Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas
kepalakeluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.Bentuk keluarga
merupakan pola manusia yang disadari oleh anggota keluarga untuk dimasukkan ke
dalam anggota keluarga (Potter dan Perry, 2005). Sekilas keluarga memiliki hal-hal
yang umum, tetapi setiap bentuk keluarga memiliki kekuatan dan permasalahan
yang unik. Keluarga banyak menghadapi tantangan seperti pengaruh kesehatan dan
penyakit, perubahan struktur keluarga dan lain lain.
Dalam teori sistem keluarga di pandang sebagai suatu sistem terbuka dengan
batas-batasnya. Sebuah sitem didefinisikan sebagai suatu unit kesatuan yang
diarahkan pada tujuan, dibentuk dari bagian-bagian yang berinteraksi dan
bergantungan satu dengan yang lainnya dan yang dapat bertahan dalam jangka
waktu tertentu. Teori sistem merupakan suatu cara untuk menjelaskan sebuah unit
keluarga sebagai sebuah unit yang berkaitan dan berinteraksi dengan sistem yang
lain (Harmoko, 2012).
Pada saat ini, penerapan teori keperawatan kedalam praktik keperawatan
keluarga belum lengkap, tapi berkembang secara mengesankan.Teori-teori
keperawatan sangan menjanjikan apabila diterapkan dalam keluarga. Teori-teori
keluarga memiliki gambaran yang jauh lebih lengkap dan memiliki kekuatan lebih
dalam menjelaskan tentang perilaku keluarga (teori ilmu sosial keluarga) dan
intervensi keluarga (teori terapi keluarga) tapiperlu dirumuskan ulang atau
diadaptasi ulang sehingga teori-teori tersebut cocok dengan perspektif keperawatan.
Salah satu teori keperawatan keluarga yang sering digunakan adalah teori
Friedman. Model pengkajian keluarga Friedman merupakan integrasi dari teori
sistem, teori perkembangan keluarga, dan teori struktural fungsional sebagai teori-
teori utama yang merupakan dasar dari model dan alat pengkajian keluarga. Teori-

1
teori lain ikut berperan kedalam dimensi struktural dan fungsional adalah teori
komunikasi, peran dan stress keluarga.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Bagaimana proses keperawatan keluarga pada keluarga dengan tahap VIII (Usia
Lanjut) ?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan keluarga
sesuai dengan konsep dan teori keperawatan keluarga.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar asuhan keperawatan
keluarga
2. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa keperawatan keluarga
3. Mahasiswa mampu menyusun perencanaan asuhan keperawatan keluarga
4. Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan keluarga
5. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi dengan pendekatan pada
keluarga bina asuhan keperawatan keluarga
6. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan keluarga

1.4 MANFAAT PENULISAN


1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberikan sumbangan
karya tulis ilmiah dalam memperkaya aplikasi asuhan keperawatan keluarga
khususnya pada keluarga dengan usia lanjut
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Perawat
Sebagai bahan masukkan dalam perawat mengambil langkah-langkah
untuk menerapkan asuhan keperawatan asuhan keperawatan pada
keluarga dengan tahap perkembangan VIII (usia lanjut).
2
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai referensi dan masukan dalam memberikan asuhan keperawatan
pada keluarga dengan tahap perkembangan keluarga III.Sebagai
masukan dalam peningkatan mutu pelayanan keperawatan tahap
perkembangan keluarga VIII (usia lanjut)
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi dan wacana dalam perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya dalam bidang Ilmu Keperawatan Keluarga pada keluarga
dengan tahap perkembnagan keluarga VIII (usia lanjut).
4. Bagi Keluarga
Memberi pengetahuan tentang keluarga mengenai gambaran umum pada
keluarga dengan tahap perkembangan keluarga VIII (usia lanjut).serta
perawatan yang benar bagi keluarga supaya mendapat sosialisasi yang
tepat.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR KELUARGA


2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang di hubungkan oleh
perkawinan, adopsi dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan social dari individu-individu yang ada di dalamnya
terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan untuk mencapai tujuan
bersama (friedman, 1998).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka
saling berinteraksi satu dengan lainnya, mempunyai peran masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon dan Maglaya, 1978)
, dikutip dari Setyowati, 2008).

2.1.2 Struktur Keluarga


Friedman, Bowden, & jones (2003) fungsi keluarga yang berhubungan
dengan struktur keluarga adalah sebagai berikut:
1. Struktur legalisasi: masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama
dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
2. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi.
3. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka: mendorong kejujuran
dan kebenaran (honesty dan authenticity)
4. Struktur yang kaku: suka melawan dan tergantung pada peraturan.
5. Struktur yang bebas: tidak adanya peraturan yang memaksakan
(permissiveness)
6. Struktur yang kasar: abuse (menyiksa, kejam, dan kasar)
7. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
8. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional).
4
Struktur keluarga didasari oleh organisasi meliputi keanggotaan dan pola
hubungan yang terus menerus. Friedman, Bowden, & Jones (2003) membagi
struktur keluarga menjadi empat elemen, yaitu pola komunikasi, peran
keluarga, nilai dan norma keluarga, dan kekuatan keluarga.
1. Pola komunikasi keluarga
Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak,
hal ini bisa disebabkan oleh bebrapa factor yang ada dalam komponen
komunikasi seperti sender, chanel-media, massage, environment dan
receiver. Komunikasi dalam keluarga dapat berupa komunikasi secara
emosional, komunikasi verbal dan non verbal, komunikasi sirkular
(Wright&Leahey, 2000).
2. Pola peran keluarga
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan
posisi sosial yang diberikan sehingga pada struktur peran bisa bersifat
formal atau informal.Posisi atau status dalam keluarga adalah posisi
individu dalam keluarga yang dapat dipandang oleh masyarakat sebagai
istri, suami, atau anak. Peran formal didalam keluarga merupakan
kesepakatan bersama yang dibentuk dalam suatu norma keluarga.
3. Pola normal dan nilai keluarga
Nilai merupakan persepsi seseorang tentang sesuatu hal apakah baik
atau bermanfaat bagi dirinya.Norma adalah peran-peran yang dilakukan
manusia, berasal dari nilai budaya terkait.Norma mengarah sesuai dengan
nilai yang dianut oleh masyarakat, dimana norma-norma dipelajari sejak
dari kecil (DeLaune, 2002).
4. Pola kekuatan keluarga
Friedman, Bowden, & Jones (2003) kekuatan keluarga merupakan
kemampuan (potensial atau actual) dari individu untuk mengendalikan
atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain kea rah positif.
Tipe struktur kekuatan kekuatan dalam keluarga antara lain: legitimate
power/ authority (hak untuk mengontrol) seperti orang tua terhadap anak,
referent power (seseorang yang ditiru), resource or expert power
5
(pendapat, ahli dan lain-lain), reward power (pengaruh kekuatan karena
adanya harapan yang akan diterima), coercive power pengaruh yang
dipaksakan sesuai keinginan), affective power (pengaruh yang diberikan
melalui manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan sexual). Hasil
dari keturunan tersebut yang akan mendasari suatu proses dalam
pengendalian kepitusan dalam keluarga seperti konsesus, tawar menawar
atau akomodasi, kompromi atau de facto dan paksaan.

2.1.3 Fungsi Keluarga


Ada 5 pokok tugas keluarga yang dijabarkan oleh Friedman (1998) yang
sampai saat ini masih dipakai dalam asuhan keperawatan keluarga.Tugas
kesehatan keluarga menurut Friedman (1998) dalam Efendi dan Makhfudi
(2009) tersebut adalah:
1. Mengenal Masalah Kesehatan Keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan
karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dank arena
kesehatnlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana akan habis.
2. Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai
masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji
keadaan keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam
membuat keputusan. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dikaji oleh
perawat:
a. Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan
luasnya masalah.Apakah keluarga merasakan adanya masalah
kesehatan.
b. Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialaminya.
c. Apakah keluarga merasa takut akan akibat penyakit.
d. Apakah keluarga mempunyai sifat negative terhadap masalah
kesehatan.
e. Apakah keluarga kurang percaya terhadap petugas kesehatan.
6
f. Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan
dalam mengatasi masalah.
3. Member perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit,
keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
a. Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis dan
perawatannya).
b. Sifat dan perkembangan perawat yang dibutuhkan.
c. Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan,
d. Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang
bertanggung jawab atau financial, fasilitas fisik, psikososial).
e. Sikap keluarga terhadap yang sakit.
4. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah
yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebagai berikut:
a. Sumber-sumber yang dimiliki oleh keluarga.
b. Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.
c. Pentingnya hygiene sanitasi
d. Upaya pencegahan penyakit.
e. Sikap atau pandangan keluarga terhadap hygiene sanitasi.
f. Kekompakan antar anggota keluarga.
5. Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat
Ketika merujuk anggita keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus
mengetahui hal-hal berikut ini:
a. Keberadaan fasilitas keluarga.
b. Keuntungan-keuntungan, yang diperoleh dari fasilitas kesehatan.
c. Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan.
d. Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
e. Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

7
2.1.4 Stress dan Coping Keluarga
a. Hill dalam Friedman, Bowden, dan Jones (2003)
Stressor merupakan agen pencetus stress atau penyebab yang
mengaktifkan stress seperti kejadian-kejadian dalam hidup yang cukup
serius (lingkungan, ekonomi, social budaya) yang menimbulkan
perubahan-perubahan dalam sistem keluarga. Stress adalah respon atau
keadaan yang dihasilkan oleh stressor atau oleh tuntutan-tuntutan nyata
yang belum tertangani. Stress merupakan tekanan dalam diri seseorang
atau sistem social (individu, keluarga) (Burgess dalam Friedman,
Bowden, dan jones (2003). Adaptasi merupakan suatu proses penyesuaian
terhadap perubahan yang dapat positif atau negative yang dapat
mempengaruhi meningkat atau menurunya kesehatan keluarga (Bugess
dalam Friedman,Bowden, dan jones (2003).
Ada tiga strategis untuk adaptasi menurut White (dalam
Friedman,Bowden,dan jones (2003), yaitu :
1. Mekanisme pertahanan
Merupakan cara-cara yang dipelajari,kebiasaan,otomatis untuk
berespon yang bertujuan untuk menghindari masalah-masalah yang
dimiliki stressor dan biasanya digunakan apabila tidak ada
penyelesaian yang jelas dalam keluarga.
2. Strategi koping
Merupakan perilaku koping atau upaya-upaya koping dan merupakan
strategi yang positif, aktif, serta khusus untuk masalah, yang
disesuaikan untuk pemecahan suatu masalah yang dihadapi keluarga.
3. Penguasaan
Merupakan strategi adaptasi yang paling positif karena keadaan koping
bebar-benar diatasi sebagai hasil dari upaya –upaya koping yang
efektif dan dipraktikkan dengan baik yang didasarkan pada kompetensi
keluarga.

8
b. Sumber dasar Stress keluarga
1. Kontak penuh stress anggota keluarga dengan kekuatan diluar
keluarga, Sumber stress antara lain: Kehilangan pekerjaan, kena tindak
pidana, masalah sekolah, masalah perkawinan dll.
2. Kontak penuh stress seluruh anggota keluarga dengan kekuatan diluar
keluarga. Sumber stress antara lain: kemiskinan, krisis ekonomi, krisis
keamanan dll.
3. Stressor situasional
Biasanya stressor ini terantisipasi dan memaksa kapasitas koping
seperti: Anggota keluarga ada yang di rumah sakit sehingga perlu
redistribusi peran dan fungsi keluarga.
4. Stressor tradisional
Merupakan masalah-masalah transisi yang sering terjadi dalam
perkembangan keluarga seperti: keluarga dengan bayi; keluarga
dengan anak remaja : blended family; keluarga dengan orang tua
(kakek dan nenek ), keluarga dengan anak dewasa; dan keluarga
dengan ditinggal pasangannya
c. Tahap waktu stress dan tugas koping
1. Periode Ante stress
Masa sebelum melakukan konfrontasi yang sebernarnya dengan
stressor.Contoh masuknya anak ke tingkat pendidikan yang lebih
tinggi. Antisipasi juga dimungkinkan, sudah menyadari adanya
kejadian atau ancaman yang akan datang.
2. Periode stress actual
Strategi adaptif selama masa stress biasanya memiliki intensitas dan
jenis taktik yang digunakan sebelum terjadinya stressor dan stress yang
berbeda-beda. Respon koping yang paling dapat membantu dalam
masa-masa penuh stress biasanya respon-respon yang datangnya dari
keluarga.
3. Periode paska stress

9
Strategi yang digunakan untuk mengembalikan keluarga perlu bersatu,
mengungkapkan perasaan satu sama yang lain untuk memecahkan
masalah bersama.
d. Dampak stressor (lihat hal. 446, Friedman,1992)
Dampak stressor tergantung pada kualitas dan kuantitasnya sehingga
Holmes dan Rahe membuat skala-skala dari kejadian hidup yang dapat
menimbulkan stress, sesuai urutan yang paling membuat stress adalah
1. kematian pasangan
2. perceraian
3. perpisahan perkawinan
4. lamanya dipenjara
5. kematian anggota keluarga dekat
6. sakit pribadi dll
e. Strategi koping keluarga
1. Strategi koping keluarga internal (intrafamilial)
a. Mengandalkan kelompok keluarga
b. Penggunaan humor
c. Memelihara ikatan keluarga
d. Mengontrol arti dari masalah dan penyusunan kembali dan kognitif
e. Pemecahan masalah secara bersama
f. Fleksibilitas peran
g. Normalisasi keadaan
2. Strategi koping keluarga eksternal (ekstrafamilial)
a. Mencari informasi
b. Memelihara hubungan aktif dengan berkomunikasi
c. Mencari dukungan social
d. Mencari dukungan spiritual

2.1.5 Tipologi Masalah Kesehatan


Dalam tipologi masalah kesehatan keluarga, terdapat 3 kelompok masalah
besar, yaitu :
10
1. Ancaman kesehatan
Merupakan keadaan-keadaan yang dapat memungkinkan terjadinya
penyakit, kecelakaan dan kegagalan dalam mencapai potensi kesehatan.
Yang termasuk di dalamnya adalah :
a. Penyakit keturunan (asthma bronchiale, DM, dll)
b. Keluarga atau anggota keluarga yang menderita penyakit menular
(TBC, GO, Hepatitis, dll), berikut bahaya penularannya
c. Jumlah anggota keluarga terlalu besar dan tidak sesuai dengan
kemampuan dan sumber daya keluarga (penghasilan yang kecil untuk
mencukupi anggota keluarga yang besar/banyak)
d. Resiko terjadinya kecelakaan dalam keluarga (rumah berdekatan
dengan jalan, kolam atau tebing, kebiasaan meletakkan senjata tajam
sembarangan, lantai licin, obat-obatan atau racun yang tidak tersimpan
dengan baik, bahaya kebakaran, dll)
e. Kekurangan atau kelebihan gizi pada masing-masing anggota keluarga
f. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan stress atau tekanan
g. Sanitasi lingkungan buruk
h. Sifat kepribadian yang melekat, misalnya pemarah
i. Riwayat persalinan sulit
j. Memainkan peranan yang tidak sesuai, misalnya karena salah satu
anggota keluarga meninggal
k. Imunisasi anak tidak lengkap
l. Kebiasaan-kebiasaan buruk
m. Suasana dalam keluarga yang tidak harmonis :
2. Kurang/tidak sehat
Adalah kegagalan dalam memantapkan kesehatan. Yang termasuk di
dalamnya adalah :
a. Keadaan sakit, apakah sesudah atau sebelum didiagnosis
b. Kegagalan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak yang tidak
sesuai dengan pertumbuhan normal
3. Situasi krisis
11
Adalah saat-saat yang banyak menuntut individu atau keluarga dalam
menyesuaikan diri, termasuk juga dalam hal sumber daya keluarga. Yang
termasuk di dalamnya adalah :
a. Perkawinan h. Anak masuk sekolah
b. Kehamilan i. Anak remaja
c. Persalinan j. Kehilangan pekerjaan
d. Masa nifas k. Kematian anggota
e. Menjadi orang tua keluarga
f. Penambahan anggota l. Pindah rumah
keluarga m. Kelahiran di luar
g. Abortus perkawinan yang sah

2.2 KONSEP DASAR LANSIA


2.2.1 Pengertian
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua.
Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun psikologis.
Dalam buku ajar geriatri, Prof. Dr. R. Boedhi Darmojo dan Dr. H. Hadi
Martono (1994) mengatakan bahwa “menua” (menjadi tua) adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaikikeruskan yang diderita. Dari pernyataan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur
dan fungsi organ. Kondisi ini dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan
lansia, termasuk kehidupan seksualnya.
Proses menua merupakan proses yang terus-menerus atau berkelanjutan
secara alamiah dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Proses
menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang sling berkaitan.
Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses
12
menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai
perubahan yang terkit waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan
detrimental.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup berikut akan
dikemukakan bermacam-macam teori proses menua yang penting.

2.2.2 Tipe Lansia


Mangkunego IV dalam surat Werdatama, yang dikutip oleh H.L
Widyapratama menyebutkn bahwa (lansia) dalam literatur lama (Jawa) dibagi
dua golongan, yaitu :
a) Wong sepuh : orang tua yang sepi hawa nfsu, menguasai ilmu”dwi
tunggal”, yakni mampu membedakan antra baik dan buruk, sejati dan
palsu, gusti (Tuhan) dan kaula nya atau hambanya.
b) Wong Sepah : Lansia yang kosong, tidak tau rasa, bicaranya muluk-
muluk tanpa isi, tingkah lakunya dibuat-buat dan berlebihan serta
memalukan. Hidupnya menjadi hambar (kehilangan romantika dan
dinamika hidup).

Pujangga Ronggo Warsito (dalam surat Klatida) menyebutkan bahwa


Lansia terbgi menjdai dua kelompok, yakni :

a) Lansia yang berbudi sentosa: orang tua ini meskipun diridai Tuhan Yang
Maha Esa dengan rezeki, tetapi tetap berusaha terus, disertai selalu in
ingat dan waspada.
b) Lansia yang lemah : orang tua yang putus asa sebaiknya hanya
menjauhkan diri dari keduniawan, supaya mendapat kasih sayang Tuhan.

Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan


bermacam-macam tipe lansia, antara lain :

a) Tipe arif bijaksana : lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman,


menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
13
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan,
dan menjadi panutan.
b) Tipe mandiri : lansia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,
serta memenuhi undangan.
c) Tipe tidak puas: lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin,
menentang proses penuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan,
kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status, teman yang
disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
d) Tipe pasrah : lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik,
mempunyai konsep habis (habis gelap datang terang), mengikuti kegiatan
beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja yang dilakukan.
e) Tipe bingung : lansia yng kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh.

Lansia dapat pula dikelompokan dalam beberapa tipe yang bergantung


pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial,
dan ekonominya. Tipe ini antara lain :

a) Tipe optimis : lansia santai dan periang, penyesuain cukup baik, mereka
memandang masalah lansia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan
sebagai kesemptan untuk menuruti kebutuhan pasifnya. Tipen ini sering
disebut juga lansia tipe kursi goyang (the rock king chairman)
b) Tipe konstruktif : lnsia ini mempunyai intregits baik, dapat meniukamti
hidup, mempunyi tolernsi yang tinggi, humoristik, fleksibel dan tahu diri.
Biasanya, sift ini terlihat sejak muda. Mekeka dengan tenang menghadapi
proses menua dan menghadapi akhir.
c) Tipe ketergantungan : lansia ini masih dapat diterim ditengah msyarakat,
tetapi selalu pasif, tidak berambisi, masih tahu diri, tidak mempunyi
inisitif dn bila bertindak yang tidak praktis. Ia senang pensiun tidak suka
berkerja dan senang berlibur, banyak makan, banyak minum.
14
d) Tipe defensif : lansia biasnya mempunyai riwayat pekerjaan tau jbatn
yang tidak terkontrol, memegang teguh kebiasan, bersifat komplusif,
anehnya mereka tkut menghadapi menjadi tua dan menyenangi masa
pensiun.
e) Tipe militan dan serius : lansia yang tidak mudah menyerah, serius
senang berjuang, bisa menjadi pnutan.
f) Tipe pemarah frustasi: lansia yang pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, selalu menyalahkan orang lain, menunjukan penyesuaian
yang buruk. Lansia sering mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g) Tipe bermusuhan: lansia yang selalu menganggap orang lain yang
menyebabkan kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif, dan curiga.
Biasanya, pekerjaan saat ia muda tidak stabil. Menganggap menjadi tua
itu bukan hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang
mengadu untung pekerjaan, aktif menghindari masa yang buruk.
h) Tipe putus asa: membenci dan menyalahkan diri sendiri. Lansia ini
bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri. Tidak mempunyai ambisi,
mengalami penurunan sosio-ekonomi, tidak dapat menyesuaikan diri.
Lansia tidak hanya mengalami kemerahan, tetapi juga depresi,
memandang lansia sebagai tidak berguna karena masa yang tidak
menarik. Biasanya perkawinan tidak bahagia, merasa menjadi korban
keadaan, membenci diri sendiri dan ingin cepat mati.

2.2.3 Tugas Perkembangan Lansia


a) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam mendukung kesejahteraan lansia mis. Perpindahan tempat tinggal
lansia.
b) Penyesuaian terhadap pendapatan menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, pendapatan menurun secara tajam dan
semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat, sementara
tabungan/pendapatan berkurang.
15
c) Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas
yang berlangsung dari pasangan.
Contoh: mitos tentang aseksualitas
d) Penyesuaian terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum:tugas yang pali traumatis. Lansia
menyadari bahwa kematian adalah bagian dari kehidupan normal, tetapi
kesadaran akan kematian tidak ada. Hal ini akan berdampak pada
reorganisasi fungsi keluarga secara total.
e) Pemeliharaan ikatan keluarga antar generasi
Ada kecenderungan lansia untuk menjauhkan diri dari hub.sosial, namun
keluarga menjadi fokus interaksi lansia dan sumber utama dukungan
sosial.

3.1 KONSEP DASAR PENYAKIT


3.1.1 Pengertian
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis
terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya
keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine
(glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan
hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan proteinsehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut/
relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan
multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. (
Mary,2009)

3.1.2 Etiologi
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan
karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio
16
lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes
mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar:
a) Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap,
penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga
insulin tidak berfungsi dengan baik).
b) Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga,
minum alkohol, dll.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi
penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat
menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk
mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari
untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator
diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota
keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian
dari proses penuaan itu sendiri.
3.1.3 Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan
bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta
di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya
kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik
yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta
pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi
terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah
insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
17
permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.

3.1.4 Manifestasi Klinis


Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia
pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria
tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul
keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia
urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya
mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang
sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif
kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses
menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala
sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan
luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah :
1) Katarak 11) Amiotropi
2) Glaukoma 12) Ulkus Neurotropik
3) Retinopati 13) Penyakit ginjal
4) Gatal seluruh badan 14) Penyakit pembuluh
5) Pruritus Vulvae darah perifer
6) Infeksi bakteri kulit 15) Penyakit koroner
7) Infeksi jamur di kulit 16) Penyakit pembuluh
8) Dermatopati darah otak
9) Neuropati perifer 17) Hipertensi
10) Neuropati viseral

18
3.1.5 klasifikasi
a) diabetes militus tipe I: Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
defisiensi insulin absolute baik melalui proses imunologik, maupun
idiopatik.
Karakteristik DM tipe I:
1. Mudah terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan harus dengan insulin
3. Onset akut
4. Biasanya kurus
5. Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6. Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7. Didapatkan antibodi sel islet
8. 10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b) Diabetes militus tipe II: Bervariasi mulai yang perdominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II:
1. Sukar terjadi ketoasidosis
2. Pengobatan tidak harus dengan insulin
3. Onset lambat
4. Gemuk atau tidak gemuk
5. Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6. Tidak berhubungan dengan HLA
7. Tidak ada antibodi sel islet
8. 30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9. ± 100% kembar identik terkena
3.1.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe
diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
a) Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15%
Protein, 75% Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk
mencegah diabetes. Kandungan rendah lemak dalam diet ini tidak
19
hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga meningkatkan aktivitas
reseptor insulin.
b) Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes.
Pemeriksaan sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan
bahwa klien lansia secara fisik mampu mengikuti program latihan
kebugaran. Pengkajian pada tingkat aktivitas klien yang terbaru dan
pilihan gaya hidup dapat membantu menentukan jenis latihan yang
mungkin paling berhasil. Berjalan atau berenang, dua aktivitas dengan
dampak rendah, merupakan permulaan yang sangat baik untuk para
pemula. Untuk lansia dengan NIDDM, olahraga dapat secara langsung
meningkatkan fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa
darah, meningkatkan stamina dan kesejahteraan emosional, dan
meningkatkan sirkulasi, serta membantu menurunkan berat badan.
c) Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu
diperiksa secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga
harus dipantau untuk mengetahui terjadinya obesitas yang dapat
meningkatkan resiko DM pada lansia.
d) Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan
efektif hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga
dapat dilakukan untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam
parameter yang telah ditentukan untuk membatasi komplikasi
penyakit yang membahayakan.
e) Pendidikan
1. Diet yang harus dikomsumsi
2. Latihan
3. Penggunaan insulin

20
3.2 KONSEP DASAR ASKEP KELUARGA PADA TAHAP VIII
3.2.1 Pengkajian
Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti
wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang
dilaporkan anggota keluarga.
a. Data umum

1) Yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala
keluarga dan anggota keluarga, alamat, jenis kelamin, umur,
pekerjaan dan pendidikan.
2) Genogram

Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor genetik


atau faktor keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada
pasien.
3) Tipe Keluarga

Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta kendala atau


masalah-masalah yang terjadi pada keluarga tersebut.

4) Suku

Mengakaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi


budaya suku bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait
dengan penyakit diabetes melitus.
5) Agama

Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang


dapat mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
6) Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan baik


dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu
sosial ekonomi keluarga ditentukan pula oleh kebutuhan-kebutuhan
yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang-barang yang dimiliki
oleh keluarga. (Friedmann, 2010).
7) Aktifitas Rekreasi Keluarga

Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan saja keluarga pergi


21
bersama-sama untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu,
kegiatan menonton televisi serta mendengarkan radio.

b. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan oleh anak tertua dari


keluarga ini. Biasanya diabetes mellitus sering terjadi pada laki-
laki atau perempuan yang berusia > 40 tahun. Tahap perkembangan
keluarga yang beresiko mengalami masalah Diabetes Melitus
adalah tahap perkembangan keluarga dengan usia pertengahan dan
lansia. Karena pada tahap ini terjadi proses degenerative yaitu
suatu kemunduran fungsi system organ tubuh, termasuk penurunan
fungsi dari sel beta pankreas.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi

Menjelaskan perkembangan keluarga yang belum terpenuhi,


menjelaskan mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum
terpenuhi oleh keluarga serta kendala-kendala mengapa tugas
perkembangan tersebut belum terpenuhi.
3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat keluarga inti meliputi riwayat


penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota
keluarga, perhatian keluarga terhadap pencegaha penyakit
termasuk status imunisasi, sumber pelayanan kesehatan yang bias
digunakan keluarga dan pengalaman terhadap pelayanan
kesehatan.

4) Riwayat keluarga sebelumnya

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan keluarga dari pihak


suami dan istri untuk mengetahui kemungkinan jika diabetes
nelitus yang terjadi pada pasien merupakan faktor keturunan.

22
c. Lingkungan

1) Karakteristik rumah

Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe


rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan,
peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic
tank dengan sumber air minum yang digunakan serta denah rumah
(Friedman, 2010).

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas


setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan /
kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang
mempengaruhi kesehatan penderita diabetes melitus.
3) Mobilitas geografis keluraga

Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan melihat kebiasaan


keluarga berpindah tempat tinggal.
4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dalam masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada dan sejauh mana
interaksi keluarga dengan masyarakat.
5) Sistem Pendukung Keluarga

Jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasiltas yang dimilki


keluarga untuk menunjang kesehatan mencakup fasilitas fisik,
fasilitas psikologis atau pendukung dari anggota keluarga dan
fasilitas social atau dukungan dari masyarakat setempat terhadap
pasien dengan diabetes melitus. \
d. Struktur Keluarga

Menjelaskan mengenai pola komunikasi antar keluarga, struktur


kekuatan keluarga yang berisi kemampuan keluarga mengendalikan
dan mempengaruhi orang lain untuk merubah prilaku, struktur peran
yang menjelaskan peran formal dan informal dari masing-masing
anggota keluarga serta nilai dan norma budaya yang menjelaskan

23
mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga yang
berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus.
e. Fungsi Keluarga

1) Fungsi Afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga,


perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, perasaan memiliki
dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota
keluarga lainnya dan seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling
mendukung, hubungan baik dengan orang lain, menunjukkan rasa
empati, perhatian terhadap perasaan (Friedman, 2010).

2) Fungsi Sosialisasi

Dikaji bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauh


mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya,
penghargaan, hukuman dan perilaku serta memberi dan menerima
cinta (Friedman, 2010).
3) Fungsi Perawatan Keluarga

Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,


pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit.
Sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat sakit.
Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan kesehatan
dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas
pokok keluarga, yaitu :
a) Mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan, sejauh mana keluarga mengetahui pengertian, faktor
penyebab, tanda dan gejala serta yang mempengaruhi keluarga
terhadap masalah.

b) Mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan


mengenai tindakan kesehatan yang tepat

Mengetahui sejauh mana keluarga mampu merawat anggota


keluarga yang menderita diabetes mellitus, bagaimana keadaan
penyakitnya dan cara merawat anggota keluarga yang sakit diabetes
mellitus.
24
c) Mengatuhi sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan
fasilitas kesehatan yang mana akan mendukung terhadap
kesehatan seseorang.
4) Fungsi reproduksi

Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah


berapa jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah
anggota keluarga, metode yang digunakan keluarga dalam upaya
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi ekonomi

Menjelaskan sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang,


pangan dan papan serta sejauh mana keluarga memanfaatkan
sumber yang ada dimasyarakat dalam upaya peningkatan status
kesehatan keluarga. Pada keluarga dengan tingkat ekonomi yang
mencukupi akan memperhatikan kebutuhan perawatan penderita
diabetes, misalnya dengan menggunakan susu diabetasol.

f. Stress dan koping keluarga

1) Stressor jangka pendek

Stressor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian


dalam waktu kurang dari enam bulan.
2) Stressor jangka panjang

Stressor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian


dalam waktu lebih dari enam bulan.
3) Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah

Stressor dikaji sejauhmana keluarga berespon terhadap stressor.


4) Strategi koping yang digunakan

Dikaji strategi koping yang digunakan keluarga bila menhadapi


permasalahan / stress.
5) Strategi adaptasi disfungsional

Menjelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang


digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan / stress.
25
g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode


yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan

pemeriksaan fisik klinik head to toe, untuk pemeriksaan fisik untuk


diabetes mellitus adalah sebagai berikut :
1) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda - tanda vital. Biasanya pada penderita
diabetes didapatkan berat badan yang diatas normal / obesitas.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, apakah ada pembesaran pada
leher, kondisi mata, hidung, mulut dan apakah ada kelainan pada
pendengaran. Biasanya pada penderita diabetes mellitus ditemui
penglihatan yang kabur / ganda serta diplopia dan lensa mata yang
keruh, telinga kadang-kadang berdenging, lidah sering terasa tebal,
ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah
bengkak dan berdarah.

3) Sistem Integumen
Biasanya pada penderita diabetes mellitus akan ditemui turgor kulit
menurun, kulit menjadi kering dan gatal. Jika ada luka atau maka
warna sekitar luka akan memerah dan menjadi warna kehitaman
jika sudah kering. Pada luka yang susah kering biasanya akan
menjadi ganggren.

4) Sistem Pernafasan
Dikaji adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Biasanya
pada penderita diabetes mellitus mudah terjadi infeksi pada sistem
pernafasan.

5) Sistem Kardiovaskuler
Pada penderita diabetes mellitus biasanya akan ditemui perfusi
jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi /
bradikardi, hipertensi / hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

26
6) Sistem Gastrointestinal
Pada penderita diabetes mellitus akan terjadi polifagi, polidipsi,
mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen dan obesitas.

7) Sistem Perkemihan
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit
saat berkemih.

8) Sistem Muskuluskletal
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

9) Sistem Neurologis
Pada penderita diabetes mellitus biasanya ditemui terjadinya
penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi dan rasa kesemutan pada
tangan atau kaki.
3.2.2 Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,
keluarga, atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses pengumpulan
data dan analisa data secara cermat, memberikan dasar untuk menetapkan
tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung jawab untuk melaksanakannya
(Harmoko, hal 86; 2012)

Kemungkinan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada keluarga


dengan diabetes mellitus yaitu (NANDA, 2015) :
a. Resiko ketidakstabilan gula darah
b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
c. Gangguan rasa nyaman
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Resiko komplikasi
f. Defisit pengetahuan

27
g. Resiko syok hipovolemik
h. Resiko kerusakan integritas kulit
i. Resiko cidera

3.2.3 Intervensi
Rencana keperawatan keluarga merupakan kumpulan tindakan yang
direncanakan perawat untuk dilaksanakan dalam menyelesaikan atau mengatasi
masalah kesehatan/masalah keperawatan yang telah di identifikasi (Harmoko,
hal 93; 2012).
Langkah-langkah mengembangkan rencana asuhan keperawatan keluarga
(Harmoko, hal 94; 2012)
a. Menentukan sasaran atau goal.
b. Menentukan tujuan dan objek.
c. Menentukan pendekatan dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
d. Menentukan kriteria dan standar kriteria.

3.2.4 Implementasi
Pelaksanaan merupakan salah satu tahap dari proses keperawatan keluarga
dimana perawat mendapatkan kesempatan untuk membangkitkan minat
keluarga dalam mengadakan perbaikan ke arah perilaku hidup sehat (Harmoko,
hal 97; 2012)
Tindakan keperawatan keluarga mencakup hal-hal di bawah ini (Harmoko,
hal 98; 2012)
a. Menstimulasi kesehatan atau penerimaan keluarga mengenai kebutuhan
kesehatan dengan cara memberikan informasi kesehatan, mengidentifikasi
kebutuhan, dan harapan tentang kesehatan, serta mendorong sikap emosi
yang sehat terhadap masalah.
b. Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
dengan cara mengidentifikasi konsekuensi untuk tidak melakukn tindakan,
mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga, dan
mendiskusikan konsekuensi setiap tindakan.
c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit
dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan, menggunakan alat dan

28
fasilitas yang ada di rumah, dan mengawasi keluarga melakukan
perawatan.
d. Membantu keluaga untuk menemukan cara membuat lingkungan menjadi
sehat dengan menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
dan melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
e. Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan dengan cara
mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilingkungan keluarga cara
menggunakan fasilitas tersebut.

3.2.5 Evaluasi
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi. Tahap penilaian
atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan keluarga dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dnegan melibatkan klien dengan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan keluarga dalam mencapai
tujuan (Dion & Betan,2013)

29
BAB 3

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Pentingnya peran keluarga dalam membangun masyarakat yang berkompeten.
Selain itu, pentingnya peran setiap anggota keluarga dalam menerapkan setiap
perannya secara optimal agar mencapai kehidupan masyarakat yang
harmonis.Beberapa penyebab yang menyebabkan hilangnya fungsi keluarga secara
bertahap dalam kehidupan era globalisasi yang menyebabkan turunnya kualitas
setiap individu dalam sebuah keluarga dalam mencapai kehidupan masyarakat yang
berkompeten. Namun masalah yang menggangu fungsi keluarga tentu dapat teratasi
sebagaimana anggota keluarga menanggapinya.
Untuk dapat mencapai suatu tujuan yang sama, yaitu mencapaikehidupan
masyarakat yang harmonis dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat dan
bernegara dengan baik. Kepada setiap pembaca yangmerupakan sebuah keluarga
yang merupakan kelompok terkecil dalam masyarakat agar menerapkan perilaku
yang baik dalam setiap fungsi yangharus di terapkan dalam masyarakat dan tidak
menyimpang dari fungsi-fungsi tersebut

4.2 SARAN
4.2.1 Bagi penyusun, agar lebih giat lagi dalam mencari referensi-referensi dari
sumber rujukan, karena dengan semakin banyak sumber yang di dapat
semakin baik makalah yang dapat disusun.
4.2.2 Bagi Institusi, agar dapat menyediakan sumber-sumber bacaan baru, sehingga
dapat mendukung proses belajar mengajar.
4.2.3 Bagi pembaca, agar dapat memberikan masukan yang bersifat membangun
demi kesempurnaan penyusunan makalah ini.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abi Muhlisin, 2012. Keperawatan Keluarga. Yogyakarta :


gosyen Publishing

Bulechek, Gloria, dkk 2016. Nursing Interventions


Classification. Lanford Lame : Elsevier.

Dermawan, 2012. Intervensi Keperawatan. Jakarta : Raja


Grafindo Persada

Dion, Yohanes & Yasinta Betan. 2013. Asuhan Keperawatan


Keluarga Konsep Dan Praktik Yogyakarta : Nuha Medika

Nur Arif dan Kusuma, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan NANDA, NIC, NOC. Edk revisi.Jilid 1 dan
2.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Smeltzer, Suzzane C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Jakarta: EGC

31

Anda mungkin juga menyukai