkonsentrasi terhadap kegiatan
c. Anak-anak sepakat untuk mengikuti kegiatan
d. Leader, co-leader, observer dan fasilitator berperan sebagaimana mestinya
2. Evaluasi Proses
a. Rencana pelaksanaan kegiatan sesuai yaitu 30 menit.
b. Peserta tidak meninggalkan tempat
c. Para peserta yang diberikan terapi bermain dalam keadaan umum baik
d. Terapi dapat dilakukan sesuai yang telah direncanakan
e. Peserta antusias mengikuti terapi bermain ini
f. Pelaksaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar
3. Evaluasi Hasil
a. Diharapkan anak mampu mempraktekan apa yang sudah diajarkan
b. Anak dapat menyapaikan persaannya setelah melakukan terapi bermain
c. Anak mampu menyatakan rasa senangnya
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

Agar penerapan Atraumatic care di Ruang Kemuning RSD Gunung Jati, Cirebon
terlaksana secara efektif maka pihak manajemen perlu melakukan:
a. Menetapkan satu struktur kerja yang dipimpin oleh seseorang sebagai
pemeliharaan sarana Rumah Sakit yang bertugas menjaga penerapan konsep
atraumatic care.
b. Meningkatkan pengetahuan manajemen tentang atraumatic care.
c. Meningkatkan pengetahuan tenaga pelaksana tentang atraumatic care.
d. Komitmen dalam mendukung untuk menetapkan atraumatic care.
e. Memberikan apresiasi kepada staf atau unit kerja terhadap usaha-usaha yang
kinerjanya yang berhasil menerapkan dan konsisten menjalankan nilai-nilai
(values) yang berwawasan atraumatic care.
f. Mengintegrasikan porgram atraumatic care secara berkala.
DAFTAR PUSTAKA

Andriana, Dian (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Salemba
Medika. Jakarta.

Akari, Dkk. Penggunaan Bidai Infus Bergambar Untuk Meningkatkan Perilaku


Adaptif Anak. Stikes Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Hidayat, A. (2015). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Cetakan Ke 3. Salemba


Medika. Jakarta.

Kusuma. (2018). Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Tingkat Nyeri Pada Anak Saat
Pemasangan Infus Di Rsud Dr. Moewardi Surakarta. Program Studi S1
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Nursalam, (2013). Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi Kelima. Salemba
Medika. Jakarta.

Pulungan, Dkk. (2016). Atraumatic Care Dengan Spalk Manakara Pada


Pemasangan Infus Efektif Menurunkan Tingkat Kecemasan Anak Pra
Sekolah. Journal Of Health, Education And Literacy 1(1). Politeknik
Kesehatan Kementerian Kesehatan Mamuju.

Widayantii, Dkk (2013). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kecemasan Anak Pra
Sekolah Sebelum Dan Selama Tindakan Pemasangan Infus. Jurnal
Keperawatan Dan Kebidanan , Vol. I No. 9 , Desember 2013. Jurusan
Keperawatan Stikes Tlogorejo Semarang.

Anda mungkin juga menyukai