Anda di halaman 1dari 29

Keperawatan Dasar

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN DASAR RASA NYAMAN (NYERI)

OLEH :
Nurfadilah
NIM : 70900119042

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬karena dengan rahmat,


karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan terkait gangguan pemenuhan dasar kenyamanan (nyeri) ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam


rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai gangguan
pemenuhan dasar khususnya kenyamanan (nyeri). penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun


yang membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Makassar , 6 April 2020

Nurfadillah

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

KONSEP KEBUTUHAN KENYAMANAN (NYERI)..........................................1

A. Defenisi Kebutuhan Dasar Kenyamanan......................................................1

B. Defenisi Nyeri...............................................................................................2

C. Fisiologi Sistem Nyeri..................................................................................4

D. Teori Gate Control........................................................................................5

E. Klasifikasi Nyeri (Kemenkes, 2016).............................................................6

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri...................................................7

G. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem.................9

H. Skala Pengukuran Nyeri................................................................................9

I. Penanganan Nyeri........................................................................................11
BAB II....................................................................................................................13

RENCANA ASUHAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


DASAR KENYAMANAN (NYERI)....................................................................13

A. Pengkajian...................................................................................................13

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)........................................................15

C. Perencanaan (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019)....................................................19

D. Penyimpangan KDM..................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iii
BAB I

KONSEP KEBUTUHAN KENYAMANAN (NYERI)

A. Defenisi Kebutuhan Dasar Kenyamanan

Kenyamanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang

harus dipenuhi karena merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasa

sejahtera atau nyaman baik secara mental, fisik, maupun sosial. Adapun

defenisi kenyamanan menurut Potter & Perry, (2006) merupakan keadaan

terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan ketentraman (suatu kepuasan yang

meningkatkan penampilan dalam sehari-hari), trasenden (keadaan tentang

sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri), kelegaan (kebutuhan dapat

terpenuhi). Kenyamanan meski dipandang secara holistik yang mencakup

empat aspek yaitu :

1. Fisik yang berhubungan dengan sensasi tubuh

2. Sosial yang berhubungan dengan interpersonal, keluarga, dan sosial

3. psikospiritual (berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri

sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna

kehidupan)

4. lingkungan (berhubungan dengan latar belakang pengalaman

eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur

alamiah lainnya)

Gangguan rasa nyaman merupakan suatu gangguan dimana perasaan

kurang senang, kurang lega, dan kurang sempurna dalam dimensi fisik,

iv
psikospiritual, lingkungan serta sosial yang biasanya mempunyai tanda dan

gejala minor dan mayor.

Menurut Herdman (2012), Ketidaknyamanan yang dirasakan setiap

individu masing- masing berbeda tergantung bagaimana individu tersebut

menyikapinya. Ketidaknyamanan fisik pada individu salah satunya ialah

nyeri baik itu nyeri akut (nyeri yang berlangsung kurang dari 6 bulan)

maupun nyeri kronis (nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan),

sehingga membutuhakan kemampuan yang khusus dari perawat untuk

mengatasi/ meminimalkan nyeri yang dirasakan pasien. Hal terpenting yang

harus diketahui yakni keyakinan perawat terhadap rasa nyeri yang dirasakan

oleh pasien adalah hal yang nyata sehingga dibutuhkan manajemen nyeri yang

efektif untuk setiap pasien. Manajemen nyeri adalah prioritas yang penting

dalam sistem perawatan kesehatan, di dalam perkembangann dunia kedokteran

juga, para peneliti dalam bidang kesehatan bersatu dan mengupayakan hal

tersebut. (Taylor,2011).

B. Defenisi Nyeri

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat

individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak

bisa disamakan satu sama lain (Asmadi, 2008). Nyeri merupakan keadaan

ketika individu mengalami sensasi ketidaknyaman dalam merespons suatu

rangsangan yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012).

Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau

v
lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan (PPNI, 2016)

Nyeri Kronis pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat

dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan

(PPNI, 2016)

Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional

yang tidak menyenangkan. Sensasi ketidak nyamanan yang dimanefestasikan

sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman,

dan fantasi luka. Nyeri merupakan suatu keadaan yang menitiberatkan pada

kejadian fisik dan suatu pengalaman emosional. Penatalaksanaan ini tidak

hanya berfokus pada pengelolahan fisik semata, namun penting juga untuk

melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri (Tamsuri,

2014).

Definisi keperawatan tentang nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan

oleh individu yang mengalami nyeri serta kapanpun individu mengatakannya.

Namun tidak semua individu mampu mengungkapkan rasa nyeri yang

dirasakan secara verbal, sehingga perawat memiliki tanggung jawab terhadap

pengamatan perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri

(Ariesta, 2014).

vi
C. Fisiologi Sistem Nyeri

Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung

saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki nyelin,

yang tersebar pad akulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian,

dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan

respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat

berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-

macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat

kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau

mekanis (kemenkes, 2016)

Sel yang rusak yang diakibatkan karena adanya stimulus internal,

mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik dapat mengakibatkan pelepasan

substansi yang menghasilkan nyeri seperti histamin, baridikinin dan kalium

yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi

neutal yang dikaitkan dengan nyeri (Pasaribu, 2011).

Pada dasarnya, tubuh setiap orang mampu menyesuaikan diri dan

membuat variasi persepsi nyeri. Serabut saraf di traktus spinotalamus yang

berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim

stimulasi kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis. Serabut ini

disebut dengan sistem nyeri desendens yang bekerja dengan melepaskan

neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri (Sari, 2013).

vii
Pada umumnya saraf otomom (simpatis dan parasimpatis) menghasilkan

respon fisiologis nyeri. Stimulus simpatis mengakibatkan respon seperti

dilatasi saluran bronkiolus dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan

frekuensi denyut jantung, diaphoresis, peningkatan ketegangan otot,

penurunan motilitas saluran cerna, dan vasokontriksi perifer. Sedangkan

respon nyeri pada stimulasi saraf parasimpatis seperti pucat, ketegangan otot,

penurunan denyut jantung dan tekanan darah, pernafasan cepat dan tidak

teratur, mual dan muntah, serta kelemahan atau kelelahan (Potter dan Perry,

2006).

Gambar 1.1 Mekanisme Nyeri


D. Teori Pengontrolan Nyer (Gate Control)
Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan tentang gerbang

pengendali nyeri, yang mengatakan bahwa teori ini semacam “pintu

gerbang” yang dapat melepasakan atau memperlambat transmisi nyeri

(Tamsuri, 2015). Teori ini lebih komprehensip dalam menjelaskan tramisi

viii
dan persepsi nyeri. Rangsangan atau impuls nyeri yang disampaikan oleh

syaraf perifer aferen ke korda spinalis dapat dimodifikasi sebelum tramisi

ke otak. Sinapsis dalam dorsal medulla spinalis beraktifitas seperti pintu

untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Kerja kontrol gerbang ini

menguntungkan dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya

berada dalam rangsangan akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat

akan meningkatkan aktifitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan

tertutupnya pintu sehingga aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan

hantaran rasa nyeri terhambat juga. Rangsangan serat besar ini dapat

langsung merangnsang ke korteks serebri dan hasil persepsinya akan

dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan

reaksinya akan mempengaruhi aktifitas sel T. Rangsangan pada serat kecil

akan menghambat akifitas substansi gelatinosa dan membuka pintu

mekanisme sehingga aktifitas sel T meningkat yang akan menghantar ke

otak (Hidayat, 2006).


E. Klasifikasi Nyeri (Kemenkes, 2016)
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri

kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan

tegangan otot. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,

biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.

Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri

kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi

menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.

ix
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Solehati dan Cecep Eli Kosasih (2015), pengalaman nyeri pada

seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

1. Lingkungan

Persepsi nyeri akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Lingkungan

yang kurang mendukung seperti ribut dan terang maka intensitas nyeri

akan bertambah.

2. Usia

Semakin bertambah usia, maka semakin besar pula toleransi terhadap

rasa nyeri yang ditimbulkan. Kemampuan untuk mengontrol nyeri akan

terus bertambah seiring dengn bertambahya usia. Oleh karena itu, persepsi

nyeri akan dipengaruhi oleh usia.

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespon adanya nyeri.

Dalam suatu study dilaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki akan kurang

merasakan nyeri jika dibandingkan dengan perempuan. Hal ini berdasarkan

dengan etnis tertentu.

4. Kultur

x
Respon terhadap nyeri tergantung pada bagaimana orang belajar dari

budayanya, seperti kepercayaan yang mengatakan bahwa nyeri yang

dirasakan merupakan akibat kesalahan yang mereka lakukan sehingga harus

diterima dan tidak mengeluh.

5. Makna nyeri

Nyeri yang dirasakan tergantung bagaimana pengalaman atau persepsi

seseorang terhadap nyeri dan bagaimana cara mengatasinya.

6. Kecemasan

Kecemasan dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri yang dirasa

dan nyeri juga dapat menyebabkan kecemasan.

7. Pengalaman masa lalu

Ketika seseorang sudah mengalami jenis nyeri yang sama dengan

masa lampau, maka akan lebih mudah bagi individu untuk melakukan

tindakan penghilang rasa nyeri. Hal ini terjadi karena adanya proses

pengontrolan pusat dan dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau.

8. Pola koping

Pola koping yang adaptif akan mempermudah seseorang dalam

mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan

menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Indivudu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan

perlindungan.

10. Harapan

Harapan positif tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan

pengobatan. Sering kali semakin banyak petunjuk yang diterima oleh

xi
pasien tentang keefektifan intervensi maka semakin efektif pula

intervensi yang diberikan nantinya. Hubungan pasien dengan perawat

yang positif juga dapat menjadi peran yang sangat penting dalam

meningkatkan efek penyembuhan.

G. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem


Menurut PPNI (2016) yang mungkin terjadi adalah:

a. Gangguan rasa nyaman


b. Ketidaknyamanan pasca partum
c. Nausea
d. Nyeri akut
e. Nyeri kronis
f. Nyeri melahirkan
H. Skala Pengukuran Nyeri
Skala nyeri merupakan suatu gambaran tentang tingkat nyeri yang

dirasakan oleh individu. Pengukuran skala nyeri bersifat sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam skala yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan

objektif yaitu dengan menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri.

Namun pengukuran dengan teknik respon fisiologik juga tidak dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri yang dirasakan oleh setiap individu

(Syahriyani, 2010).

Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk mengukur skala atau

intensitas keparahan nyeri yang dirasakan oleh individu, diantaranya:

1. Skala deskriptif verbal

Skala deskriptif verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan

salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala

xii
deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari kalimat

pendeskripsian yang berawal dari tidak ada nyeri sampai nyeri berat yang

tidak terkontrol (Prasetyo, 2010).

Gambar 2 Skala deskriptif verbal

2. Skala Numerik

Skala numerik atau Numerical Rating Scale (NRS) merupakan salah

alat ukur nyeri yang digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata.

Dalam hal ini, pasien memberikan nilai terhadap nyeri yang dirasakan

mulai dari skala 0 sampai dengan 10. Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak

nyeri, skala 1 sampai 3 dideskripsikan sebagai nyeri ringan, skala 4 sampai

dengan 6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang, serta skala 7 sampai dengan

10 dideskripsikan sebagai nyeri berat. Skala pengukuran ini efektif

digunakan untuk mengkaji skala nyeri sebelum dan sesudah terapeutik.

Pengguanaan NRS sangat direkomendasikan untuk mengukur skala nyeri

pasca operasi pada pasien yang berusia lebih dari 7 tahun (Prasetyo, 2010).

Gambar 3 Skala Numerik

3. Skala analog visual

xiii
Skala analog visual atau Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu

pengukuran dengan garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pada

pengukuran skala analog visual dapat memberikan kebebasan kepada

pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang dirasakannya

(Prasetyo, 2010).

Gambar 1.4 Skala Analog Visual

4. Skala Wajah Wong-Baker

Skala wajah pada umumnya digunakan pada anak-anak yang berusia

kurang dari tujuh tahun. Pada pengukuran skala wajah, pasien diminta

untuk memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyeri yang dirasakan.

Pilihan ini kemudian diberikan skor angka. Skala wajah Wong-Baker

menggunakan enam kartun wajah yang menggambarkan wajah senyum,

sedih, sampai menangis. Pada setiap gambar kartun wajah diberikan skor 0

sampai dengan 5 (Wong, 1998 dalam Ramadhani, 2014).

Gambar 1.5 Skala Wajah Wong-Baker

xiv
I. Penanganan Nyeri

Penanganan rasa nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi

dan non farmakologi. Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi nyeri

salah satunya yaitu dengan teknik distraksi relaksasi dan distraksi relaksasi

dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan cara visual,

auditorial, distraksi 4 relaksasi pernafasan, teknik pernafasan, dan imajinasi

terpimpin (Tamsuri, 2007).

Menurut Ayudiahningsih & Maliya, (2009) selain tindakan

farmakologi (analgesik) cara lain yang berperan yakni tindakan non farmakologi

dalam hal ini teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan alternatif non

obat-obatan dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode distraksi.

Relaksasi merupakan suatu kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan

stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien.

Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa

tidak nyaman atau nyeri.

Tindakan lain yang dapat digunakan selain relaksasi adapun terapi

musik. terapi musik sebagai teknik relaksasi yang digunakan untuk

penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.

Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan

keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow musik (Erfandi, 2009).

Dari hasil penelitian Nurdiansyah (2015) tentang Pengaruh terapi

musik terhadap respon nyeri pada pasien dengan post operasi di RSUD A.

Dadi Tjokrodipo kota Bandar Lampung dapat disimpulkan bahwa rerata

xv
respon nyeri responden pada kelompok intervensi sebelum terapi musik

adalah sebesar 8,35, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok

kontrol sebelum diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65, rerata respon

nyeri responden pada kelompok intervensi setelah terapi musik adalah sebesar

5,71, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol

setelah diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06 .

xvi
BAB II

RENCANA ASUHAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


DASAR KENYAMANAN (NYERI)
A. Pengkajian

1. Biodata/identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi dan diagnose medis.

2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang

Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.

Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang

mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup

klien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden

terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempengaruhi rasa aman dan

nyaman klien.

b. Riwayat penyakit dahulu

Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/ bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung
pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman klien

c. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kesehatan keluarga juga dapat menyebabkan gangguan rasa


aman dan nyaman. Karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien
akan beresiko terkena penyakit sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman
seperti nyeri.

3. Pemeriksaan fisik: data fokus

xvii
a. Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir bawah
b. Verbal
1) Menangis
2) Berteriak

c. Tanda- tanda vital


1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
d. Ekstremitas

Amati gerak tubuh pasien untuk mealokasikan tempat atau rasa yang
tidak nyaman

e. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu


1) P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah
kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
2) Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul
dan lain-lain.
3) R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post
operasi,dan lain-lain.
4) S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
5) T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
f. Respon Nyeri

xviii
1) Respon simpatik
a) peningkatan frekuensi pernafasan
b) dilatasi saluran bronkiolus
c) peningkatan frekuensi denyut jantung
d) dilatasi pupil
e) penurunan mobilitas saluran cerna
2) Respon parasimpatik
a) Pucat
b) ketegangan otot
c) penuru nan denyut jantung
d) mual dan muntah
e) kelemahan dan kelelahan
3) Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain
perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri
yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan
alis

4. Pemeriksaan Penunjang
a. USG

USG digunakan untuk data penunjang apabila ada rasa tidak nyaman
pada bagian perut

b. Rontgen
Rontgen untuk mengetahui tulang/organ yang abnormal yang dapat
mengganggu rasa nyaman klien

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)

1. Nyeri Akut

a. Defenisi

xix
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang

dari 3 bulan.

b. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Mengeluh nyeri

Objektif : 1. Tampak meringis

2. Bersikap protektif ( mis. Waspada, posisi menghindari

nyeri)

3. Gelisah

4. Frekuensi nadi meningkat

5. Sulit tidur

c. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : -

Objektif : 1. Tekanan darah meningkat

2. Pola nafas berubah

3. Nafsu makan berubah

4. Proses berfikir terganggu

5. Menarik diri

6. Berfokus pada diri sendiri

7. Diaforesis

d. Faktor yang berhubungan/penyebab

xx
1. Agen pencedera Fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)

3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik

berlebihan).

2. Nyeri kronik

a. Defenisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih

dari 3 bulan.

b. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Mengeluh nyeri

Merasa depresi (tertekan)

Objektif : 1. Tampak meringis

2. Gelisah

3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas

c. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Merasa takut mengalami cedera berulang

Objektif : 1. Bersikap protektif

2. Waspada

3. Pola tidur berubah

4. Anoreksia

xxi
5. Fokus menyempit

6. Berfokus pada diri sendiri

d. Faktor yang berhubungan/penyebab

1. Kondisi musculoskeletal kronis

2. Kerusakan sistem saraf

3. Penekanan saraf

4. Infiltrasi tumor

5. Ketidak seimbangan neurotransmitter

6. Gangguan imunitas

7. Gangguan fungsi metabolic

8. Riwayat posisi kerja statis

9. Peningkatan indeks massa tubuh

10. Kondisi pasca trauma

11. Tekanan emosional

12. Riwayat penganiayaan

13. Riwayar penggunaan obat/zat

3. Gangguan Mobilitas Fisik

a. Defenisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas

secara mandiri

b. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif : 1. Kekuatan otot menurun

xxii
2. Rentang gerak (ROM) menurun

c. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Nyeri saat bergerak

Enggan melakukan pergerakan

Merasa cemas saat bergerak

Objektif : 1. Sendi kaku

2. Gerakan tidak terkoordinasi

3. Gerakan terbatas

4. Fisik lemah

d. Faktor yang berhubungan/penyebab

1. Kerusakan integritas stuktur tulang

2. Perubahan metabolisme

3. Ketidakbugaran fisik

4. Penurunan kendali otot

5. Penurunan massa otot

6. Nyeri

7. Gangguan muskuloskeletal

C. Perencanaan (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019)


1. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Manajemen Nyeri
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional

yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan

onset mendadak atau lambar dan berintraksi ringan hingga berat.

xxiii
Kriteria Hasil

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambar dan

berintraksi ringan hingga berat dan konstan dapat menurut dengan kriteria

hasil:

1) Keluhan nyeri menurun dari 3 ke 2

2) Meringis dapat menurun dari 3 ke 2

3) Gelisah dapat menurun dari 3 ke 2

4) Sikap protektif dapat menurun dari 3 ke 2

b. Intervensi keperawatan dan rasional

1) Observasi

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan

intensitas nyeri

Rasional : mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

dan intensitas nyeri dari pasien

b) Identifikasi skala nyeri

Rasional : mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien

c) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri

Rasional : mengetahaui hal-hal yang dapat memperberat ataupun

memperingan nyeri yang dirasakan pasien

d) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

Rasional : mengetahui seberapa besar rasa nyeri mempengarui

kualitas hidup pasien

xxiv
2) Terapeutik

a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.

Terapi pijat, kompres hangat/dingin, hypnosis, relaksasi napas

dalam)

b) Rasional : mengurangi tingkat nyeri pasien/ mengalihkan pasien dari

rasa nyerinya

c) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

Rasional : mengurangi resiko factor yang dapat memperberat

nyeri/menimbulkan nyeri

d) Fasilitasi isterahat dan tidur

Rasional : mengalihkan dan memenuhi kebutuhan istrahat pasien

3) Edukasi

a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

Rasional : memberikan informasi terkait nyeri yang dirasakan pasien

b) Jelaskan strategi mengatasi nyeri

Rasional : membantu pasien mengatasi saat rasa nyeri muncul

c) Anjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri

Rasional : pasien dapat mengetahui sendiri karakteristik, penyebak,

lokasi saat nyeri muncul

d) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Rasional : memudahkan pasien untuk mengotrol nyeri dengan cara

sederhana

4) Kolaborasi

xxv
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Rasional : mengurangi/ menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan

pasien.

2. Gangguan Mobilitas Fisik


Dukungan Mobilisasi
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola keterbatasan dalam gerakan fisik

dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.

b. Kriteria Hasil
Kemampuan dalam gerakan fisik satu atau lebih ekstremitas secara

mandiri dapat meningkat dengan kriteria hasil:

1) Pergerakan ekstremitas meningkat 3 ke 5

2) Kekuatan otot dari meningkat3 ke 5

3) Rentang gerak (ROOM) meningkat dari 3 ke 5

4) Nyeri menurun dari 3 ke 2

c. Intervensi keperawatan dan rasional

1) Observasi

a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

Rasional : mengetahui kualitas dan intensitas nyeri dari pasien

dan keluhan fisik lain yang dirasakan

b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan

Rasional : mengetahui tingkat kemampuan mobilisasi pasien

c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai

mobilisasi

xxvi
Rasional : mengetahaui adanya perubahan frekuensi jantug dan

tekanan darah pasien

d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Rasional : mengetahui hal-hal yang dapat terjadi selama

melakukan mobilisasi yang memberatkan pasien

2) Terapeutik

a) Fasilitasi aktivitas mobilsasi dengan alat bantu (mis. Pagar

tempat tidur)

Rasional : membantu atau memudahkan pasien dalam

melakukan mobilisasi

b) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam

meningkatkan pergeran

Rasional : meningkatkan aktivitas otot agar terlatih sedikit

demi sedikit

3) Edukasi

a) Jelaskan tujuan dan Prosedur mobilisasi

Rasional : memberikan informasi terkait latihan mobilisasi

yang akan diberikan pada pasien

b) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.

Duduk ditempat tidur, dudu disisi tempat tidur, pindah dari

tempat tidur ke kursi)

Rasional : membantu pasien melatih pergerakan otot

xxvii
PENYIMPANGAN KDM

Etiologi

Panas atau iskemia trauma sel kejang otot perubahan


Dingin yang jaringan infeksi dalam jaringan
Berlebihan misalnya oedem
Kerusakan sel

Kerusakan blok pada arteri pelepasan mediator penekanan pada


Jaringan coronary nyeri (histamine- reseptor nyeri
Bradikinin, bradikinin
Prostaglandin,
Merangsang Serotonin, ion,
thermosensitive Kalium dll)
reseptor

merangsang nosiseptor

dihantarkan
serabut tipe A
serabut tipe C

Medulla spinalis

Hipotalamus, thalamus, dan sistem limbik

otak

persepsi nyeri

Nyeri

Nafsu makan Nyeri pada


Menurun ekstremitas Gangguan rasa nyaman
Intoleransi
Gangguan Ansietas aktivitas Gangguan pola
Mobilitas tidur

fisik Defisit perawatan diri

xxviii
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jkarta: Salemba Medika.
Kemenkes. 2016. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.
Nurdiansyah, T. E. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri pada
Pasien dengan Post Operasi Di Rsud A. Dadi Tjokrodipo Kota
Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1 April
2015.pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194. Diakses
di:http://www.medscape.com/viewarticle/507387.

Potter & Perry. 2006. Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby
Elsevier, Inc
Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.
Yogyakarta : Raha Ilmu.

Potter & Perry. 2009. Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby
Elsevier, Inc
Tamsuri, A. (2007). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.

Taylor, C.R., Lilis, C., Lemone, P., Lynn, P., 2011. Fundamentals of Nursing: The
Art and Science of Nursing Care, 7th ed. Wolters Kluwer, China
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

xxix

Anda mungkin juga menyukai