Anda di halaman 1dari 52

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifatakut dan kronik (Price dan Wilson, 2006).
Gastritis akutadalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Penyebabnya dari infeksi
Helicobacter Pylori, bakteri yang masuk akan memproteksi dirinya dengan
lapisan mukus. Proteksi lapisan ini akan menutupi mukosa lambung dan
melindungi dari asam lambung. Penetrasi atau daya tembus bakteri ke lapisan
mukosa menyebabkan terjadinya kontak dengan sel-sel epitelial lambung dan
terjadi perlengketan sehingga menghasilkan respon peradangan.Tanda gejala
dari gastritis adalah nyeri di ulu hati, mual, muntah, rasa asam di mulut, dan
anoreksia(Dermawan dan Rahayuningsih, 2010).
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subyektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum nyeri di bagi menjadi dua yaitu nyeri akut
dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya berlangsung tidak lebih dari enam
bulan(Mubarak dan Chayatin, 2007).Dengan batasan karakteristik perubahan
tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, dan gangguan tidur (Herdman,
2011).Nyeri pada gastritis timbul karena pengikisan mukosa yang dapat
menyebabkan kenaikan mediator kimia seperti prostaglandin dan histamin
pada lambung yang ikut berperan dalam merangsang reseptor nyeri
(Sukarmin, 2012).
Prevelensi kasus gastritis yang disebabkan oleh infeksi helicobacter
pylori di perkirakan terjadi pada 50 persen populasi di dunia dimana sebagian
besar infeksi tersebut terjadi di Negara-negara berkembang yaitu 70 sampai
90 persen dan hanya 40 sampai 50 persen di negara-negara industry (Mariadi
2011). Di Indonesia prevalensi gastritis sebanyak 0,99 persen dan insiden
gastritis sebesar 115 tiap 100.000 (Wulansari 2011). Pada tahun 2010 hasil
penelitian menunjukkan bahwa 30,0 persen pasien mengalami gastritis, 55,0
persen pasien berumur tua, 84,0 persen pasien memiliki tingkat pengetahuan

1
yang tinggi tentang gastritis, 90,0 persen pasien memiliki kebiasaan makan
yang baik (Gustin 2011). Sedangkan prevalensi penyakit gastritis di
puskesmas Gondangrejo terdapat 166 kasus dari 99.173 jiwa penduduk
(Puskesmas Gondangrejo, 2013).
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
pengelolaan kasus yang diangkat dalam penulisan karya tulis ilmiah yang
berjudul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Tn.A Dengan
Gastritis Di Panti Jompo”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar lansia?
2. Bagaimana konsep dasar perubahan sistem pencernaan pada lansia?
3. Bagaimana konsep dasar Asuhan keperawatan lansia dengan masalah
pencernaan?
4. Bagaimana aplikasi dalam kasus?
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
1) Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik
2) Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan
Keperawatan Lansia dengan masalah pencernaan
b. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar lansia
2) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar perubahan sistem
pencernaan pada lansia
3) Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan
masalah pencernaan
4) Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan aplikasi kasus
1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai asuhan keperawatan lansia dengan
masalah pencernaan

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep dasar Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965
adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya
mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan
menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menurut
UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia)
adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos,
1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri
dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea,
2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial
(BKKBN 1998).
Penggolongan lansia
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian
lansia digolongkan menjadi 4, yaitu:
1. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
4. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

2.1.2 Ciri-ciri lansia


Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri
orang lanjut usia,yaitu:
1. Usia lanjut merupakan periode kemunduran

3
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis
lansia. Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran
pada lansia. Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila
memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi
yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
2. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai
akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang
lanjut usia dan diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek
terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu seperti: lansia lebih
senang mempertahankan pendapatnya dari pada mendengarkan
pendapat orang lain.
3. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
4. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat
lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia
lebih memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk.
2.1.3 Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
1. Pralansia (prasenilis), Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2. Lansia, Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3. Lansia Resiko Tinggi, Seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan (Depkes RI, 2003)

4
4. Lansia Potensial, Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes
RI, 2003).
5. Lansia Tidak Potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
(Depkes RI, 2003).
2.1.4 Tipe Lansia
Di zaman sekarang (zaman pembangunan),banyak ditemukan
bermacam-macam tipe usia lanjut. Yang menonjol antara lain:
1. Tipe arif bijaksana, Lanjut usia ini kaya dengan hikmah
pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri, Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang
hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan
teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas, Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir
batin, menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan
kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.
4. Tipe pasrah, Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu
nasib baik, mempunyai konsep habis (“habis gelap datang terang”),
mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
5. Tipe bingung, Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian,
mengasingkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
(Nugroho, 2008).
2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau
menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut

5
dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :
1. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.
2. Mempersiapkan diri untuk pensiun.
3. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.
4. Mempersiapkan kehidupan baru.
5. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat
secara santai.
6. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan
(Maryam, R. Siti, dkk. 2012).
2.1.6 Perubahan Fisik dan Psikososial pada Lansia
Perubahan Fisik pada Lansia Menurut Maryam (2008), perubahan-
perubahan fisik yang terjadi pada lanjut usia adalah:
1. Sel
Perubahan sel pada lanjut usia meliputi: terjadinya penurunan
jumlah sel, terjadi perubahan ukuran sel, berkurangnya jumlah
cairan dalam tubuh dan berkurangnya cairan intra seluler,
menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati,
penurunan jumlah sel pada otak, terganggunya mekanisme
perbaikan sel, serta otak menjadi atrofis beratnya berkurang 5-
10%.
2. Sistem Persyarafan
Perubahan persyarafan meliputi: berat otak yang menurun 10-20%
(setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap harinya),
cepat menurunnya hubungan persyarafan, lambat dalam respon dan
waktu untuk bereaksi khususnya dengan stress, mengecilnya syaraf
panca indra, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran,
mengecilnya syarafpenciuman dan perasa lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan ketahanan terhadap sentuhan, serta kurang
sensitif terhadap sentuan.
3. Sistem Pendengaran

6
Perubahan pada sistem pendengaran meliputi: terjadinya
presbiakusis (gangguan dalam pendengaran) yaitu gangguan dalam
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi suara,
nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-
kta,50% terjadi pada umur diatas 65 tahun. Terjadinya otosklerosis
akibat atropi membran timpani. Terjadinya pengumpulan serumen
dapat mengeras karena meningkatnya keratinin. Terjadinya
perubahan penurunan pendengaran pada lansia yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
4. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan meliputi: timbulnya sklerosis
dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk sferis
(bola), terjadi kekeruhan pada lensa yang menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat dan susah melihat pada cahaya gelap,
hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang, serta
menurunnya daya untuk membedakan warna biru atau hijau. Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil
menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap
akomodasi, lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih
buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan
untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna
gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan
dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang
(sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko
cedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri
dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek
dengan jelas, semua hal itu dapat mempengaruhi kemampuan
fungsional para lansia sehingga dapat menyebabkan lansia terjatuh.

5. Sistem Kardiovaskuler

7
Perubahan pada sistem kardiovaskuler meliputi: terjadinya
penurunan elastisitas dinding aorta, katup jantung menebal dan
menjadi kaku, menurunnya kemampuan jantung untuk memompa
darah yang menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya,
kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi yang
dapat mengakibatkan tekanan darah menurun (dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri) yang mengakibatkan resistensi
pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Perubahan pada sistem pengaturan tempertur tubuh meliputi: pada
pengaturan sistem tubuh, hipotalamus dianggap bekerja sebagai
thermostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran
terjadi berbagai faktor yang mempengaruhinya, perubahan yang
sering ditemui antara lain temperatur suhu tubuh menurun
(hipotermia) secara fisiologik kurang lebih 35°C, ini akan
mengakibatkan metabolisme yang menurun. Keterbatasan refleks
mengigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak
sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
7. Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi meliputi: otot pernapasan mengalami
kelemahan akibat atropi, aktivitas silia menurun, paru kehilangan
elastisitas, berkurangnya elastisitas bronkus, oksigen pada arteri
menurun, karbon dioksida pada arteri tidak berganti, reflek dan
kemampuan batuk berkurang, sensitivitas terhadap hipoksia dan
hiperkarbia menurun, sering terjadi emfisema senilis, kemampuan
pegas dinding dada dan kekuatan otot pernapasan menurun seiring
pertambahan usia.
8. Sistem Pencernaan
Perubahan pada sistem pecernaan, meliputi: kehilangan gigi,
penyebab utama periodontal disease yang bisa terjadi setelah umur
30 tahun, indra pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf

8
pengecap terhadap rasa asin, asam dan pahit, esofagus melebar,
rasa lapar nenurun, asam lambung menurun, motilitas dan waktu
pengosongan lambung menurun, peristaltiklemah dan biasanya
timbul konstipasi, fungsi absorpsi melemah, hati semakin mengecil
dan tempat penyimpanan menurun, aliran darah berkurang.
9. Sistem Perkemihan
Perubahan pada sistem perkemihan antara lain ginjal yang
merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urine, darah masuk keginjal disaring oleh satuan (unit)
terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tempatnya di glomerulus),
kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah ke
ginjal menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang,
akibatnya, kemampuan mengkonsentrasi urine menurun, berat jenis
urine menurun. Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, sehingga
kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan buang air
seni meningkat. Vesika urinaria sulit dikosongkan sehingga
terkadang menyebabkan retensi urine.
10. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistem endokrin meliputi: produksi
semua hormon turun, aktivitas tiroid, BMR (basal metabolic rate),
dan daya pertukaran zat menurun. Produksi aldosteron menurun,
Sekresi hormon kelamin, misalnya progesterone, estrogen, dan
testoteron menurun.
11. Sistem Integumen
Perubahan pada sistem integumen, meliputi: kulit mengerut atau
keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit
cenderung kusam, kasar, dan bersisi. Timbul bercak pigmentasi,
kulit kepala dan rambut menipis dan berwarna kelabu,
berkurangnya elestisitas akibat menurunnya cairan dan
vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, jumlah dan fungsi
kelenjar keringat berkurang.
12. Sistem Muskuloskeletal

9
Perubahan pada sistem muskuloskeletal meliputi: tulang
kehilangan densitas (cairan) dan semakin rapuh, kekuatan dan
stabilitas tulang menurun, terjadi kifosis, gangguan gaya berjalan,
tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot,
serabut otot mengecil sehingga gerakan menjadi lamban, otot
kram, dan menjadi tremor, aliran darah ke otot berkurang sejalan
dengan proses menua. Semua perubahan tersebut dapat
mengakibatkan kelambanan dalam gerak, langkah kaki yang
pendek, penurunan irama. Kaki yang tidak dapat menapak dengan
kuat dan lebih cenderung gampang goyah, perlambatan reaksi
mengakibatkan seorang lansia susah atau terlambatmengantisipasi
bila terjadi gangguan terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba
sehingga memudahkan jatuh.

Perubahan Psikososial pada Lansia Berdasarkan beberapa evidence


based yang telah dilakukan terdapat perubahan psikososial yang dapat
terjadi pada lansia antara lain:

1. Kesepian
Septiningsih dan Na’imah (2012) menjelaskan dalam studinya
bahwa lansia rentan sekali mengalami kesepian. Kesepian yang
dialami dapat berupa kesepian emosional, situasional, kesepian
sosial atau gabungan ketiga-tiganya. Berdasarkan penelitian
tersebut beberapa hal yang dapat memengaruhi perasaan kesepian
pada lansia diantaranya:
a) Merasa tidak adanya figur kasih sayang yang diterima seperti
dari suami atau istri, dan atau anaknya.
b) Kehilangan integrasi secara sosial atau tidak terintegrasi dalam
suatu komunikasi seperti yang dapat diberikan oleh
sekumpulan teman, atau masyarakat di lingkungan sekitar. Hal
itu disebabkan karena tidak mengikuti pertemuan-pertemuan
yang dilakukan di kompleks hidupnya.

10
c) Mengalami perubahan situasi, yaitu ditinggal wafat pasangan
hidup (suami dan atau istri), dan hidup sendirian karena
anaknya tidak tinggal satu rumah.
2. Kecemasan Menghadapi Kematian
Ermawati dan Sudarji (2013) menyimpulkan dalam hasil
penelitiannya bahwa terdapat 2 tipe lansia memandang kematian.
Tipe pertama lansia yang cemas ringan hingga sedang dalam
menghadapi kematian ternyata memiliki tingkat religiusitas yang
cukup tinggi. Sementara tipe yang kedua adalah lansia yang cemas
berat menghadapi kematian dikarenakan takut akan kematian itu
sendiri, takut mati karena banyak tujuan hidup yang belum
tercapai, juga merasa cemas karena sendirian dan tidak akan ada
yang menolong saat sekarat nantinya.
3. Depresi
Lansia merupakan agregat yang cenderung depresi. Menurut
Jayanti, Sedyowinarso, dan Madyaningrum (2008) beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya depresi lansia adalah:
a) Jenis kelamin, dimana angka lansia perempuan lebih tinggi
terjadi depresi dibandingkan lansia laki-laki, hal tersebut
dikarenakan adanya perbedaan hormonal, perbedaan stressor
psikososial bagi wanita dan laki-laki, serta model perilaku
tentang keputusasaan yang dipelajari.
b) Status perkawinan, dimana lansia yang tidak menikah/tidak
pernah menikah lebih tinggi berisiko mengalami depresi, hal
tersebut dikarenakan orang lanjut usia yang berstatus tidak
kawin sering kehilangan dukungan yang cukup besar (dalam
hal ini dari orang terdekat yaitu pasangan) yang
menyebabkan suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan
kesendirian.
c) Rendahnya dukungan sosial.
2.2 Konsep Dasar perubahan sistem pencernaan lansia
2.2.1 Definisi

11
Pencernan makanan dan pemeliharaan nutrisi dipengaruhi sebagian
kecil perubhan terkait usia pada sistem gastrointestinal dan
dipengaruhi secara masif oleh faktor risiko yang umum terjadi pada
usia dewasa hingga lansia. Meskipun lansia lebih mudah
menanggulangi perubahan terkait penuaan pada saluran pencernaan,
mereka memiliki lebih banyak kesulitan untuk mengimbangi faktor
yang mengganggu kemampuan mereka untuk mendapatkan,
mempersiapkan, dan menikmati makanan secara sehat.
2.2.2 Perubahan terkait penuaan yang mempengaruhi sistem pencernaan
Perubahan terkait penuaan mempengaruhi indera penciuman dan
indera pengecapan serta semua organ dari saluran pencernaan.
Perubahan ini membawa sedikit konsekuensi fungsional untuk lansia
dengan status sehat, namun kondisi ini juga meningkatkan kerentanan
lansia terhadap faktor risiko.
1. Perubahan terkait penuaan pada sistem pencernaan
a. Indera pengecapan dan indera penciuman
Indera pengecapan dan indera penciuman sangat mempengaruhi
kenikmatan makna dan fungsi kedua indera ini mengalami
penurunan fungsi pada lansia karena adanya kombinasi
perubahan terkait usia dan faktor risiko.
Kemampuan untuk membaui tergantung pada persepsi
aroma oleh indrawi sel di mukosa penciuman dan pada saraf
pusat pengolahan sistem informasi tersebut. Kemampuan untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi bau ada pada kondisi terbaik
antara umur 30 dan 40 tahun, setelah itu secara bertahap indera
penciuman akan mengalami penurunan.
b. Rongga mulut
Pencenaan dimulai saat makanan masuk ke mulut dan ditindak
lanjuti oleh gigi, air liur, dan struktur neuromuskular yang
bertanggung jawab untuk pengunyahan. Penuaan pada gigi dan
struktur dukungan lainnya mempengaruhiu proses pencernaan
dan kenikmatan makanan. Air liur dan mukosa berperan penting

12
dalam pencernaan. Lansia yang sehat tidak mengalami
penurunan yang berarti dalam produksi air liur ; namun, sekitar
30% orang pada usia 65 tahun ke atas mengalami xerostomia
(mulut kering) karena obat dan penyakit (Turner & Ship dalam
Miller, 2012).
c. Kerongkongan dan perut
Tahap kedua percernaan terjadi bila kombinasi gelombang
propulsif dan non propulsif mendorong makanan melalui faring
dan kerongkongan masuk ke perut. Pada lansia, kerongkongan
menegang dan gelombang peristaltik mengalami penurunan
fungsi. Presbifagia mengacu pada proses menelan yang lambat,
yang berhubungan dengan perubahan terkait penuaan dan
peningkatan risiko aspirasi. Setelah melewati sfingter esofagus,
makanan masuk ke perut, dimana enzim lambung mencairkan
dan mengubahnya menjadi chyme. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa asam lambung dan sekresi pepsinogen
meningkat seiring dengan penuaan pada orang sehat (Morley,
2007).
d. Saluran Usus
Setelah chyme masuk ke dalam usus kecil, enzim pencernaan
dari usus halus, hati, dan pankreas mengubah zat makanan
menjadi nutrisi. Sebuah proses segmentasi memindahkan chyme
ke belakang dan ke depan, memfasilitasi pencernaan makanan
dan penyerapan nutrisi melalui villi di dinding usus halus.
Perubahan terkait penuaan itu terjadi di usus halus termasuk:
1) Atrofi serat otot dan permukaan mukosal.
2) Pengurangan jumlah folikel limfatik.
3) Pengurangan bertahap berat usus kecil.
4) Semakin pendek dan lebarnya villi, yang berangsur-
angsur terbentuk paralel punggung bukit daripada
proyeksi seperti jari.

13
Perubahan struktural tersebut tidak secara signifikan
mempengaruhi motilitas, permeabilitas, atau waktu transit di
saluran pencernaan. Namun, hal tersebut bisa mempengaruhi
kekebalan tubuh, fungsi dan penyerapan beberapa nutrisi, seperti
folat, kalsium, dan vitamin B12, dan vitamin D. Setelah nutrisi
diserap di usus halus, chyme masuk ke usus besar, di mana air
dan elektrolit diserap dan sisa makanan dikeluarkan. Perubahan
akibat penuaan pada usus besar termasuk berkurangnya sekresi
lendir, penurunan elastisitas dinding dubur, dan berkurangnya
persepsi distensi dinding dubur. Meskipun perubahan terkait
penuaan ini memiliki sedikit atau tidak ada dampak pada
motilitas dari kotoran melalui usus, hal ini bisa menjadi
penyebab lansia mengalami sembelit.

e. Hati, Pankreas, dan Kandung Empedu


Hati membantu pencernaan dengan memproduksi dan
mensekresi empedu yang penting untuk pemaanfaatan lemak.
Hati juga memainkan peran penting dalam metabolisme dan
penyimpanan nutrisi. Dengan bertambahnya usia, hati menjadi
lebih kecil dan lebih berserat, lipofiuscin(pigmen
coklat)terakumulasi, dan aliran darah kehati berkurang satu
persatu. Namun, beberapa perubahan ini mungkin bersifat
patologis dan bukan yang berhubungan dengan usia. Meski ada
yamg berhubungan dengan usia atau kondisi patologis, hati
memiliki regenerasi yang sangat besar dan kapasitas cadangan
yang memungkinkannya untuk mengimbangi hal tersebut, tanpa
berpengaruh signifikan terhadap fungsi pencernaan.
Fungsi pencernaan utuma penkreas adalah sekresi enzim
yang penting untuk menetralkan asam dalam chyme dan
menghancurkan lemak, protein, dan karbohidrat di usus halus.
Pankreas juga berfungsi sebagai kelenjar endokrin dan
memproduksi insulin dan glikogen, yang penting untuk
metabolisme gllukosa. Perubahan terkait penuaan di pankreas

14
antara lain penurunan berat, hiperplasia, duktus, vibrosis,lobus,
dan penurunan responsivitas sel B pankreas terhadap glukosa.
Perubahan ini tidak secara langsumg mempengaruhi funsi
pencernaan, namaun efek metabolisme glukosa dapat
meningkatkan kerentangan lansia untuk menderita diabetes tipe
2.
Perubahan terkait penuuan yang mempengaruhi kandung
mepedu dan saluran empedu meliputi sintetis asam empedu yang
berkurang, pelebaran saluran empedu yang umum, dan
meningkatan sekresi kolestokinin (hormon peptida yang
menyebabkan kontraksi kandung empoedu dan meningkatkan
sekresi getah pankreas). Perubahan terkait penuaan bisa
meningkatkan risiko lansia menderita kolesistitis (batu empedu).
2. Perubahan terkait penuaan dalam kebutuhan nutrisi lansia
Kebutuhan nutrisi dasar orang dewasa sehat menurut
kelompok usia spesifik telah ditetapkan oleh Dewan Makanan
dan Gizi, Institut Kedokteran, Akademik Ilmu Pengetahuan
Nasional, dan Kesehatan Kanada pada tahun 2001. Ketapan yang
diberi nama Referensi Asupan Diet atau Dietary Reference
Intake (DRI) tersebut merupakan revisi dari Recommended
Dietary Allowances (RDAs) yang telah dipakai sebagai standar
kebutuhan nutrisi sejak tahun 1941.
DRI yang meningkatkan seiring dengan penuaan antara lain
kalsium (1200 mg untuk mereka yang berusia 50 tahun ke atas)
dan vitamin D (400 dan 600 IU/hari untuk mereka yang berusia
51 sampai 70 tahun ke atas). DRI untuk zat besi menurun sampai
8 mg/hari pada wanita berusia 51 tahun ke atas sebagai akibat
menopause.
a. Kalori
Potensi penghasilan energi makanan diukur dalam satuan
kalori (kal). Kebutuhan kalori ditentukan oleh beberapa

15
faktor, termasuk tinggi badan, berat badan, jenis kelamin,
penyakit yang diderita, dan tingkat aktivitas fisik.
Penurunan asupan kalori ini membutuhkan peningkatan
proporsional dalam kualitas kalori (kepadatan nutrisi0
untuk memenuhi persyaratan gizi minimal.
b. Protein
Protein menyediakan komponen penting untuk
pertumbuhan jaringan baru dalam tubuh manusia.
Perubahan terkait penuaan, seperti menurunnya massa
tubuh dan jaringan otot serta berkurangnya plasma
albumin dan tingkat albumin total tubuh, dapat
mempengaruhi kebutuhan protein pada lansia.
c. Lemak
Fungsi utama lemak adalah membantu pengaturan suhu,
menjadi sumber energi cadangan, media penyerapan
vitamin yang larut dalam lemak, dan mengurangi sekresi
asam dan aktivitas otot perut. Lemak dikategorikan
menurut sumbernya. Lemak jenuh (hewani) diturunkan
dari hewan, sedangkan lemak tak jenuh (nabati)
ditemukan pada sayuran.
d. Karbohidrat dan Serat
Karbohidrat menyediakan sumber energi dan serat yang
esensial. Tanpa asupan karbohidrat yang cukup, tubuh
akan mendapatkan energi dari lemak dan protein, hal ini
bisa menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan
serum trigliserida serta penipisan air, elektrolit, dan asam
amino. Rata-rata harian asupan serat yang
direkomendasikan adalah 25 sampai 38 g/hari, baik bagi
wanita maupun pria dewasa (Slavin, 2008).
e. Air
Air sangat penting bagi semua kegiatan metabolisme dan
harus dikonsumsi dalam jumlah yang memadai untuk

16
kinerja fisiologis yang tepat. Fungsi air termasuk
mengatur suhu tubuh, menjaga lingkungan metabolik
yang sesuai, mengencerkan nutrisi yang larut dalam air,
dan memfasilitasi ekskresi ginjal dan usus.
2.2.3 Faktor Risiko yang Mempengaruhi Sistem Pencernaan
Beberapa gaya hidup yang salah, seperti membatasi asupan cairan
dan menghindari konsumsi buah segar, dapat mengganggu gizi dan
pencernaan pada lansia. Selain gaya hidup, beberapa penyakit tertentu
juga dapat menjadi faktor pemicu gangguan pencernaan pada lansia.
Lansia lebih rentan terkena gangguan pencernaan dikarenakan efek
kolektif dari faktor risiko dan perubahan terkait penuaan. Faktor
risikomempengaruhi setiap fase pencernaan dan penyerapan nutrisi, dan
hal ini signifikan mempengaruhi pola makan serta asupan gizi.
1. Kondisi Perawatan Kesehatan Mulut
Kesehatan mulut mempengaruhi status gizi karena
mempengaruhi proses mengunyah, makan, menelan, berbicara,
dan interaksi sosial. Perawatan gigi dan mulut yang tidak adekuat
adalah dua kondisi umum pada orang dewasa yang berpengaruh
pada proses makan dan penyerapan nutrisi. Beberapa faktor yang
berkontribusi tehadap buruknya perawatan gigi antara lain
pendapat rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya transportasi,
kurangnya asuransi gigi, biaya yang tinggi untuk layanan gigi,
masalah kesehatan yang lebih mendesak, dan tidak dapat diakses
layanan kesehatan karena jarak atau rintangan lingkungan lainnya.
2. Penurunan fungsional dan timbulnya penyakit
Timbulnya sebuah penyakit juga meningkatkan risiko
terjadinya gangguan pada penyerapan gizi dan pencernaan.
Kondisi patologis juga dapat mengganggu nafsu makan dan
kenikmatan makanan lansia.
3. Efek Konsumsi Obat-obatan
Konsumsi obat-obatan teetentu dapat membuat faktor risiko
gangguan pencernaan dan gangguan nutrisi melalui efeknya

17
terhadapa pencernaan. Obat dapat mempengaruhi nutrisi dengan
mengganggu penyerapan dan ekskresi nutrisi seperti berikut ini.
a. Antibiotik dapat mengubah flora usus dan merusak sintesis
nutrisi.
b. Obat dan vitamin yang memiliki struktur kimia sejenis dapat
bersaing dalam tubuh.
c. Beberapa obat mengikat ion tertentu dan membentuk senyawa
yang tidak dapat diserap.
d. Obat-obatan deuretik dapat mengganggu transportasi air,
sodium, glukosa, dan asam amino.
e. Suplemen gizi dan herbal juga bisa mempengaruhi nutrisi.

4. Faktor gaya hidup


Mengonsumsi alkohol dan merokok bisa mengubah status nutrisi
lansia dengan beberapa cara.
5. Faktor psikososial
Faktor psikososial cenderung mempengaruhi nafsu makan dan
pola makan lansia.
6. Faktor budaya dan sosial ekonomi
Latar belakang etnis, kepercayaan agama, dan faktor budaya
lainnya sangat mempengaruhi cara orang mendefinisikan,
memilih, mempersiapkan, dan makan-makanan dan minuman.
7. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan mempengaruhi kenikmatan makanan dan
kemampuan untuk medpatkan dan menyiapkan makanan tersebut.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gastritis
2.3.1 Definisi
Gastritis adalah peradangan lokal atau menyebar pada mukosa
lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa
dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Reeves, 2001).
Lambung adalah kantong otot yang kosong dan terletak di bagian kiri
atau perut tepat di bawah tulang iga. Lambung orang dewasa memiliki

18
panjang 10 inchi dan dapat mengembang untuk menampung makanan
dan minuman sebanyak 1 galon. Bila lambung dalam keadaan kosong,
maka ia akan melipat, mirip akordion. Ketika lambung mulai terisi
dan mengembang, liptan-lipatan tersebut secara bertahap akan
terbuka.
Lambung secara bertahap memproses dan menyimpan makanan
serta melepaskannya ke dalam usus kecil. Suatu komponen cairan
lambung adalah asam. Ia sangat korosif sehingga paku besi pun dapat
larut dalam cairan ini. Dinding lambung dilindungi oleh mukosa-
mukosa bicarbonate sehingga terhindar dari sifat korosif hidroklorida.
Fungsi dari lapisan pelindung lambung ini adalah agar cairan asam
dalam lambung tidak merusak dinding lambung.
Ketika terjadi proses gastritis, perjalanannya adalah sebagai
berikut; lambung terkena paparan baik oleh bakteri, obat-obatan
antinyeri yang berlebihan, infeksi bakteri atau virus, maka hal tersebut
akan merusak epitel-epitel sawar pada lambung. Ketika asam
berdifusi ke mukosa, dengan keadaan epitel-epitel sawar yang
dihancurkan tadi maka akan terjadi penghancuran sel mukosa. Sel
mukosa yang hancur ini mengakibatkan mukosa tidak berfungsi. Hal
ini mengakibatkan asam tidak bisa dikontrol sehingga terjadi
peningkatan asam hidroklorida di lambung. Asam yang mengenai
dinding lambung akan menimbulkan nyeri lambung karena di dinding
lambung muncul nyeri akut.
2.3.2 Pemeriksaan Penunjang
Bila pasien didiagnosis terkena gastritis, biasanya dilanjutkan
dengan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui secara jelas
penyebabnya. Pemeriksaan ini meliputi:
1. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodiH. Pylori
dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya,
tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi.

19
Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang
terjadi akibat perdarahan lambung akibat gastritis.
2. Pemeriksaan Pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah klien terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori atau tidak.
3. Pemeriksaan Feses
Tes ini untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori atau tidak. Tes
hasil yang positif mengindikasikan terjadinya infeksi. Dengan
hasil pemeriksaan seperti berikut: warna feses merah kehitam-
hitaman, bau sedikit amis, konsistensinya lembek tetapi ada juga
yang agak keras, terdapat lendir. Pemeriksaan juga dilakukan
terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya
perdarahan pada lambung.
4. Endoskopi Saluran Cerna bagian Atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran
cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat oleh sinar X. Tes ini
dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang
fleksibel atau melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus,
lambung, dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan lebih
dahulu diamati sebelum endoskopi dimasukkan untuk memastikan
pasien merasa nyaman dalam melakukan tes ini.
5. Rontgen Saluran Cerna
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau peyakit
percernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta meelan cairan
barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini
akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika
dirontgen.
2.3.3 Pelaksanaan Terapi
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebabnya. Berikut
beberapa pelaksanaannya.

20
1. Jika penyebabnya adalah infeksi oleh H. Pylori, maka diberikan
bismuth, antibiotik (misalnya amoxcilin dan clarithromycin) dan
obat anti-tukak.
2. Penderita gastritis karena stres akut banyak mengalami perubahan
(penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi. Akan
tetapi, sekitar 2% penderita gastritis karena stres akut mengalami
perdarahan yang sering berakibat fatal.
3. Penderita gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antacid.
Penderita sebaiknya dihindarkan dari obat tertentu (misalnya
aspirin atau obat anti peradangan nonsteroid lainnya) dan
makanan yang menyebabkan iritasi lambung.
4. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada
gastritis esinoflik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan
pembedahan.
5. Gatritis arofik tidak dapat disembuhkan, sebagian penderita harus
mendapatkan suntikan tambahan vitamin B 12.
6. Penderita meyner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian
atau seluruh lambung.
7. Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat antiulkus yang
menghalangi pelepasan asam lambung.
8. Pengaturan diet, yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah
sedikit tapi sering.
9. Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan
berlemak seperti sambal, makanan banyak bumbu, atau goreng-
gorengan.
10. Kedisiplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat
membantu pasien dengan gastritis.
2.3.4 Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat. Langkah ini meliputi pengkajian tentang
aktivitas/istirahat. Tanda-tanda yang dapat diamati adalah respon
klien terhadap kativitas yang dia lakukan. Apakah cukup responsif
dan gesit atau malah nampak lemah dan pasif.

21
2. Sirkulasi, meliputi gejala yang dapat dilihat dari warna kulit memucat,
nadi perifer lemah.
3. Integritas ego. Kajian ini meliputi hal-hal yang bersifat psikis seperti
stres akut dan perasaan tidak berdaya. Gejala yang ditimbulkan
berupa gelisah, wajah pucat, berkeringat, dan suara bergetar saat
berbicara.
4. Makana/ cairan
Gejala: anoreksia, mual, muntah, kecekukan, nyeri ulu hati, sendawa
bau asam, tidak berselera terhadap makanan, penurunan berat badan.
Tanda: Muntah dengan warna gelap seperti kopi atau malah
berwarna merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah. Kondisi ini
dibarengi dengan penurunan produksi mukosa, turgor kulit menurun,
dan berat jenis urin meningkat.
5. Neurosensori
Gejala: merasakan sakit dan pusing kepala serta tubuh terasa lemah.
Status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, dalam keadaan
sadar mengalami kebingungan. Berpotensi untuk pingsan cukup
sering dan bahkan sangat mungkin untuk koma (dengan bantuan
oksigen).
6. Nyeri
Gejala: terasa nyeri yang amat tajam disertai perforasi, rasa tidak
nyaman yang terasa samar-samar setelah makan banyak dan hilang
lagi dengan makanan. Nyeri epigastrium kiri sampai tengah/menyebar
ke punggung. Terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan
antasida.
7. Keamanan
Gejala: alergi terhadap obat
Tanda: peningkatan suhu tubuh, spiderangioma, eritmepalmar
(menunjukkan sirosis/ hipertensi pottal)
2.3.5 Diagnosa
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (perlukaan
mukosa gaster).

22
2. Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Hipertemi berhubungan dengan proses infeksi pada mukosa
lambung.
5. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah,
haematemesisi, melena.

23
2.3.6 Intervensi

Diagnosa NOC NIC


Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan: setelah dilakukan intervensi Domain: 1 Fisiologis Dasar
agen cedera biologi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Kelas : E Peningkatan kenyamanan fisik
Domain 12: Kenyamanan gangguan nyeri dapat teratasi dengan Kode : 1400
Kelas 1: Kenyamanan fisik kriteria hasil dibawah ini: Intervensi : Manajemen nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
Domain: Kondisi kesehatan (V) meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi,
Kelas :Status Gejala (V) frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri
Tingkat Nyeri (2102) dan faktor pencetus
Kriteria Hasil: b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
a. Nyeri yang dilaporkan dari skala 1 ketidaknyamanan terutama pada mereka yang
(berat) menjadi skala 4 (ringan). tidak dapat berkomunikasi secara efektif
b. Ekspresi nyeri wajahdari skala 1 (berat) c. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien
menjadi skala 4 (ringan). dilakukan dengan pemantauan yang ketat
c. Berkeringat berlebihan dari skala 1 d. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
(berat) menjadi skala 4 (ringan). mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
d. Kehilangan nafsu makan dari skala 1 penerimaan pasien terhadap nyeri
(berat) menjadi skala 4 (ringan). e. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
e. Frekuensi nafas, nadi dan TD dari skala penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
1 (berat) menjadi skala 4 (ringan). dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
f. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan ( misalnya suhu ruangan,
Pencahayaan, suara bising)
g. Ajarkan prinsip-prinsip Manajemen nyeri

24
Intoleran aktivitas berhubungan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi Domain 1 Fisiologi Dasar
dengan keletihan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan Kelas A Manajemen aktivitas dan latihan
Domain 4 aktivitas/istirahat tingkat ketidaknyamanan dapat teratasi Peningkatan latihan 0200
Kelas 4 respon kardiovasular/pulmonal dengan kriteria hasil sebagai berikut : a. Gali pengalaman individu sebelumnya
Domain V : Kondisi Kesehatan mengenai latihan (relaksasi)
Kelas : U Kualitas kesehatan & b. Gali hambatan untuk melakukan latihan
kehidupan (relaksasi)
Status kenyamanan fisik c. Dukung individu untuk memulai atau
a. Mual dari skala 1 (berat) menjadi skala melanjutkan latihan (relaksasi)
4 (ringan) d. Lakukan latihan bersama individu, jika
b. Cemas dari skala 1 (berat) menjadi diperlukan
skala 4 (ringan) e. Monitor kepatuhan individu terhadap program
c. Muntah dari skala 1 (berat) menjadi latihan (relaksasi)
skala 4 (ringan)
d. Tidak dapat beristirahat dari skala 1
(berat) menjadi skala 4 (ringan)

Ketidakseimbangan nutrisi kurang Tujuan: setelah dilakukan intervensi Domain 1 Fisiologi Dasar
dari kebutuhan tubuh keperawatan 2x24 jam diharapkan Kelas D Dukungan Nutrisi
Domain 2 Nutrisi ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi Pemberian makan 1050
Kelas 1 Makan dengan kriteria hasil sebagai berikut: a. Identifikasi diet yang dirasakan
Domain II Kesehatan Fisiologi b. Atur diet yang diperlukan (tinggi serat)
Kelas K pencernaan & nutrisi c. Hindari makanan yang mengandung asam pedas,
Status Nutrisi (1004) tinggi lemak jenuh dan gula dan juga gorengan.
Outcome d. Sediakan pereda nyeri yang adekuat sebelum
a. Asupan gizi dari skala 1 (sangat waktu makan, dengan tepat
menyimpang dari rentang normal) e. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
menjadi skala 4 (sedikit menyimpang) untuk memenuhi kebutuhan gizi
b. Asupan makanan dari skala 1 (sangat f. Konsul dengan ahli diet untuk menentukan
menyimpang dari rentang normal) kalori / kebutuhan nutrisi.

25
menjadi skala 4 (sedikit menyimpang)
c. Rasio BB atau TB dari skala 1 (sangat
menyimpang dari rentang normal)
menjadi skala 4 (sedikit menyimpang)
d. Hidrasi dari skala 1 (sangat
menyimpang dari rentang normal)
menjadi skala 4 (sedikit menyimpang)
e. Asupan cairan dari skala 1 (sangat
menyimpang dari rentang normal)
menjadi skala 4 (sedikit menyimpang)
Hipertemi berhubungan dengan Tujuan :Setelah dilakukan intevensi Domain 4 Keamanan
proses infeksi pada mukosa lambung keperawatan selama 12 jam, diharapkan Kelas V manajemen risiko
Domain 11 Keamanan/ Perlindungan Hipertermi dapat teratasi dengan kriteria Monitor tanda-tanda vital 6680
Kelas 6 Termogulasi hasil sebagai berikut : a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
Domain II : KesehatanFisiologi pernafasan.
Kelas : I Regulasi Metabolik b. Monitor tekanan darah setelah pasien minum
Tanda-tanda Vital obat jika memungkinkan
Kode :0802 c. Monitor irama dan tekanan jantung
Outcome : d. Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
a. Suhu tubuh dari skala 1 (deviasi berat e. identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
dari kisaran normal) menjadi skala 4 tanda-tanda vital
(deviasi ringan dari kisaran normal) f. Periksa secara berkala keakuratan instrument
b. Denyut nadi radial dari skala 1 (deviasi yang digunakan untuk perolehan data pasien.
berat dari kisaran normal) menjadi
skala 4 (deviasi ringan dari kisaran
normal)
c. Tingkat pernapasan dari skala 1
(deviasi berat dari kisaran normal)
menjadi skala 4 (deviasi ringan dari
kisaran normal)

26
d. Tekanan darah siastol dan diastole dari
skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) menjadi skala 4 (deviasi ringan
dari kisaran normal)

Risiko kekurangan volume cairan Tujuan :Setelah dilakukan intevensi Domain 3 perilaku
berhubungan dengan muntah, keperawatan selama 12 jam, diharapkan Kelas R bantuan koping
Domain 2 Nutrisi resiko kekurangan volume cairandapat Dukungan Spiritual 5420
Kelas 5 Hidrasi teratasi dengan kriteria hasil sebagai a. Pantau suhu dan TTV lainnya
berikut: b. Monitor warna kulit dan suhu
Domain IV: Pengetahuan tentang c. Monitor asupan dan keluaran, sadari perubahan
kesehatan & perilaku kehilangan cairan yang tak dirasakan
Kelas : TKontrol resiko keamanan d. Pastikan tanda lain dari infeksiyang terpantau
Kontrol Resiko Hipotermia(1922) e. Berikan obat cairan atau IV (mis: antipiretuk)
Outcome :
a. Mengenali faktor risiko hipertermia
dari skala 1 (tidak pernah
menunjukkan) menjadi skala 4 (sering
menunjukkan)
b. Mengetahui usia dengan suhu tubuh
dari skala 1 (tidak pernah
menunjukkan) menjadi skala 4 (sering
menunjukkan)
c. Mencegah aktifitas berlebihan untuk
mengurangi resiko dari skala 1 (tidak
pernah menunjukkan) menjadi skala 4
(sering menunjukkan)

27
b. Evaluasi
1. Terhadap Klien
a. Klien bebas dari rasa sakit.
b. Klien dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pengobatan baik
pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan.
c. Klien dapat mengekspresikan perasaannya (marah, sedih dan
kehilangan).
d. Klien dapat berkomunikasi dengan lingkungan, perawat dan
petugas panti yang lain.

28
BAB 3
APLIKASI TEORI
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

3.1. Kasus
Klien bernama Tn.A berumur 70 tahun, jenis kelamin perempuan, saat ini
klien tinggal di panti jompo Guna Budi Bakti Surabaya selama + 3 tahun
dengan diagnosa medis Gastritis, alasan Tn.A dibawa ke Panti Jompo karena
tidak ada lagi keluarga yang dapat merawat beliau. Dari hasil pengkajian
pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 13 Mei 2018, di peroleh data
dengan TD : 100/70 mmHg, RR : 20 x/ menit, N : 80 x/ menit dan S: 37ºC,
BB: 55 Kg, sesudah sakit BB turun 50 Kg, TB : 140 cm, keadaan rambut
bersih dan beruban dengan panjang ± 6 cm, mata klien menderita
katarak/klien tidak bisa melihat, keadaan telinga bersih, klien kurang peka
terhadap suara (pendengaran kurang baik), mulut, gigi dan bibir terlihat
bersih, keadaan dada simetris, klien mengatakan ada masalah pada
abdomennya, mengatakan sering mengalami serangan nyeri di ulu hati saat
bangun dari tidur, dalam satu tahun terakhir klien sering mengeluhkan
penyakit gastroenteritis, dimana klien sering mengeluh sakit perut, tidak
nafsu makan. Faktor pencetusnya ialah gastritis, upaya yang dilakukan ialah
mengkonsumsi obat-obatan dari dokter. Keadaan kulit kering/keriput, klien
tidak dapat melakukan aktivitas yang berat karena klien tidak bisa melihat
lagi dan harus dibantu dengan perawat atau temannya. Pasien menyatakan
lemah, konsentrasi menurun, mudah gelisah dan mengeluh pusing saat
bangun. Tn.Amenyatakan cemas akan penyakitnya takut Menjadi lebih buruk
karena beliau merasa sendiri tanpa keluarga.

3.2. Asuhan Keperawatan Lansia


1. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
a. Nama : Tn”A”
b. Umur : 70 Tahun

29
c. Jenis kelamin : Laki-Laki
d. Alamat : Jl. Bunderan
e. Status : Kawin
f. Agama : Islam
g. Suku : Jawa
h. Pendidikan : SMP
i. Keluarga yang dapat dihubungi :-
j. Riwayat pekerjaan kelurga : Petani
II. STATUS KESEHATAN SAAT INI
1. Nutrisi : Pola Nutrisi makan 3 x/hari, nafsu makan
½ porsi dari 1 porsi yang disediakan, dengan diet rendah gula.
Klien tidak suka makanan yang lembek/bubur, klien tidak alergi
terhadap makanan, klien sering mengeluh tentang makanan.
2. Cairan elektrolit : pasien minum 300cc
3. Aktivitas : keletihan sepanjang hari, pasien terbaring
di panti Jompo.
4. Keluhan Utama : nyeri ulu hati saat bangun tidur, klien
sering mengeluh sakit perut, tidak nafsu makan.
5. Riwayat Penyakit Sekarang:
klien mengatakan ada masalah pada abdomennya, mengatakan
sering mengalami serangan nyeri di ulu hati saat bangun dari
tidur, keadaan kulit kering/keriput, klien tidak dapat melakukan
aktivitas yang berat karena klien tidak bisa melihat lagi dan harus
dibantu dengan perawat atau temannya. Pasien menyatakan
lemah, konsentrasi menurun, mudah gelisah dan mengeluh pusing
saat bangun. Tn.A menyatakan cemas akan penyakitnya takut
Menjadi lebih buruk karena beliau merasa sendiri tanpa keluarga.
Konjungtiva anemis, kesadaran composmentis, klien tampak
pucat dan lemah. Akral teraba dingin, CRT >3 detik.
6. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien juga pernah merasakan nyeri di ulu hati saat beraktivitas,
7. Riwayat kesehatan keluarga

30
Tn.A mengatakan dikeluarganya tidak ada yang mempunyai
riwayat sakit jantung tetapi ibunya mempunyai riwayat DM dan
Hipertensi.
III. STATUS FISIOLOGIS
1. Tanda-tanda vital klien
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 37ºC
RR : 20 x/menit
BB : 50 kg.
2. Tinjauan Sistem
a. Keadaan umum: keadaan Tn.A tampak lemah dan pucat, BB
50Kg
b. Integumen: kulit pucat, akral dingin, CRT >3 dtk
c. Kepala: Bentuk bulat, tidak ada benjolan, keadaan rambut
bersih tidak ada ketombe, rambut warna putih.
d. Mata: bentuk tampak simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak
icterus, pupil isokor, penglihatan kabur, mata klien menderita
katarak/klien tidak bisa melihat.
e. Hidung: bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada peradangan,
tidak ada secret pada hidung, tidak ada nyeri tekan, indra
penciuman masih baik.
f. Mulut dan Tenggorokan: Kebersihan mulut baik, tidak ada
caries, gigi tidak lengkap, tidak ada gangguan menelan,
mukosa mulut tampak kering.
g. Telinga: Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak tampak
serumen, tidak ada peradangan, tidak nyeri tekan pada bagian
belakng telinga (mastoideus), tidak ada benjolan klien kurang
peka terhadap suara (pendengaran kurang baik).
h. Leher: Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, tidak ada luka,
tidak ada bendungan vena jugularis, klien mengeluh leher
bagian belakang, terasa berat (kaku kuduk).

31
i. Abdomen: Bentuk simetris, tidak ada oedema, nyeri saat di
tekan dibagian ulu hati.
j. Genetalia: Tidak terkaji
k. Sistem pernafasan
Paru: simetris kanan dan kiri, pergerakan dada mengikuti irama
pernapasan, bentuk dada normal terdengar ronchi, RR 20/mnt.
l. System kardiovaskler
Jantung: irama jantung; Disritmia, Frekuensi jantung;
takikardia N: 80x/mnt, TD: 100/70 mmHg, bunyi jantung S1
dan S2 terdengar pelan, bunyi jantung terdengar murmur
sistolik dan diastolic.
m. Sistem Gastrintestinal
I: Simetris, tidak ada bekas luka
A: Bising usus 8x/mnt
P: nyeri tekan +
P: Timpani
n. Sistem perkemihan
Klien mengatakan biasanya BAK dikamar mandi, klien BAK
5x sehari 400ml/hari, ngompol (-)
o. Sistem genitoreproduksi
Tidak terkaji
p. Sistem musculoskeletal
Klien kurang seimbang saat berjalan, kemampuan
menggenggam lemah, tidak ada kelainan tulang.
q. Sistem saraf
Nervus I (Olfactorius): Tn.A dapat membedakan bau dari
minyak kayu putih danminyak wangi/parfum.
Nervus II (Opticus): Tn.S sudah tidak dapat melihat jauh
tulisan, orang dan benda-benda yang kecil, Tn.A menggunakan
bantuan kacamata
Nervus III, IV, V(Oculomotoris, Trochlearis, Abdusen)

32
Nervus V (Trigeminus): Sensasi sensorik kulit wajah klien
baik, dapat merasakangoresan kapas pada pipi kanan.
Nervus VII (Facialis): Tn.A dapat, menggerakan alis dan
mengerutkan dahi.
Nervus VIII (Vestibulococlear): fungsi keseimbangan kurang
baik.
Nervus IX, X (Galsoprahingeus, vagus): reflek menelan baik
Nervus XI (Accesorius): Tn.A dapat menggerakkan kedua
bahunya dan menggerakkankepalanya.
Nervus XII : Tn.A dapat berbicara dengan jelas dan lidah
berfungsi baik.
r. Sistem endokrin: klien mengatakan tidak menderita kencing
manis. Palpasi: tidak ada pembesarankelenjar thyroid.
IV. PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL & SPIRITUAL
A. PSIKOSOSIAL
1) Hubungan antar keluarga: Tn.A selama sakit di jaga Perawat
dan petugas panti jompo
2) Hubungan dengan orang lain: Tn.Aklien banyak
menghabiskan waktu dengan duduk-duduk di depan kamarnya
sambil bercerita dengan teman, klien tidak mempunyai
kebiasaan merokok dan meminum minuman keras.
B. Identifikasi masalah emosional
1) Apakah pasien mengalami susah tidur? Ya, pasien hanya tidur
3-4 jam/hari
2) Apakah pasien merasa cemas? ya
3) Apakah pasien sering murung atau menangis sendiri? tidak
4) Apakah pasien sering was-was atau khawatir? Ya
C. Spiritual
Tn.A mengatakan saat masih sehat selalu menjalankan ibadah
sholat 5 waktu. Selama sakit Tn.A merasa lemah saat beribadah
karena kondisi sakitnya.

33
V. PENGKAJIAN FUNGSIONAL/ INDEKS KATS

No Kegiatan Dapat Tidak dapat


melakukan melakukan
1. Makan √
2. Kontinen √
3. Berpindah √
4. Ke kamar kecil √
5. Berpakaian √
6. Mandi √

Status fungsional Tn.Aberada di Tingkat C yaitu dengan kemandirian


dalam semua hal, kecuali Mandi dan satu fungsi tambahan (kekamar
kecil)

VI. STATUS KOGNITIF / AFEKTIF (STATUS MENTAL)


1. Short Portable Mental Status Questionnaire ( SPMSQ )

No. Pertanyaan : Jawaban Jawaban Benar Salah


benar Pasien
1. Tanggal berapa hari ini? 13 Mei2018 Tahun 2018 √
(Hari, bulan, tahun)
2. Hari apa sekarang ? Mingggu Jumat √

3. Apa nama tempat ini ? panti jompo Panti √


Guna Budi Jompo
Bakti
Surabaya
4. Dimana alamat anda ? Jl. Bunderan √
Bunderan
5. Berapa umur anda ? 70 70 √
6. Kapan anda lahir ? 12 juni lupa √
1948
7. Siapa presiden Indonesia ? Jokowidodo Jokowidodo √
8. Siapa presiden Indonesia SBY Soeharto √
sebelumnya ?
9. Siapa nama kecil ibu Sri Murti Sri √
anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan 20,17, 20, 17, 14, √
kurangi 3 dari masing 14,11,8,5, 2 tidak tau
masing hasil sampai habis
Jumlah 6 4

Interpretasi :

34
a. Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
b. Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
c. Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
d. Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat

Dari hasil Portable Mental Status Questionare (SPMSQ) di dapatkan hasil 6 benar
dan 4 salah ini menunjukkan bahwa fungsi intelektual Tn.A mengalami kerusakan
ringan.

35
2. MMSE (Mini Mental State Exam)

No Aspek Nilai Nilai Petrtanyaan Jawaban Benar Jawaban Pasien


Kognitif maksimal Klien
1 Orientasi 5 3 1. Tahun 1. 2018 1. 2018
2. Musim 2. Kemarau 2. Hujan
3. Tanggal 3. 13 3. 13
4. Hari 4. Minggu 4. Minggu
5. Bulan 5. Mei 5. Tidak tau
Apa sekarang?
2 Orientasi 5 5 Dimana kita: 1. Indonesia 1. Indonesia
1. Negara Bagian 2. Jawa Timur 2. Jawa Timur
2. Wilayah 3. Surabaya 3. Surabaya
3. Kota 4. Panti Jompo 4. Panti
4. Panti Jompo 5. Lantai 1 5. Lantai 1
5. Lantai
3 Registrasi 3 3 Nama tiga objek 1. Kertas 1. Meja
(satu detik tiap objek) Minta 2. Meja 2. Pen
klien mengulangi 3 objek 3. Bulpoin 3. Kertas
setelah perawat
menyebutkannya.
4 Perhatian 5 5 Kata “MERAH” minta klien HAREM HAREM
dan untuk melakukan ejaan
kalkulasi huruf dari belakang
5 Mengingat 3 1 Minta untuk mengulang 1. Kertas 1. Pen
nama ketiga objek yang 2. Meja 2. -
telah disebutkan di atas. 3. Bulpoin 3. -
Berikan satu poin untuk

36
setiap kebenaran
6 Bahasa 2 2 Perhatikan sebatang pensil 1. Pintu 1. Pintu
serta jam tangan, dan minta 2. Pensil 2. Pensil
klien untuk menamai kedua
objek tersebut.
(tunjukkan kepada klien
pensil dan tanyakan kepada
klien apakah ini? ulangi
untuk pensil)
7 Bahasa 1 0 Ulangi hal berikut: ”tidak ada” ”tidak ada”
”tidak ada” ”dan” ”dan”
”dan” ”atau tetapi” -
”atau tetapi”
8 Bahasa 3 3 Ikuti perintah 3 langkah: 1. mengambil secarik 1. mengambil secarik
1. Ambil secarik kertas kertas dengan tangan kertas dengan tangan
dengan tangan anda anda 2. melipat menjadi 2
2. Lipat menjadi 2 2. melipat menjadi 2 3. meletakkan taruh di
3. Dan taruh di lantai 3. meletakkan taruh di meja
meja
9 Bahasa 1 1 Baca dan ikuti perintah ini Pasien menutup mata Pasien menutup mata
(perlihatkan bahan bahan dengan kedua tangannya
tertulis)
“Tutup mata Anda”
1 1 Tuliskan satu kalimat Nama anak saya Andi Nama anak saya Andi
1 0 Menyalin gambar (poligin
kompleks)
Total nilai 30 24

37
Dari hasilMMSE (Mini Mental Status Exam)di dapatkan hasil 24 ini menunjukkan bahwah Tn”A” mengalami gangguan kognitif sedang.
Interpretasi hasil :
24 – 30 : tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : gangguan kognitif sedang
0 - 17 : gangguan kognitif berat
Dari hasilMMSE (Mini Mental Status Exam)di dapatkan hasil 24ini menunjukkan bahwah Tn”A” tidak ada gangguan kognitif.

38
VII. PENGKAJIAN STATUS KOGNITIF / AEKTIF (STATUS
MENTAL) KUISIONER INVENTARIS DEPRESI BECK
A. Kesedihan
3 = Saya sangat sedih/ tidak bahagia dimana saya tidak dapat
menghadapinya
2 = Saya galau/ sedih sepanjang waktu dan tidak dapt keluar
darinya
1= Saya merasa Sedih atau galau
0 = Saya tidak merasa sedih
B. Pesimisme
3 = Saya merasa bahwa masa depan adalah sia sia dan sesuatu
tidak dapat membaik

2 = Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang


ke depan

1 = saya merasa berkecil hati mengenai masa depan


0 = Saya tidak begitu pesimis atau kecil hati tentang masa
depan
C. Rasa Kegagalan
3 = Saya merasa benar benar gagal sebagai seseorang (orang
tua, suami,istri)
2 = Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat
saya lihat hanya kegagalan
1= saya merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 = Saya tidak merasa gagal
D. Ketidakpuasan
3 = Saya tidak puas dengan segalanya
1 = Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 = Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0= Saya tidak merasa tidak puas

39
E. Rasa bersalah
3 =Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tidak
berharga
2 = Saya merasa sangat bersalah

1= Saya merasa buruk atau tidak berharga sebagai bagian


dari waktu yang baik
0 = Saya tidak merasa benar-benar bersalah

F. Tidak menyukai diri Sendiri


3 = Saya benci diri sendiri
2 = Saya muak dengan diri sendiri
1 = Saya tidak suka dengan diri sendiri
0 = Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G. Membahayakan diri Sendiri


3 = Saya akan membunuh diri sendiri jika saya mempunyai
kesempatan
2 = Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri

1= Saya merasa lebih mati

0 = Saya tidak mempunyai pikiran mengenai membahayakan


diri sendiri

H. Menarik diri dari social


3 = Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain
dan tidak peduli pada mereka semua
2 =Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain
dan mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 = Saya kurang berminat pada orang lain daripada sebelumnya

0 =Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

40
I. Keraguan
3 = Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 = Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat
keputusan
1 = Saya berusaha mengambil keputusan
0 = Saya membuat keputusan yang baik

J. Perubahan gambaran diri


3 = Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2= Saya merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam
penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik
1 = Saya kuatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 = Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada
sebelumnya

K. Kesulitan kerja

3= Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali

2 = Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk


melakukan sesuatu
1= ini memerlukan upaya tambahan untuk mulai melakukan
sesuatu
0 = Saya dapat bekerja kira – kira sebaik sebelumnya

L. Keletihan
3 = Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 = Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 = Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 = Saya tidak lebih lelah dari biasanya
M. Anoreksia
3 = Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali

41
2 = Nafsu makan saya sangat memburuk sekarang

1 = Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya

0 = Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya

Penilaian:
0-4 Depresi tidak ada atau minimal
5-7 Depresi Ringan
8-15 depresi sedang
> 16 Depresi berat
Total skor penilaian depresi Tn.A adalah 15 dengan keterangan
depresi sedang.
VIII. LAIN-LAIN
-

42
2. Analisa Data

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


1. DS Peradangan Nyeri
Pasien mengatakan sering lambung
mengalami serangan nyeri di
ulu hati saat bangun dari
tidurPaliatif (penyebab) :
peradangan
Quality (quality): seperti
ditusuk
Region (penyebaran):
abdomen ulu hati
Severity (skala): 6
Time (waktu timbul): kronis

DO:
Pasien tampak lemah
Akral dingin
Pasien tampat pucat dan
lemah
TTV:
TD : 100/70 mmHg
N : 80 x/menit
S : 37ºC
RR : 20 x/menit
2. DS: Faktor biologis Ketidakseimbangan
a. klien sering mengeluh (gastritis) nutrisi
sakit perut, tidak nafsu
makan.
DO:
a. BB sebelum: 55kg
BB saat sakit: 50kg

3. DS: Tirah baring Intoleran aktivitas


a. Pasien menyatakan
lemah, konsentrasi
menurun, mudah gelisah
dan mengeluh pusing saat
bangun.
b. Tn.A menyatakan cemas
akan penyakitnya takut
Menjadi lebih buruk
karena beliau merasa
sendiri tanpa keluarga.
DO:

43
a. Keadaan kulit
kering/keriput, klien tidak
dapat melakukan aktivitas
yang berat karena klien
tidak bisa melihat lagi dan
harus dibantu dengan
perawat atau temannya.
b. Konjungtiva anemis
c. Akral dingin
d. Pasien tampat pucat dan
lemah

3. DIAGNOSA KESEHATAN

NO DIAGNOSA
1. Nyeri berhubungan dengan gangguan Peradangan
lambung(00133)
Domain 12
Kelas 1 kenyamanan fisik
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Domain 2 Nutrisi
Kelas 1 Makan
3. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan tirah baring (00092)
Domain 4
Kelas 4 respon kardiovaskuler/ pulmonal Kelas 2 respon koping

44
4. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan (NOC) Rencana Tindakan (NIC)


Dx
1. Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan Monitor tanda-tanda vital 6680
selama 2x24 jam diharapkan gangguan nyeri dapat a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan status
teratasi dengan kriteria hasil dibawah ini: pernafasan.
b. Monitor tekanan darah setelah pasien minum obat
Domain: Kondisi kesehatan (V) jika memungkinkan
Kelas : Status Gejala (V) c. Monitor irama dan tekanan jantung
Tingkat Nyeri (2102) d. Monitor warna kulit, suhu dan kelembapan
Kriteria Hasil: e. identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
a. Nyeri yang dilaporkan dari skala 1 (berat) tanda-tanda vital
menjadi skala 4 (ringan). f. Periksa secara berkala keakuratan instrument yang
b. Ekspresi nyeri wajah dari skala 1 (berat) menjadi digunakan untuk perolehan data pasien.
skala 4 (ringan). Intervensi : Manajemen nyeri
c. Berkeringat berlebihan dari skala 1 (berat) a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang
menjadi skala 4 (ringan). meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
d. Kehilangan nafsu makan dari skala 1 (berat) kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
menjadi skala 4 (ringan). pencetus
Frekuensi nafas, nadi dan TD dari skala 1 (berat) b. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai
menjadi skala 4 (ringan). ketidaknyamanan terutama pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi secara efektif
c. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan
dengan pemantauan yang ketat
d. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
mengetahui pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap nyeri

45
2. Tujuan: setelah dilakukan intervensi keperawatan Domain 1 Fisiologi Dasar
2x24 jam diharapkan ketidakseimbangan nutrisi Kelas D Dukungan Nutrisi
dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut: Pemberian makan 1050
Domain II Kesehatan Fisiologi a. Identifikasi diet yang dirasakan
Kelas K pencernaan & nutrisi b. Atur diet yang diperlukan (tinggi serat)
Status Nutrisi (1004) c. Hindari makanan yang mengandung asam pedas,
Outcome tinggi lemak jenuh dan gula dan juga gorengan.
a. Asupan gizi dari skala 1 (sangat menyimpang dari d. Sediakan pereda nyeri yang adekuat sebelum waktu
rentang normal) menjadi skala 4 (sedikit makan, dengan tepat
menyimpang) e. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan untuk
b. Asupan makanan dari skala 1 (sangat memenuhi kebutuhan gizi
menyimpang dari rentang normal) menjadi skala f. Konsul dengan ahli diet untuk menentukan kalori /
4 (sedikit menyimpang) kebutuhan nutrisi.
c. Rasio BB atau TB dari skala 1 (sangat
menyimpang dari rentang normal) menjadi skala
4 (sedikit menyimpang)
d. Hidrasi dari skala 1 (sangat menyimpang dari
rentang normal) menjadi skala 4 (sedikit
menyimpang)
e. Asupan cairan dari skala 1 (sangat menyimpang
dari rentang normal) menjadi skala 4 (sedikit
menyimpang)
3. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan Domain 1 Fisiologi Dasar
selama 1x24 jam, diharapkan tingkat Kelas A Manajemen aktivitas dan latihan
ketidaknyamanan dapat teratasi dengan kriteria hasil Peningkatan latihan 0200
sebagai berikut : a. Gali pengalaman individu sebelumnya mengenai
Domain V : Kondisi Kesehatan latihan (relaksasi)

46
Kelas : U Kualitas kesehatan & kehidupan b. Gali hambatan untuk melakukan latihan (relaksasi)
Status kenyamanan fisik c. Dukung individu untuk memulai atau melanjutkan
a. Mual dari skala 1 (berat) menjadi skala 4 latihan (relaksasi)
(ringan) d. Lakukan latihan bersama individu, jika diperlukan
b. Cemas dari skala 1 (berat) menjadi skala 4 e. Monitor kepatuhan individu terhadap program latihan
(ringan) (relaksasi)
c. Muntah dari skala 1 (berat) menjadi skala 4
(ringan)
d. Tidak dapat beristirahat dari skala 1 (berat)
menjadi skala 4 (ringan)

47
5. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Tanggal/Jam No. Dx IMPLEMENTASI

13-05- 2018 1 1. Melakukan observasi keluhan nyeri pasien


2. Mengobservasi adanya petunjuk non verbal
mengenai ketidaknyamanan.
09.00 3. Melihat ekspresi wajah nyeri klien untuk
menentukan skala nyeri
4. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada
pasien untuk mengurangi nyeri
5. Menganjurkan klien untuk beristirahat
Hasil: Paliatif (penyebab) : infeksi lambung
Quality (quality): seperti ditusuk-tusuk
Region (penyebaran): ulu hati
Severity (skala): 5
Time (waktu timbul): kronis
6. Memastikan perawatan analgesic bagi pasien
diberikan secara efektif.
Hasil: dokter meresepkan antipiretik untuk
menurunkan tingkat nyeri

7. Mengajarkan prinsip manajemen nyeri.


Dengan metode latihan relaksasi
Hasil : pasien kooperatif

Monitor TTV
a. Observasi tanda-tanda vital secara rutin.
TD : 110/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36ºC
RR : 20 x/menit
BB : 50 kg.

b. Mengevaluasi perubahan tekanan darah.


Sebelum- TD : 100/70 mmHg
Setelah- TD : 110/90 mmHg
13-05- 2018 2 1. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit
demisedikit dengan porsi kecil namun sering.
2. Memberikan makanan yang lunak dan
07.00 makanan yang di sukai pasien/di gemari
nasi tim
3. Menimbang BB pasien setiap hari dan pantau
turgor kulit,mukosa bibir dll
R: mukosa bibir kering pucat
BB: 50kg

48
14-05-2018 3 1. Melihat sejauh mana klien dapat melakukan
aktivitas.
08.00
R: pasien hanya terbaring di tempat tidur karena
taidak mampu menahan ras anyerinya
2. Memberikan lingkungan yang tenang.
R: Menyiapkan tempat tidur yang jauh dari
keramaian dan dekat dengan ruang petugas
kesehatan panti.
3. Memberikan bantuan dalam aktivitas berjalan
dan ke kamar kecil
4. Meningkatkan tirah baring duduk dan
memberikan obat sesuai dengan indikasidokter
Monitor TTV
a. Observasi tanda-tanda vital secara rutin.
TD : 110/90 mmHg
N : 80 x/menit
S : 36ºC
RR : 20 x/menit
BB : 50 kg.

49
1. EVALUASI

Hari/Tgl/jam No Dx Evauasi Paraf

Selasa 1 S: Klien mengatakannyeri


pada bagianuluhatinya
15-05-2018
sudahmulai berkurang,
10.00 klien mengatakan senang
karena sudah diajarkan teknik
relaksasi
O: a. Klie tidak lagi
meringis kesakitan
b. Skala nyeri 1-3,
jenis nyeri ringan
A: Gangguan rasa
nyaman nyeri mulai
teratasi
P: Intervensidilanjutkan oleh
perawat ruangan

15-05-2018 S: klien mengatakan


nafsu makan mulai
10.30
bertambah
O: Diet yang dissediakan
hanya bersisa sedikit
A: Kebutuhan nutrisi
mulai terpenuhi
P: intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan

15-05-2018 S : Klien mengatakan


tubuhnya masih
11.00
lemah
O : Aktivitas ringan
dapat dilakukan
sendiri seperti
makan
A : Aktivitas klien sehari
hari mulai terpeuhi
P : Intervensidilanjutkan oleh
perawat ruangan.

50
BAB 4
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan mukosa dan
submukosa lambung dan secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya
infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut.
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari
beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada
lambung. Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh
bakteri yang sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di
lambung yaitu Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti trauma
fisik dan pemakaian secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit
dapat juga menyebabkan gastritis. Walaupun banyak kondisi yang dapat
menyebabkan gastritis, gejala dan tanda – tanda penyakit ini sama antara satu
dengan yang lainnya
4.2 Saran
Diharapkan kita dapat menjaga lambung kita dari makanan dan minuman
yang masuk ke tubuh agar tidak terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori.
Penyebab yang lain yang dapat menimbulkan gastritis adalah stres fisik, bila
stres meningkat maka produksi HCL (asam lambung) yang mengakibatkan
pH dalam lambung menjadi asam sehingga dapat merusak lapisan lambung,
oleh karena itu disarankan untuk tidak menyepelekan stres tersebut.
Dengan penjabaran mengenai pencegahan gastritis, diharapkan kita lebih
berhati-hati terhadap makanan maupun faktor lain yang menyebabkan resiko
infeksi pada lapisan lambung.

51
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, M. Gloria, dkk. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).


Singapore: Elsevier
Doengoes, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untukPerencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
PenerbitBuku Kedokteran EGC.
Moorhead. Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Singapore:
Elsevier
Ratnawati, Emmilia. 2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press
Stanley, Mickey; Beare, G. Patricia. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi
2. Jakarta: EGC
Tamher, S Noorkasiani. 2011. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Herdman, T.Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta: Kedokteran
EGC

52

Anda mungkin juga menyukai