Anda di halaman 1dari 25

Keperawatan Dasar

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN DASAR RASA NYAMAN (NYERI)

OLEH :
SYAHRA RAMADHANI
NIM : 70900120035

PERSEPTOR LAHAN PERSEPTOR INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XVI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬karena dengan rahmat,


karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan terkait gangguan pemenuhan dasar kenyamanan (nyeri) ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat berguna dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai gangguan
pemenuhan dasar khususnya kenyamanan (nyeri). penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam laporan ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan laporan pendahuluan yang telah penulis buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga laporan pendahuluan sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya. Sekiranya laporan pendahuluan yang telah disusun ini dapat
berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan.

Makassar , 16 April 2020

Syahra Ramadhani,S.Kep

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

ii
BAB I.......................................................................................................................1
KONSEP KEBUTUHAN KENYAMANAN (NYERI)..........................................1
A. Defenisi Kebutuhan Dasar Kenyamanan......................................................1
B. Defenisi Nyeri...............................................................................................2
C. Fisiologi Sistem Nyeri..................................................................................4
D. Teori Gate Control........................................................................................5
E. Klasifikasi Nyeri (Kemenkes, 2016).............................................................6
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri...................................................7
G. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem.................9
H. Skala Pengukuran Nyeri................................................................................9
I. Penanganan Nyeri........................................................................................11
BAB II....................................................................................................................13
RENCANA ASUHAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN
DASAR KENYAMANAN (NYERI)....................................................................13
A. Pengkajian...................................................................................................13
B. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2017)........................................................15
C. Perencanaan (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019)....................................................19
D. Penyimpangan KDM..................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25

iii
BAB I

KONSEP KEBUTUHAN KENYAMANAN (NYERI)


A. Defenisi Kebutuhan Dasar Kenyamanan
Kenyamanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang
harus dipenuhi karena merupakan suatu keadaan dimana seseorang merasa
sejahtera atau nyaman baik secara mental, fisik, maupun sosial. Adapun
defenisi kenyamanan menurut Potter & Perry, (2006) merupakan keadaan
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan dalam sehari-hari), trasenden (keadaan tentang
sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri), kelegaan (kebutuhan dapat
terpenuhi). Kenyamanan meski dipandang secara holistik yang mencakup
empat aspek yaitu :
1. Fisik yang berhubungan dengan sensasi tubuh
2. Sosial yang berhubungan dengan interpersonal, keluarga, dan sosial
3. psikospiritual (berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri
sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna
kehidupan)
4. lingkungan (berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur
alamiah lainnya)
Gangguan rasa nyaman merupakan suatu gangguan dimana perasaan
kurang senang, kurang lega, dan kurang sempurna dalam dimensi fisik,
psikospiritual, lingkungan serta sosial yang biasanya mempunyai tanda dan
gejala minor dan mayor.
Menurut Herdman (2012), Ketidaknyamanan yang dirasakan setiap
individu masing- masing berbeda tergantung bagaimana individu tersebut
menyikapinya. Ketidaknyamanan fisik pada individu salah satunya ialah
nyeri baik itu nyeri akut (nyeri yang berlangsung kurang dari 6 bulan)
maupun nyeri kronis (nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan),
sehingga membutuhakan kemampuan yang khusus dari perawat untuk

iv
mengatasi/ meminimalkan nyeri yang dirasakan pasien. Hal terpenting yang
harus diketahui yakni keyakinan perawat terhadap rasa nyeri yang dirasakan
oleh pasien adalah hal yang nyata sehingga dibutuhkan manajemen nyeri yang
efektif untuk setiap pasien. Manajemen nyeri adalah prioritas yang penting
dalam sistem perawatan kesehatan, di dalam perkembangann dunia kedokteran
juga, para peneliti dalam bidang kesehatan bersatu dan mengupayakan hal
tersebut. (Taylor,2011).
B. Defenisi Nyeri
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal, dan bersifat
individual karena respon individu terhadap sensasi nyeri beragam dan tidak
bisa disamakan satu sama lain (Asmadi, 2008). Nyeri merupakan keadaan
ketika individu mengalami sensasi ketidaknyaman dalam merespons suatu
rangsangan yang tidak menyenangkan (Lynda Juall, 2012).
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau
lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan (PPNI, 2016)
Nyeri Kronis pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan
(PPNI, 2016)
Nyeri didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional
yang tidak menyenangkan. Sensasi ketidak nyamanan yang dimanefestasikan
sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman,
dan fantasi luka. Nyeri merupakan suatu keadaan yang menitiberatkan pada
kejadian fisik dan suatu pengalaman emosional. Penatalaksanaan ini tidak
hanya berfokus pada pengelolahan fisik semata, namun penting juga untuk
melakukan manipulasi (tindakan) psikologis untuk mengatasi nyeri (Tamsuri,
2014).
Definisi keperawatan tentang nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan
oleh individu yang mengalami nyeri serta kapanpun individu mengatakannya.

v
Namun tidak semua individu mampu mengungkapkan rasa nyeri yang
dirasakan secara verbal, sehingga perawat memiliki tanggung jawab terhadap
pengamatan perilaku nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri
(Ariesta, 2014).

C. Fisiologi Sistem Nyeri


Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki nyelin,
yang tersebar pad akulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian,
dinding arteri, hati dan kadung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan
respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin, prostaglandin, dan macam-
macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik atau
mekanis (kemenkes, 2016)
Sel yang rusak yang diakibatkan karena adanya stimulus internal,
mekanik, kimiawi, atau stimulus listrik dapat mengakibatkan pelepasan
substansi yang menghasilkan nyeri seperti histamin, baridikinin dan kalium
yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi
neutal yang dikaitkan dengan nyeri (Pasaribu, 2011).
Pada dasarnya, tubuh setiap orang mampu menyesuaikan diri dan
membuat variasi persepsi nyeri. Serabut saraf di traktus spinotalamus yang
berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk mengirim
stimulasi kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis. Serabut ini
disebut dengan sistem nyeri desendens yang bekerja dengan melepaskan
neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri (Sari, 2013).
Pada umumnya saraf otomom (simpatis dan parasimpatis) menghasilkan
respon fisiologis nyeri. Stimulus simpatis mengakibatkan respon seperti
dilatasi saluran bronkiolus dan peningkatan frekuensi pernafasan, peningkatan
frekuensi denyut jantung, diaphoresis, peningkatan ketegangan otot,

vi
penurunan motilitas saluran cerna, dan vasokontriksi perifer. Sedangkan
respon nyeri pada stimulasi saraf parasimpatis seperti pucat, ketegangan otot,
penurunan denyut jantung dan tekanan darah, pernafasan cepat dan tidak
teratur, mual dan muntah, serta kelemahan atau kelelahan (Potter dan Perry,
2006).

Gambar 1.1 Mekanisme Nyeri


D. Teori Pengontrolan Nyer (Gate Control)
Pada tahun 1959, Melzack & Wall menjelaskan tentang gerbang
pengendali nyeri, yang mengatakan bahwa teori ini semacam “pintu
gerbang” yang dapat melepasakan atau memperlambat transmisi nyeri
(Tamsuri, 2015). Teori ini lebih komprehensip dalam menjelaskan tramisi
dan persepsi nyeri. Rangsangan atau impuls nyeri yang disampaikan oleh
syaraf perifer aferen ke korda spinalis dapat dimodifikasi sebelum tramisi
ke otak. Sinapsis dalam dorsal medulla spinalis beraktifitas seperti pintu
untuk mengijinkan impuls masuk ke otak. Kerja kontrol gerbang ini
menguntungkan dari kerja serat saraf besar dan kecil yang keduanya
berada dalam rangsangan akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat
akan meningkatkan aktifitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan
tertutupnya pintu sehingga aktifitas sel T terhambat dan menyebabkan

vii
hantaran rasa nyeri terhambat juga. Rangsangan serat besar ini dapat
langsung merangnsang ke korteks serebri dan hasil persepsinya akan
dikembalikan ke dalam medulla spinalis melalui serat eferen dan
reaksinya akan mempengaruhi aktifitas sel T. Rangsangan pada serat kecil
akan menghambat akifitas substansi gelatinosa dan membuka pintu
mekanisme sehingga aktifitas sel T meningkat yang akan menghantar ke
otak (Hidayat, 2006).
E. Klasifikasi Nyeri (Kemenkes, 2016)
Secara umum nyeri dibedakan menjadi 2 yakni: nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot. Nyeri kronis adalah nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan.
Yang termasuk dalam nyeri kronis ini adalah nyeri terminal, sindrom nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis. Bila ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dibagi
menjadi nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.

F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


Menurut Solehati dan Cecep Eli Kosasih (2015), pengalaman nyeri pada
seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:
1. Lingkungan
Persepsi nyeri akan dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Lingkungan
yang kurang mendukung seperti ribut dan terang maka intensitas nyeri
akan bertambah.

viii
2. Usia
Semakin bertambah usia, maka semakin besar pula toleransi terhadap
rasa nyeri yang ditimbulkan. Kemampuan untuk mengontrol nyeri akan
terus bertambah seiring dengn bertambahya usia. Oleh karena itu, persepsi
nyeri akan dipengaruhi oleh usia.
3. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan faktor penting dalam merespon adanya nyeri.
Dalam suatu study dilaporkan bahwa jenis kelamin laki-laki akan kurang
merasakan nyeri jika dibandingkan dengan perempuan. Hal ini berdasarkan
dengan etnis tertentu.
4. Kultur
Respon terhadap nyeri tergantung pada bagaimana orang belajar dari
budayanya, seperti kepercayaan yang mengatakan bahwa nyeri yang
dirasakan merupakan akibat kesalahan yang mereka lakukan sehingga harus
diterima dan tidak mengeluh.
5. Makna nyeri
Nyeri yang dirasakan tergantung bagaimana pengalaman atau persepsi
seseorang terhadap nyeri dan bagaimana cara mengatasinya.
6. Kecemasan
Kecemasan dapat meningkatkan persepsi terhadap nyeri yang dirasa
dan nyeri juga dapat menyebabkan kecemasan.
7. Pengalaman masa lalu
Ketika seseorang sudah mengalami jenis nyeri yang sama dengan
masa lampau, maka akan lebih mudah bagi individu untuk melakukan
tindakan penghilang rasa nyeri. Hal ini terjadi karena adanya proses
pengontrolan pusat dan dipengaruhi oleh pengalaman masa lampau.
8. Pola koping
Pola koping yang adaptif akan mempermudah seseorang dalam
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan
menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial

ix
Indivudu yang mengalami nyeri sering kali bergantung pada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan
perlindungan.
10. Harapan
Harapan positif tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan
pengobatan. Sering kali semakin banyak petunjuk yang diterima oleh
pasien tentang keefektifan intervensi maka semakin efektif pula
intervensi yang diberikan nantinya. Hubungan pasien dengan perawat
yang positif juga dapat menjadi peran yang sangat penting dalam
meningkatkan efek penyembuhan.

G. Macam-Macam Gangguan Yang Mungkin Terjadi Pada Sistem

Menurut PPNI (2016) yang mungkin terjadi adalah:

a. Gangguan rasa nyaman


b. Ketidaknyamanan pasca partum
c. Nausea
d. Nyeri akut
e. Nyeri kronis
f. Nyeri melahirkan
H. Skala Pengukuran Nyeri
Skala nyeri merupakan suatu gambaran tentang tingkat nyeri yang
dirasakan oleh individu. Pengukuran skala nyeri bersifat sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam skala yang sama dirasakan sangat
berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan
objektif yaitu dengan menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri.
Namun pengukuran dengan teknik respon fisiologik juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri yang dirasakan oleh setiap individu
(Syahriyani, 2010).
Beberapa alat bantu yang dapat digunakan untuk mengukur skala atau
intensitas keparahan nyeri yang dirasakan oleh individu, diantaranya:

x
1. Skala deskriptif verbal
Skala deskriptif verbal atau Verbal Descriptor Scale (VDS) merupakan
salah satu alat ukur tingkat keparahan yang lebih bersifat objektif. Skala
deskriptif verbal ini merupakan sebuah garis yang terdiri dari kalimat
pendeskripsian yang berawal dari tidak ada nyeri sampai nyeri berat yang
tidak terkontrol (Prasetyo, 2010).

Gambar 2 Skala deskriptif verbal


2. Skala Numerik
Skala numerik atau Numerical Rating Scale (NRS) merupakan salah
alat ukur nyeri yang digunakan sebagai pengganti alat deskripsi kata.
Dalam hal ini, pasien memberikan nilai terhadap nyeri yang dirasakan
mulai dari skala 0 sampai dengan 10. Skala 0 dideskripsikan sebagai tidak
nyeri, skala 1 sampai 3 dideskripsikan sebagai nyeri ringan, skala 4 sampai
dengan 6 dideskripsikan sebagai nyeri sedang, serta skala 7 sampai dengan
10 dideskripsikan sebagai nyeri berat. Skala pengukuran ini efektif
digunakan untuk mengkaji skala nyeri sebelum dan sesudah terapeutik.
Pengguanaan NRS sangat direkomendasikan untuk mengukur skala nyeri
pasca operasi pada pasien yang berusia lebih dari 7 tahun (Prasetyo, 2010).
Gambar 3 Skala Numerik
3. Skala analog visual

Skala analog visual atau Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu
pengukuran dengan garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus

xi
menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Pada
pengukuran skala analog visual dapat memberikan kebebasan kepada
pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang dirasakannya
(Prasetyo, 2010).

Gambar 1.4 Skala Analog Visual


4. Skala Wajah Wong-Baker
Skala wajah pada umumnya digunakan pada anak-anak yang berusia
kurang dari tujuh tahun. Pada pengukuran skala wajah, pasien diminta
untuk memilih gambar wajah yang sesuai dengan nyeri yang dirasakan.
Pilihan ini kemudian diberikan skor angka. Skala wajah Wong-Baker
menggunakan enam kartun wajah yang menggambarkan wajah senyum,
sedih, sampai menangis. Pada setiap gambar kartun wajah diberikan skor 0
sampai dengan 5 (Wong, 1998 dalam Ramadhani, 2014).

Gambar 1.5 Skala Wajah Wong-Baker

I. Penanganan Nyeri
Penanganan rasa nyeri dapat dilakukan dengan metode farmakologi
dan non farmakologi. Banyak cara yang dilakukan untuk mengurangi nyeri
salah satunya yaitu dengan teknik distraksi relaksasi dan distraksi relaksasi
dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya dengan cara visual,

xii
auditorial, distraksi 4 relaksasi pernafasan, teknik pernafasan, dan imajinasi
terpimpin (Tamsuri, 2007).
Menurut Ayudiahningsih & Maliya, (2009) selain tindakan
farmakologi (analgesik) cara lain yang berperan yakni tindakan non farmakologi
dalam hal ini teknik relaksasi. Teknik relaksasi merupakan alternatif non
obat-obatan dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode distraksi.
Relaksasi merupakan suatu kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan
stress, karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien.
Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa
tidak nyaman atau nyeri.
Tindakan lain yang dapat digunakan selain relaksasi adapun terapi
musik. terapi musik sebagai teknik relaksasi yang digunakan untuk
penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu.
Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuaikan dengan
keinginan, seperti musik klasik, instrumentalia, dan slow musik (Erfandi, 2009).
Dari hasil penelitian Nurdiansyah (2015) tentang Pengaruh terapi
musik terhadap respon nyeri pada pasien dengan post operasi di RSUD A.
Dadi Tjokrodipo kota Bandar Lampung dapat disimpulkan bahwa rerata
respon nyeri responden pada kelompok intervensi sebelum terapi musik
adalah sebesar 8,35, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok
kontrol sebelum diberikan prosedur standar adalah sebesar 8,65, rerata respon
nyeri responden pada kelompok intervensi setelah terapi musik adalah sebesar
5,71, sedangkan rerata respon nyeri responden pada kelompok kontrol
setelah diberikan prosedur standar adalah sebesar 7,06 .

xiii
BAB II

RENCANA ASUHAN PASIEN DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN


DASAR KENYAMANAN (NYERI)
A. Pengkajian

1. Biodata/identitas
Mendapatkan data identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor registrasi dan diagnose medis.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat penyakit sekarang
Lingkungan, kebisingan mempengaruhi rasa aman dan nyaman.
Lingkungan klien mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang
mempengaruhi atau berakibat terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup
klien. Keamanan yang ada dalam lingkungan ini akan mengurangi insiden
terjadinya penyakit dan cedera yang akan mempengaruhi rasa aman dan
nyaman klien.
b. Riwayat penyakit dahulu
Trauma pada jaringan tubuh, misalnya ada luka bekas operasi/ bedah
menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung
pada reseptor sehingga mengganggu rasa nyaman klien
c. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat kesehatan keluarga juga dapat menyebabkan gangguan rasa
aman dan nyaman. Karena dengan adanya riwayat penyakit maka klien
akan beresiko terkena penyakit sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman
seperti nyeri.
3. Pemeriksaan fisik: data fokus
a. Ekspresi wajah
1) Menutup mata rapat-rapat
2) Membuka mata lebar-lebar
3) Menggigit bibir bawah
b. Verbal

xiv
1) Menangis
2) Berteriak
c. Tanda- tanda vital
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Pernapasan
d. Ekstremitas
Amati gerak tubuh pasien untuk mealokasikan tempat atau rasa yang
tidak nyaman
e. Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu
1) P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah
kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
2) Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul
dan lain-lain.
3) R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post
operasi,dan lain-lain.
4) S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
5) T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
f. Respon Nyeri
1) Respon simpatik
a) peningkatan frekuensi pernafasan
b) dilatasi saluran bronkiolus
c) peningkatan frekuensi denyut jantung
d) dilatasi pupil
e) penurunan mobilitas saluran cerna
2) Respon parasimpatik

xv
a) Pucat
b) ketegangan otot
c) penuru nan denyut jantung
d) mual dan muntah
e) kelemahan dan kelelahan
3) Respon perilaku
Respon perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain
perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri
yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan
alis
4. Pemeriksaan Penunjang
a. USG
USG digunakan untuk data penunjang apabila ada rasa tidak nyaman
pada bagian perut
b. Rontgen
Rontgen untuk mengetahui tulang/organ yang abnormal yang dapat
mengganggu rasa nyaman klien

B. Diagnosa Keperawatan (SDKI, 2016)


1. Nyeri Akut
a. Defenisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang
dari 3 bulan.

b. Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif ( mis. Waspada, posisi menghindari
nyeri)

xvi
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
c. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : -
Objektif : 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaforesis
d. Faktor yang berhubungan/penyebab
1. Agen pencedera Fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik
berlebihan).
2. Nyeri kronik
a. Defenisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau
lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung lebih
dari 3 bulan.
b. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Mengeluh nyeri
Merasa depresi (tertekan)
Objektif : 1. Tampak meringis
2. Gelisah
3. Tidak mampu menuntaskan aktivitas
c. Gejala dan Tanda Minor

xvii
Subjektif : Merasa takut mengalami cedera berulang
Objektif : 1. Bersikap protektif
2. Waspada
3. Pola tidur berubah
4. Anoreksia
5. Fokus menyempit
6. Berfokus pada diri sendiri
d. Faktor yang berhubungan/penyebab
1. Kondisi musculoskeletal kronis
2. Kerusakan sistem saraf
3. Penekanan saraf
4. Infiltrasi tumor
5. Ketidak seimbangan neurotransmitter
6. Gangguan imunitas
7. Gangguan fungsi metabolic
8. Riwayat posisi kerja statis
9. Peningkatan indeks massa tubuh
10. Kondisi pasca trauma
11. Tekanan emosional
12. Riwayat penganiayaan
13. Riwayar penggunaan obat/zat
3. Gangguan Mobilitas Fisik
a. Defenisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri
b. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif : 1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
c. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Nyeri saat bergerak

xviii
Enggan melakukan pergerakan
Merasa cemas saat bergerak
Objektif : 1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
d. Faktor yang berhubungan/penyebab
1. Kerusakan integritas stuktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Nyeri
7. Gangguan muskuloskeletal
C. Perencanaan (SIKI, 2018 ; SLKI, 2019)
1. Nyeri Akut dan Nyeri Kronik
Manajemen Nyeri
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan
onset mendadak atau lambar dan berintraksi ringan hingga berat.
Kriteria Hasil
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambar dan
berintraksi ringan hingga berat dan konstan dapat menurut dengan kriteria
hasil:
1) Keluhan nyeri menurun dari 3 ke 2
2) Meringis dapat menurun dari 3 ke 2
3) Gelisah dapat menurun dari 3 ke 2
4) Sikap protektif dapat menurun dari 3 ke 2
b. Intervensi keperawatan dan rasional

xix
1) Observasi
a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
intensitas nyeri
Rasional : mengetahui lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan intensitas nyeri dari pasien
b) Identifikasi skala nyeri
Rasional : mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan pasien
c) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
Rasional : mengetahaui hal-hal yang dapat memperberat ataupun
memperingan nyeri yang dirasakan pasien
d) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Rasional : mengetahui seberapa besar rasa nyeri mempengarui
kualitas hidup pasien
2) Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Terapi pijat, kompres hangat/dingin, hypnosis, relaksasi napas
dalam)
b) Rasional : mengurangi tingkat nyeri pasien/ mengalihkan pasien dari
rasa nyerinya
c) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Rasional : mengurangi resiko factor yang dapat memperberat
nyeri/menimbulkan nyeri
d) Fasilitasi isterahat dan tidur
Rasional : mengalihkan dan memenuhi kebutuhan istrahat pasien
3) Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Rasional : memberikan informasi terkait nyeri yang dirasakan pasien
b) Jelaskan strategi mengatasi nyeri
Rasional : membantu pasien mengatasi saat rasa nyeri muncul
c) Anjurkan untuk memonitor nyeri secara mandiri
Rasional : pasien dapat mengetahui sendiri karakteristik, penyebak,
lokasi saat nyeri muncul
d) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

xx
Rasional : memudahkan pasien untuk mengotrol nyeri dengan cara
sederhana
4) Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Rasional : mengurangi/ menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan
pasien.
2. Gangguan Mobilitas Fisik
Dukungan Mobilisasi
a. Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan
Mengidentifikasi dan mengelola keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
b. Kriteria Hasil
Kemampuan dalam gerakan fisik satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri dapat meningkat dengan kriteria hasil:
1) Pergerakan ekstremitas meningkat 3 ke 5
2) Kekuatan otot dari meningkat3 ke 5
3) Rentang gerak (ROOM) meningkat dari 3 ke 5
4) Nyeri menurun dari 3 ke 2
c. Intervensi keperawatan dan rasional
1) Observasi
a) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
Rasional : mengetahui kualitas dan intensitas nyeri dari pasien
dan keluhan fisik lain yang dirasakan
b) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan mobilisasi pasien
c) Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
mobilisasi
Rasional : mengetahaui adanya perubahan frekuensi jantug dan
tekanan darah pasien
d) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

xxi
Rasional : mengetahui hal-hal yang dapat terjadi selama
melakukan mobilisasi yang memberatkan pasien
2) Terapeutik
a) Fasilitasi aktivitas mobilsasi dengan alat bantu (mis. Pagar
tempat tidur)
Rasional : membantu atau memudahkan pasien dalam
melakukan mobilisasi
b) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergeran
Rasional : meningkatkan aktivitas otot agar terlatih sedikit
demi sedikit
3) Edukasi
a) Jelaskan tujuan dan Prosedur mobilisasi
Rasional : memberikan informasi terkait latihan mobilisasi
yang akan diberikan pada pasien
b) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis.
Duduk ditempat tidur, dudu disisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
Rasional : membantu pasien melatih pergerakan otot

PENYIMPANGAN KDM

Etiologi

Panas atau iskemia trauma sel kejang otot perubahan


Dingin yang jaringan infeksi dalam jaringan
Berlebihan misalnya oedem
Kerusakan sel

Kerusakan blok pada arteri pelepasan mediator penekanan pada


Jaringan coronary nyeri (histamine- reseptor nyeri

xxii
Bradikinin, bradikinin
Prostaglandin,
Merangsang Serotonin, ion,
thermosensitive Kalium dll)
reseptor
merangsang nosiseptor

dihantarkan
serabut tipe A
serabut tipe C

Medulla spinalis

Hipotalamus, thalamus, dan sistem limbik

otak

persepsi nyeri

Nyeri

Nafsu makan Nyeri pada


Menurun ekstremitas Gangguan rasa nyaman
Intoleransi
Gangguan Ansietas aktivitas Gangguan pola
Mobilitas tidur
fisik Defisit perawatan diri

xxiii
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jkarta: Salemba Medika.

Kemenkes. 2016. Asuhan Keperawatan Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman.

Nurdiansyah, T. E. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Respon Nyeri pada


Pasien dengan Post Operasi Di Rsud A. Dadi Tjokrodipo Kota
Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1 April
2015.pediatric nursing. Pediatric Nursing, 31(3), 187-194. Diakses
di:http://www.medscape.com/viewarticle/507387.

Potter & Perry. 2006. Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby

Elsevier, Inc

Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri.


Yogyakarta : Raha Ilmu.

Potter & Perry. 2009. Fundamentals of nursing, (7th ed.). Missouri : Mosby

Elsevier, Inc

Tamsuri, A. (2007). Konsep & Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.

Taylor, C.R., Lilis, C., Lemone, P., Lynn, P., 2011. Fundamentals of Nursing: The
Art and Science of Nursing Care, 7th ed. Wolters Kluwer, China

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI) Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI) Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

xxiv
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI) Edisi 1 Cetakan 3(Revisi) . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI

xxv

Anda mungkin juga menyukai