ISTINGANATUL MUYASSAROH
P1337420617083
2018
I. HALAMAN JUDUL
Laporan Pendahuluan Kebutuhan Dasar Manusia Dengan Gangguan Rasa Aman dan
Nyaman di Ruang Nakula 3 RSUD K.R.M.T. Wongsonegoro.
2. Definisi Nyeri
4. KLASIFIKASI NYERI
a. Nyeri Berdasarkan Kualitasnya
Nyeri yang menyayat
Nyeri yang menusuk
b. Nyeri Berdasarkan Tempatnya
Nyeri superfisial/nyeri permukaan tubuh
Nyeri dalam/nyeri tusuk bagian dalam
Nyeri ulseral/nyeri dari tusuk jaringan ulseral
Nyeri neurologis/nyeri akibat kerusakan saraf perifer
Nyeri menjalar/nyeri akibat kerusakan jaringan ditempat lain
Nyeri sindrom/nyeri akibat kehilangan sesuatu bagian tubuh karena
pengalaman masa lalu
Nyeri patogenik/nyeri tanpa adanya stimulus
c. Nyeri Berdasarkan Serangannya
Nyeri akut : Nyeri yang timbul tiba – tiba, waktu kurang dari 6 bulan.
Nyeri kronis : Nyeri yang timbul terus – menerus, waktu lebih atau sama 6
bulan.
d. Nyeri Menurut Sifatnya
Nyeri timbul sewaktu – waktu
Nyeri yang menetap
Nyeri yang kumat – kumatan
e. Nyeri Menurut Rasa
Nyeri yang cepat : Nyeri yang menusuk
Nyeri difus : Nyeri normal yang bisa dirasakan
f. Nyeri Menurut Kegawatan
Nyeri ringan
Nyeri sedang
Nyeri berat
5. FASE NYERI
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat
dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri
dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah
akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya
orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah
nyeri, sebelum nyeri datang.
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath)dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol
diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
6. ETIOLOGI NYERI
Faktor resiko
a. Nyeri akut
Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
Menunjukkan kerusakan
Posisi untuk mengurangi nyeri
Muka dengan ekspresi nyeri
Gangguan tidur
Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang, mengeluh)
b. Nyeri kronis
Perubahan berat badan
Melaporkan secara verbal dan non verbal
Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri sendiri
Kelelahan
Perubahan pola tidur
Takut cedera
Interaksi dengan orang lain menurun
Factor penyebab
a. Stimulasi Kimia (Histamin, bradikirun, prostaglandin, bermacam-macam
asam).
b. Pembengkakan jaringan
c. Spasmus otot
d. Kehamilan
e. Inflamasi
f. Keletihan
g. Kanker
7. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala nyeri
1. Gangguam tidur
2. Posisi menghindari nyeri
3. Gerakan menghindari nyeri
4. Raut wajah kesakitan (menangis,merintih)
5. Perubahan nafsu makan
6. Tekanan darah meningkat
7. Pernafasan meningkat
8. Depresi
Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Faktor yang dapat mempengaruhi respon nyeri:
1. Usia
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan
dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas
kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
3. Kultur
4. Makna nyeri
5. Perhatian
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
8. PATOFISIOLOGI
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat kimia
seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut merangsang
dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan dihantarkan ke
hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan dipersiapkan
sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat
menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga
dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit Chayatin, N.Mubarak, 2007).
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apa bila ada nyeri tekan di abdomen
b. Rontgen untuk mengetahui tulang atau organ dalam yang abnormal
c. Pemeriksaan LAB sebagai data penunjang pemefriksaan lainnya
d. Ct Scan (cidera kepala) untuk mengetahui adanya pembuluh darah yang pecah di
otak
10. KOMPLIKASI
a. Edema Pulmonal
b. Kejang
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
e. Hipertermi
f. Gangguan pola istirahat dan tidur
11. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan keperawatan
Monitor tanda-tanda vital
Kaji adanya infeksi atau peradangan nyeri
Distraksi (mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan
sampai sedang)
Kompres hangat
Mengajarkan teknik relaksasi
b. Penatalaksanaan medis
Pemberian analgesic
Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien merasakan nyeri
yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat
analgesik seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi ini dapat
menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan pasien.
12. INTENSITAS NYERI
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Keterangan :
a. 0 :Tidak nyeri
b. 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
d. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan
distraksi
Peningkatan Merangsang
tekanan intra peritonium viseral
luminer
Peningkatan
metabolisme aerob
Penumpukan asam
laktat
Nyeri hilang
timbul
Gelisah, gerak
paksa
Risiko cidera
IV. PENGKAJIAN
1. IDENTITAS PASIEN
Biodata Pasien
a. Nama :
b. Umur :
c. Agama :
d. Alamat :
e. Pekerjaan :
f. Tanggal masuk :
g. Diagnosa medis :
h. Nomor registrasi :
a. Nama :
b. Umur :
c. Agama :
d. Alamat :
e. Pendidikan :
f. Pekerjaan :
g. Hubungan dengan klien :
2. CATATAN MASUK
Catatan yang berisi tentang informasi keluhan pasien saat pertama kali masuk rumah
sakit.
3. RIWAYAT KEPERAWATAN
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
b. Riwayat Keperawatan Terdauhulu
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
c. Tanda – tanda vital
d. Pengkajian skala nyeri
e. Pengkajian fisik
- Kepala
- Mata
- Hidung
- Mulut
- Telinga
- Leher
- Paru
- Abdomen
- Ekstremitas superior
- Ekstremitas inferior
5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Cek laboratorium
b. USG
6. PROGRAM TERAPI
a. Infus RL 20 tpm
b. Injeksi Ketorolac amp/8
c. Injeksi Ranitidin amp/12
d. Paracetamol 3x100 mg
3. INTERVENSI
a. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
b. Memonitor tanda – tanda vital.
c. Mengajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri.
d. Melakukan penanganan nyeri dengan farmakologi.
e. Menginformasikan kepada pasien tentang hal – hal yang dapat meningkatkan
nyeri seperti posisi yang tidak rileks, cemas dan kurang tidur.
f. Melakukan kolaborasi dengan dokter, farmasi dan gizi.
DAFTAR PUSTAKA