Anda di halaman 1dari 68

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA NY. T


DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI BANJAR APUAN SINGAPADU
24 MEI – 9 JUNI 2021

OLEH :
NI WAYAN EKA JUNIAWATI
2014901010

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Ny. T DENGAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DI SINGAPADU

I. TINJAUAN TEORI
1. Konsep Dasar Lansia
a. Definisi
Menurut Fatmah (2015) lansia merupakan proses alamiah yang
terjadi secara berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua
seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya
akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh.
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke
atas. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan,
yaitu anak, dewasa dan tua (Kholifah, 2016).
Berdasarkan definisi dari beberapa sumber tersebut, dapat
disimpulkan bahwa lansia merupakan seseorang yang berusia 60 tahun
ke atas dan akan mengalami berbagai perubahan dalam tubuh baik
biopsikososial maupun spiritual.
b. Batasan Usia
WHO dalam Kholifah (2016) menjelaskan batasan lansia adalah
sebagai berikut :
1) Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun
2) Usia tua (old) :75-90 tahun
3) Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Depkes RI dalam Kholifah (2016) menjelaskan bahwa batasan lansia
dibagi menjadi tiga katagori, yaitu:
1) Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
3) Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60
tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
c. Ciri-Ciri Lansia
Ciri-ciri lansia menurut Kholifah (2016) adalah sebagai berikut :
1) Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki
motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga
lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran
fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat
yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang
mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat
menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial
masyarakat menjadi positif.
3) Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran
pada lansia sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan. Misalnya lansia
menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW,
sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia sebagai
ketua RW karena usianya.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga
dapat memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari
perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia
menjadi buruk pula. Contoh : lansia yang tinggal bersama
keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan
karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang
menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat
tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.
d. Proses Menua
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap
manusia. Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu
memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2014). Penuaan akan
mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap
sel sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami
perubahan. (Azizah, 2014). Seiring dengan meningkatnya usia, sistem
kerja pada jantung dan pembuluh darah pun akan mengalami
perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan pada lansia
khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada
ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan
membentuk tonjolan, jumlah sel pacemaker mengalami penurunan
yang mana implikasi klinisnya akan menimbulkan disritmia pada
lansia, kemudian terdapat arteri dan vena yang menjadi kaku ketika
dalam kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten yang
akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada
ekstremitas (Putri, 2015).
Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung.
Ketebalan dinding ventrikel cenderung meningkat akibat adanya
peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis.
Sehingga dapat berdampak pada kurangnya kemampuan jantung
untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti pada
katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan
penonjolan di sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran
darah selama denyut sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta
mengalami kekakuan sehingga akan menghalangi pembukaan katup
secara sempurna (Putri, 2015).
Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem
jantung melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat.
Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi
kaku. Kekakuan ini terjadi akibat meningkatnya serat kolagen dan
hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Proses perubahan
akibat penuaan ini akan menyebabkan terjadinya ateriosklerosis yaitu
terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup jantung.
Proses penuaan ini mampu menjadikan lansia mengalami perubahan
fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Dimana
perubahan utama yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk
meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan
kebutuhan tubuh. Seiring bertambahnya usia denyut dan curah jantung
pun mengalami penurunan, hal itu terjadi karena miokardium pada
jantung mengalami penebalan dan sulit untuk diregangkan. Katup-
katup yang sulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan
peningkatan waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang
diperlukan untuk mempertahankan preload yang adekuat (Putri,
2015).
e. Teori Lansia
Teori-teori menua menurut Aspiani (2014) dapat dibagi menjadi
beberapa bagian seperti berikut :

1) Teori Penuaan ditinjau dari sudut biologis


Teori ini menjelaskan bahwa perubahan sel dalam tubuh lansia
dikaitkan pada proses penuaan tubuh lansia dari sudut pandang
biologis.
a) Teori Genetik
(1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutative theory)
Teori ini menerangkan bahwa di dalam tubuh setiap
manusia terdapat jam biologis yang dapat mengatur
gen dan dapat menentukan proses penuaan. Pada
setiap spesies manusia memiliki inti sel yang berisi
jam biologis atau jam genetik tersendiri. Dimana
pada setiap spesies memiliki batas usia yang
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh replikasi dari
setiap sel dalam tubuh manusia. Apabila replikasi sel
tersebut berhenti maka hal tersebut dapat dikatakan
sebagai kematian.
(2) Teori mutasi somatik (error catastrope)
Penjelasan dari teori ini adalah menua diakibatkan
oleh kerusakan, penurunan fungsi sel dan percepatan
kematian sel yang disebabkan oleh kesalahan urutan
susunan asam amino. Kerusakan selama masa
transkripsi dan translasi dapat mempengaruhi sifat
enzim dalam melakukan sintesis protein. Kerusakan
ini pula menjadi penyebab timbulnya metabolit yang
berbahaya sehingga dapat mengurangi penurunan
fungsi sel.
b) Teori Non-genetik
(1) Teori penurunan sistem imun (Auto-Immune Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa penuaan terjadi
akibat adanya penurunan fungsi dan struktur dari
sistem kekebalan tubuh pada manusia. Seiring
bertambahnya usia, hormon yang dikeluarkan oleh
kelenjar timus sebagai pengontrol sistem kekebalan
tubuh pada manusia mengalami penurunan maka
terjadilah proses penuaan. Dan pada saat yang
bersamaan pula terjadi kelainan autoimun.
(2) Teori Radikal Bebas (Free Radical Theory)
Teori ini menyebutkan bahwa radikal bebas
terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh manusia
akibat adanya proses metabolisme di dalam
mitokondria. Radikal bebas merupakan sebuah
molekul yang tidak berpasangan sehingga dapat
mengikat molekul lain yang akan menjadi penyebab
kerusakan fungsi sel dan perubahan dalam tubuh.
Ketika radikal bebas terbentuk dengan tidak stabil,
akan terjadi oksidasi terhadap oksigen dan bahan-
bahan organik seperti karbohidrat dan protein
sehingga sel-sel dalam tubuh sulit untuk
beregenerasi. Radikal bebas banyak terdapat pada
zat pengawet makanan, asap rokok, asap kendaraan
bermotor, radiasi, serta sinar ultra violet yang
menjadi penyebab penurunan kolagen pada lansia
dan perubahan pigmen pada proses menua.
(3) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)
Teori rantai silang menerangkan bahwa proses
penuaan diakibatkan oleh lemak, protein, asam
nukleat (molekul kolagen) dan karbohidrat yang
bereaksi dengan zat kimia maupun radiasi yang
dapat mengubah fungsi jaringan dalam tubuh.
Perubahan tersebut akan menjadi penyebab
perubahan pada membran plasma yang
mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku dan
kurang elastis serta hilagnya fungsi. Proses
hilangnya elastisitas ini seringkali dihubungkan
dengan adanya perubahan kimia pada komponen
protein di dalam jaringan.
(4) Teori Fisiologik
Teori ini mengambil contoh dari teori adaptasi stres
(stress adaptation theory). Dimana proses menua
merupakan akibat dari adaptasi terhadap stres dan
stres ini bisa berasal dari internal maupun eksternal
tubuh yang dapat memengaruhi peningkatan kasus
penyakit degeneratif pada manusia lanjut usia
(manula).
(5) Teori “imunologi slow virus” (immunology slow
virus theory)
Teori ini menyatakan bahwa ketika manusia berada
pada proses menua maka saat itulah tubuh manusia
tidak dapat membedakan sel normal dan sel yang
tidak normal, akibatnya antibodi bekerja untuk
menyerang keduanya. Sistem imun pun mengalami
gangguan dan penurunan kemampuan dalam
mengenali dirinya sendiri (self recognition) akibat
perubahan protein pascatranslasi atau mutasi.
c) Teori Sosiologis
Teori perubahan sosial menjelaskan tentang lansia yang
mengalami penurunan dan penarikan diri terhadap
sosialisasi dan partisipasi ke dalam masyarakat.
(1) Teori Aktivitas
Teori ini menyatakan keaktifan lansia dalam
melakukan berbagai jenis kegiatan yang merupakan
indikator suksesnya lansia. Lansia yang aktif,
banyak bersosialisasi di masyarakat serta lansia yang
selalu mengikuti kegiatan sosial merupakan poin
dari indikator kesuksesan lansia. Lansia yang ketika
masa mudanya merupakan tipe yang aktif, maka di
masa tuanya lansia akan tetap memelihara
keaktifannya seperti peran lansia dalam keluarga
maupun masyarakat di berbagai kegiatan sosial
keagamaan. Apabila lansia tidak aktif dalam
melakukan kegiatan dan perannya di masyarakat
maupun di keluarga, maka sebaiknya lansia
mengikuti kegiatan lain atau organisasi yang sesuai
dengan minat dan bakatnya.
(2) Teori Kontinuitas Teori ini menekankan bahwa
perubahan ini dipengaruhi oleh jenis kepribadian
lansia tersebut. Dalam teori ini lansia akan tetap
memelihara identitas dan kekuatan egonya karena
tipe kepribadiannya yang aktif dalam bersosialisasi.
d) Teori Psikososial
Teori ini menerangkan bahwa semakin menua tingkat usia
seseorang maka semakin sering pula seseorang
memperhatikan kehidupannya daripada isu yang terjadi di
lingkungan sekitar.
f. Perubahan pada Lansia
Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua merupakan
akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss). Adapun
beberapa perubahan yang terjadi pada lansia menurut Fatmah (2015)
yaitu :
1) Perubahan Fisiologis
Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia mencakup seluruh
sistem yang ada pada tubuh sebagai berikut :
a) Sistem Pendengaran
Perubahan pada sistem salah satu panca indera adalah
perubahan pada sistem pendengaran. Dimana perubahan
ini meliputi presbiakusis yaitu gangguan yang terjadi pada
pendengaran akibat hilangnya kemampuan daya dengar
pada telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada
yang tinggi, terhadap suara yang tidak jelas, terhadap kata-
kata yang sulit dimengerti.
b) Sistem Penglihatan
Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu
gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan,
dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh
berkurang serta ketajaman penglihatan pun ikut
mengalami penurunan. Perubahan yang lain adalah
presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan
elastisitas sehingga menjadi kaku dan otot penyangga
lensa pun lema
c) Sistem Pernapasan
Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada
paru, kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume
cadangan pada paru berubah kemudian perubahan yang
lainnya adalah berkurangnya udara yang mengalir ke paru.
Gangguan pernapasan dan kemampuan peregangan pada
thoraks pun terganggu akibat adanya perubahan pada otot,
sendi thorak dan kartilago. Pada sistem pernapasan terjadi
pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang
kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan
kosta berlimpah kalsium. Hal ini menyebabkan penurunan
efisiensi ventilasi paru. Perubahan ini pun memberi
dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lansia salah
satunya yaitu lansia akan lebih rentan terkena komplikasi
pernapasan akibat istirahat total oleh karena perubahan
yang terjadi, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan
ventilasi paru.
d) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang
terjadi akibat perubahan kemampuan digesti dan absorpsi
pada tubuh lansia. Selain itu lansia mengalami penurunan
sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain adalah
perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa,
kelenjar dan otot pencernaan yang akan berdampak pada
terganggunya fungsi mengunyah dan menelan, serta
terjadinya perubahan nafsu makan.
e) Sistem Integumen
Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling
jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki
bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan
ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol.
Poliferasi abnormal pada sisa melanosit, lentigo, senil,
bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar
matahari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan
lengan bawah. Sedikit kolagen yang terbentuk pada
proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik,
mengakibatkan penampilan yang lebih keriput. Tekstur
kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit
dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenjar
sebasea.
f) Sistem Muskuloskeletal
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya
aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf.
Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan
tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon
esterogen pada wanita, vitamin D dan beberapa hormon
lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga,
mikroarsitektur berubah dan sering patah baik akibat
benturan ringan maupun spontan.
g) Sistem Neurologis
Berat otak menurun 10–20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada
saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram
pada usia 20 tahun, berat otak mulai menurun pada usia
45-50 tahun penurunan ini kurang lebih 11% dari berat
maksimal. Berat dan volume otak berkurang rata-rata 5-
10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100
juta sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi
menyalurkan impuls listrik dari susunan saraf pusat. Pada
penuaan otak kehilangan 100.000 neuron per tahun.
2) Perubahan Mental
Menurut Aspiani (2014) terdapat beberapa faktor yang
memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan,
tingkat pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik
terutama panca indera.
3) Perubahan Psikososial
Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan
terjadinya kematian, merasakan perubahan dalam cara hidup,
merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan
dan peningkatan gaya hidup, merasakan pensiun (kehilangan)
banyak hal seperti finansial, pekerjaan, sahabat, dan status
pekerjaan, merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan,
merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial,
mengalami gangguan pancaindera, ansia mulai mengalami
perubahan dalam konsep diri, serta lansia akan merasakan
rangkaian dari proses kehilangan.
4) Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan
perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan
lansia yang akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada
perubahan spiritual ini ketika usia mencapai 70 tahun lansia
akan berfikir dan bertindak dalam memberikan contoh
bagaimana cara mencintai dan bagaimana cara berlaku adil.
Perubahan yang lain yaitu lansia akan semakin matur dalam
kehidupan keagamaannya yang tercermin dalam perilaku sehari-
hari.
g. Masalah Fisik dan Non Fisik Umum pada Lansia
Masalah fisik dan non fisik yang sering terjadi pada lansia adalah:
1) Immobility: terdapat gangguan fisik, faktor lingkungan, jiwa
yang membuat lansia kurang bergerak. Penyebab yang paling
sering adalah ganggun pada sendi atau penyakit sendi yang terjadi
karena tulang mengalami proses penuaan (aging). Immobility
biasa disebut dengan keterbatasan gerak dalam artian pada lansia
terjadi penurunan frekeuensi gerak dibandingkan dengan orang
dewasa pada umumnya.
2) Instability: hilangnya keseimbangan atau rasa tidak stabil saat
berpijak pada lansia janganlah dianggap peristiwa ringan. Karena
jika teradi instabilitas atau gangguan keseimbangan, lansia akan
mudah terjatuh. Walaupun tidak sampai menyebabkan kematian,
namun lansia akan merasa kehilangan harga dirinya dan muncul
perasaan takut akan terjatuh lagi sehingga untuk selanjutnya
lansia tersebut menjadi takut berjalan untuk melindungi dirinya
dari bahaya terjatuh. Penyebabnya bisa karena proses menua,
penyakit, ataupun obat-obatan.
3) Intelectual Impairment: gangguan fungsi intelektual dan ingatan
yang cukup berat.
4) Impairment of vision and hearing: gangguan panca indera,
lansia terutama yang mengalami sindrom metabolic biasanya
sering mengalami gangguan panca indera, seperti penglihatan,
pendengaran, dan gangguan kulit.
5) Isolation (depresi): perubahan status sosial, bertambahnya
penyakit dan berkurangnya kemandirian sosial serta perubahan-
perubahan akibat proses menua menjadi salah satu pemicu
munculnya depresi pada lansia. Namun demikian, sering sekali
gejala depresi menyertai penderita dengan penyakit-penyakit
gangguan fisik, yang tidak dapat diketahui ataupun terpikirkan
sebelumnya, karena gejala-gejala depresi yang muncul seringkali
dianggap sebagai suatu bagian dari proses menua yang normal
ataupun tidak khas. Gejala-gejala depresi dapat berupa perasaan
sedih, tidak bahagia, sering menangis, merasa kesepian, tidur
terganggu, pikiran dan gerakan tubuh lamban, cepat lelah dan
menurunnya aktivitas, tidak ada selera makan, berat badan
berkurang, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan pikiran
dan perhatian, kurangnya minat, hilangnya kesenangan yang
biasanya dinikmati, menyusahkan orang lain, merasa rendah diri,
harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa bersalah dan
tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri, dan
gejala-gejala fisik lainnya.Akan tetapi pada lansia sering timbul
depresi terselubung, yaitu yang menonjol hanya gangguan fisik
saja seperti sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
gangguan pencernaan dan lain-lain, sedangkan gangguan jiwa
tidak jelas.
6) Inanition (malnutrisi): kekurangan gizi pada lansia dapat
disebabkan perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan.
Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih
makanan yang bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat)
terutama karena gangguan pancaindera, kemiskinan, hidup
seorang diri yang terutama terjadi pada pria yang sangat tua dan
baru kehilangan pasangan hidup, sedangkan faktor kondisi
kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur,
alkoholisme, obat-obatan dan lain-lain.
7) Irritable kolon: gangguan BAB yang terjadi pada lansia juga
berkaitan dengan asupan gizi lansia itu sendiri. Contohnya karena
kurangnya asupan serat, kurangnya minum, ataupun intervensi
obat-obat tertentu. Akibatnya, pengosongan isi usus menjadi sulit
terjadi atau isi usus menjadi tertahan. Pada konstipasi, kotoran di
dalam usus menjadi keras dan kering, dan pada keadaan yang
berat dapat terjadi akibat yang lebih berat berupa penyumbatan
pada usus disertai rasa sakit pada daerah perut.
8) Incontinencia Urin: merupakan salah satu masalah yang sering
didapati pada lansia, yaitu keluarnya air seni tanpa disadari, dalam
jumlah dan kekerapan yang cukup mengakibatkan masalah
kesehatan atau sosial. Beser BAK merupakan masalah yang
seringkali dianggap wajar dan normal pada lansia, walaupun
sebenarnya hal ini tidak dikehendaki terjadi baik oleh lansia
tersebut maupun keluarganya. Akibatnya timbul berbagai
masalah, baik masalah kesehatan maupun sosial, yang
kesemuanya akan memperburuk kualitas hidup dari lansia
tersebut. Lansia dengan beser BAK sering mengurangi minum
dengan harapan untuk mengurangi keluhan tersebut, sehingga
dapat menyebabkan lansia kekurangan cairan dan juga
berkurangnya kemampuan kandung kemih. Beser BAK sering
pula disertai dengan beser buang air besar (BAB), yang justru
akan memperberat keluhan beser BAK tadi.
9) Infection: merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting
pada lansia, karena selain sering didapati, juga gejala tidak khas
bahkan asimtomatik yang menyebabkan keterlambatan di dalam
diagnosis dan pengobatan serta risiko menjadi fatal meningkat
pula. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan lansia mudah
mendapat penyakit infeksi karena kekurangan gizi, kekebalan
tubuh yang menurun, berkurangnya fungsi berbagai organ tubuh,
terdapatnya beberapa penyakit sekaligus (komorbiditas) yang
menyebabkan daya tahan tubuh yang sangat berkurang. Selain
daripada itu, faktor lingkungan, jumlah dan keganasan kuman
akan mempermudah tubuh mengalami infeksi.
10) Iatrogenesis: salah satu yang sering didapati pada lansia adalah
menderita penyakit lebih dari satu jenis sehingga membutuhkan
obat yang lebih banyak, apalagi sebahagian lansia sering
menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama tanpa
pengawasan dokter dapat menyebabkan timbulnya penyakit
akibat pemakaian obat-obat yang digunakan.
11) Insomnia: dua proses normal yang paling penting di dalam
kehidupan manusia adalah makan dan tidur. Walaupun keduanya
sangat penting akan tetapi karena sangat rutin maka kita sering
melupakan akan proses itu dan baru setelah adanya gangguan
pada kedua proses tersebut maka kita ingat akan pentingnya
kedua keadaan ini.Jadi dalam keadaan normal (sehat) maka pada
umumnya manusia dapat menikmati makan enak dan tidur
nyenyak. Berbagai keluhan gangguan tidur yang sering
dilaporkan oleh para lansia, yakni sulit untuk masuk dalam proses
tidur. Tidurnya tidak dalam dan mudah terbangun, tidurnya
banyak mimpi, jika terbangun sukar tidur kembali, terbangun
dinihari, lesu setelah bangun dipagi hari.
12) Immune deficiency: daya tahan tubuh yang menurun pada lansia
merupakan salah satu fungsi tubuh yang terganggu dengan
bertambahnya umur seseorang walaupun tidak selamanya hal ini
disebabkan oleh proses menua, tetapi dapat pula karena berbagai
keadaan seperti penyakit yang sudah lama diderita (menahun)
maupun penyakit yang baru saja diderita (akut) dapat
menyebabkan penurunan daya tahan tubuh seseorang. Demikian
juga penggunaan berbagai obat, keadaan gizi yang kurang,
penurunan fungsi organ-organ tubuh dan lain-lain.
13) Impotenc: lemah syahwat yang terjadi pada lansia diakibatkan
penurunan aliran darah sistemik sehingga organ genitalia tidak
dapat berkontraksi secara maksimal.
14) Impecunity: dengan semakin bertambahnya usia maka
kemampuan fisik dan mental akan berkurang secara perlahan-
lahan, yang menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaannya sehingga tidak
dapat memberikan penghasilan. Akhirnya, lansia merasa miskin
dan merasa tidak dapat berbuat apa-apa sehingga dapat
menimbulkan depresi.
h. Penyakit yang umum terjadi pada lansia
1) Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia
a) Mudah jatuh.
b) Mudah lelah, disebabkan oleh : faktor psikologis, gangguan
organis, pengaruh obat
c) Kekacauan mental karena keracunan, demam tinggi, alkohol,
penyakit metabolisme, dehidrasi,
d) Nyeri dada karena aneurisme aorta, perikarditis, emboli paru,
e) Sesak nafas pada waktu melakukan aktifitas fisik karena
kelemahan jantung, gangguan sistem respiratorius,
overweight, anemia,
f) Palpitasi karena gangguan irama jantung, penyakit kronis,
psikologis,
g) Pembengkakan kaki bagian bawah karena edema gravitasi,
gagal jantung, kurang vitamin B1, penyakit hati, penyakit
ginjal, kelumpuhan, dsb
h) Nyeri pinggang atau punggung karena osteomalasia,
osteoporosis, osteoartritis, batu ginjal,
i) Nyeri sendi pinggul karena artritis, osteoporosis,
fraktur/dislokasi, saraf terjepit,
j) Berat badan menurun karena nafsu makan menurun,
gangguan saluran cerna, faktor sosio-ekonomi
k) Sukar menahan BAK karena obat-obatan, radang kandung
kemih, saluran kemih, kelainan syaraf, faktor psikologis
l) Sukar menahan BAB karena obat-obatan, diare, kelainan usus
besar, kelainan rektum,
m) Gangguan ketajaman penglihatan karena presbiopi, refleksi
lensa berkurang, katarak, glaukoma, infeksi mata,
n) Gangguan pendengaran karena otosklerosis, ketulian
menyebabkan kekacauan mental,
o) Gangguan tidur karena lingkungan kurang tenang, organik
dan psikogenik (depresi dan irritabilitas),
p) Keluhan pusing-pusing karena migren, glaukoma, sinusitis,
sakit gigi,
q) Keluhan perasaan dingin dan kesemutan anggota badan
karena ganguan sirkulasi darah lokal, ggn syaraf umum dan
lokal,
r) Mudah gatal-gatal karena kulit kering, eksema kulit, DM,
gagal ginjal, hepatitis kronis, alergi.

1. Konsep Syndrome Lansia Rentan


a. Definisi
Rentan terhadap keadaan dinamis keseimbangan tidak stabil yang
memengaruhi individu yang lebih tua yang mengalami kemunduran
dalam satu atau lebih bidang.
b. Penyebab
1) Intoleransi aktivitas
2) Kegelisahan
3) Aktivitas fisik kurang
4) Penurunan energi
5) Penurunan kekuatan otot
6) Depresi
7) Kelelahan
8) Imobilitas
9) Kelemahan otot
c. Beresiko pada populasi
1) Usia > 70 tahun
2) Ruang tamu terbatas
3) Jenis kelamin wanita
4) Kerentanan sosial
5) Riwayat jatuh

2. Konsep Dasar CHF


a. Definisi
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi
dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat
untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup
(Ongkowijaya & Wantania, 2016).
Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan
tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatigue
(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung
disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan
atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo
Aru,dkk 2009) didalam (nurarif, a.h 2015).
Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika
jantung tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya
dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi
tertentu, sedangkan tekanan pengisian kedalam jantung
masih cukup tinggi (Aspani, 2016).
b. Anatomi dan Fisiologi Jantung

Anatomi jantung

Gambar 2.1 : Anatomi jantung

Sistem peredaran darah terdiri atas jantung, pembuluh


darah, dan saluran limfe. Jantung merupakan organ
pemompa besar yang memelihara peredaran melalui
seluruh tubuh. Arteri membawa darah dari jantung. Vena
membawa darah ke jantung. kapiler menggabungkan arteri
dan vena, terentang diantaranya dan merupakan jalan lalu
lintas antara makanan dan bahan buangan. Disini juga
terjadi pertukaran gas dalam cairan ekstraseluler dan
interstisial.
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut,
berongga, basisnya diatas, dan puncaknya dibawah.
Apeksnya (puncaknya) miring kesebelah kiri. Berat
jantung kira-kira 300 gram
Kedudukan jantung: jantung berada didalam toraks,
antara kedua paru-paru dan dibelakang sternum, dan lebih
menghadap ke kiri daripada ke kanan. (lihat Gambar 2.2).

Gambar 2.2 kedudukan jantung dalam


perbandingan terhadap sternum,iga-iga, dan
tulang rawan konstal.
Lapisan Jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu :
1) Epikardium merupakan lapisan terluar, memiliki
struktur yang samma dengan perikardium viseral.
2) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri
atas otot yang berperan dalam menentukan kekuatan
kontraksi.
3) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri
atas jaringan endotel yang melapisi bagian dalam
jantung dan menutupi katung jantung.
Katup jantung : berfungsi untuk mempertahankan aliran
darah searah melalui bilik jantung. ada dua jenis katup,
yaitu katup atrioventrikular dan katup semilunar.
Ruang jantung : jantung memiliki 4 ruang, yaitu atrium
kanan, atrium kiri, ventrikel kiri, dan ventrikel kanan.
Atrium terletak diatas ventrikel dan saling berdampingan.
Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh katup satu arah.
Antara organ rongga kanan dan kiri dipisahkan oleh
septum.
Fisiologi jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu
irama jantung. Dalam bentuk yang paling sederhana, siklus
jantung adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang
mengikuti suatu fraksi pada detik berikutnya karena
kontraksi bersamaan kedua ventrikel.
Sisklus jantung merupakan periode ketika jantung
kontraksi dan relaksasi. Satu kali siklus jantung sama
dengan satu periode sistole (saat ventrikel kontraksi) dan
satu periode diastole ( saat ventrikel relaksasi).
Normalnya, siklus jantung dimulai dengan depolarisasi
spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir
dengan keadaan relaksasi ventrikel.
Pada siklus jantung, sistole(kontraksi) atrium diikuti
sistole ventrikel sehingga ada perbedaan yang berarti
antara pergerakan darah dari ventrikel ke arteri. Kontraksi
atrium akan diikuti relaksasi atrium dan ventrikel mulai
ber kontraksi. Kontraksi ventrikel menekan darah melawan
daun katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan
menutupnya. Tekanan darah juga membuka katup
semilunar aorta dan pulmonalis. Kedua ventrikel
melanjutkan kontraksi, memompa darah ke arteri.
Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan
pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus kembali.
c. Etiologi
Secara umum penyebab gagal jantung
dikelompokkan sebagai berikut : (Aspani, 2016)
a. Disfungsi miokard
b. Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (sistolic
overload).
a) Volume : defek septum atrial, defek septum
ventrikel, duktus arteriosus paten
b) Tekanan : stenosis aorta, stenosis pulmonal,
koarktasi aorta
c) Disaritmia
c. Beban volume berlebihan-pembebanan diastolik (diastolic
overload)
d. Peningkatan kebutuhan metabolik (demand oveload)
Menurut Smeltzer (2012) dalam Buku Ajar
Keperawatan Medikal-Bedah, gagal jantung
disebabkan dengan berbagai keadaan seperti :
a. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, disebabkan menurunnya
kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan
penyakit degeneratif atau inflamasi misalnya
kardiomiopati.
Peradangan dan penyakit miocardium
degeneratif, berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi ini secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun
b. Aterosklerosis koroner
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi
miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Infark miokardium
menyebabkan pengurangan kontraktilitas,
menimbulkan gerakan dinding yang abnormal dan
mengubah daya kembang ruang jantung .
c. Hipertensi Sistemik atau pulmonal (peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk
hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri
dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan
diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia
baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
d. Penyakit jantung lain
Terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi
jantung. Mekanisme biasanya terlibat mencakup
gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis
katub semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV),
peningkatan mendadak after load. Regurgitasi mitral
dan aorta menyebabkan kelebihan beban volume
(peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menyebabkan beban tekanan (after load)
e. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan
dalam perkembangan dan beratnya gagal jantung.
Meningkatnya laju metabolisme (misal : demam,
tirotoksikosis). Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
d. Manifestasi Klinik
a. Gagal Jantung Kiri
1) Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk,
krekels paru, kadar saturasi oksigen yang
rendah, adanya bunyi jantung tambahan
bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel”
bisa di deteksi melalui auskultasi.
2) Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea,
dispnea nocturnal paroksismal (PND).
3) Batuk kering dan tidak berdahak diawal,
lama kelamaan dapat berubah menjadi batuk
berdahak.
4) Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink
(berdarah).
5) Perfusi jaringan yang tidak memadai.
6) Oliguria (penurunan urin) dan nokturia
(sering berkemih dimalam hari)
7) Dengan berkembangnya gagal jantung akan
timbul gejala- gejala seperti: gangguan
pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi,
gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau
dingin dan lembab.
8) Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan.
b. Gagal Jantung Kanan
Kongestif jaringan perifer dan viscelar
menonjol, karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomondasikan semua
darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena.
1) Edema ekstremitas bawah
2) Distensi vena leher dan escites
3) Hepatomegali dan nyeri tekan pada
kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena dihepar.
4) Anorexia dan mual
e. Klasifikasi Gagal Jantung
Klasifikasi Fungsional gagal jantung menurut New York
Heart Association (NYHA), sebagai berikut :
Klasifikasi Fungsional gagal jantung

Tidak ada batasan : aktivitas fisik yang biasa tidak


Kelas 1 menyebabkan dipsnea napas, palpitasi atau keletihan
berlebihan
Gangguan aktivitas ringan : merasa nyaman ketika
Kelas 2 beristirahat, tetapi aktivitas biasa menimbulkan
keletihan dan palpitasi.
Keterbatasan aktifitas fisik yang nyata : merasa nyaman
Kelas 3 ketika beristirahat, tetapi aktivitas yang kurang dari
biasa dapat menimbulkan gejala.
Tidak dapat melakukan aktifitas fisik apapun tanpa
merasa tidak nyaman : gejala gagal jantung kongestif
Kelas 4 ditemukan bahkan pada saat istirahat dan
ketidaknyamanan semakin bertambah ketika melakukan
aktifitas fisik apapun.
Sumber : (Aspiani,2016)

f. Patofisiologi
Kekuatan jantung untuk merespon sters tidak
mencukupi dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Jantung akan gagal melakukan tugasnya sebagai
organ pemompa, sehingga terjadi yang namanya gagal
jantung. Pada tingkat awal disfungsi komponen pompa
dapat mengakibatkan kegagalan jika cadangan jantung
normal mengalami payah dan kegagalan respon fisiologis
tertentu pada penurunan curah jantung. Semua respon ini
menunjukkan upaya tubuh untuk mempertahankan perfusi
organ vital normal.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga
mekanisme respon primer yaitu meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis meningkatnya beban awal akibat
aktifitas neurohormon, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga
respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan
curah jantung. Mekanisme-mekanisme ini mungkin
memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini
pada keadaan normal.
Mekanisme dasar dari gagal jantung adalah gangguan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung
lebih rendah dari curah jantung normal. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat
frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung.
Bila mekanisme ini gagal, maka volume sekuncup yang
harus menyesuaikan. Volume sekuncup adalah jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu preload (jumlah darah
yang mengisi jantung), kontraktilitas (perubahan kekuatan
kontraksi yang terjadi pada tingkat sel yang berhubungan
dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar
kalsium), dan afterload (besarnya tekanan ventrikel yang
harus dihasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriol). Apabila salah satu komponen itu terganggu maka
curah jantung akan menurun.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan karena
aterosklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit
otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggu
alirannya darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan
afterload) meningkatkan beban kerja jantung pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
Efek (hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai
mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan
kontraktilitas menurun. Ventrikel kanan dan kiri dapat
mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri
paling sering mendahului gagal jantung ventrikel kanan.
Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru
akut. Karena curah ventrikel brpasangan atau sinkron,
maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.

Bagan 2.1 Patway gagal jantung


Sumber : (WOC) dengan menggunakan Standar
Diganosa Keperawatan Indonesia dalam (PPNI,2017)
g. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien dengan kasus gagal jantung kongestive di antaranya
sebagai berikut :
1) Elektrokardiogram : Hiperatropi atrial atau
ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia,
disaritmia, takikardia, fibrilasi atrial.
2) Uji stress : Merupakan pemeriksaan non-invasif
yang bertujuan untuk menentukan kemungkinan
iskemia atau infeksi yang terjadi sebelummnya.
3) Ekokardiografi
a) Ekokardiografi model M (berguna untuk
mengevaluasi volume balik dan kelainan
regional, model M paling sering diapakai dan
ditanyakan bersama EKG)
b) Ekokardiografi dua dimensi (CT scan)
c) Ekokardiografi dopoler (memberikan
pencitraan dan pendekatan transesofageal
terhadap jantung)
4) Katerisasi jantung : Tekanan abnormal merupakan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung kanan dan kiri dan
stenosis katup atau insufisiensi
5) Radiografi dada : Dapat menunjukkan pembesaran jantung.
Bayangan mencerminkan dilatasi atau
hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal
6) Elektrolit : Mungkin beruban karena perpindahan
cairan/penurunan fungsi ginjal terapi diuretik
7) Oksimetrinadi : Saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika
gagal jantung kongestif akut menjadi kronis.
8) Analisa gas darah : Gagal ventrikel kiri ditandai dengan
alkalosis respiratory ringan (dini) atau hipoksemia dengan
peningkatan PCO2 (akhir)
9) Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin : Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan
kreatinin merupakan indikasi
10) Pemeriksaan tiroid : Peningkatan aktifitas tiroid menunjukkan
hiperaktifitas tiroid sebagai pencetus gagal jantung
h. Penatalaksanaan
Penatalakasanaan gagal jantung dibagi menjadi 2 terapi
yaitu sebagai berikut :
1) Terapi farmakologi :
Terapi yang dapat iberikan antara lain golongan
diuretik, angiotensin converting enzym inhibitor
(ACEI), beta bloker, angiotensin receptor blocker
(ARB), glikosida jantung , antagonis aldosteron,
serta pemberian laksarasia pada pasien dengan
keluhan konstipasi.
2) Terapi non farmakologi :
Terapi non farmakologi yaitu antara lain tirah
baring, perubahan gaya hidup, pendidikan kesehatan
mengenai penyakit, prognosis, obat-obatan serta
pencegahan kekambuhan, monitoring dan kontrol
faktor resiko.
II. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi : Nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
status perkawinan, pekerjaan, alamat rumah.
b. Riwayat Pekerjaan dan Status Ekonomi
Menjelaskan status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya, dan
sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan yang
tinggi.
c. Aktivitas Rekreasi
Meliputi : hoby/minat, keanggotaan organisasi, dan liburan
d. Riwayat Keluarga
Menggambarkan silsilah (kakek, nenek, orang tua, saudara kandung,
pasangan, dan anak-anak)
e. Pola Kebiasaaan (Virginia Handerson)
Menurut teori Virginia Henderson, pengkajian terhadap kebutuhan
pasien dapat dilakukan diantaranya dari segi:
1) Bernafas
2) Makan
Pada saat pengkajian pola makan biasanya pasien mengeluh
mual.
3) Minum
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
4) Eliminasi BAB & BAK
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengeluhkan
gangguan.
5) Gerak aktivitas
a) Kemampuan  ADL :
(1) Kemampuan untuk makan
(2) Kemampuan untuk mandi
(3) Kemampuan untuk toileting               
(4) Kemampuan untuk berpakaian           
(5) Kemampuan untuk instrumentalia
b) Kemampuan mobilisasi:
6) Istirahat tidur
7) Pengaturan suhu tubuh
Pada saat pengkajian suhu tubuh pasien biasanya berada dalam
rentang normal yaitu 36o C -  37° C.
8) Kebersihan diri
Pada saat pengkajian, pasien biasanya tidak mengalami
masalah/ keluhan kebersihan diri.
9) Rasa nyaman
10) Rasa aman
Pada saat pengkajian pasien biasanya gelisah atau cemas
dengan raut wajah pasien tampak tidak tenang.
11) Sosial
Pada umumnya pasien tidak mengalami gangguan komunikasi
atau hubungan social dengan lingkungan sekitarnya.
12) Pengetahuan belajar
Meliputi kemampuan pasien dalam menerima informasi
tentang penyakitnya, serta nasihat-nasihat yang diberikan oleh
perawat atau dokter, berhubungan dengan penyakitnya.
13) Rekreasi
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai
hiburan atau berkumpul bersama keluarga.
14) Spiritual
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
15) Status Kesehatan
a) Status Kesehatan Saat Ini
b) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum : TTV, BB/TB
2) Keadaan Umum  : lemah
3) Kepala dan leher
Meliputi pemeriksaan bentuk kepala, penyebaran rambut,
warna rambut, struktur wajah, warna kulit, kelengkapan dan
kesimetrisan mata, kelopak mata, kornea mata, konjungtiva
dan sclera,pupil dan iris, ketajaman penglihatan, tekanan bola
mata, cuping hidung,lubang hidung, kebersihan lubang telinga,
ketajaman pendengaran,keadaan bibir, gusi dan gigi, keadaan
lidah, tiroid, vena jugularis serta denyut nadi karotis.
4) Dada
a) Payudara
Meliputi inpeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(warna kemerahan pada mammae, oedema, papilla
mammae menonjol atau tidak, hiperpigmentasi aerola
mammae, apakah ada pengeluaran cairan pada putting
susu), palpasi (menilai apakah ada benjolan, pembesaran
kelenjar getah bening, kemudian disertai dengan
pengkajian nyeri tekan).
b) Thoraks
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa
(bentuk dada, penggunaan otot bantu pernafasan, pola
nafas), palpasi (penilaian vocal premitus), perkusi (menilai
bunyi perkusi apakah terdapat kelainan), dan auskultasi
(peniaian suara nafas dan adanya suara nafas tambahan).
c) Jantung
Meliputi inspeksi dan palpasi (mengamati ada tidaknya
pulsasi serta ictus kordis), perkusi (menentukan batas-
batas jantung untuk mengetahui ukuran jantung),
auskultasi (mendengar bunyi jantung, bunyi jantung
tambahan, ada atau tidak bising/murmur)

5) Abdomen
Meliputi inspeksi terdapat atau tidak kelainan berupa (bentuk
abdomen, benjolan/massa, bayangan pembuluh darah, warna
kulit abdomen, lesi pada abdomen), auskultasi(bising usus atau
peristalik usus dengan nilai normal 5-35 kali/menit), palpasi
(terdapat nyeri tekan, benjolan/masa, benjolan/massa,
pembesaran hepar dan lien) dan perkusi (penilaian suara
abdomen serta pemeriksaan asites)
6) Genital
Meliputi area pubis, meatus uretra, anus serta perineum
terdapat kelainan atau tidak.
7) Muskuluskeletal
Meliputi pemeriksaan kekuatan dan kelemahan eksremitas,
kesimetrisan cara berjalan.
8) Integumen
Meliputi kebersihan, kehangatan, warna, turgor kulit, tekstur
kulit, kelembaban serta kelainan pada kulit serta terdapat lesi
atau tidak.
9) Neurologis
Meliputi pemeriksaan tingkatan kesadaran (GCS), pemeriksaan
saraf otak (NI-NXII), fungsi motorik dan sensorik, serta
pemeriksaan reflex
Pengkajian tambahan lainnya selain pengkajian pokok di atas adalah
pengkajian fungsional sebagai berikut :
a. Indeks Katz
Pada pasien lansia akan mengalami ketergantungan terhadap
Activity Daily Living karena pasien akan disetrasi berbagi macam
komplikasi yang dapat menghambat pasien dalam memenuhi ADL
seperti pusing saat melakukan aktifitas yang ringan, kelemahan,
dan intoleransi aktifitas.

b. Barthel Indeks
Barthel Indeks hamper sama dengan pengkajian Indeks Katz yang
membedakan adalah penilaian dari setiap aitem untuk mengetahui
tingkat kemandirian pasien lansia dalam pemenuhan ADL. pada
pasien lansia akan mengalami ketergantungan terhadap Activity
Daily Living karena pasien akan disetrasi berbagi macam
komplikasi yang dapat menghambat pasien dalam memenuhi ADL
seperti pusing saat melakukan aktifitas yang ringan, dan intoleransi
aktifitas.
c. SPMSQ (Short Protable Mental Questioner)
Pengkajian fungsi mental pada pasien lansia cendrung tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan
intelektual lansia. Gejalanya adalah pasien mengungkapkan kalau
dirinya saat ini sedang sakit parah. Pasien juga mengungkapkan
telah menghindari larangan dari dokter. Tandanya adalah pasien
terlihat lesu dan khawatir, pasien terlihat bingung kenapa
kondisinya seperti ini meski segala hal yang telah dilarang telah
dihindari.
d. MMSE (Mini Status Exam)
Merupakan instrument pengkajian sederhana yang digunakan untuk
mengetahui kemampuan seseorang dalam berfir atau menguji aspek
aspek kognitif apakah ada perbaikan atau semakin memburuk.
e. Pengkajian status emosional
Gejalanya emosi pasien labil. Tandanya tidak dapat mengambil
keputusan dengan tepat, mudah terpancing emosi.
f. GDS (Geriatric Depression Scale)
Gangguan depresi pada orang lanjut usia memiliki prevelansi yang
bervariasi, baik di rumah sakit maupun panti jompo. Depresi
sendiri terkait dengan tingginya prevelansi dan risiko gangguan
disabilitas. Lebih lanjut diketahui bahawa outcome penyakit seperti
penyakit jantung, stroke, parkinson, akan menjadi lebih buruk
apabila terkait dengan adanya depresi. Depresi juga terkait dengan
peningkatan penggunaan pelayanan medis.. Gejalanya konsep diri
pasien tidak terpenuhi. Tandanya kaki menjadi edema, citra diri
jauh dari keinginan, terjadinya perubahan fisik, perubahan peran,
dan percaya diri.
g. Skala Morse
Pasien lansia biasanya sangat beresiko jatuh dari tempat tidur
maupun ke kamar mandi.
h. TUG (The Time Up And Go)
Mengethui bagaimana kemampuan lansia dalam beraktifitas seperi
duduk dikursi, jalan lebih kurang 3 – 10 meter.
i. Apgar Keluarga
Pasien sangat memerlukan dukungan dari kelouarga agar semangat
menjalani pengebatan medis pasien.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Perubahan
membran alveolus-kapiler
b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
c) Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload,
perubahan afterload dan/atau perubahan kontraktilitas
d) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
e) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Intervensi Keperawatan
Dx. Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi
hasil
Gangguan Tujuan : (Pemantauan Respirasi I.01014)
pertukaran gas b.d Setelah dilakukan 1.1 Monitor frekuensi irama, kedalaman
perubahan tindakan keperawatan dan upaya nafas
membran alveolus- diharapkan pertukaran 1.2 Monitor pola nafas
kapiler gas meningkat. 1.3 Monitor kemampuan batuk efektif
1.4 Monitor nilai AGD
Kriterian hasil : 1.5 Monitor saturasi oksigen
(Pertukaran gas 1.6 Auskultasi bunyi nafas
L.01003) 1.7 Dokumentasikan hasil pemantauan
1.Dipsnea menurun 1.8 Jelaskan tujuan dan prosedur
2.bunyi nafas pemantauan
tambahan menurun 1.9 Informasikan hasil pemantauan, jika
3.pola nafas membaik perlu
4. PCO2 dan O2 1.10 Kolaborasi penggunaan oksigen saat
membaik aktifitas dan/atau tidur

Pola nafas tidak Tujuan : (Manajemen jalan nafas I.01011)


efektif b.d Setelah dilakukan 2.1 Monitor pola nafas (frekuensi,
hambatan upaya tindakan keperawatan kedalaman, usaha nafas)
nafas (mis: nyeri diharapkan pola 2.2 Monitor bunyi nafas tambahan (mis:
saat bernafas) nafas membaik. gagling, mengi, Wheezing, ronkhi)
2.3 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Kriteria hasil : 2.4 Posisikan semi fowler atau fowler
(pola nafas L.01004) 2.5 Ajarkan teknik batuk efektif
1. Frekuensi nafas 2.6 Kolaborasi pemberian bronkodilato,
dalam rentang ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
normal
2. Tidak ada
pengguanaan otot
bantu pernafasan
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea

Penurunan curah Tujuan : (Perawatan jantung I.02075)


jantung b.d setelah dilakukan 3.1 Identifikasi tanda/gejala primer
perubahan tindakan keperawatan penurunan curah jantung
preload / diharapkan curah 3.2 Identifikasi tanda/gejala sekunder
perubahan jantung meningkat. penurunan curah jantung
afterload / 3.3 Monitor intake dan output cairan
perubahan Kriteria hasil : 3.4 Monitor keluhan nyeri dada
kontraktilitas (curah jantung 3.5 Berikan terapi terapi relaksasi untuk
L.02008) mengurangi strees, jika perlu
1.Tanda vital 3.6 Anjurkan beraktifitas fisik sesuai
dalam rentang toleransi
normal 2.Kekuatan 3.7 Anjurkan berakitifitas fisik secara
nadi perifer bertahap
meningkat 3.8 Kolaborasi pemberian antiaritmia,
3. Tidak ada edema jika perlu
4.Nyeri akut b.d Tujuan : setelah (Manajemen nyeri I.08238)
gen penedera dilakukan 4.1 Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri,
fisiologis (Mis: tindakan durasi, frekuensi, intensitas nyeri
Iskemia) keperawatan 4.2 Identifikasi skala nyeri
diharapkan tingkat 4.3 Identifikasi faktor yang memperberat
nyeri menurun. dan memperingan nyeri
4.4 Berikan terapi non farmakologis untuk
Kriteria hasil : mengurangi rasa nyeri
Tingkat nyeri 4.5 Kontrol lingkungan yang memperberat
(L.08066) rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
1. Pasien mengatakan pencahayaan,kebisingan)
nyeri berkurang dari 4.6 Anjurkan memonitor nyeri secara
skala 7 menjadi 2 mandiri
2.Pasien menunjukkan 4.7 Ajarkan teknik non farmakologis untuk
ekspresi wajah tenang mengurangi nyeri
3.Pasien dapat 4.8 Kolaborasi pemberian analgetik, jika
beristirahat dengan perlu
nyaman

Intoleransi Tujuan : (Manajemen energi I.050178)


aktifitas b.d setelah dilakukan 7.1 Monitor kelelahan fisik dan emosional
kelemahan tindakan keperawatan 7.2 Monitor pola dan jam tidur
diharapkan toleransi 7.3 Sediakan lingkungan yang nyaman dan
aktifitas meningkat. rendah stimulus (mis: cahaya, suara,
kunjungan)
Kriteria hasil : 7.4 Berikan aktifitas distraksi yang
Toleransi aktivitas menenangkan
(L.05047) 7.5 Anjurkan tirah baring
1. kemampuan 7.6 Anjurkan melakukan aktifitas secara
melakukan aktifitas bertahap
sehari-hari meningkat 7.7 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
2.Pasien Mampu cara meningkatkan asupan makanan
berpindah dengan atau
tanpa bantuan
3.Pasien mangatakan
dipsnea saat dan/atau
setelah aktifitas
menurun

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat
menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar
manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan
perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi,
penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa
aman, nyaman dan keselamatan klien.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Andre Saferi dkk. (2013). KMB2: (Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep).Yogyakarta: Nuha Medika

Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. (EGC, Ed.). Jakarta.

Brunner, & Sudarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2 (M.
Ester, Ed) (8th ed.). Jakarta : EGC.

Dewi, I. N. (2012). Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Faiure


(CHF) Di RSUD dr. Prijonegoro Sragen
Deswani. (2011). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta. Dinarti,
Aryani, R., Nurhaeni, H., Chairani, R., & Tutiany. 2013. Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta: CV.Trans Info Medika. Herman., Rahmatian, B.
(2010). Buku Ajar Fisiologis Jantung. Jakarta : EGC.

Naga, S. (2014). Buku Panduan Lengkap : Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta :


DIVA press. Nugroho, dkk. 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat yogyakarta: Nuha Medika Nurhidayat, Saiful. 2011. Asuhan
Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Kardiovasculer. Ponorogo : Umpo
Press.

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


Ny. T DENGAN INTOLERANSI AKTIVITAS OLEH KARENA CHF
DI BANJAR APUAN SINGAPADU

PENGKAJIAN
Pengkajian pada lansia dilakukan tanggal 28 Mei 2021 pukul 14.00 WITA dengan
metode observasi, wawancara, dan pemeriksaan fisik. Adapun hasil dari
pengkajian adalah sebagai berikut :
I. IDENTITAS
Nama :T
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 86 tahun
Agama : Hindu
Status Perkawinan: Cerai
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Alamat rumah : Banjar Apuan Singapadu

II. KELUHAN UTAMA


Klien mengeluh mudah merasa lelah saat beraktivitas bahkan saat berjalan.

III. RIWAYAT KESEHATAN


a. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan yang dirasakan saat ini
Klien mengatakan di diagnosa CHF dan sudah lima kali riwayat rawat
inap dalam tiga tahun terakhir dengan keluhan sesak napas, nyeri dada.
Kini keluhan yang dirasakan klien adalah lemas dan tidak mampu
berjalan dalam jarak yang jauh. Klien rutin mengonsumsi obat dan rutin
memeriksakan diri ke dokter spesialis jantung. Klien mengatakan dirinya
dan keluarga selama ini tidak pernah mengalami tanda dan gejala
Covid19 seperti demam, dan batuk. Klien mengatakan tidak mengalami
stress dan tidak begitu khawatir dengan kondisi pandemi karena
keluarganya selalu diam di rumah dan menjaga kebersihan. Klien dan
keluarganya selama ini hanya di rumah tidak ada riwayat bepergian jauh
selama pandemi Covid-19. Klien mengatakan tidak paham tentang tanda
gejala maupun cara penanganan di rumah serta komplikasi dari CHF dan
ingin mendapatkan informasi lebih tentang Covid-19.
b. Masalah kesehatan sebelumnya
Klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan di keluarga seperti
hipertensi, DM, dan asma. Namun kini klien sedang menjalani
pengobatan atas diagnosa CHF dan riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang
lalu.
Genogram

Keterangan :

: hubungan : Perempuan : Tinggal serumah

: Laki-Laki X : Meninggal : Klien


IV. KEBIASAAN SEHARI – HARI
a. Biologis
1. Pola makan
Klien mengatakan biasa makan sebanyak 3x sehari dalam porsi sedang
dengan nasi, lauk pauk, dan sayuran. Biasanya klien dapat menghabiskan
1 porsi makanan setiap makan.
2. Pola minum
Klien mengatakan minum sebanyak tiga botol aqua tanggung
(500ml/botol) atau sebanyak 1500 ml per harinya.
3. Pola tidur
Klien mengatakan biasa tidur siang pukul 12.00 WITA selama 30 menit.
Pada malam hari, klien mengatakan biasanya tidur jam 21.00 WITA dan
bangun keesokan harinya pada pukul 05.00 WITA. Klien mengatakan
tidak ada keluhan dalam pola tidurnya.
4. Pola eliminasi (BAB/BAK)
Klien mengatakan biasa BAB 1 x sehari dengan konsistensi lembek,
warna khas feses yaitu kuning kecokelatan. Klien mengatakan biasa BAK
sebanyak 4-7 kali sekitar 1800 ml dengan warna jernih dan bau khas
urine.
5. Aktivitas sehari – hari
Aktivitas (ADL) 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilisasi ditempat tidur √
Mobilisasi berpindah √
Berias √
ROM √
Keterangan:
0 : Mandiri
1 : Membutuhkan alat bantu
2 : Membutuhkan pengawasan orang
3 : membutuhkan bantuan orang lain
4 : Ketergantungan total
Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Berdasarkan pengkajian aktivitas dapat disimpulkan klien memiliki
kemampuan ADL secara ketergantungan ringan. Klien mengatakan
mudah merasa lelah walaupun saat beraktivitas ringan.
6. Rekreasi
Klien mengatakan biasa menghabiskan waktu luangnya untuk berkumpul
bersama keluarga. Klien juga mengatakan aktif mengikuti kegiatan sosial
yang mendesak di lingkungan rumah dengan tetap menjaga jarak dan
memakai masker.
7. Indeks KATZ :
Indek Keterangan
A Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB, BAK), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah, dan mandi.
B Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas.
Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain.
C
D Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu lagi fungsi yang lain.
E Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan satu
F Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu
fungsi yang lain.
G Ketergantungan untuk enam fungsi tersebut
Lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
- lain diklasifikasi sebagai C, D, E, F dan G

Berdasarkan pengukuran indeks KATZ, klien berada pada indeks “C” karena
klien masih dapat mandiri kecuali mandi dan berpindah.
b. Psikologis
1. Mental (SPMSQ/ MMSE)
Short Portabel Mental Status Questionaire (SPMSQ)
Skore
N0 Pertanyaan
+ -
√ 1. Tanggal berapa hari ini?
√ 2. Hari apa sekarang ini?
√ 3. Apa nama tempat ini?
4. Berapa nomer telepon anda?
√ 4a. Dimana alamat anda? Tanyakan hanya klien tidak mempunyai telepon
√ 5 Berapa umur anda?
√ 6 Kapan anda lahir?
√ 7 Siapa presiden indonesia sekarang?
√ 8 Siapa presiden sebelumnya?
√ 9 Siapa nama kecil ibu anda?
√ 10 Kurangi 3 dari 20 dam tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,
semua secara menurun
7 Jumlah kesalahan total : 0
Penilaian SPMSQ :
 Kesalahan 8 - 10 fungsi intelektual berat
 Kesalahan 5 – 7 fungsi intelektual sedang
 Kesalahan 3 - 4 fungsi intelektual ringan
 Kesalahan 0 - 2 fungsi intelektual utuh
 Penilaian skor klien 8 = fungsi intelektual berat
Berdasarkan penilaian SPMSQ dapat disimpulkan bahwa klien memiliki fungsi
intelektual yang sedang yang ditandai dengan hasil skor penilaian SPMSQ yaitu 7

Depresi (Beek/ Yesavage)


Penilaian dengan menggunakan skala Depresi Beck
No Uraian Depresi Beck Skore
A. Kesedihan
3 Saya sangat sedih atau tidak bahagia dimana saya tak dapat
menghadapinya
2 Saya galau atau sedih sepanjang waktu dan saya tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih atau galau
0 Saya tidak merasa sedih 0
B. Pesimisme
3 Saya merasa bahwa masa depan saya adalah sia-sia dan sesuatu tidak
dapat membaik
2 Saya merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang kedepan
1 Saya merasa berkecil hati mengenai masa depan
0 Saya tidak begitu pasimis atau kecil hati tentang masa depan 0
C.Rasa kegagalan
3 Saya merasa saya benar-benar gagal sebagi seseorang (orang tua, suami,
Istri)
2 Seperti melihat ke belakang hidup saya, semua yang dapat saya lihat
hanya kegagalan
1 Saya merasa saya telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Saya tidak merasa gagal 0
D. Ketidakpuasan
3 Saya tidak puas dengan segalanya
2 Saya tidak lagi mendapatkan kepuasan dari apapun
1 Saya tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Saya tidak merasa tidak puas 0
E. Rasa Bersalah
3 Saya merasa seolah-olah saya sangat buruk atau tak berharga
2 Saya merasa sangat bersalah
1 Saya merasa buruk atau tak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Saya tidak merasa benar-benar bersalah 0
F. Tidak Menyukai Diri Sendiri
3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri 0
sendiri
G. Membahayakan Diri Sendiri
3 Saya akan membunuh diri saya sendiri jika saya mempunyai kesempatan
2 Saya mempunyai rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak mempunyai pikiran-pikiran mengenai membahayakan diri 0
sendiri
H. Menarik Diri dari Sosial
3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak perduli
pada mereka semua
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak sedikit
perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain 0
I. Keragu-raguan
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik 0
J. Perubahan Gambaran Diri
3 Saya merasa bahwa saya jelek atau tampak menjijikkan
2 Saya merasa bahwa ada perubahan-perubahan yang permanet dalam
penampilan saya dan ini membuat saya tidak menarik
1 Saya khawatir bahwa saya tampak tua atau tidak menarik
0 Saya tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada sebelumnya 0
K. Kesulitan Kerja
3 Saya tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Saya telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
sesuatu
1 Ini memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja kira-kira sebaik sebelumnya 0
L. Keletihan
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya lelah lebih dari yang biasanya
0 Saya tidak lebih lelah dari biasanya 0
M. Anoreksia
3 Saya tidak lagi mempunyai nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari yang biasanya 0

Penilaian:
 0-4 = Derpresi tidak ada atau minimal
 5-7= Depresi ringan
 8-15= Depresi sedang
 >15 =depresi berat
Berdasarkan penilaian menggunakan skala Depresi didapatkan total skor
0 pada Klien yang artinya klien tidak mengalami depresi.
2. Keadaan emosi
Klien mengatakan tidak ada merasa marah, jikalau marah klien
mengatakan lebih menyukai untuk diam dan kadang menceritakan kepada
orang terdekat.
3. Konsep diri
Identitas diri :
Klien mampu menyebutkan identitas diri seperti nama, umur, tempat
tinggal, dan waktu. Klien merasa bangga dilahirkan sebagai
perempuan
Gambaran diri :
Klien mengatakan tidak pernah merasa malu dengan bagian tubuhnya
dan menyukai semua anggota tubuhnya. Klien bersyukur memiliki
anggota tubuh yang lengkap sehingga pada masa pandemi Covid 19 ini
klien memilih untuk menjaga tubuhnya agar tetap fit.
Ideal diri :
Klien mengatakan hanya ingin tetap sehat agar tetap bisa aktif
walaupun pada usia tua. Klien mengatakan ingin terhindar dari
covid19 dan selama ini telah berusaha melakukan upaya pencegahan
seperti cuci tangan dan menjaga jarak.
Peran diri :
Peran sebagai orang tua masih tetap berusaha dipenuhi. Klien
mengatakan pada masa Covid ini keluarganya tetap bisa produktif
terutama anaknya.
Harga diri :
Klien mengatakan tidak pernah merasa malu apalagi rendah diri. Klien
mengatakan khawatir dengan adanya covid19.

4. APGAR Keluarga
APGAR Gerontik
No Fungsi Uraian Skor
e
1 Saya puas bahwa dapat kembali pada keluarga saya 2
Adaptasi untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan
saya
2 Saya puas dengan cara keluarga saya membicarakan 2
Hubungan sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah
dengan saya
3 Saya puas bahwa keluarga saya menerima dan 2
Pertumbuhan mendukung keinginan saya untuk melakukan
aktivitas atau arah baru.
4 Saya puas dengan cara keluarga saya 2
Afeksi mengespresikan afek dan berespon terhadap emosi-
emosi saya, seperti marah, sedih atau mencintai.
5 Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya 2
Pemecahan
menyediakan waktu bersama-sama

Keterangan :
Skor 2 jika selalu
Skor 1 jika kadang-kadang
Skor 0 jika hampir tidak pernah
Penjelasan : Total skor didapatkan yaitu 10 yang dapat diartikan bahwa
fungsi keluarga dengan klien sangat baik. Keluarga telah mencukupi
kebutuhan perhatian dan kasih sayang untuk klien. Dukungan keluarga
juga dirasa cukup oleh klien.

c. Sosial
1. Dukungan Keluarga
Klien mengatakan keluarga sangat mendukung dalam hal-hal yang
positif. Klien mengatakan keluarga mendukung kegiatan-kegiatan yang
dilakukan di rumah dan tidak melarang klien untuk berkreasi atau
melakukan kegiatan seperti hobinya.
2. Hubungan dengan Keluarga
Klien mengatakan hubungan dengan keluarganya harmonis. Klien sering
mengajak anaknya untuk berbincang-bincang dan anaknya juga terbuka
setiap kali ada masalah.
3. Hubungan dengan orang lain
Klien mengatakan hubungan dengan tetangga dan teman-teman masih
baik.
d. Spiritual
1. Pelaksanaan ibadah
Klien mengatakan sementara ini melakukan ibadah di rumah dan
biasanya dilakukan bersama dengan anaknya. Klien biasanya melakukan
tri sandya dan persembahyangan setiap sore hari.
2. Keyakinan tentang kesehatan
Klien mengatakan dirinya yakin bahwa sakit merupakan akibat dari
perbuatan kita yang terdahulu seperti gaya hidup yang kurang baik.
e. Pemeriksaan Fisik
Tinjauan Sistem
1. Keadaan umun : Lemah
2. GCS :V5M6E4
3. Tingkat kesadaran: Compos mentis
4. Suhu : 36oC Nadi : 78 x/menit
Tekanan Darah : 86/58mmHg RR : 20 x/menit
Tinggi Badan : 160cm BB : 44 Kg
5. Kepala (rambut)
- Inspeksi : bentuk kepala normochepalus, persebaran rambut merata,
warna rambut hitam dan putih, tampak bersih dan tidak ada luka
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa pada kepala
6. Mata, telinga, hidung dan mulut
- Mata : bentuk simetris, pupil isokor, konjungtiva merah muda, sclera
berwarna putih, tidak ada nyeri tekan pada area mata, reflek pupil
baik, klien tampak tidak mampu melihat dengan jelas. Pemeriksaan
mata di rumah tidak dapat menggunakan Snellen chart sehingga
digunakan count fingers. Dari hasil pemeriksaan count fingers,
diperoleh nilai normal.
- Telinga : bentuk simetris, bersih dan tidak ada massa di sekitar
telinga, terdapat sedikit serumen, tidak ada masalah pendengaran.
- Hidung : hidung tampak bersih, terdapat rambut halus pada hidung,
tidak ada polip, tidak ada nyeri tekan, bentuk simetris.
- Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis, gigi masih
lengkap, tidak ada gusi berdarah, tidak ada karies gigi.
7. Leher
- Inspeksi : tidak ada luka, tidak ada deviasi trakea, tidak ada distensi
vena jugularis, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan.
8. Dada dan punggung
- Inspeksi : bentuk dada simetris, tidak ada jejas, tidak ada lesi, gerakan
dada bebas, tidak ada retraksi otot dada
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada krepitasi
- Perkusi : suara pada lapang paru sonor, suara pada are jantung dullnes
- Auskultasi : Suara paru vesikuler.

9. Abdomen
- Inspeksi : tidak ada ascites, tidak ada jejas, tidak ada luka
- Auskultasi : suara bising usus 10x/menit
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada ascites, tidak ada benjolan,
tidak ada hepatomegaly.
- Perkusi : suara abdomen thympani.
10. Ekstremitas atas dan bawah
Atas : tidak ada edema, tidak ada sianosis, tidak ada luka maupun jejas,
CRT < 2 detik, tidak terdapat nyeri tekan.
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555

Bawah : tidak ada edema, tidak ada sianosis, tidak ada luka maupun jejas,
CRT < 2 detik, tidak terdapat nyeri tekan.
Kekuatan otot : 5555 5555
5555 5555

11. Kulit
Warna kulit sawo matang, tidak ada kemerahan, kulit tampak bersih,
turgor kulit elastis.
12. Genitalia
Tidak terkaji

f. Keadaan lingkungan
Lingkungan sekitar rumah klien bersih dan rapi, tidak ada jentik nyamuk,
tidak ada genangan air kecuali bak mandi. Pada lingkungan rumah, lantai
licin jika terkena hujan, jarak kamar klien dengan kamar mandi cukup jauh.

V. INFORMASI/DATA PENUNJANG
-
ANALSA DATA
DATA MASALAH ETIOLOGI
DS : Klien mengatakan lemas dan Syndrome Lansia Ketidakseimbangan
mudah lelah saat melakukan Rentan suplai oksigen ke
aktivitas ringan seluruh tubuh
DO : TD = 86/58 mmHg
N = 78x/menit Kelemahan fisik

Sydrome Lansia
Rentan

DS : Klien mengatakan khawatir Defisiensi Perubahan status


dengan adanya Covid-19, klien Pengetahuan kesehatan
mengatakan tidak paham
tentang tanda dan gejala, cara
penanganan di rumah dan Kurangnya
komplikasi CHF, klien ingin informasi yang
mendapatkan informasi lebih diperoleh
tentang Covid-19.
DO : Klien bertanya tentang CHF dan Defisiensi
tentang Covid 19 pengetahuan

PRIORITAS MASALAH (DIAGNOSA KEPERAWTAN / MASALAH


KOLABORASI)
1. Syndrome Lansia rentan berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
oksigen ke seluruh tubuh ditandai dengan Klien mengatakan lemas dan mudah
lelah saat melakukan aktivitas ringan, TD = 86/58 mmHg, N = 78x/menit
2. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai
dengan Klien mengatakan khawatir dengan adanya Covid-19, klien mengatakan
tidak paham tentang tanda dan gejala, cara penanganan di rumah dan
komplikasi CHF, klien ingin mendapatkan informasi lebih tentang Covid-19,
Klien bertanya tentang CHF dan tentang Covid 19.

RENCANA KEPERAWATAN

Rencana Keperawatan pada Lansia T dengan CHF


di Banjar Apuan Singapadu
Nama Klien :T
Wisma/lingkungan : Banjar Apuan Singapadu
No Dx. Keperawatan Tujuan & Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Syndrome lansia Setelah  Identifikasi  Untuk
rentan berhubungan diberikan penurunan menentukan
dengan asuhan kemampuan aktivitas yang
ketidakseimbangan keperawatan aktivitas dapat dilakukan
suplai oksigen ke dalam 3 kali  Monitor gaya  Meminimaliris
seluruh tubuh interaksi berjalan, akan resiko jatuh
ditandai dengan selama 30 keseimbangan
Klien mengatakan menit dan kelelahan
lemas dan mudah diharapkan  Berikan  Meningkatkan
lelah saat melakukan syndrome pendidikan pemahaman klien
aktivitas ringan, TD lansia rentan terkait penyakit
= 86/58 mmHg, N = teratasi dengan dan pengobatan
76x/menit kriteria hasil:
 Mengatur
strategi agar
mencegah
jatuh
 Merasa
nyaman
dengan
sistem
pendukung
yang ada
2 Defisiensi Setelah diberikan 1. Berikan penilaian 1. Tingkat
Pengetahuan asuhan tentang tingkat pengetahuan
berhubungan dengan keperawatan dalam pengetahuan bervariasi dari
kurangnya informasi 2 kali interaksi pasien tentang baik, cukup dan
ditandai dengan selama 30 menit proses penyakit kurang sehingga
Klien mengatakan diharapkan yang spesifik. dapat
khawatir dengan pengetahuan klien menentukan
adanya Covid-19, meningkat dengan materi dan media
klien mengatakan kriteria hasil : apa yang tepat
tidak paham tentang 1. Pasien dan untuk klien.
tanda dan gejala, keluarga 2. Berikan 2. Pendidikan
cara penanganan di menyatakan pendidikan kesehatan secara
rumah dan paham tentang kesehatan tentang komprehensif
komplikasi CHF, penyakit, CHF meliputi diperlukan dan
klien ingin kondisi, pengertian, sebaiknya
mendapatkan prognosis dan penyebab, tanda menggunakan
informasi lebih program dan gejala, bahasa yang
tentang Covid-19, pengobatan komplikasi, diet mudah
Klien bertanya 2. Pasien dan dan penanganan dimengerti serta
tentang CHF dan keluarga CHF serta media yang tepat
tentang Covid 19. mampu tentang covid-19
. melaksanakan
prosedur yang 3. Diskusikan 3. Kenyamanan
dijelaskan bersama klien klien dalam
secara benar. dan keluarga mengikuti
3. Pasien dan mengenai pilihan pengobatan
keluarga pengobatan yang sangat penting
mampu dapat ditempuh agar dapat
menjelaskan terlaksana dengan
kembali apa efektif
yang
dijelaskan
perawat/tim
kesehatan
lainnya
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi Keperawatan pada Lansia T dengan Intoleransi Aktivitas


Oleh Karena CHF di Banjar Apuan Singapadu
Tanggal 24 Mei-9 Juni 2021

Dx. Hari / Evaluasi Nama &


No Implementasi
Keperawatan Tgl, Jam Respon Paraf
1 Dx 1 Sabtu, 5 - Mengkaji keluhan dan kemampuan DS: Eka
Juni 2021 - Klien mengatakan mudah
klien melakukan aktivitas
13.50 merasa lelah saat beraktivitas
Wita ringan sehingga enggan untuk
melakukan aktivitas
DO:
- Keadaan klien tampak lemas

2 Dx 2 Sabtu, 5 - Mengedukasi CHF mulai dari DS: Eka


Juni 2021 pengertian, penyebab, gejala, - Klien mengatakan paham akan
14.00 komplikasi, dan penanganan CHF edukasi yang diberikan dan
Wita akan meminta keluarganya
salah satunya terapi farmakologi
untuk mengantarkannya
( menjelaskan aturan minum obat dan melakukan pemeriksaan
memotivasi klien untuk minum obat
secara teratur) serta menjelaskan kesehatan ke dokter umum
pentingnya memeriksakan diri ke DO:
pelayanan kesehatan secara rutin. - Klien mampu menjelaskan
kembali apa yang dijelaskan.

4 Dx 1 Sabtu, 5 - Membantu dan mengajarkan cara DS: Eka


Juni 2021 melakukan latihan aktivitas secara - Klien mengatakan paham dan
14.45 wita bertahap yang sesuai dengan kondisi mengerti setelah diberikan
CHF penjelasan tentang latihan
aktivitas

DO:
- Klien tampak mampu
melakukan sedikit latihan
fisik.
5 Dx 1 Minggu, 6 - Mengobservasi tanda-tanda vital DS: - Eka
Juni 2021 (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi). DO:
11.00 - Tekanan darah klien 100/60
Wita mmHg
- Suhu : 36,50C
- Nadi : 76x/mnt
- Respirasi : 20x /mnt

6 Dx 1 Minggu, 6 - Membantu dan mengajarkan klien DS: Eka


Juni 2021 melakukan aktivitas bertahap - Klien mengatakan baru
11.15 mengetahui aktivitas bertahap
Wita ini. Namun, klien hanya bisa
melakukan sedikit aktivitas
DO:
- Klien tampak lemas

7 Dx 2 Minggu, 6 - Menjelaskan tentang pengertian, cara DS: Eka


Juni 2021 penularan dan cara pencegahan - Klien mengatakan cukup
11.40 penyakit Covid-19. mengerti tentang penjelasan
Wita mengenai pengertian dan cara
pencegahan penyakit Covid-
19
DO:
- Klien tampak kooperatif
- Klien tampak mulai
memahami tentang edukasi
yang diberikan.
8 Dx 2 Minggu, 6 - Mengajarkan klien untuk mencuci DS: Eka
Juni 2021 tangan dengan benar menggunakan 6 - Klien mengatakan sudah
12.30 langkah paham mengenai bagaimana
Wita cara mencuci tangan yang
benar

DO:
- Klien tampak mampu
mengikuti cara mencuci
tangan dengan beanr
menggunakan 6 langkah
9 Dx 1 Senin,7 - Mengobservasi tanda-tanda vital DS: - Eka
Juni 2021 (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi). DO:
15.00 - Tekanan darah klien 100/60
Wita mmHg
- Suhu : 360C
- Nadi : 78x/mnt
- Respirasi : 20x /mnt

10 Dx 1 Senin, 7 - Melakukan pengkajian kemampuan DS: Eka


Juni 2021 aktivitas klien - Klien mengatakan sudah bisa
15.05 melakukan beberapa aktivitas,
Wita ketika merasa lelah pasien
beristirahat lagi.

DO:
- Klien tampak lebih nyaman
ketika beraktivitas.

11 Dx 1 Senin,7 - Menganjurkan klien melakukan DS: Eka


Juni 2021 aktivitas bertahap secara teratur - Klien mengatakan mengerti
15.10 dan sudah bisa melakukan
Wita sendiri latihan fisik.
- Klien mengatakan akan
melakukan latihan secara rutin
DO :
- Klien tampak kooperatif
- Klien tampak mampu
melakukan sendiri beberapa
latihan fisik.
JURNAL TERKAIT INTERVENSI AKTIVITAS BERTAHAP DALAM
MENINGKATKAN TOLERANSI AKTIVITAS
Penelitian yang dilakukan oleh Badriyah, Kadarsih, dan Permatasari
(2013) dengan hasil penelitian menunjukan bahwa Latihan fisik terarah memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap fungsi otot jantung berdasarkan hasil
pemeriksaan tekanan darah dan gambaran EKG. Dimana signifikansi yang paling
besar adalah terhadap gambaran EKG dibandingkan tekanan darah. pada
responden kelompok intervensi, sebelum test jumlah pasien dengan EKG tidak
normal sebesar 29 orang (90,6%) dan normal 3 orang (9,4%). Setelah diberikan
latihan fisik terarah jumlah responden yang memiliki EKG normal menjadi 31
orang (96,9%), sedangkan yang tetap tidak normal menjadi 1 orang (3,1%).
Latihan fisik secara terarah memiliki pengaruh terhadap penurunan faksi lipid
darah, dengan penurunan ini berdampak pada peningkatan membrane sel terhadap
permeabilitas dinding sel untuk transport anion, pompa kalium dan natrium yang
berpengaruh pada meningkatnya potensial aksi. Dengan demikian perubahan
gambaran EKG bermula karena perubahan fungsi permeabilitas sel yang sudah
tidak mengandung faksi lipid darah yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Isnaini, Puspitasari, dan Emilia (2018)
dengan subyek penelitian 2 orang pasien dengan kriteria inklusi adalah Pasien
CHF dengan Intoleransi Aktivitas, laki-laki dan perempuan yang mengalami CHF
dengan Intoleransi Aktivitas, kesadaran komposmentis, pasien yang menjalani
rawat inap, dan bersedia menjadi responden penelitian. Hasil penelitian pada
pasien 1 setelah dilatih aktivitas pasien mampu berjalan dengan jarak 20 meter,
pasien ke 2 mampu berjalan dengan jarak 30 meter. Ada pengaruh latihan
aktivitas secara bertahap untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas pada
pasien CHF.
Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2020) menyatakan hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yaitu peningkatan toleransi aktivitas
terhadap terapi aktivitas secara bertahap untuk mengatasi masalah intoleransi
aktivitas pada pasien gagal jantung kongestif. Pada penelitian ini, peneliti
memberikan terapi aktivitas secara bertahap yang berbasis home based exercise
training m
Penelitian Mala (2019) menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan
dari latihan fisik (Inpatient) terhadap ADL pasien SKA. Latihan fisik dilakukan
terbatas pada aktivitas sehari-hari misalnya gerakan tangan, kaki dan perubahan
postur. Manfaat latihan fisik pada penderita gangguan jantung : mengurangi efek
samping fisiologis dan psikologis tirah baring di rumah sakit, dapat dimanfaatkan
untuk memonitor kondisi fisiologis penderita, mempercepat proses pemulihan dan
kemampuan untuk kembali pada level aktivitas sebelum serangan jantung.
EVALUASI KEPERAWATAN

Evaluasi Keperawatan pada Lansia T dengan Intoleransi Aktivitas


Oleh Karena CHF di Banjar Apuan Singapadu
Tanggal 24 Mei-9 Juni 2021

Hari / Tgl, Nama &


No Dx. Keperawatan Evaluasi
Jam Paraf
1 Syndrome lansia rentan Senin, 7 Juni S: Rumala
2021 - Klien mengatakan sudah mampu melakukan beberapa
berhubungan dengan
15.05 WITA aktivitas
ketidakseimbangan suplai - Klien mengatakan mengerti dan sudah bisa melakukan
aktivitas bertahap sendiri seperti berjalan.
oksigen ke seluruh tubuh
- Klien mengatakan akan melakukan aktivitas bertahap
ditandai dengan Klien secara rutin.
O:
mengatakan lemas dan mudah
- Klien tampak lebih nyaman saat beraktivitas
lelah saat melakukan aktivitas - Klien tampak mampu melakukan berjalan sendiri
dengan diawasi.
ringan, TD = 160/100 mmHg,
- TTV :
N = 105x/menit TD : 100/60 mmHg
Nadi: 78 x/menit
Suhu: 36⁰C
RR: 20x/menit
A : Tujuan tercapai, Masalah teratasi
P : Anjurkan klien untuk rutin melakukan pengobatan
Anjurkan klien menggunakan aktivitas bertahap sebagai
rehabilitasi.

2 Defisiensi Pengetahuan Minggu, 6 S: Rusmala


Juni 2021 - Klien mengatakan paham akan edukasi yang diberikan
berhubungan dengan kurangnya
dan akan meminta keluarganya untuk
informasi ditandai dengan mengantarkannya melakukan pemeriksaan kesehatan
ke dokter umum
Klien mengatakan khawatir
- Klien mengatakan cukup mengerti tentang penjelasan
dengan adanya Covid-19, klien mengenai pengertian dan cara pencegahan penyakit
Covid-19
mengatakan tidak paham
- Klien mengatakan paham langkah mencuci tangan
tentang tanda dan gejala, cara dengan benar
O:
penanganan di rumah dan
- Klien mampu menjelaskan kembali apa yang
komplikasi ACS, klien ingin dijelaskan
- Klien mampu mengikuti cara mencuci tangan dengan
mendapatkan informasi lebih
6 langkah
tentang Covid-19, Klien A : Tujuan Tercapai, Masalah Teratasi
P : Anjurkan untuk mengaplikasikan demonstrasi dan cara
bertanya tentang ACS dan
pencegahan Covid 19 pada kehidupan sehari-hari
tentang Covid 19.

Anda mungkin juga menyukai