Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DEMENSIA

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas


Stase Keperawatan Gerontik

Di susun oleh :

NUR AZIZAH HIDAYAH YUSUF


14420202179

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020/2021
A. KONSEP MEDIS
1. Konsep Keperawatan Gerontik dan Teori Menua
Lanjut usia adalah kelompok usia yang berusia 60 tahun keatas (hardiwonoto
& setiabudi, 1998 ;8) Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti atau mempertahankan fungsi
normalmya secara perlahan lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang terjadi . Oleh karena itu, dalam tubuh akan menumpuk
makin banyak distorsi metabolic dan structural disebut penyakit degenerative yang
menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Kholifah,
2016).
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah sesuatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur angsur
mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh, seperti didalam
undang-undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan bahwa pelaksanaan
pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila dan Undang-undang dasar 1945, telah menghasilkan kondisi
social masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup semakin meningkat,
sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah. Banyak diantara lanjut usia yang masih
produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan social lanjut usia pada hakikatnya
merupakan pelestarian nilai nilai keagamaan dan budaya bangsa (Kholifah, 2016).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan suatu proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui 3 tahapan
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Sunaryo, 2016).
2. Batasan Lansia
a. WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia lanjutan (Elderly) antara usia 60-74 tahun
2) Usia tua (old) 75-90 tahun
3) Usia sangat tua (Very old) adalah usia >90 tahun
b. Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi 3 kategori
yaitu :
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas,
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.

3. Ciri-ciri lansia
Ciri-ciri lansia menurut (Sunaryo, 2016) adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Misalnya
lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia
dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosial masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran
dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar
keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya masyarakat
tidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan
konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk.
Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk
pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk
pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan
memiliki harga diri yang rendah.

4. Perkembangan lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di
dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan
istilah tahap akhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi
tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana
pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehingga tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap penurunan).
Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk tubuh,
jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional. Pada manusia,
penuaan dihubungkan denganperubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan kemampuan
regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma
dan kesakitan dibandingkan dengan orang dewasa lain. Untuk menjelaskan penurunan
pada tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori, namun para ahli pada umumnya
sepakat bahwa proses ini lebih banyak ditemukan pada faktor genetic (Kholifah,
2016).
Dalam (Kholifah, 2016) menjelaskan bahwa lansia mengalami perubahan
dalam kehidupannya sehingga menimbulkan beberapa masalah. Permasalahan
tersebut diantaranya yaitu :
a. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering terjadi
radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra pengelihatan
yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta daya tahan tubuh
yang menurun, sehingga seringsakit.
b. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk bersosialisasi
dengan masyarakat di sekitar.
c. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa ingin
berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian lansia kepada
keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah apabila ada sesuatu
yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering stres akibat masalah ekonomi
yang kurang terpenuhi.
d. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah kesulitan untuk
menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun, merasa kurang tenang
ketika mengetahui anggota keluarganya belum mengerjakan ibadah, dan merasa
gelisah ketika menemui permasalahan hidup yang cukup serius.

5. Mitos-mitos penuaan
Menurut Miller, 1995 dalam (Sunaryo, 2016) ada beberapa mitos tentang
penuaan. Pertama mitos kedamaian dan ketenangan. Orang usia lanjut seharusnya
dapat santai menikmati hasil kerja dan jeripayahnya pada usia muda serta dewasanya.
Badai dan berbagai guncangan kehidupan seakan sudah dilewatinya. Namun, dalam
kenyataan ternyata terjadi hal hal yang sebaliknya, seperti lansia penuh dengan stress
karena kemiskinan dan berbagai keluhan serta penderitaan karena penyakit. Kedua
mitos konservatisme dan kemunduran pandangan. Lansia pada umumnya konservatif,
tidak kreatif, menolak inovasi, berorientasi ke masa silam, ketinggalan zaman,
merindukan masa lalu, kembali ke masa anak anak, susah berubah, keras kepala, dan
bawel. Akan tetapi dalam kenyataan tidak semua lansia bersifat dan berprilaku
demikian. Sebahian tetap tegar berpandangan ke depan dan inovatif serta kreatif.
Ketiga, mitos berpenyakitan. Lansia dipandang sebagai masa degenerative biologis
yang disertai oleh berbagai penderita akibat berbagai proses penyakit. Dalam
kenyataannya, memang proses menua disertai dengan menurunnya daya tahan tubuh
serta metabolisme sehingga rawan terhadap penyakit. Akan tetapi sekarang banyak
penyakit yang dapat di kontrol dan di obati. Keempat mitos senantiasa lansia
dipandang sebagai masa dimensial (pikun), yang disebabkan oleh kerusakan bagian
tertentu dari otak. Alan tetapi dalam kenyataannya tidak semua lanjut usia yang
mengalami proses penuaan disertai kerusakan pada otak. Mereka masih tetap sehat
segar dan banyak cara untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan daya ingat.
Kelima mitos ketidakproduktifan. Lansia dipandang sebagai usia yang tidak
produktif, padahal masih banyak lansia yang memiliki kematangan dan produktifitas
mental dan materiall yang tinggi.
6. Tipologi manusia lanjut usia
Terdapat bermacam-macam tipologi manusia lanjut usia, ada tipe mandiri, tipe
tidak pus, tipe pasrah, dan tipe bingung. Pertama, pada lansia tipe mandiri mereka
mengganti kegiatan kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam
mencari pekerjaan, teman pergaulan, serta memenuhi undangan. Kedua lansia tipe
tidak puas cenderung memiliki konflik lahir batin, menentang proses penuaan yang
mneyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kekuasaan, status, teman
yang di sayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani,
dan pengkritik. Ketiga lansia tipe pasrah cenderung menerima dan menunggu nasib
baik, mempunyai konsep habis gelap terbitlah terang, mengikuti kegiatan beribadah,
ringan kaki, pekerjaan apa saja yang dilakukan. Keempat lansia tipe bingung
cenderung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,
menyesal, pasif, acuh tak acuh (Sunaryo, 2016).

B. Konsep Penyakit
1. Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan yang melibatkan defisit kognitif multiple, meliputi
kerusakan memori. Demensia primer adalah gangguan degenerative yang
progresif, ireversibel, dan tidak dapat dihubungkan dengan kondisi lain. Tipe
dasar adalah demensia tipe Alzheimer dan demensia vaskuler (dulunya multi
infark). Demensia sekunder juga permanen dan menyertai banyak gangguan,
seperti infeksi (AIDS, meningitis kronik, sifilis), gangguan degenerative (penyakit
Parkinson), trauma kepala, tumor otak, kondisi inflamasi, toksin, dan gangguan
metabolic (Nettina, 2019)
Demensia adalah hilangnya fungsi kognitif (berpikir, mengingat, dan bernalar)
dan kemampuan perilaku sedemikian rupa sehingga mengganggu kehidupan dan
aktivitas sehari-hari seseorang. Fungsi tersebut meliputi memori, keterampilan
bahasa, persepsi visual, pemecahan masalah, manajemen diri, dan kemampuan
untuk fokus dan memperhatikan. Beberapa penderita demensia tidak dapat
mengendalikan emosi mereka, dan kepribadian mereka dapat berubah. Tingkat
keparahan demensia berkisar dari tahap yang paling ringan, saat itu baru mulai
memengaruhi fungsi seseorang, hingga tahap yang paling parah, ketika orang
tersebut harus bergantung sepenuhnya pada orang lain untuk kegiatan dasar
kehidupan (National Institute of Aging, 2017)
Demensia adalah sindrom (biasanya bersifat kronis atau progresif) di mana
terjadi penurunan fungsi kognitif (yaitu kemampuan untuk memproses pikiran)
melebihi apa yang diharapkan dari penuaan normal. Ini mempengaruhi memori,
pemikiran, orientasi, pemahaman, perhitungan, kapasitas belajar, bahasa, dan
penilaian. Kesadaran tidak terpengaruh. Gangguan fungsi kognitif biasanya
disertai, dan kadang-kadang didahului, oleh penurunan kontrol emosional,
perilaku sosial, atau motivasi (WHO, 2020)

2. Etiologi
a. Penyakit Alzheimer : Ini adalah penyebab paling umum dari demensia. Pada
penyakit Alzheimer, protein abnormal mengelilingi sel-sel otak dan protein
lain merusak struktur internalnya. Belakangan, hubungan kimiawi antara sel-
sel otak terputus dan sel-sel mulai mati. Masalah dengan ingatan sehari-hari
sering kali menjadi hal pertama yang harus diperhatikan, tetapi gejala lain
mungkin termasuk kesulitan menemukan kata yang tepat, memecahkan
masalah, membuat keputusan, atau memahami sesuatu dalam tiga dimensi
(NHS UK, 2021)
b. Demensia vascular : Jika suplai oksigen ke otak berkurang karena
penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah, beberapa sel otak menjadi
rusak atau mati. Inilah yang terjadi pada demensia vaskular. Gejalanya bisa
terjadi secara tiba-tiba, setelah satu serangan stroke besar. Atau mereka bisa
berkembang seiring waktu, karena serangkaian pukulan kecil. Demensia
vaskular juga dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang pembuluh
darah kecil jauh di dalam otak, yang dikenal sebagai demensia vaskular
subkortikal. Gejala demensia vaskular bervariasi dan mungkin tumpang
tindih dengan gejala penyakit Alzheimer. Banyak orang mengalami
kesulitan dengan pemecahan masalah atau perencanaan, berpikir cepat dan
berkonsentrasi. Mereka mungkin juga mengalami periode singkat ketika
mereka menjadi sangat bingung (N. Kalaria, 2018)
c. Demensia campuran : Ini terjadi ketika seseorang menderita lebih dari satu
jenis demensia, dan gejala campuran dari jenis tersebut. Sangat umum bagi
seseorang untuk menderita penyakit Alzheimer dan demensia vaskular
bersamaan (NHS UK, 2021)
d. Demensia dengan badan Lewy : Jenis demensia ini melibatkan struktur
abnormal kecil (badan Lewy) yang terbentuk di dalam sel otak. Mereka
mengganggu kimiawi otak dan menyebabkan kematian sel-sel otak. Gejala
awal dapat mencakup kewaspadaan yang bervariasi sepanjang hari,
halusinasi, dan kesulitan menilai jarak. Daya ingat seseorang sehari-hari
biasanya kurang terpengaruh dibandingkan pada tahap awal penyakit
Alzheimer. Demensia dengan badan Lewy terkait erat dengan penyakit
Parkinson dan seringkali memiliki beberapa gejala yang sama, termasuk
kesulitan bergerak (NHS UK, 2021)
e. Demensia frontotemporal (termasuk penyakit Pick) : Pada demensia
frontotemporal, bagian depan dan samping otak rusak. Gumpalan protein
abnormal terbentuk di dalam sel otak, menyebabkannya mati. Pada awalnya,
perubahan kepribadian dan perilaku mungkin merupakan tanda yang paling
jelas. Bergantung pada area otak mana yang rusak, orang tersebut mungkin
mengalami kesulitan berbicara dengan lancar atau lupa arti kata-katanya
(NHS UK, 2021)
3. Patofisiologi
Demensia disebabkan oleh kerusakan sel-sel otak. Kerusakan ini mengganggu
kemampuan sel otak untuk berkomunikasi satu sama lain. Ketika sel-sel otak tidak
dapat berkomunikasi secara normal, pemikiran, perilaku, dan perasaan dapat
terpengaruh. Otak memiliki banyak wilayah berbeda, yang masing-masing
bertanggung jawab atas fungsi yang berbeda (misalnya, ingatan, penilaian, dan
gerakan). Ketika sel-sel di daerah tertentu mengalami kerusakan, daerah itu tidak
dapat menjalankan fungsinya secara normal.
Berbagai jenis demensia dikaitkan dengan jenis kerusakan sel otak tertentu di
wilayah otak tertentu. Misalnya, pada penyakit Alzheimer, tingginya tingkat
protein tertentu di dalam dan di luar sel otak membuat sel otak sulit untuk tetap
sehat dan berkomunikasi satu sama lain. Wilayah otak yang disebut hipokampus
adalah pusat pembelajaran dan memori di otak, dan sel-sel otak di wilayah ini
sering kali menjadi yang pertama mengalami kerusakan. Itulah mengapa
kehilangan ingatan seringkali menjadi salah satu gejala awal Alzheimer.
4. Manifestasi klinis
Demensia memengaruhi setiap orang dengan cara yang berbeda, bergantung
pada dampak penyakit dan kepribadian orang tersebut sebelum jatuh sakit. Tanda
dan gejala yang terkait dengan demensia dapat dipahami dalam tiga tahap (WHO,
2020)
a. Tahap awal : tahap awal demensia sering terlewatkan, karena onsetnya
bertahap. Gejala umum termasuk:
1) kelupaan
2) lupa waktu
3) tersesat di tempat yang sudah dikenal.
b. Stadium tengah: saat demensia berlanjut ke stadium tengah, tanda dan gejala
menjadi lebih jelas dan lebih membatasi. Ini termasuk:
1) menjadi pelupa peristiwa baru-baru ini dan nama orang-orang
2) tersesat di rumah
3) mengalami kesulitan komunikasi yang semakin meningkat
4) membutuhkan bantuan dengan perawatan pribadi
5) mengalami perubahan perilaku, termasuk mengembara dan bertanya
berulang-ulang.
c. Tahap akhir: tahap akhir demensia adalah salah satu dari ketergantungan dan
ketidakaktifan yang hampir total. Gangguan ingatan serius dan tanda serta
gejala fisik menjadi lebih jelas. Gejalanya meliputi:
1) menjadi tidak sadar akan waktu dan tempat
2) mengalami kesulitan mengenali kerabat dan teman
3) memiliki kebutuhan yang meningkat untuk perawatan diri terbantu
4) mengalami kesulitan berjalan
5) mengalami perubahan perilaku yang mungkin meningkat dan termasuk
agresi.
5. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis demensia cukup sulit dilakukan karena gejalanya mirip dengan
penyakit lain. Oleh karena itu, dokter perlu melakukan serangkaian pemeriksaan
untuk memastikan penyebabnya.
Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien
untuk mengetahui seberapa besar gejala tersebut memengaruhi aktivitas sehari-
hari. Dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan pasien serta keluarga untuk
mengetahui apakah ada riwayat demensia dalam keluarga (Willy, 2019). Setelah
itu, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan yang meliputi:
a. Pemeriksaan saraf : Pemeriksaan saraf dilakukan untuk menilai kekuatan
otot serta melihat refleks tubuh.
b. Pemeriksaan mental : Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan metode
mini-mental state examination (MMSE), yaitu serangkaian pertanyaan
yang akan diberikan nilai oleh dokter untuk mengukur seberapa besar
gangguan kognitif yang dialami.
c. Tes fungsi luhur : Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir
seseorang, misalnya dengan meminta pasien berhitung mundur dari angka
100 atau menggambar jarum jam untuk menunjukan waktu tertentu.
Pemeriksaan lainnya juga perlu dilakukan bila ada penyakit lain yang
menimbulkan gejala demensia, seperti stroke, tumor otak, atau gangguan tiroid.
Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Pencitraan otak dengan CT scan, MRI, atau PET scan.
b. Pemeriksaan listrik otak dengan EEG.
c. Pemeriksaan darah.
6. Penatalaksanaan medis
Pengobatan demensia bertujuan untuk membantu penderita beradaptasi dengan
kondisinya, menghambat gejala yang muncul, dan menghindari komplikasi.
Berikut adalah prosedur yang dapat digunakan sebagai pengobatan untuk
demensia:
a. Terapi khusus
Terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk menangani gejala dan
perilaku yang muncul akibat demensia, yaitu:
1) Terapi stimulasi kognitif
Terapi ini bertujuan untuk merangsang daya ingat, kemampuan
memecahkan masalah, serta kemampuan berbahasa, dengan melakukan
kegiatan kelompok atau olahraga (NHS, 2020)
2) Terapi okupasi
Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan penderita cara melakukan
aktivitas sehari-hari dengan aman sesuai kondisinya, serta mengajarkan
cara mengontrol emosi dalam menghadapi perkembangan gejala.
3) Terapi ingatan
Terapi ini berguna untuk membantu penderita mengingat riwayat
hidupnya, seperti kampung halaman, masa sekolah, pekerjaan, hingga
hobi.
4) Rehabilitasi kognitif
Terapi ini bertujuan untuk melatih bagian otak yang tidak berfungsi,
menggunakan bagian otak yang masih sehat. Teknik ini melibatkan
bekerja dengan profesional terlatih, seperti terapis okupasi, dan kerabat
atau teman untuk mencapai tujuan pribadi, seperti belajar menggunakan
ponsel atau tugas sehari-hari lainnya (NHS, 2020)
b. Dukungan Keluarga
Selain terapi-terapi di atas, untuk menjaga kualitas hidup penderita
demensia, diperlukan dukungan dari keluarga atau kerabat (Willy, 2019).
Dukungan atau bantuan tersebut dapat meliputi:
1) Berkomunikasi dengan penderita menggunakan kalimat yang singkat dan
mudah dimengerti, disertai dengan gerakan, isyarat dan kontak mata.
2) Melakukan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan, keseimbangan,
dan kesehatan jantung bersama penderita.
3) Melakukan aktivitas menyenangkan bersama penderita, seperti
memasak, berkebun, melukis, atau bermain musik.
4) Menciptakan kebiasaan sebelum tidur untuk penderita, seperti tidak
menonton televisi dan menghidupkan lampu rumah.
5) Membuat agenda atau kalender sebagai alat bantu mengingat acara dan
aktivitas yang harus dilakukan penderita, serta jadwal pengobatan.
6) Membuat perencanaan pengobatan selanjutnya bersama penderita, untuk
menentukan pengobatan apa yang harus dijalaninya.
c. Obat-obatan
Beberapa jenis obat yang biasa digunakan untuk mengatasi gejala demensia
adalah acetylcholinesterase inhibitors, memantine, antiansietas, antipsikotik,
dan antidepresan.
d. Operasi
Demensia dapat ditangani dengan operasi jika disebabkan oleh tumor otak,
cedera otak, atau hidrosefalus. Tindakan operasi dapat membantu
memulihkan gejala jika belum terjadi kerusakan permanen pada otak (Willy,
2019).
C. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
INFORMASI UMUM
a. Inisial Klien :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Alamat :
e. Tanggal Pengkajian :
f. Diagnosa medik :
g. Penampilan :
PERSEPSI DAN HARAPAN
a. Pasien
b. Keluarga
Petunjuk Pengisian:
1) Tanyakan persepsi pasien tenang kondisi saat ini dan harapan pasien
saat ini : Contoh Komunikasi
“Bagaimana perasaan ibu/bapak rasakan saat ini”
“Apa yang bapak/ibu pikirkan saat ini”
“Coba ceritakan harapan bapak/ibu saat ini”
2) Tanyakan apa yang dirasakan pasien saat ini
3) Tanyakan persepsi keluarga tentang kondisi pasien dan harapan pasien
4) Tanyakan apa yang dirasakan keluarga saat ini terkait dengan keadaan
pasien
STATUS MENTAL
a. Emosi
b. Konsep Diri
c. Pola Interaksi
d. Gaya Komunikasi
Petunjuk Pengisian
1) Amati emosi pasien apakah sedih, mudah marah, mudah tersinggung,
deprsi dan lain-lain
2) Tanyakan mengenai penilaian pasien terhadap diri sendiri
3) Tanyakan gambaran diri pasien terkait dengan kondisi saat ini
4) Tanyakan apakah kondisi saat ini mengganggu peran pasien sebagai orang
tua/suami/istri atau anak (tergantung status pasien)
5) Amati interaksi pasien selama pengkajian/selama dirawat di RS dengan
keluarga, atau petugas kesehatan lain atau dengan teman satu bangsal atau
sesama pasien
6) Apakah ada perubahan yang terjadi dalam berinteraksi dengan orang lain
7) Jika ada tanyakan apa yang menjadi penyebab perubahan tersebut
8) Amati gaya komunikasi pasien apakah mendominasi, tidak peduli atau
pasif
9) Amati respons non verbal pasien pada saat berkomunikasi
10) Amati respons verbal saat berkomunikasi
LATAR BELAKANG STATUS SOSIAL BUDAYA
a. Pekerjaan ...................................................................................
b. Hubungan Sosial ...................................................................................
c. Sosio-budaya ...................................................................................
d. Gaya Hidup ...................................................................................
RIWAYAT KELUARGA
a. Genogram
b. Masalah Keluarga dan Krisis
c. Interaksi dalam Keluarga
PENGKAJIAN FISIK
a. Riwayat Penyakit
b. Kebiasaan yang Berhubungan dengan Status Kesehatan
c. Merokok
d. Alkohol/Obat-obatan
e. Istirahat dan Tidur
f. Nutrisi
g. Eleminasi
h. Orientasi
i. Tingkat Aktivitas
j. Tingkat Energi
2. Diagnosis Keperawatan
a. Defisist perawatan diri berhubungan dengan adanya gangguan psikologis (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
b. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
c. Konfusi kronik berhubungan dengan perubahan struktur/ fungsi jaringan otak
d. Resiko perilaku kekerasan berhubungan dengan kerusakan kognitif
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya hambatan
psikologis
3. Intervensi Keperawatan
Dianosa Tujuan Dan Criteria Hasil Intervensi Keperawatan
Defisist perawatan Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri (Tim
diri berhubungan keperawatan 3x24 jam Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
dengan adanya diharapkan deficit perawatan Observasi :
gangguan psikologis diri dapat teratasi 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
perawatan diri sesuai
2. Monitor tingkat kemandirian
3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
kebersihan diri, berpakaian,
berhias dan makan
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan yang
terapeutik (mis, Susana hangat,
rileks, privasi)
2. Siapkan keperluan pribadi (mis,
parfum, sikat gigi, dan sabun
mandi)
3. Damping dalam melkukan
perawatan diri sampai mandi
4. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
5. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan
perawatan diri
6. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri
Edukasi :
1. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
kemampuan
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi (Tim Pokja SIKI
nutrisi berhubungan keperawatan 3x24 jam DPP PPNI, 2018)
dengan faktor diharapkan Obsevasi
psikologis ketidakseimbangan nutrisi 1. Identifikasi status nutrisi
dapat teratasi 2. Identifikasi alergi dan
inteloransi makanan
3. Identifikasi makanan yang
disukai
4. Identifikasi kebutuha kalori
dan jenis nutria
5. Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk, bila
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan, jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu

Konfusi kronik Setelah dilakukan tindakan Manajemen demensia (Tim Pokja


berhubungan keperawatan 3x24 jam SIKI DPP PPNI, 2018)
dengan perubahan diharapkan konfusi kronik Observasi :
struktur/ fungsi dapat teratasi 1. Identifikasi riwayat fisik,
jaringan otak social, psikologis dan
kebiasaan
2. Identifikasi pola aktivitas (mis,
tidur, minum obat, eliminasi,
asupan oral, perawatan diri)
Terapeutik :
1. Sediakan lingkungan aman,
nyaman, konsisten, dan rendah
stimulus (mis. Music tenang,
dekorasi sederhana,
pencahayaan memadai, makan
dengan pasien lain)
2. Orientasikan waktu, tempat
dan orang
3. Gunakan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
4. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan
dan mengevaluasi perawatan
5. Fasilitasi perawatan dengan
symbol-simbol (mis. Dekorasi,
papan penunjuk, foto diberi
nama, huruf besar)
6. Libatkan kegiatan individu
atau kelompok sesuai
kemampuan kognitif dan minat
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak
istirahat
2. Ajarkan keluarga cara
perawatan demensia
Resiko perilaku Setelah dilakukan tindakan Pencegahan perilaku kekerasan
kekerasan keperawatan 3x24 jam (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
berhubungan diharapkan perilaku kekerasan Observasi :
dengan kerusakan resiko dapat teratasi 1. Monitor adanya benda yang
kognitif berpotensi membahayakan
(mis. Benda tajam, tali)
2. Monitor keamanan barang
yang dibawa oleh pengunjung
3. Monitor selama penggunaan
barang yang dapat
membahayakan(mis. Pisau
cukur)
Terapeutik :
1. Pertahankan lingkungan bebas
dari bahaya secara rutin
2. Libatkan keluarga dalam
perawatan
Edukasi :
1. Anjurkan pengunjung dan
keluarga untuk mendukung
keselamatan pasien
2. Latih cara mengungkapkan
perasaan secara asertif
3. Latih mengurangi kemarahan
secara verbal dan nonverbal

Gangguan Setelah dilakukan tindakan Manajemen demensia (Tim Pokja


komunikasi verbal keperawatan 3x24 jam SIKI DPP PPNI, 2018)
berhubungan diharapkan gangguan Observasi :
dengan adanya komunikasi verbal dapat 1. Identifikasi riwayat fisik,
hambatan psikologis teratasi social, psikologis dan
kebiasaan
2. Identifikasi pola aktivitas (mis,
tidur, minum obat, eliminasi,
asupan oral, perawatan diri)
Terapuetik :
1. Sediakan lingkungan aman,
nyaman, konsisten, dan rendah
stimulus (mis. Music tenang,
dekorasi sederhana,
pencahayaan memadai, makan
dengan pasien lain)
2. Orientasikan waktu, tempat
dan orang
3. Gunakan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
4. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan
dan mengevaluasi perawatan
5. Fasilitasi perawatan dengan
symbol-simbol (mis. Dekorasi,
papan penunjuk, foto diberi
nama, huruf besar)
6. Libatkan kegiatan individu
atau kelompok sesuai
kemampuan kognitif dan minat
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak
istirahat
2. Ajarkan keluarga cara
perawatan demensia
1. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Menurut Nursalam (2013) adapun sebagai berikut: Implementasi adalah
pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang pesifik. Tahap
Implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukan
padanursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor -faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan. pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping perencanaan asuhan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam implementasi keperawatan. Selama tahap implementasi,
perawat melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan klien.
2. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yangmenandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi,dan
implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan
DAFTAR PUSTAKA

N. Kalaria, R. (2018). The pathology and pathophysiology of vascular dementia. Elsevier,


134, 226–239. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.neuropharm.2017.12.030
National Institute of Aging. (2017). Basics of Alzheimer’s Disease and Dementia What Is
Dementia? Symptoms, Types, and Diagnosis. U.S. Depertement of Health & Human
Services. https://www.nia.nih.gov/health/what-dementia-symptoms-types-and-diagnosis
Nettina, S. M. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan Edisi Bahasa Indonesia (A. Hany
(ed.)). EGC.
NHS. (2020). What are the treatments for dementia? Dementia guide. National Health
Service. https://www.nhs.uk/conditions/dementia/treatment/
NHS UK. (2021). Causes of Dementia, Dementia Guide. National Health Service.
https://www.nhs.uk/conditions/dementia/causes/
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.).
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
WHO. (2020). Fact Sheets of Dementia. World Health Organization.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/dementia
Willy, T. (2019). Demensia. Alodokter.Com. https://www.alodokter.com/demensia

Anda mungkin juga menyukai