Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KELUARGA DENGAN PENYAKIT DM

DISUSUN OLEH :
NUR AZIZAH HIDAYAH YUSUF
14420202179

CI INSTITUSI

(…………………………)

PROGAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Keperawatan Keluarga Secara Umum

1. Definisi keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,


kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Keluarga
adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga
karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. (Diah ayuh,
2019).

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :


a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik
d. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota

2. Struktur keluarga
a. Patrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur
ayah
b. Matrilineal : keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah
dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur
garis ibu
c. Matrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah ibu
d. Patrilokal : sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami
e. Keluarga kawinan : hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi
bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

3. Ciri-ciri struktur keluarga


a. Terorganisasi : saling berhubungan, saling ketergantungan antara
anggota keluarga
b. Ada keterbatasan : setiap anggota memiliki kebebasan, tetapi mereka
juga mempunyai keterbatasan dalam mejalankan fungsi dan tugasnya
masing-masing
c. Ada perbedaan dan kekhususan : setiap anggota keluarga
mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.

4. Macam-macam struktur/tipe/bentuk keluarga.


a. Tradisional
 The nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak.
 The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup
bersama dalam satu rumah
 Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak
sudah memisahkan diri
 The childless family
Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk
mendapatkan anak terlambat waktunya, yang disebabkan karena
mengejar karir/pendidikan yang terjadi pada wanita
 The extended family (keluarga luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama
dalam satu rumah seperti nuclear family disertai : paman, tante,
orang tua (kakak-nenek), keponakan, dll)
 The single-parent family (keluarga duda/janda)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan
anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian
dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
 Commuter family
Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu
kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja
diluar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir
pekan (week-end)
 Multigenerational family
Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang
tinggal bersama dalam satu rumah
 Kin-network family
Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling
berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama. Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi,
telpon, dll)
 Blended family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah
kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya
 The single adult living alone / single-adult family
Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri
karena pilihannya atau perpisahan (separasi), seperti : perceraian
atau ditinggal mati.
5. Tahap-Tahap Kehidupan / Perkembangan Keluarga
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya
secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola
yang sama (Rodgers cit Friedman, 2006:
a. Pasangan baru (keluarga baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki
dan perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang
sah dan meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing :
 Membina hubungan intim yang memuaskan
 Membina hubungan dengan keluarga lain, teman,
kelompok sosial
 Mendiskusikan rencana memiliki anak
b. Keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan
samapi kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak
pertama berusia 30 bulan :
 Persiapan menjadi orang tua
 Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran,
interaksi, hubungan sexual dan kegiatan keluarga
 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan
pasangan
c. Keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun :
 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan
tempat tinggal, privasi dan rasa aman
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara
kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.
B. Konsep Medis Diabetes Mellitus
1. Defenisi

Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas


tidak memproduksi cukup insulin atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon
yang diproduksi oleh pancreas yang berfungsi untuk mengatur penggunaan
glukosa sehingga glukosa dapat diubah menjadi energi dan membantu
mengontrol kadar gula darah (glukosa) dalam darah (WHO, 2020).
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein yang disebabkan oleh karena kehilangan sel-sel yang
memproduksi insulin di pankreas atau penurunan sensitivitas jaringan
terhadap insulin yang menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah
(Kassahun & Mekonen, 2017).
Diabetes adalah didefinisikan sebagai kondisi ketidakstabilan
glikemik, yang memiliki efek mengubah metabolisme lipid, protein dan
karbohidrat yang menyebabkan disfungsi sekresi insulin (Vicente et al.,
2020).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis dengan gangguan
fungsi kelenjar pankreas yang melepaskan hormon insulin. Pankreas
berperan dalam mengangkut gula dalam darah ke otot jaringan untuk suplai
energi (Martina & Adisasmita, 2019). 
2. Klasifikasi

Terdapat beberapa jenis dari DM dan berikut adalah penjelasan


klasifikasi DM sebagai berikut :
a. DM tipe 1 adalah gangguan kronis metabolisme, ditandai dengan
defisiensi produksi yang lengkap dari hormon insulin, yang dihasilkan
dari kerusakan sel-sel beta pankreas, biasanya disebabkan oleh reaksi
autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta penghasil
insulin pancreas (Ying et al., 2020). 
b. DM tipe 2 adalah suatu kondisi kronis di mana tubuh tidak dapat
membuat atau menggunakan insulin dengan benar, dapat menyebabkan
komplikasi yang melemahkan jika tidak ditangani dengan tepat atau jika
tidak ditangani. Penyebab DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan kelebihan
berat badan dan obesitas, bertambahnya usia serta riwayat keluarga
(Valencia & Dols, 2021).
c. Gestational diabetes melitus (GDM) didefinisikan sebagai intoleransi
karbohidrat yang berkembang selama kehamilan, biasanya selama
trimester kedua atau ketiga kehamilan. Wanita dengan GDM memiliki
peningkatan risiko terkena diabetes (terutama diabetes tipe 2) di
kemudian hari. Insiden GDM meningkat dengan faktor risiko yang sama
terlihat untuk diabetes tipe 2 seperti obesitas, gaya hidup menetap, dan
peningkatan usia reproduksi wanita (Hromadnikova et al., 2020).
3. Etiologi
a. Diabetes milletus tipe 1
1) Faktor genetic
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, bukan ditularkan.
2) Faktor imunologi
Dalam diabetes tipe ini ditemukan adanya suatu respon autoimun. Respon
ini merupakan respon abnormal karena antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah olah sebagai jaringan asing.
(Awadalla et al., 2017)
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
1) Usia resistensi cenderung meningkat diusia 65 tahun
2) Obesitas/Overweight dikaitkan dengan gangguan metabolisme
intraseluler pada transpor sinyal pemanfaatan glukosa dan
peningkatan lipolisis yang kemudian menimbulkan resistensi insulin
dan hiperglikemia (Harbuwono et al., 2020).
3) Kurang olahrag dan pola makan tidak sehat
4) Riwayat keluarga dengan diabetes.
(Arambewela et al., 2018)
4. Patofisiologi

Menurut Wijaya & Putri (2013), patofisiologi diabetes melitus yaitu


sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan
salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: berkurangnya
pemakaian glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan naiknya
konsentrasi glukosa darah setinggi 200-1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi
lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya
metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolesterol pada
dinding pembuluh darah dan akibat dari berkurangnya protein dalam
jaringan tubuh. Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang
ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160-180 mg/100 ml), akan
timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida,
potasium, dan pospat. Adanya poliuri 10 menyebabkan dehidrasi dan timbul
polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan
mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah asstenia aatau
kekurangan energi sehingga protein menjadi cepat lelah dan mengantuk
yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hipergikemia yang
lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan
perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa yang normal, atau toleransi glukosa sesudah
makan karbohidrat, jika hiperglikemia parah dan melebihi ambang ginjal,
maka timbul glukosoria. Glukosoria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan mengeluarkan kemih (poliuria) harus
testimulasi, akibatnya pasien akan minum dalam jumlah banyak karena
glukosa hilang bersama kemih, maka pasien mengalami keseimbangan
kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar
(polifagia) timbul sebagai akibat kehilangan kalori.
5. Manifestasi klinik
a. Poliuria
b. Polidipsia
c. Polifagia
d. Penurunan/penambahan BB
e. Penglihatan buram
f. Luka yang sukar sembuh

(Hafeez et al., 2018)


6. Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut
1) Ketoasidosis Diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi diabetes akut yang ditandai dengan
hiperglikemia (≥250 mg / dL), peningkatan kadar keton darah, dan
asidosis metabolik, biasanya dengan anion gap (AG) yang tinggi (Lee
et al., 2019).
2) Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SSH)
Hiperosmolar hyperglycaemic state (HHS) merupakan komplikasi akut
utama pada pasien dengan DM. Pemicu umum untuk HHS termasuk
kepatuhan pengobatan yang buruk, fluktuasi glukosa darah atau
respons stress. SSH adalah peningkatan glukosa darah yang sangat
tinggi (600-1200 mg/dl) tanpa adanya tanda dan gejala asidosis (Hu &
Lin, 2018).
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu komplikasi umum berikut
penggunaan glukosa. Hipoglikemia terutama berasal dari
suplai glukosa yang tidak adekuat untuk mengkompensasi
penurunan glukosa darah yang diinduksi oleh insulin eksogen
Hipoglikemia adalah turunnya kadar glukosa darah < 70 atau ≤40 mg /
dl (Coca et al., 2017).
b. Komplikasi metabolik kronik
1) Mikroangiopati
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik adalah komplikasi mikrovaskuler umum yang
menyebabkan kehilangan penglihatan (Egunsola et al., 2021).
b) Neuropati diabetik (DN)
DN adalah salah satu komplikasi diabetes yang paling umum ,
mencakup kerangka kerja sindrom klinis dan subklinis yang luas
dan heterogen dan ditandai dengan hilangnya serabut saraf secara
progresif yang mempengaruhi kedua divisi utama sistem saraf tepi,
somatik dan otonom. DN melibatkan kondisi multifaktorial dan
berbagai proses dalam patogenesisnya, seperti gangguan
metabolisme, lesi autoimun, inflamasi, defisiensi pertumbuhan
pembuluh darah dan saraf (Brinati et al., 2017).
c) Luka diabetic
Luka diabetic adalah salah satu jenis komplikasi dari diabetes melitus,
jika dibiarkan tidak diobati ulkus diabetic akan menjadi kronik.
Perawatan luka diabetic menggunakan metode balutan modern
selama 1 bulan dengan jumlah pengobatan sebanyak 10 kali dapat
mempercepat proses penyembuhan luka diabetes (Sudarman et al.,
2020).
2) Makroangiopati
a) Penyakit kardiovaskuler
Kadar glukosa yang tinggi pada seseorang dengan DM akan
mengakibatkan stres oksidatif, glikasi protein vaskular,
abnormalitas trombosit dan koagulasi yang pada akhirnya
mengakibatkan disfungsi endotel dan beresiko langsung terhadap
bebagai penyakit kardiovaskuler seperti angina, infark miokard
(serangan jantung), stroke, penyakit arteri perifer dan gagal
jantung.
(Didangelos et al., 2018)
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar gula glukosa
1) Gula darah sewaktu/random <110mg/dl
2) Gula darah puasa/nuchter <110 mg/dl
3) Gula darah 2 jam PP (post prandial) <140mg/dl
(Harbuwono et al., 2020)
b. Pemeriksaan HbA1c banyak digunakan untuk pemantauan
terapeutik pada pasien diabetes karena mencerminkan kadar
glukosa dalam dua sampai tiga bulan sebelumnya. Sedangkan
pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan saat diperiksa, dan tidak
menggambarkan pengendalian jangka Panjang (Krabbe et al., 2017).
Dikatakan diabetes jika hasil HbA1c adalah ≥ 6,1% (43 mmol / mol)
(Burgess et al., 2016).
8. Penatalaksanaan
a. Olah raga/latihan fisik yang rutin menyebabkan sel akan terlatih dan
lebih sensitif terhadap insulin sehingga asupan glukosa yang dibawa
glukosa transporter ke dalam sel meningkat. Aktivitas fisik yang
dilakukan bila ingin mendapatkan hasil yang baik harus memenuhi syarat
yaitu minimal 3 sampai 4 kali dalam seminggu serta dalam kurun waktu
minimal 30 menit dalam sekali beraktivitas. Tidak harus aktivitas yang
berat cukup dengan berjalan kaki di pagi hari sambil menikmati
pemandangan selama 30 menit atau lebih sudah termasuk dalam kriteria
aktivitas fisik yang baik. Aktivitas fisik ini harus dilakukan secara rutin
agar kadar gula darah juga tetap dalam batas normal (Azitha et al., 2018).
b. Edukasi merupakan dasar utama untuk pengobatan dan pencegahan
DM yang sempurna. Pengetahuan yang minim tentang DM akan lebih
cepat menjurus ke arah timbulnya komplikasi dan hal ini merupakan
beban bagi keluarga dan masyarakat. Tingkat pengetahuan yang rendah
akan dapat mempengaruhi pola makan yang salah sehingga
menyebabkan kegemukan, yang akhirnya mengakibatkan kenaikan
kadar glukosa darah (Novyanda & Hadiyani, 2017).
c. Diet diabetes mellitus merupakan cara yang dilakukan oleh penderita
diabetes untuk merasa nyaman, mencegah komplikasi yang lebih berat,
serta memperbaiki kebiasaan makan untuk mendapatkan kontrol
metabolisme yang lebih baik dengan cara menurunkan kadar gula
darah mendekati normal dengan menyeimbangkan asupan makanan,
insulin/obat penurun glukosa oral dan aktivitas fisik, menurunkan
glukosa dalam urine menjadi negatif dan mengurangi polidipsi (sering
kencing), memberikan cukup energi untuk mempertahankan atau
mencapai berat badan normal serta menegakkan pilar utama dalam
terapi diabetes mellitus sehingga diabetisi dapat melakukan aktivitas
secara normal (Novyanda & Hadiyani, 2017).
d. Farmakologi
1) Pemberian terapi oral yang berdasarkan kerjanya dibagi lima golongan
yaitu
a) Pemacu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan
glinid
Sulfonilurea mempunyai efek utama memacu sekresi insulin oleh sel
beta pancreas. Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama
dengan sulfonylurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post
prandial.
b) Peningkatkan sensitivitas terhadap insulin : Metformin dan
Tiazolidindion (TZD)
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis) dan memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus
DMT2.
Tiazolidindion (TZD) merupakan agonis dari peroxisome proliferator
activated receptor gamma (PPAR -), suatu reseptor inti termasuk
disel otot, lemak dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan jumlah protein pengangkut
glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa diperifer. Obat ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung karena dapat
memperberat edema/retensi cairan. Obat yang masuk dalam
golongan ini adalah pioglitazone.
(Black & Hawks, 2016)
c) Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat ini bekerja dengan menurunkan kadar glukosa darah dengan
mengurangi reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal di ginjal dan
dengan demikian mengeluarkan glukosa dalam urin. Obat yang
termasuk golongan ini antara lain : canagliflozin, empagliflozin,
dapagliflozin, ipragliflozin. (Rehman & Rahman, 2020).
2) Pemberian obat suntik
a) Insulin adalah obat anti diabetes mellitus yang bekerja dengan
onset yang cepat. Apabila terjadi kesalahan pada dosis maka akan
terjadi dua kemungkinan. Apabila terjadi kelebihan dosis maka
pasien akan langsung mengalami kondisi hipoglikemik yang
membahayakan dan apabila terjadi kekurangan dosis maka kadar
gula dalam darah tetap akan bertahan pada level yang tinggi.
Pengetahuan mengenai waktu penggunaan insulin juga wajib
dimiliki oleh pasien. Insulin digunakan lima belas menit sebelum
makan dengan tujuan untuk menurunkan kadar glikemik darah
yang akan mencapai puncak segera setelah selesai makan (Alfian,
2016)
9. Pathway
DMT1 DMT2

Reaksi autoimun Usia, Obesitas, genetic,


kurang olahraga dan pola
makan tidak sehat
Sel ß pancreas
hancur
Jumlah sel ß
pancreas menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Glycosuria Glikogen Anabolisme


meningkat protein menurun

Viskositas darah Osmotic


meningkat diuresis Hiperglikemia Kerusakan pada
antibody

Aliran darah Polyuria Ketidakstabilan


lambat kadar glukosa darah Kekebalan tubuh Resiko
menurun infeksi
Dehidrasi
Suplai O2
menurun Neuropati sensori
Hipovolemia perifer

Hipoksia
Nekrosis luka

Perfusi perifer
tidak efektif Gg integritas kulit Ganggren
C. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Identifikasi Data
Pengkajian terhadap data umum keluarga menurut Sulistyo Andarmoyo,
2012 meliputi:
1) Nama kepala keluarga (KK)
Identifikasi siapa nama KK sebagai penanggung jawab penuh terhadap
keberlangsungan keluarga.
2) Alamat dan telepon
Identifikasi alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi sehingga
memudahkan dalam pemberian asuhan keperawatan.
3) Pekerjaaan dan pendidikan KK
Identifikasi pekerjaaan dan latar belakang pendidikan Kepala Keluarga dan
anggota keluarga yang lainnya sebagai dasar dalam menentukan tindakan
keperawatan selanjutnya.
4) Komposisi keluarga
Komposisi keluarga menyatakan anggota keluarga yang diidentifikasi
sebagai bagian dari keluarga mereka.
5) Genogram
Genogram keluarga merupakan sebuah diagram yang menggambarkan
konstelasi keluarga atau pohon keluarga dan genogram merupakan alat
pengkajian informatif yang digunakan untuk mengetahui keluarga, dan
riwayat, serta sumber-sumber keluarga.
6) Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah
yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
7) Suku bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebut serta mengidentifikasi budaya
suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
8) Agama
Mengkaji agama yang dianut keluarga serta keperacayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
9) Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik dari kepala
keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi
keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan oleh
keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga. Dalam hal ini
pertanyaan yang diajukan adalah status ekonomi:
1) Berapa jumlah pendapatan per bulan?
2) Darimana sumber-sumber pendapatan perbulan?
3) Berapa jumlah pengeluaran perbulan?
4) Apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga?
5) Bila tidak, bagaimana keluarga mengaturnya?
10) Rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan saja keluarga pergi bersama-
sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, namun dengan
menonton TV dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas
rekreasi.
B. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari
keluarga inti.
2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga
serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti,
dijelaskan mulai lahir hingga saat ini yang meliputi riwayat
penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota
keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit, sumber
pelayananan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta
pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan, termasuk
juga dalam hal ini riwayat perkembangan dan kejadian-kejadian dan
pengalaman kesehatan yang unik atau yang berkaiatan dengan
kesehatan (perceraian, kematian, hilang, dll) yang terjadi dalam
kehidupan keluarga.
2. Diagnosa
a. Ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan diabetes
mellitus.
c. Resiko komplikasi penyakit DM berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ketidakmampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit diabetes mellitus.
3. Intervensi

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi keperawatan untuk


mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Fokus tahap implementasi asuhan
keperawatan adalah kegiatan implementasi dari perencanaan intervensi
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pemenuhan kebutuhan
fisik dan emosional bervariasi, tergantung dari individu dan masalah yang
spesifik, tetapi ada beberapa komponen yang terlibat dalam implementasi
asuhan keperawatan yaitu pengkajian yang terus menerus, perencanaan, dan
pengajaran (Wiklinson, 2016).
5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses


keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi, dan implementasinya. Tahap evaluasi pada proses
keperawatan meliputi kegiatan mengukur pencapaian tujuan klien dan
menentukan keputusan dengan cara membandingkan data yang terkumpul
dengan tujuan dan pencapaian tujuan. Dengan mengukur perkembangan
klien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan
efektivitas asuhan keperawatan. Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membaningkan hasil
tindakan keperaatan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai
efektivitas proses keperaatan mulai dari pengkajian, intervensi dan
implementasi. Evaluasi disusun menggunapak SOAP (S:ungkapan perasaan
atau keluhan yang dikeluhkan klien secara subjektif setelah diberikan
implementasi keperawatan, O:keadaan objektif yang dapat di identifikasi
oleh peraat menggunakan pengamatan yang objektif, A:analisis peraat
setelah mengetahui respon subjektif dan objektif, P:perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan analisis). (Wiklinson, 2016).

DAFTAR PUSTAKA
Alfian, R. (2016). Kepatuhan Tentang Penggunaan Insulin Pada Pasien Diabetes
Mellitus Di Poliklinik Banjarmasin Dalam RSUD. DR. H. Moch.
Ansari Saleh Banjarmasin. Jurnal Ilmmiah Ibnu Sina, 1(1), 9–18.
Arambewela, M. H., Somasundaram, N. P., Jayasekara, H. B. P. R., Kumbukage,
M. P., Jayasena, P. M. S., Chandrasekara, C. M. P. H., Fernando, K. R.
A. S., & Kusumsiri, D. P. (2018). Prevalence of Chronic
Complications, Their Risk Factors, and the Cardiovascular Risk Factors
among Patients with Type 2 Diabetes Attending the Diabetic Clinic at a
Tertiary Care Hospital in Sri Lanka. Journal of Diabetes Research,
2018, 4504287. https://doi.org/10.1155/2018/4504287
Awadalla, N. J., Hegazy, A. A., El-Salam, M. A., & Elhady, M. (2017).
Environmental Factors Associated with Type 1 Diabetes Development:
A Case Control Study in Egypt. International Journal of Environmental
Research and Public Health, 14(6), 1–10.
https://doi.org/10.3390/ijerph14060615
Azitha, M., Aprilia, D., & Ilhami, Y. R. (2018). Hubungan Aktivitas Fisik dengan
Kadar Glukosa Darah Puasa pada Pasien Diabetes Melitus yang Datang
ke Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit M. Djamil Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(3), 400. https://doi.org/10.25077/jka.v7.i3.p400-
404.2018
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2016). Keperwatan Medikal Bedah (8 Buku 2). PT
Salemban Emban Patria.
Brinati, L. M., Diogo, N. A. S., Moreira, T. R., Mendonça, É. T., & Amaro, M. O.
F. (2017). Prevalência e Fatores Associados à Neuropatia Periférica em
Indivíduos Com Diabetes Mellitus Prevalence and Factors Associated
with Peripheral Neuropathy in Individuals with Diabetes Mellitus.
Revista de Pesquisa: Cuidado é Fundamental Online, 9(2), 347.
https://doi.org/10.9789/2175-5361.2017.v9i2.347-355
Burgess, J. C., Bridges, N., Banya, W., Gyi, K. M., Hodson, M. E., Bilton, D., &
Simmonds, N. J. (2016). HbA1c as A Screening Tool for Cystic
Fibrosis Related Diabetes. Journal of Cystic Fibrosis, 15(2), 251–257.
https://doi.org/10.1016/j.jcf.2015.03.013
Coca, A., Valencia, A. L., Bustamante, J., Mendiluce, A., & Floege, J. (2017).
Hypoglycemia Following Intravenous Insulin Plus Glucose for
Hyperkalemia in Patients with Impaired Renal Function. PLoS ONE,
12(2), 1–13. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0172961
Didangelos, T., Moralidis, E., Karlafti, E., Tziomalos, K., Margaritidis, C.,
Kontoninas, Z., Stergiou, I., Boulbou, M., Papagianni, M.,
Papanastasiou, E., & Hatzitolios, A. I. (2018). A Comparative
Assessment of Cardiovascular Autonomic Reflex Testing and Cardiac
123I-Metaiodobenzylguanidine Imaging in Patients with Type 1
Diabetes Mellitus without Complications or Cardiovascular Risk
Factors. International Journal of Endocrinology, 2018.
https://doi.org/10.1155/2018/5607208
Egunsola, O., Dowsett, L. E., Diaz, R., Brent, M., Rac, V., & Clement, F. M.
(2021). Diabetic Retinopathy Screening: A Systematic Review of
Qualitative Literature. Canadian Journal of Diabetes.
https://doi.org/10.1016/j.jcjd.2021.01.014
Hafeez, M., Siddiqi, A. H., & Ahmed, I. (2018). Diabetes Mellitus in Soldiers,
What’S New. Pakistan Armed Forces Medical Journal, 68(4), 779–
783.
Harbuwono, D. S., Tahapary, D. L., Edi Tarigan, T. J., & Yunir, E. (2020). New
Proposed Cut-off of aist Circumference for Central Obesity as Risk
Factor for Diabetes Mellitus: Evidence from the Indonesian Basic
National Health Survey. PLoS ONE, 15(11 November), 1–13.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0242417
Hromadnikova, I., Kotlabova, K., Dvorakova, L., & Krofta, L. (2020). Diabetes
Mellitus and Cardiovascular Risk Assessment in Mothers with a
History of Gestational Diabetes Mellitus Based on Postpartal
Expression Profile of Micrornas Associated with Diabetes Mellitus and
Cardiovascular and Cerebrovascular Diseases. International Journal of
Molecular Sciences, 21(7), 1–47. https://doi.org/10.3390/ijms21072437
Hu, W. S., & Lin, C. L. (2018). Role of CHA 2 DS 2-VASc Score in Predicting
New-Onset Atrial Fibrillation in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus
with and without Hyperosmolar Hyperglycaemic State: Real-world
Data from A Nationwide Cohort. BMJ Open, 8(3).
https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-020065
Kassahun, C. W., & Mekonen, A. G. (2017). Knowledge, Attitude, Practices and
Their Associated Factors Towards Diabetes Mellitus Among Non
Diabetes Community Members of Bale Zone Administrative Towns,
South East Ethiopia. A cross-sectional study. PLoS ONE, 12(2), 1–19.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0170040
Krabbe, C. E. M., Schipf, S., Ittermann, T., Dörr, M., Nauck, M., Chenot, J. F.,
Markus, M. R. P., & Völzke, H. (2017). Comparison of Traditional
Diabetes Risk Scores and HbA1c to Predict Type 2 Diabetes Mellitus in
A Population Based Cohort Study. Journal of Diabetes and Its
Complications, 31(11), 1602–1607.
https://doi.org/10.1016/j.jdiacomp.2017.07.016
Lee, K., Park, I. B., Yu, S. H., Kim, S. K., Kim, S. H., Seo, D. H., Hong, S., Jeon,
J. Y., Kim, D. J., Kim, S. W., Choi, C. S., & Lee, D. H. (2019).
Characterization of Variable Presentations of Diabetic Ketoacidosis
Based on Blood Ketone Levels and Major Society Diagnostic Criteria:
A New View Point on the Assessment of Diabetic Ketoacidosis.
Diabetes, Metabolic Syndrome and Obesity: Targets and Therapy, 12,
1161–1171. https://doi.org/10.2147/DMSO.S209938
Martina, & Adisasmita, A. C. (2019). Association between Physical Activity and
Obesity with Diabetes Mellitus in Indonesia. International Journal of
Caring Sciences, 12(3), 1703–1709.
Novyanda, H., & Hadiyani, W. (2017). Hubungan Antara Penanganan Diabetes
Melitus: Edukasi Dan Diet Terhadap Komplikasi Pada Pasien Dm Tipe
2 Di Poliklinik Rsup Dr. Hasan Sadikin Bandung. Jurnal Keperawatan
Komprehensif, 3(1), 25. https://doi.org/10.33755/jkk.v3i1.81
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperaatan Indonesia : Defenisi dan Indikator
Diagnostik. DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan : Defenisi dan Tindakan
Keperawatan. DPP PPNI.
Rehman, S. U., & Rahman, F. (2020). Evidence-Based Clinical Review on
Cardiovascular Benefits of SGLT2 (Sodium-Glucose Co-Transporter
Type 2) Inhibitors in Type 2 Diabetes Mellitus. Cureus, 2(8).
https://doi.org/10.7759/cureus.9655
Sudarman, Asfar, A., & Amir, H. (2020). Modern Dressing Wound Care Effective
Healing Diabetic. Jurnal Ipteks Terapan, 14(2), 138–145.
https://doi.org/http://doi.org/10.22216/jit.2020.v14i2.5384
Valencia, Y., & Dols, J. D. (2021). Facilitating Adherence to Evidence-Based
Practices for Adults With Type 2 Diabetes Mellitus. Journal for Nurse
Practitioners. https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2020.12.027
Vicente, M. C., da Silva, C. R. R., Pimenta, C. J. L., Bezerra, T. A., de Lucena, H.
K. V., Valdevino, S. C., & Costa, K. N. de F. M. (2020). Functional
Capacity and Self-Care in Older Adults with Diabetes Mellitus.
Aquichan, 20(3), 1–11. https://doi.org/10.5294/aqui.2020.20.3.2
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). KMB 2 : Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa. Nuha Medika.
Wiklinson, J. M. (2016). Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA-I, Intervensi
NIC, Hasil NOC. EGC.
World Health Organization. (2020). Diabetes. https://www.who.int/health-
topics/diabetes#tab=tab_1. (Data Accessed 2020-08-10)
Ying, L., Ma, X., Shen, Y., Lu, J., Lu, W., Zhu, W., Wang, Y., Bao, Y., & Zhou,
J. (2020). Serum 1,5-Anhydroglucitol to Glycated Albumin Ratio Can
Help Early Distinguish Fulminant Type 1 Diabetes Mellitus from
Newly Onset Type 1A Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes
Research, 2020. https://doi.org/10.1155/2020/1243630

Anda mungkin juga menyukai