Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan dengan

manifestasi berupa penyempitan jalan nafas, luas dan terjadinya dapat berubah baik

secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan. Penelitian penyakit ini telah bertahun –

tahun tetapi etiologi yang pasti belum dapat diketahui dengan jelas. Penyakit ini dapat

timbul dalam waktu yang bervariasi dan biasa menyerang pada semua tingkat usia.

Asma adalah penyakit umum yang dijumpai, dialami kira – kira 5 % penduduk laki

– laki dan perempuan memiliki resiko yang sama untuk terkena. Setiap tahun hampir

40.000 penderita yang masuk rumah sakit . Di Amarika Serikat dihubungkan dengan

asma. Angka pasien opname di rumah sakit semakin meningkat pada orang hitam dan

anak – anak, dan kematian asma secara konsisten paling banyak ditemui pada orang kulit

hitam yang berumur 15 – 24 tahun.

Predisposisi genetik pada asma sudah diketahui, faktor kecenderungan yang dapat

diidentifikasi paling kuat untuk perkembangan asma yaitu atropi paparan allergen. Pada

pasien untuk inhalasi pada pasien atau inhalasi pada pasien yang positif dapat

meningkatkan inflamasi saluran pernafasan yang ditandai dengan adanya wheezing

episodic. Kesulian pernafasan dan batuk frekwensi gejala asma sangat bervariasi.

Beberapa pasien mungkin hanya memiliki batuk kering kronis dan yang lain mengalami

batuk yang produktif ( terapi kedokteran ).

Fakor – faktor yang berhubungan dengan insiden dan patogenesa yaitu riwayat

keluarga, alergi, infeksi, faktor – faktor psikosomatik, pendidikan, sosial, olahraga, polusi
dan iklim. Suatu rieview keperawatan memungkinkan ada dua faktor yang mempunyai

makna pragnostik yaitu umur timbulnya asma serta hubungannya dengn alergi, ternyata

kebanyakan anak mengalami asma sejak umur 2 tahun dan prognosanya lebih jelek dari

pada anak – anak yang mengalami asma pada masa anak yang lebih tua. Makin berat

gejala – gejalanya pada awal masa anak mungkin asma akan berlangsung terus sampai

dewasa sehingga akan mengganggu masa depan anak itu sendiri.

Melihat angka kejadian asma yang meningkat maka dibutuhkan peran dan upaya

perawat dalam usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan meningkakan derajat

kesehatan. Hal ini meliputi upaya peningkatan kesehatan dan menghindari faktor

pencetus dari timbulnya serangan asma bronchiale, upaya pengobatan dan pemulihan

kesehatan yaitu dengan laihan pernafasan supaya bernafas efisien, latihan batuk efektif

dan istirahat secukupnya.

1.2 Rumusan Masalah

Mengingat begitu banyaknya permasalahan yang terjadi pada penyakit asma bronkiale

maka penulis hanya membatasi dan membahas asuhan keperawatan pada penyakit asma

bronkiale.

1.3 Tujuan .

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mendapatkan gambaran nyata tentang proses keperawatan dan

mendapatkan asuhan keperawaan pada penyakit asma bronkiale.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mampu menyelesaikan tugas mata kuliah Komunitas.


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP GERONTIK
A. Pengertian Keperawatan Gerontik
Keperawatan Gerontik adalah Praktek perawatan yang berkaitan dengan penyakit
pada proses menua (KOZIER, 1987). Menurut Lueckerotte (2000) keperawatan gerontik
adalah ilmu yang mempelajari tentang perawatan pada lansia yang berfokus pada
pengkajian kesehatan dan status fungsional, perencanaan, implementasi serta evaluasi.

B. Fungsi Perawat Gerontik


Menurut Eliopoulous tahun 2005, fungsi perawat gerontologi adalah:
1. Guide Persons of all ages toward a healthy aging process (Membimbing orang
pada segala usia untuk mencapai masa tua yang sehat).
2. Eliminate ageism (Menghilangkan perasaan takut tua).
3. Respect the tight of older adults and ensure other do the same ( Menghormati
hak orang dewasa yang lebih tua dan memastikan yang lain melakukan hal yang
sama).
4. Overse and promote the quality of service delivery (Memantau dan mendorong
kualitas pelayanan).
5. Notice and reduce risks to health and well being ( Memerhatikan serta
mengurangi risiko terhadap kesehatan dan kesejahteraan).
6. Teach and support caregives (Mendidik dan mendorong pemberi pelayanan
kesehatan).
7. Open channels for continued growth ( Membuka kesempatan untuk
pertumbuhan selanjutnya).
8. Listern and support (Mendengarkan dan memberi dukungan).
9. Offer optimism, encourgement and hope (Memberikan semangat, dukungan
dan harapan).
10. Generate, support, use and participate in research (Menghasilkan, mendukung,
menggunakan, dan berpatisipasi dalam penelitian).
11. Implement restorative and rehabilititative measures (Melakukan perawatan
restoratif dan rehabilitatif).
12. Coordinate and managed care (Mengoordinasi dan mengatur perawatan).
13. Asses, plan, implement and evaluate care in an individualized, holistic maner
( Mengkaji, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi perawatan individu
dan perawatan secara menyeluruh).
14. Link services with needs (Memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan).
15. Nurtuere futue gerontological nurses for advancement of the speciality
(Membangun masa depan perawat gerontik untuk menjadi ahli dibidangnya).
16. Understand the unique physical, emotical, social, spritual aspect of each other
(Saling memahami keunikan pada aspek fisik, emosi, sosial dan spritual).
17. Recognize and encourge the appropriate management of ethical concern
(Mengenal dan mendukung manajemen etika yang sesuai dengan tempatnya
bekerja).
18. Support and comfort through the dying process (Memberikan dukungan dan
kenyamanan dalam menghapi proses kematian).
19. Educate to promote self care and optimal independence (Mengajarkan untuk
meningkatkan perawatan mandiri dan kebebasan yang optimal).

C. Lingkup Keperawatan Gerontik


Lingkup asuhan keperawatan gerontik adalah pencegahan ketidakmampuan
sebagai akibat proses penuaan, perawatan untuk pemenuhan kebutuhan lansia dan
pemulihan untuk mengatas keterbatasan lansia. Sifat nya adalah independen (mandiri),
interdependen (kolaborasi), humanistik dan holistik.

D. Pengertian Lansia
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari p r o s e s k e h i d u p a n y a n g t a k d a p a t d i h i n d a r k a n d a n a k a n d i a l a m i
o l e h s e t i a p individu (http://www.scribd.com/doc/54276751/2/Pengertian-Lansia).
Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang dimulai dengan
adanya perubahan dalam hidup (Isawi, 2002)

E. Batasan Lanjut Usia


DEPKES RI membagi Lansia sebagai berikut:
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45 - 54 th) sebagai masa VIRILITAS
2. Kelompok usia lanjut (55 - 64 th) sebagai masa PRESENIUM
3. Kelompok usia lanjut (65 th > ) sebagai masa SENIUM
Sedangkan WHO membagi lansia menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Usia lanjut : 60 - 74 tahun
2. Usia Tua : 75 - 89 tahun
3. Usia sangat lanjut : > 90 tahun
Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Muhammad:
1. Masa setengah umur : 45-60 th
2. Masa lansia / senium : 65 th ke atas
Dra. Ny. Josmasdani dengan 4 fase:
1. Fase iuventus : 25-40 th
2. Fase verilitas : 40-50 th
3. Fase frasenium : 55-65 th
4. Fase senium : 65-tutup usia
UU no.13 tahun 1998:
Lansia pada seseorang berusia 60 tahun ke atas
Usia digolongkan atas 3:
1. Usia biologis
Usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya
berada dalam keadaan hidup
2. Usia psikologis
menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian pada situasi yang dihadapinya
3. Usia sosial
usia yang menunjuk pada peran-peran yang diharapkan / diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
F. Tipologi Lansia
Tipe lansia yang paling menonjol :
1. Tipe arif dan bijaksana: lansia yang kaya akan hikmah pengalaman
2. Tipe mandiri: lansia akan mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
yang baru
3. Tipe tidak puas: lansia menentang terjadinya proses penuaan
4. Tipe pasrah: selalu menerima dan menunggu nasib baik
5. Tipe bingung: lansia akan mengalami kehilangan kepribadian dan akan
mengasingkan diri

G. Mitos Lansia
1. Mitos kedamaian dan ketenangan
Kenyataan :
a. Sering ditemui stress karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta
penderitaan karena penyakit
b. Depresi
c. Kekhawatiran
d. Paranoid
e. Masalah psikotik
2. Mitos konservatisme dan kemunduran
a. Konservatif
b. Tidak kreatif
c. Menolak inovasi
d. Berorientasi ke masa silam
e. Merindukan masa lalu
f. Kembali ke masa kanak-kanak
g. Susah berubah
h. Keras kepala
i. Cerewet
3. Mitos berpenyakitan
Lansia dipandang sebagai masa degenerasi biologis yang disertai oleh
berbagai penderitaan akibat bermacam penyakit yang menyertai proses manua.
4. Mitos semilitas
Lansia dipandang sebagai masa pikun yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak
5. Mitos tidak jatuh cinta
Lansia tidak lagi jatuh cinta dan gairah terhadap lawan jenis tidak ada atau sudah
berkurang
6. Mitos aseksualitas
Ada pandangan bahwa pada lansia, hubungan seksual itu menurun, minat, dorongan,
gairah, kebutuhan dan daya seks berkurang
7. Mitos ketidak produktifan
Lansia dipandang sebagai usia tidak produktif

H. Teori Proses Menua


1. Biologi
a. Teori “Genetic Clock”;
Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat adanya program jam
genetik didalam nuklei. Jam ini akan berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika
jam ini sudah habis putarannya maka, akan menyebabkan berhentinya proses
mitosis. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Haiflick, (1980) dikutif Darmojo
dan Martono (1999) dari teori itu dinyatakan adanya hubungan antara kemampuan
membelah sel dalam kultur dengan umur spesies Mutasisomatik (teori error
catastrophe) hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-
aktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa
radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi
yang progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut.
b. Teori “Error”
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis “Error Castastrophe” (Darmojo dan Martono, 1999). Menurut teori tersebut
menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang
kehidupan manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan
metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara
perlahan.
c. Teori “Autoimun”
Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat
mengakibatkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya
sendiri (Self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan
pada permukaan sel, maka hal ini akan mengakibatkan sistem imun tubuh
menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan
menghancurkannya Goldstein(1989) dikutip dari Azis (1994). Hal ini dibuktikan
dengan makin bertambahnya prevalensi auto antibodi pada lansia
(Brocklehurst,1987 dikutif dari Darmojo dan Martono, 1999). Dipihak lain sistem
imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua,
daya serangnya terhadap antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis
meningkat sesuai dengan menigkatnya umur (Suhana,1994 dikutif dari Nuryati,
1994)
d. Teori “Free Radical”
Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal bebas dalam tubuh
manusia. Radikal bebas dapat berupa : superoksida (O2), Radikal Hidroksil (OH)
dan Peroksida Hidrogen (H2O2). Radikal bebas sangat merusak karena sangat
reaktif , sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein, dan asam lemak tak jenuh.
Menurut Oen (1993) yang dikutif dari Darmojo dan Martono (1999) menyatakan
bahwa makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses
pengrusakan terus terjadi , kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.
e. Wear &Tear Teori
Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak.
f. Teori kolagen
Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan
jaringan dan melambatnya perbaikan sel jaringan.
2. Teori Sosiologi
a. Activity theory, ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara
langsung.
b. Teori kontinuitas, adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya
suatu pola prilaku yang meningkatkan stress.
c. Disengagement Theory, putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan
dengan masyarakat, hubungan dengan individu lain.
d. Teori Stratifikasi usia, karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan
mempercepat proses penuaan.
3. Teori Psikologis
a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow, orang yang bisa mencapai aktualisasi
menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa mencapai kebutuhan yang
sempurna.
b. Teori Jung, terdapat tingkatan-tingkatan hidup yang mempunyai tugas dalam
perkembangan kehidupan.
c. Course of Human Life Theory, Seseorang dalam hubungan dengan lingkungan
ada tingkat maksimumnya.
d. Development Task Theory, Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas
perkembangan sesuai dengan usianya.
4. Penuaan Primer : perubahan pada tingkat sel (dimana sel yang mempunyai inti
DNA/RNA pada proses penuaan DNA tidak mampu membuat protein dan RNA
tidak lagi mampu mengambil oksigen, sehingga membran sel menjadi kisut dan
akibat kurang mampunya membuat protein maka akan terjadi penurunan imunologi
dan mudah terjadi infeksi.
5. Penuaan Skunder : proses penuaan akibat dari faktor lingkungan, fisik, psikis dan
sosial .
Stress fisik, psikis, gaya hidup dan diit dapat mempercepat proses menjadi tua.
Contoh diet ; suka memakan oksidator, yaitu makanan yang hampir expired.
Gairah hidup yang dapat mempercepat proses menjadi tua dikaitkan dengan
kepribadian seseorang, misal: pada kepribadian tipe A yang tidak pernah puas
dengan apa yang diperolehnya.

I. Faktor yang mempengaruhi proses menua


Faktor faktor yang mempengaruhi penuaan
1. Hereditas atau ketuaan genetic
2. Nutrisi atau makanan
3. Status kesehatan
4. Pengalaman hidup
5. Lingkungan
6. Stres

J. Perubahan yang terjadi pada lansia


Secara umum perubahan proses fisiologis proses menua adalah:
1. Perubahan Mikro
a. Berkurangnya cairan dalam sel
b. Berkurangnya besarnya sel
c. Berkurangnya jumlah sel
2. Perubahan Makro
a. Mengecilnya mandibula
b. Menipisnya discus intervertebralis
c. Erosi permukaan sendi-sendi
d. Osteoporosis
e. Atropi otot (otot semakin mengecil, bila besar berarti ditutupi oleh lemak tetapi
kemampuannya menurun)
f. Emphysema Pulmonum
g. Presbyopi
h. Arterosklerosis
i. Manopause pada wanita
j. Demintia senilis
k. Kulit tidak elastic
l. Rambut memutih
Perubahan fisiologis pada lansia:
1. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh,
diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara
inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah
udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada
pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal
50m²), Ù menyebabkan terganggunya prose difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga
menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7) Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium
dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
b. Sistem persyarafan.
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1) Penglihatan
a) Kornea lebih berbentuk skeris.
b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan
lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2) Pendengaran.
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) : Hilangnya kemampuan (daya)
pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada
nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi
pada usia diatas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya
kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a) Menurunnya kemampuan pengecap.
b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan
berkurang.
4) Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
d. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah berumur
20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah
4) Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan
posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan tekanan darah
menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing mendadak ).
5) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
e. Sistem genito urinaria.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %, fungsi tubulus
berkurang akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis
urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 ) ; BUN meningkat sampai 21 mg % ;
nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga meningkatnya retensi
urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga permukaan
menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih alkali terhadap
perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi kapasitas
untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
f. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1) Produksi hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya pertukaran
zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.
7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari sumsum
tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
g. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi
setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi
indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf pengecap dilidah
terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
h. Sistem muskuloskeletal.
1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) Resiko terjadi fraktur.
3) Kyphosis.
4) Persendian besar & menjadi kaku.
5) Pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek ( tinggi badan
berkurang ). Gerakan volunter Ù gerakan berlawanan. Gerakan reflektonik Ù
Gerakan diluar kemauan sebagai reaksi terhadap rangsangan pada lobus. Gerakan
involunter Ù Gerakan diluar kemauan, tidak sebagai reaksi terhadap suatu
perangsangan terhadap lobus. Gerakan sekutu Ù Gerakan otot lurik yang ikut
bangkit untuk menjamin efektifitas dan ketangkasan otot volunter.
i. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak
2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan
adipose
3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak begitu
tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan
menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan luka luka
kurang baik.
6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna rambut
kelabu.
8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
rendahnya akitfitas otot.
j. Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
1) Perubahan sistem reprduksi.
a) Selaput lendir vagina menurun/kering.
b) Menciutnya ovarium dan uterus.
c) Atropi payudara.
d) Testis masih dapat memproduksi sperma meskipun adanya penurunan secara
berangsur berangsur.
e) Dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi kesehatan
baik.
2) Kegiatan sexual.
Sexualitas adalah kebutuhan dasar manusia dalam manifestasi kehidupan yang
berhubungan dengan alat reproduksi. Setiap orang mempunyai kebutuhan sexual,
disini kita bisa membedakan dalam tiga sisi : 1) fisik, Secara jasmani sikap sexual
akan berfungsi secara biologis melalui organ kelamin yang berhubungan dengan
proses reproduksi, 2) rohani, Secara rohani Ù tertuju pada orang lain sebagai
manusia, dengan tujuan utama bukan untuk kebutuhan kepuasan sexualitas
melalui pola pola yang baku seperti binatang dan 3) sosial, Secara sosial Ù
kedekatan dengan suatu keadaan intim dengan orang lain yang merupakan suatu
alat yang apling diharapkan dalammenjalani sexualitas.
Sexualitas pada lansia sebenarnya tergantung dari caranya, yaitu dengan cara
yang lain dari sebelumnya, membuat pihak lain mengetahui bahwa ia sangat
berarti untuk anda. Juga sebagai pihak yang lebih tua tampa harus berhubungan
badan, msih banyak cara lain unutk dapat bermesraan dengan pasangan anda.
Pernyataan pernyataan lain yang menyatakan rasa tertarik dan cinta lebih banyak
mengambil alih fungsi hubungan sexualitas dalam pengalaman sex.
2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
family
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri
dan perubahan konsep diri
j. Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering
berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh
karena faktor lain seperti penyakit-penyakit.
k. Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai
berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan jangka
pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
l. Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan
perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan
psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan
dari faktro waktu.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya (Maslow,1970).
Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam berpikir dan
bertindak dalam sehari-hari. (Murray dan Zentner,1970)
Seorang lansia sering kali sulit dipahami, terutama dari perubahan-perubahan
emosi yang ditunjukkan. Sering kali mereka bertindak seperti anak kecil kembali.
Mereka terkadang menuntut perhatian berlebih dan meminta sesuatu yang
membingungkan.
Tentunya hal-hal itu tak lepas dari perubahan fisik yang mereka alami serta
kesadaran akan banyak hal yang hilang dan tak bisa melakukan banyak kegiatan seperti
ketika mereka muda dulu. Gejala depresi cukup kerap terjadi pada mereka yang berusia
lanjut.
Sering kali orang-orang sekitar bahkan dokter memahami ini sebagai suatu kewajaran.
Para manula seolah ditekankan bahwa mereka memang memiliki sebuah penyakit yang
tak bisa disembuhkan, yakni gejala depresi itu sendiri. Untuk tingkat ekstrem, keinginan
untuk bunuh diri bahkan bisa tebersit di benak mereka.
Yang Berubah di Usia Senja
a. Penurunan daya ingat
Mereka yang lanjut usia biasanya mengalami gangguan ingatan. Dari penelitian
yang dilakukan oleh Timothy Salthouse PhD dari University of Virginia, setiap
manusia pasti akan mengalami perubahan ingatan. Penurunan ini mulai dialami pada
usia 20 tahun, namun belum signifikan. "Perubahan signhfikan terjadi ketika
menginjak usia 40 tahun," ungkapnya.
Menurut penelitian dari Black Dog Institute, penurunan daya ingat merupakan
gejala umum demensia. Dan pikun itu sendiri juga menjadi indikasi dari demensia.
Demensia merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan penurunan
fungsional yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Oleh sebab itu
mereka lambat laun kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan dan
perlahan menjadi emosional, sering hal tersebut menjadi tidak terkendali.
b. Agorafobia
Para orang tua kerap merasakan kecemasan, panik, dan gelisah di sebuah
lingkungan, itulah agorafobia. Manula biasanya merasa ketakutan jika ditinggal
sendirian di dalam rumah.
c. Takut terhadap kematian
Ketakutan yang tidak normal terhadap kematian atau disebut juga necrophobia
sering dialami lansia. Gejalanya termasuk sesak napas, napas cepat, denyut jantung
tidak teratur, berkeringat, mulut kering dan gemetar, merasa sakit dan gelisah,
ketidakstabilan psikologis. Si penderita mungkin merasa fobia ini sepanjang waktu,
atau hanya ketika sesuatu memicu rasa takut, seperti melihat nisan, pertemuan dekat
dengan hewan mati atau pemakaman teman atau orang yang dicintai.
d. Keinginan mudah berubah
Mereka yang lanjut usia terkadang memiliki banyak kemauan. Mereka terkadang
ingin berpergian, namun juga seketika itu tak ingin ke mana-mana. Jika keinginan tak
terpenuhi, mereka bisa merasa sedih atau marah.
e. Sensitif dan kekanak-kanakan
Penurunan kemampuan indera yang dimiliki, mulai dari pelihatan, pendengaran,
dan lainnya serta perubahan inteligensia dan kognitif juga berpengaruh pada tingkat
sensitivitas pada emosi. Bagaimanapun, perubahan yang dialami tubuh dapat
berdampak terhadap mental. Karena penurunan-penurunan inilah, terkadang mereka
kerap bertingkah seperti anak kecil yang ingin dimanja.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robert Levenson seperti dilansir dari
news center Berkeley, para manula memiliki tingkat sensitif yang lebih tinggi.
Penelitian ini melibatkan 144 orang dewasa sehat pada rentang umur 20, 40, dan 60.
Mereka menonton Film 21 Grams dan The Champ, kemudian dimonitori denyut
jantung, tekanan darah, keringat, dan pola nafas. Mereka yang usia lanjut, lebih
mudah peka pada adegan-adegan dalam film yang menyedihkan ketimbang mereka
yang lebih muda. Temuan ini dapat dilihat dalam jurnal yang bdrjudul Social
Cognitive and Aff ective Neuroscience.
a. Penyakit fisik
Manusia lanjut usia tentunya memiliki kondisi tubuh yang tidak sesehat sewaktu
ia muda dulu, bisa jadi mereka tengah mengidap penyakit-penyakit tertentu yang bisa
membuat mereka merasa tertekan. Ditambah otak yang mereka miliki sudah tak
bekerja maksimal lagi seperti sebelumnya. Bagi mereka yang mengidap penyakit
serius, rentan mengalami depresi.
b. Isolasi sosial dan rasa kesepian
Kebanyakan mereka yang usia lanjut hidup sendiri. Anak-anak mereka tumbuh
besar dan sudah memiliki keluarga dan tinggal di tempat lain bersama keluarganya.
Belum lagi hubungan dengan teman sesama. Kurang optimalnya fungsi fisik
membuat mereka juga menjauh dari lingkungan sosial karena tak lagi bisa
berpartisipasi aktif di kalangan masyarakat setempat. Rasa kesepian juga semakin
mendera ketika teman-teman terdekat atau pasangan hidup sudah lebih dulu
meninggal. berbagai sumber/arm/R-4

2.2 KONSEP DASAR ASMA


A. Pengertian
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa serangan
asma (Ngastiyah, 2005).
Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran bronchial
(saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran bronchial mengalami
peradangan dan bengkak (Espeland, 2008).
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa
bronkus terhadap bahan alergen (Riyadi, 2009).
a. Anatomi dan fisiologi pernafasan
1) Anatomi saluran nafas
Organ-organ pernafasan
a) Hidung
Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh sekat hidung.
Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berfungsi untuk menyaring dan menghangatkan udara
(Hidayat, 2006).
b) Tekak (faring)
Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat di dasar tengkorak,
di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Terdapat epiglotis yang
berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
c) Laring (pangkal tenggorok)
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya.
d) Trakea (batang tenggorok)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang-
tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh sel
bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama
dengan udara pernafasan. Percabangan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
e) Bronkus (cabang tenggorokan)
Merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri dari 2 buah pada ketinggian vertebra torakalis IV
dan V.
f) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung
hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas
permukaannya ± 90 meter persegi, pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara.
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung oksigen
dan menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar
dari tubuh. Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil O2 yang dibawa oleh darah ke
seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai sisa dari pembakaran yang
dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang, menghangatkan dan melembabkan udara.
Pada dasarnya sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
menghangatkan udara luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli. Terdapat
beberapa mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga
pertukaran gas dapat berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan keluar dari
paru-paru disebut sebagai ventilasi atau bernapas. Kemudian adanya pemindahan O2 dan
CO2 yang melintasi membran alveolus-kapiler yang disebut dengan difusi sedangkan
pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut
dengan perfusi atau pernapasan internal.

B. Proses pernafasan
Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali bernafas
adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh otot-otot pernafasan
yang terletak pada sumsum penyambung (medulla oblongata). Inspirasi terjadi bila muskulus
diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Ekspirasi terjadi
pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada mengecil. Proses pernafasan ini terjadi
karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
Proses fisiologis pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam
jaringan-jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi
tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam
dan ke luar paru-paru. Stadium kedua adalah transportasi yang terdiri dari beberapa aspek
yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan antara
darah sistemik dengan sel-sel jaringan, distribusi darah dalam sirkulasi pulmonar dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-alveolus dan reaksi kimia, fisik dari
oksigen dan karbondioksida dengan darah. Stadium akhir yaitu respirasi sel dimana metabolit
dioksida untuk mendapatkan energi dan karbon dioksida yang terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel akan dikeluarkan oleh paru-paru (Price, 2005).

C. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non infeksi.
Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor non infeksi seperti
alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis (Mansjoer, 2000).

D. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam saluran
pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E (IgE). IgE
selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut sel mast
tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast yang mengalami
degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin dan bradikinin. Mediator
ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga timbul edema mukosa,
peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan
proliferasi akibatnya terjadi sumbatan dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses
pertukaran O2 dan CO2 terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi. Rendahnya masukan
O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi
alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan
menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga
menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi, dan
akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan tidak memadai
sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan menimbulkan berbagai manifestasi
klinis.
E. Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain mengi/wheezing, sesak nafas,
dada terasa tertekan atau sesak, batuk, pilek, nyeri dada, nadi meningkat, retraksi otot dada,
nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia, sianosis dan gelisah.

F. Pathway
Bahan allergen ( virus, debu, hewan )

Respon alergi di saluran nafas

Antibodi LgE mengikat allergen

Degranulasi sel mast

Melepaskan His

Spasma asmatik Kontriksi

Otot polos bronchioles


Merangsang pertukaran mucus dan

Meningkatkan permeabilitas kapiler

Kongesti pengembangan ruang

Intesisium paru

Oedema paru

Obsruksi aliran udara

Broncho spasme

Peningkatan Obstruksi jalan Oksigenasi jaringan Metaplasia sel goblet

produksi secret nafas perifer berkurang

Reflek bauk meningkat


Kelemahan otot
Ketidak efektifan Sesak

jalan nafas. Gangguan aktifitas


Penekanan diafragma

Gangguan pola pada rongga perut

istirahat dan tidur


Penurunan otot tractus

digesivus

Hlc meningkat

Anoreksia

Input tidak adekuat

Gangguan pola

pemenuhan nutrisi.

G. Komplikasi
Adapun komplikasi yang timbul yaitu bronkitis berat, emfisema, atelektasis,
pneumotorak dan bronkopneumonia.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Radiologi
a) Foto thorak
Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat, hiperinflasi terdapat pada
serangan akut dan pada asma kronik, atelektasis juga ditemukan pada anak-anak ³ 6 tahun.
b) Foto sinus paranasalis
Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis.
2) Pemeriksaan darah
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung, bila tidak eosinofilia
kemungkinan bukan asma .
3) Uji faal paru
Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,
menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang digunakan untuk uji
faal paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter beberapa kali
(sebelumnya menarik nafas dalam melalui mulut kemudian menghebuskan dengan kuat).
4) Uji kulit alergi dan imunologi
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen yang digunakan
adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya.

I. Penatalaksanaan medis
1) Oksigen 4 - 6 liter / menit
2) Pemeriksaan analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen.
3) Anti inflamasi (Kortikosteroid) diberikan untuk menghambat inflamasi jalan nafas.
4) Antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi
5) Pemberian obat ekspektoran untuk pengenceran dahak yang kental
6) Bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkus/melebarkan bronkus
7) Pemeriksaan foto torak
8) Pantau tanda-tanda vital secara teratur agar bila terjadi kegagalan pernafasan dapat segera
tertolong.

2.3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN ASMA


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan (Gaffar, 1999). Pada tahap ini
akan dilaksanakan pengumpulan, pengelompokan dan penganalisaan data. Pada
pengumpulan data akan diperoleh data subyektif yaitu data yang diperoleh dari keterangan
pasien atau orang tua pasien. Data obyektif diperoleh dari pemeriksaan fisik. Dari data
subyektif pada pasien asma biasanya diperoleh data anak dikeluhkan sesak nafas, batuk,
pilek, nafsu makan menurun, lemah, kelelahan dan gelisah. Dari data obyektif diperoleh data
mengi/wheezing berulang, ronchi, dada terasa tertekan atau sesak, pernapasan cepat
(takipnea), sianosis, nafas cuping hidung dan retraksi otot dada.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual/potensial
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. Dari pengkajian yang dilakukan maka
didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul seperti : (Carpenito, 2000 & Doenges, 1999)
a) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/sekret.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap anoreksia akibat rasa dan bau sputum
c) Kerusakan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan antara
suplay dan kebutuhan oksigen.
e) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap
f) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurangnya
informasi.

3. Perencanaan keperawatan
Perencanaan merupakan preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien
dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat (Doenges, 1999).
Perencanaan diawali dengan memprioritaskan diagnosa keperawatan berdasarkan berat
ringannya masalah yang ditemukan pada pasien (Zainal, 1999). Rencana keperawatan yang
dapat disusun untuk pasien asma yaitu: (Doenges, 1999).
1) Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeabronkial
Tujuan : bersihan jalan nafas efektif
Rencana tindakan :
a) Ukur vital sign setiap 6 jam
Rasional : Mengetahui perkembangan pasien
b) Observasi keadaan umum pasien
Rasional : Mengetahui efektivitas perawatan dan perkembangan pasien.
c) Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tidak simetris, sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dada dan/atau cairan paru.
d) Auskultasi area paru, bunyi nafas, misal krekel, mengi dan ronchi
Rasional: Bunyi nafas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi, krekel, mengi dan ronchi terdengar pada inspirasi atau ekspirasi pada respon
bertahap pengumpulan cairan, sekret kental dan spasme jalan nafas/obstruksi.
e) Ajarkan pasien latihan nafas dalam dan batuk efektif
Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru atau jalan nafas lebih
kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk
mempertahankan jalan nafas pasien.
f) Anjurkan banyak minum air hangat
Rasional : Air hangat dapat memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
g) Beri posisi yang nyaman (semi fowler/fowler)
Rasional : Memungkinkan upaya napas lebih dalam dan lebih kuat serta menurunkan
ketidaknyamanan dada.
h) Delegatif dalam pemberian bronkodilator, kortikosteroid, ekspktoran dan antibiotik
Rasional : Bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkus/melebarkan bronkus dengan
memobilisasi sekret. Kortikosteroid yaitu anti inflamasi mencegah reaksi alergi, menghambat
pengeluaran histamine. Ekspektoran memudahkan pengenceran dahak, Antibiotik
diindikasikan untuk mengontrol infeksi pernafasan.

2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler


Tujuan : Ventilasi dan pertukaran gas efektif.
Rencana tindakan :
a) Observasi keadaan umum dan vital sign setiap 6 jam
Rasonal : Penurunan keadaan umum dan perubahan vital sign merupakan indikasi derajat
keparahan dan status kesehatan pasien.
b) Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku
Rasional : Sianosis menunjukkan vasokonstriksi, hipoksemia sistemik.
c) Pertahankan istirahat tidur
Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/konsumsi oksigen untuk
memudahkan perbaikan infeksi.
d) Tinggikan kepala dan sering mengubah posisi
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi
e) Berikan terapi oksigen sesuai indikasi
Rasional : Mempertahankan PaO2
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidakseimbangan
suplay dan kebutuhan O2
Tujuan : Aktivitas dapat ditingkatkan
Rencana tindakan :
a) Kaji tingkat kemampuan pasien dalam aktivitas
Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
b) Jelaskan pentingnya istirahat dan keseimbangan aktivitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan
c) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplay dan kebutuhan
oksigen.

d) Bantu pasien dalam memilih posisi yang nyaman untuk istirahat


Rasional: Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau menunduk ke
depan meja atau bantal
e) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
Rasional : Keluarga mampu melakukan perawatan secara mandiri
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
Tujuan : pemenuhan nutrisi adekuat
a) Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet
b) Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
Rasional : Meningkatkan pematangan kebutuhan individu dan pentingnya nutrisi pada proses
pertumbuhan
c) Anjurkan memberikan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Meningkatkan nafsu makan, dengan porsi kecil tidak akan cepat bosan
d) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang (batasi pengunjung)
Rasional : Lingkungan yang tenang dan nyaman dapat menurunkan stress dan lebih kondusif
untuk makan
e) Anjurkan menghidangkan makan dalam keadaan hangat
Rasional : Dengan makanan yang masih hangat dapat merangsang makan dan meningkatkan
nafsu makan
5) Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, batuk menetap.
Tujuan : Nyeri, berkurang/terkontrol.
Rencana tindakan:
a) Kaji karakteristik nyeri
Rasional : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa serangan asma .
b) Observasi vital sign setiap 6 jam
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjukkan bahwa mengalami
nyeri. Khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat.
c) Berikan tindakan nyaman seperti relaksasi dan distraksi
Rasional : Menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgetik
d) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional: Meningkatkan kenyamanan/istirahat umum
6) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan, kurangnya
informasi
Tujuan: Kecemasan orang tua berkurang/hilang, pengetahuan orang tua bertambah, orang
tua memahami kondisi pasien.
Rencana tujuan :
a) Kaji tingkat pengetahuan orang tua dan kecemasan orang tua
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki orang tua dan
kebenaran informasi yang didapat
b) Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan, pengertian, penyebab, tanda gejala,
pencegahan dan perawatan pasien.
Rasional : Memberi informasi untuk menambah pengetahuan orang tua.
c) Jelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
Rasional : Agar orang tua mengetahui setiap tindakan yang diberikan.
d) Libatkan orang tua dalam perawatan pasien
Rasional : Orang tua lebih kooperatif dalam perawatan.
e) Beri kesempatan pada orang tua untuk bertanya tentang hal-hal yang belum diketahui
Rasional : Orang tua bisa memperoleh informasi yang lebih jelas.
f) Anjurkan orang tua untuk selalu berdoa
Rasional : Membantu orang tua agar lebih tenang
g) Lakukan evaluasi
Rasoional: Mengetahui apakah orang tua sudah benar-benar mengerti dengan penjelasan yang
diberikan

4. Pelaksanaan keperawatan
Pelaksanaan adalah pngelolaan, perwujudan dari rencana perawatan yang telah disusun
pada tahap kedua untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dan komprehensif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan disesuaikan dengan perencanaan (Nursalam, 2001).

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada pasien. Evaluasi yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan yaitu :
1) Bersihan jalan nafas efektif
2) Ventilasi dan pertukaran gas efektif
3) Aktivitas dapat ditingkatkan
4) Pemenuhan nutrisi adekuat
5) Nyeri berkurang/terkontrol
6) Kecemasan orang tua berkurang/hilang, pengetauan orang tua bertambah, keluarga
memahami kondisi pasien.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran
bronchial (saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran
bronchial mengalami peradangan dan bengkak. Adapun faktor penyebab dari
asma adalah faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor infeksi misalnya virus,
jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor non infeksi seperti alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis. Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain
mengi/wheezing, sesak nafas, dada terasa tertekan atau sesak, batuk, pilek, nyeri dada,
nadi meningkat, retraksi otot dada, nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah,
anoreksia, sianosis dan gelisah.
Asuhan keperawatn yang diberikan kepada pasien dengan asma yang pertama
adalah pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, implementasi, dan
evaluasi. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan (Gaffar, 1999). Pada
tahap ini akan dilaksanakan pengumpulan, pengelompokan dan penganalisaan data.
Dari pengkajian yang dilakukan maka didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul
seperti : (Carpenito, 2000 & Doenges, 1999)
a) Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum/sekret.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan peningkatan
kebutuhan metabolik sekunder terhadap anoreksia akibat rasa dan bau sputum
c) Kerusakan pertukaran gas berubungan dengan perubahan membran
alveolar kapiler
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen.
e) Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim
f) paru, batuk menetap
g) Ansietas orang tua berhubungan dengan perubahan status kesehatan,
kurangnya informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan


dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made

Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.

Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit:


pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah.
Edisi: 4. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart.
Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Maryam, siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika

_______(2009) Konsep Keperawatan


Gerontik,http://www.scribd.com/doc/54276751/2/Pengertian-Lansia

_______(2010) Keperawatan Gerontik


http://duniakreasinyanova.blogspot.com/2009/03/keperawatan-gerontik.html?
zx=6d31635b4755f3ea

Rona, 2012, Perubahan Psikologis Lansia http://koran-


jakarta.com/index.php/detail/view01/86097
Nugroho, Wahjudi SKM. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Sahar juniati (2001) keperawatan gerontik, coordinator keperawatan komunitas, fakultas ilmu
keperawatan UI, Jakarta

Darmojo, Boedhi,et al.2000.Beberapa masalah penyakit pada Usia Lanjut. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI

Pirma Siburian Sp PD (2009), empat belas masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia,
http://www.waspada.co.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=3812:empat-belas-masalah-kesehatan-
utama-pada-lansia&catid=28:kesehatan&Itemid=48)

Anonymous. (2009). Asma Bisa Sembuh atau Problem Seumur Hidup. Diperoleh tanggal 29
Juni 2009, dari http://www.medicastore.com/asma/

Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa keperawatan. (Edisi 6). Jakarta: EGC

Doenges, M.E.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). Jakarta: EGC

Espeland, N. (2008). Petunjuk Lengkap Mengatasi Alergi dan Asma pada Anak. Jakarta:
Prestasi Pustakaraya

Gaffar, L.O.J. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional, Jakarta: EGC

Hidayat, A.A.A.(2006). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Salemba Medika

Mansjoer, A. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (Edisi 3), Jilid 1. Jakarta: Media
Aesculapius

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit. (Edisi 2). Jakarta: EGC

Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC

Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi. (Edisi 6). Jakarta: EGC
Riyadi, S. (2009). Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Zainal, A.H. (1999). Pengantar Keperawatan Profesional. Jakarta: Yayasan Bunga Raflesia

Anda mungkin juga menyukai