Anda di halaman 1dari 21

Keperawatan Dasar Profesi

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN

RASA NYAMAN (NYERI) PADA KLIEN NY. E

DI RS WAHIDIN SUDIRO HUSODO

MAKASSAR

OLEH :

AZMIL IHSAN, S.Kep.

70900119014

TIM PEMBIMBING:

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIV

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI ALAUDDIN MAKASSAR

2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‫ﷻ‬ karena dengan rahmat,

karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan


Pendahuluan terkait gangguan pemenuhan dasar kenyamanan (nyeri) ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam


rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai gangguan
pemenuhan dasar khususnya kenyamanan (nyeri). penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun


yang membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar , 2 September 2019

Azmil Ihsan, S.Kep

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

KONSEP KEBUTUHAN KENYAMANAN (NYERI) ......................................... 1

A. Defenisi Kebutuhan Dasar Kenyamanan ..................................................... 1

B. Defenisi Nyeri .............................................................................................. 3

C. Fisiologi Sistem Nyeri ................................................................................. 4

D. Teori Gate Control ....................................................................................... 6

E. Klasifikasi Nyeri (Kemenkes, 2016) ............................................................ 7

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri .................................................. 7

G. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem ................ 9

H. Skala Pengukuran Nyeri ............................................................................. 10

BAB II ................................................................................................................... 13

RENCANA ASUHAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


DASAR KENYAMANAN (NYERI) ................................................................... 13

A. Pengkajian .................................................................................................. 13

B. Perencanaan (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019) ................................................... 15

C. Evaluasi ...................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

iii
BAB I

KONSEP KEBUTUHAN KENYAMANAN (NYERI)


A. Defenisi Kebutuhan Dasar Kenyamanan
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2005) mengungkapkan

kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan

dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang

meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi),

dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri).

Konsep teori kenyamanan meliputi kebutuhan kenyamanan, intervensi

kenyamanan, variable intervensi, peningkatan kenyamanan, perilaku pencari

kesehatan, dan integritas institusional. Menurut Kolcaba & DiMarco (2005) hal

tersebut dapat digambarkan dalam kerangka konseptual sebagai berikut:

Gambar 1 Kerangka Kerja Konseptual pada Teori Kenyamanan

Seluruh konsep tersebut terkait dengan klien dan keluarga. Teori

kenyamanan terdiri atas tiga tipe, yaitu (1) relief: kondisi resipien yang

membutuhkan penanganan spesifik dan segera, (2) ease: kondisi tenteram atau

kepuasan hati dari klien yang terjadi karena hilangnya ketidak nyamanan fisik

yang dirasakan pada semua kebutuhan, (3) transcendence: keadaan dimana

seseorang individu mampu mengatasi masalah dari ketidaknyamanan yang


terjadi.

1
Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat

aspek yaitu:

1. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.

2. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

sosial.

3. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam

diri sendir yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna

kehidupan).

4. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman

eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan

unsur alamiah lainnya.

Kenyamanan fisik berhubungan dengan mekanisme sensasi tubuh dan

homeostasis, meliputi penurunan kemampuan tubuh dalam merespon suatu

penyakit atau prosedur invasif. Beberapa alternatif untuk memenuhi

kebutuhan fisik adalah memberikan obat, merubah posisi, backrub,


kompres hangat atau dingin, sentuhan terapeutik.

Kenyamanan psikospiritual dikaitkan dengan keharmonisan hati dan

ketenangan jiwa, yang dapat difasilitasi dengan memfasilitasi kebutuhan

interaksi dan sosialisasi klien dengan orang-orang terdekat selama

perawatan dan melibatkan keluarga secara aktif dalam proses kesembuhan


klien.

Kebutuhan kenyamanan sosiokultural berhubungan dengan hubungan

interpersonal, keluarga dan masyarakat, meliputi kebutuhan terhadap

informasi kepulangan (discharge planning), dan perawatan yang sesuai

dengan budaya klien. Beberapa cara untuk memenuhi kebutuhan


sosiokultural adalah menciptakan hubungan terapeutik dengan klien,

2
menghargai hak-hak klien tanpa memandang status sosial atau budaya,

mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya, dan memfasilitasi

kerja tim yang mengatasi kemungkinan adanya konflik antara proses


penyembuhan dengan budaya klien.

Kebutuhan yang terakhir adalah kebutuhan akan kenyamanan

lingkungan yang berhubungan dengan menjaga kerapian dan kebersihan

lingkungan, membatasi pengunjung dan terapi saat klien beristirahat, dan

memberikan lingkungan yang aman bagi klien (Kolcaba, Tilton, & Drouin,
2006).

Kebutuhan dasar kenyamanan sering dikaitkan dengan respons nyeri

yang dirasakan pasien yang dapat mempengarhui status kenyaman pasien.

Persepsi dari rasa nyeri yang timbul juga berbeda antar pasien dengan

berbagai ragam penyebab, sehingga membutuhakan kemampuan yang

khusus dari perawat untuk mengatasi/ meminimalkan nyeri yang dirasakan

pasien. Hal terpenting yang harus diketahui yakni keyakinan perawat

terhadap rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien adalah hal yang nyata

sehingga dibutuhkan manajemen nyeri yang efektif untuk setiap pasien.

Dalam perkembangann duni kedokteran juga, para peneliti dal bidang

kesehatan bersatu dan mengupayakan jika manajemen nyeri adalah prioritas


yang penting dalam system perawatan kesehatan (Taylor,2011).

B. Defenisi Nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat individual

karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak bisa

disamakan satu sama lain (Asmadi, 2008). Nyeri merupakan keadaan ketika

3
individu mengalami sensasi ketidaknyaman dalam merespons suatu rangsangan

yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012).

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau

lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan (PPNI, 2016)

Nyeri Kronis pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat

dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan (PPNI,

2016)

Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan. Sensasi ketidak nyamanan yang dimanefestasikan sebagai

penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman, dan

fantasi luka. Nyeri merupakan suatu keadaan yang menitiberatkan pada

kejadian fisik dan suatu pengalaman emosional. Penatalaksanaan ini tidak

hanya berfokus pada pengelolahan fisik semata, namun penting juga untuk

melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri (Tamsuri,

2014).

Definisi keperawatan tentang nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan

oleh individu yang mengalami nyeri serta kapanpun individu mengatakannya.

Namun tidak semua individu mampu mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan

secara verbal, sehingga perawat memiliki tanggung jawab terhadap pengamatan

perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri (Ariesta, 2014).

C. Fisiologi Sistem Nyeri


Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf

4
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang

tersebar pad akulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian, dinding

arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat

adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi

seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang

dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi.

Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau mekanis (kemenkes, 2016)

Sel yang rusak yang diakibatkan karena adanya stimulus internal, mekanik,

kimiawi, atau stimulus listrik dapat mengakibatkan pelepasan substansi yang

menghasilkan nyeri seperti histamin, baridikinin dan kalium yang bergabung

dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi neutal yang

dikaitkan dengan nyeri (Pasaribu, 2011).

Pada dasarnya, tubuh setiap orang mampu menyesuaikan diri dan membuat

variasi persepsi nyeri. Serabut saraf di traktus spinotalamus yang berakhir di

otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim stimulasi kembali ke

bawah kornu dorsalis di medula spinalis. Serabut ini disebut dengan sistem

nyeri desendens yang bekerja dengan melepaskan neuroregulator yang

menghambat transmisi stimulus nyeri (Sari, 2013).

Pada umumnya saraf otomom (simpatis dan parasimpatis) menghasilkan

respon fisiologis nyeri. Stimulus simpatis mengakibatkan respon seperti dilatasi

saluran bronkiolus dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan

frekuensi denyut jantung, diaphoresis, peningkatan ketegangan otot, penurunan

motilitas saluran cerna, dan vasokontriksi perifer. Sedangkan respon nyeri pada

stimulasi saraf parasimpatis seperti pucat, ketegangan otot, penurunan denyut

jantung dan tekanan darah, pernafasan cepat dan tidak teratur, mual dan muntah,

serta kelemahan atau kelelahan (Potter dan Perry, 2006).

5
Gambar 1.1 Mekanisme Nyeri
D. Teori Gate Control
Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan tentang gerbang

pengendali nyeri, yang mengatakan bahwa teori ini semacam “pintu

gerbang” yang dapat melepasakan atau memperlambat transmisi nyeri

(Tamsuri, 2015). Teori ini lebih komprehensip dalam menjelaskan tramisi

dan persepsi nyeri. Rangsangan atau impuls nyeri yang disampaikan oleh

syaraf perifer aferen ke korda spinalis dapat dimodifikasi sebelum tramisi

ke otak. Sinapsis dalam dorsal medulla spinalis beraktifitas seperti pintu

untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Kerja kontrol gerbang ini


menguntungkan dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya berada

dalam rangsangan akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat akan

meningkatkan aktifitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan

tertutupnya pintu sehingga aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan

hantaran rasa nyeri terhambat juga. Rangsangan serat besar ini dapat

langsung merangnsang ke korteks serebri dan hasil persepsinya akan

dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan reaksinya

6
akan mempengaruhi aktifitas sel T. Rangsangan pada serat kecil akan

menghambat akifitas substansi gelatinosa dan membuka pintu mekanisme

sehingga aktifitas sel T meningkat yang akan menghantar ke otak (Hidayat,

2006).
E. Klasifikasi Nyeri (Kemenkes, 2016)
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri kronis.

Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan

tegangan otot. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.

Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri

kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi
menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Solehati dan Cecep Eli Kosasih (2015), pengalaman nyeri pada

seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

7
1. Lingkungan

Persepsi nyeri akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Lingkungan

yang kurang mendukung seperti ribut dan terang maka intensitas nyeri akan

bertambah.

2. Usia

Semakin bertambah usia, maka semakin besar pula toleransi terhadap

rasa nyeri yang ditimbulkan. Kemampuan untuk mengontrol nyeri akan

terus bertambah seiring dengn bertambahya usia. Oleh karena itu, persepsi

nyeri akan dipengaruhi oleh usia.

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespon adanya nyeri.

Dalam suatu study dilaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki akan kurang

merasakan nyeri jika dibandingkan dengan perempuan. Hal ini berdasarkan

dengan etnis tertentu.

4. Kultur

Respon terhadap nyeri tergantung pada bagaimana orang belajar dari

budayanya, seperti kepercayaan yang mengatakan bahwa nyeri yang

dirasakan merupakan akibat kesalahan yang mereka lakukan sehingga harus

diterima dan tidak mengeluh.

5. Makna nyeri

Nyeri yang dirasakan tergantung bagaimana pengalaman atau persepsi

seseorang terhadap nyeri dan bagaimana cara mengatasinya.

6. Kecemasan

Kecemasan dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri yang dirasa

dan nyeri juga dapat menyebabkan kecemasan.

7. Pengalaman masa lalu

8
Ketika seseorang sudah mengalami jenis nyeri yang sama dengan masa

lampau, maka akan lebih mudah bagi individu untuk melakukan tindakan

penghilang rasa nyeri. Hal ini terjadi karena adanya proses pengontrolan

pusat dan dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau.

8. Pola koping

Pola koping yang adaptif akan mempermudah seseorang dalam

mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan

menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Indivudu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan

perlindungan.

10. Harapan

Harapan positif tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan

pengobatan. Sering kali semakin banyak petunjuk yang diterima oleh

pasien tentang keefektifan intervensi maka semakin efektif pula intervensi

yang diberikan nantinya. Hubungan pasien dengan perawat yang positif

juga dapat menjadi peran yang sangat penting dalam meningkatkan efek

penyembuhan.

G. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem


Menurut PPNI (2016) yang mungkin terjadi adalah:

a. Gangguan rasa nyaman


b. Ketidaknyamanan pasca partum
c. Nausea
d. Nyeri akut
e. Nyeri kronis

9
f. Nyeri melahirkan
H. Skala Pengukuran Nyeri
Skala nyeri merupakan suatu gambaran tentang tingkat nyeri yang dirasakan

oleh individu. Pengukuran skala nyeri bersifat sangat subjektif dan individual

dan kemungkinan nyeri dalam skala yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yaitu

dengan menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri. Namun

pengukuran dengan teknik respon fisiologik juga tidak dapat memberikan

gambaran pasti tentang nyeri yang dirasakan oleh setiap individu (Syahriyani,

2010).

Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk mengukur skala atau

intensitas keparahan nyeri yang dirasakan oleh individu, diantaranya:

1. Skala deskriptif verbal

Skala deskriptif verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan

salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala

deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari kalimat

pendeskripsian yang berawal dari tidak ada nyeri sampai nyeri berat yang

tidak terkontrol (Prasetyo, 2010).

Gambar 2 Skala deskriptif verbal

10
2. Skala Numerik

Skala numerik atau Numerical Rating Scale (NRS) merupakan salah alat

ukur nyeri yang digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata. Dalam hal

ini, pasien memberikan nilai terhadap nyeri yang dirasakan mulai dari skala

0 sampai dengan 10. Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak nyeri, skala 1

sampai 3 dideskripsikan sebagai nyeri ringan, skala 4 sampai dengan 6

dideskripsikan sebagai nyeri sedang, serta skala 7 sampai dengan 10

dideskripsikan sebagai nyeri berat. Skala pengukuran ini efektif digunakan

untuk mengkaji skala nyeri sebelum dan sesudah terapeutik. Pengguanaan

NRS sangat direkomendasikan untuk mengukur skala nyeri pasca operasi

pada pasien yang berusia lebih dari 7 tahun (Prasetyo, 2010).

Gambar 3 Skala Numerik

3. Skala analog visual

Skala analog visual atau Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu

pengukuran dengan garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pada

pengukuran skala analog visual dapat memberikan kebebasan kepada pasien

untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang dirasakannya

(Prasetyo, 2010).

11
Gambar 1.4 Skala Analog Visual

4. Skala Wajah Wong-Baker

Skala wajah pada umumnya digunakan pada anak-anak yang berusia

kurang dari tujuh tahun. Pada pengukuran skala wajah, pasien diminta untuk

memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyeri yang dirasakan. Pilihan ini
kemudian diberikan skor angka. Skala wajah Wong-Baker menggunakan

enam kartun wajah yang menggambarkan wajah senyum, sedih, sampai

menangis. Pada setiap gambar kartun wajah diberikan skor 0 sampai dengan

5 (Wong, 1998 dalam Ramadhani, 2014).

Gambar 1.5 Skala Wajah Wong-Baker

12
BAB II

RENCANA ASUHAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


DASAR KENYAMANAN (NYERI)
A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang

Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.


Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang
mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup
klien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden
terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempengaruhi rasa aman dan
nyaman klien.

b. Riwayat penyakit dahulu

Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/ bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung
pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman klien

c. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kesehatan keluarga juga dapat menyebabkan gangguan rasa


aman dan nyaman. Karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien akan
beresiko terkena penyakit sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman seperti
nyeri.

2. Pemeriksaan fisik: data fokus


a. Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir bawah
b. Verbal
1) Menangis

13
2) Berteriak

c. Tanda- tanda vital


1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
d. Ekstremitas

Amati gerak tubuh pasien untuk mealokasikan tempat atau rasa yang
tidak nyaman

e. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu


1) P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah
kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
2) Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul
dan lain-lain.
3) R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post
operasi,dan lain-lain.
4) S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
5) T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
f. Respon Nyeri
1) Respon simpatik
a) peningkatan frekuensi pernafasan
b) dilatasi saluran bronkiolus
c) peningkatan frekuensi denyut jantung
d) dilatasi pupil
e) penurunan mobilitas saluran cerna

14
2) Respon parasimpatik
a) Pucat
b) ketegangan otot
c) penuru nan denyut jantung
d) mual dan muntah
e) kelemahan dan kelelahan
3) Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain
perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang
sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis

3. Pemeriksaan Penunjang
a. USG

USG digunakan untuk data penunjang apabila ada rasa tidak nyaman
pada bagian perut

b. Rontgen
Rontgen untuk mengetahui tulang/organ yang abnormal yang dapat
mengganggu rasa nyaman klien

B. Perencanaan (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019)


1. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Manajemen Nyeri
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset
mendadak atau lambar dan berintraksi ringan hingga berat
Kriteria Hasil
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambar dan
berintraksi ringan hingga berat dan konstan dapat menurut dengan kriteria
hasil:

15
1) Keluhan nyeri menurun dari 3 ke 2
2) Meringis dapat menurun dari 3 ke 2
3) Gelisah dapat menurun dari 3 ke 2
4) Sikap protektif dapat menurun dari 3 ke 2
b. Intervensi keperawatan dan rasional
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
Rasional : mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri dari pasien
b) Identifikasi skala nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien
c) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : mengetahaui hal-hal yang dapat memperberat ataupun
memperingan nyeri yang dirasakan pasien
d) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Rasional : mengetahui seberapa besar rasa nyeri mempengarui
kualitas hidup pasien
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Terapi pijat, kompres hangat/dingin, hypnosis, relaksasi napas
dalam)
b) Rasional : mengurangi tingkat nyeri pasien/ mengalihkan pasien dari
rasa nyerinya
c) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Rasional : mengurangi resiko factor yang dapat memperberat
nyeri/menimbulkan nyeri
d) Fasilitasi isterahat dan tidur
Rasional : mengalihkan dan memenuhi kebutuhan istrahat pasien
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional : memberikan informasi terkait nyeri yang dirasakan pasien
b) Jelaskan strategi mengatasi nyeri
Rasional : membantu pasien mengatasi saat rasa nyeri muncul

16
c) Anjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri
Rasional : pasien dapat mengetahui sendiri karakteristik, penyebak,
lokasi saat nyeri muncul
d) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Rasional : memudahkan pasien untuk mengotrol nyeri dengan cara
sederhana
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional : mengurangi/ menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan
pasien
C. Evaluasi
Evaluasi dapat dibedakan atas evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi
proses dievaluasi setiap selesai melakukan perasat dan evaluasi hasil berdasarkan
rumusan tujuan terutama kriteria hasil. Hasil evaluasi memberikan acauan tentang
perencanaan lanjutan terhadap masalah nyeri yang dialami oleh pasien.

17
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jkarta: Salemba Medika.

Kemenkes. 2016. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.

Kolcaba, K., & DiMarco, M., A. 2005. Comfort theory and its application to
pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194. Diakses di:
http://www.medscape.com/viewarticle/507387.

Kolcaba, K., Tilton, C., & Drouin, C. 2006. Comfort theory a unifying
framework to enhance the practice environment. The Journal of Nursing
Administration, 36(11), 538-544. Diakses di:
http://thecomfortline.com/files/pdfs/2006

Potter & Perry. 2009. Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby
Elsevier, Inc

Taylor, C.R., Lilis, C., Lemone, P., Lynn, P., 2011. Fundamentals of Nursing: The
Art and Science of Nursing Care, 7th ed. Wolters Kluwer, China

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

18

Anda mungkin juga menyukai