Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN NYERI

Di Susun Oleh :

RIZKI FERDIAN (113121018)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP

2021
A. PENGERTIAN
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan yang aktual atau potensial yang tidak menyenangkan yang
terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif
dimana jaringan rasanya seperti ditusuk tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi,
perasaan takut dan mual (Judha, 2012). Nyeri merupakan sesuatu yang tidak
menyenangkan yang hanya dapat diungkapkan oleh individu yang mengalaminya dan
bersifat subjektif. Persepsi dari nyeri berbeda antara satu orang dengan yang lainnya.
Individu A yang tertusuk paku akan melaporkan nyeri yang berbeda dibandingkan
individu B yang merasakan nyeri karena tersandung batu, bahkan individu A dan B
yang sama-sama tertusuk paku akan menghasilkan respon dan persepsi yang berbeda
pula terhadap nyeri. (Prasetyo, 2010).Adapun menurut NANDA (2018), nyeri akut
merupakan pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan
(International Association for the Study of Pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat
dengan intensitas ringan atau berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau
diprediksi, dengan durasi kurang dari 3 bulan. Nyeri kronis didefinisikan sebagai
suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan sebagai akibat
dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun potensial, dengan onset tiba-tiba
ataupun lambat, dari intensitas yang ringan sampai berat, tidak dapat diprediksi
berakhirnya dan durasi lebih dari enam bulan (NANDA, 2012).

B. Etiologi
Penyebab munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-
stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik.
Misalnya mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan lain-lain), tumoe, iskemi
jaringan, spasme otot, obstruksi batu ginjal, batu ureter, obstruksi usu, panas luka
bakar, fraktur, radiasi dan psikologis. (Prasetyo, 2010). ). Menurut (NANDA
Internasional 2018-2020) etiologi nyeri terjadi akibat, agencedera, zat kimia, fraktur,
kerusakan sistem syaraf, kompresotot, post trauma karena gangguan sistem
(misalnya : infeksi, inflamasi).
C. Manifestasi Klinis
Menurut PPNI (2016) adalah sebagai berikut:
a. Gejala dan Tanda Mayor
b. Subjektif : Mengeluh Nyeri
c. Objektif : Tampak Meringis, Bersikap Protektif(mis. Waspada, posisi
menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi.
d. Gejala dan Tanda Minor
e. Subjektif : Tidak Tersedia
f. Objektif :Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, napsu makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri.
g. Nyeri punggung bawah
h. Sakit kepala
i. Nyeri sendi
j. Nyeri otot
k. Sensasi seperti terbakar atau kesemutan pada bagian tubuh manapun
l. Nyeri tajam seperti ditusuk jarum

D. Patofisiologis
Rangkain proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi, dimana hal
ini terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh
berbagai stimulus, seperti faktor biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi dan lain-
lain.
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu serabut
saraf A-Delta), sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya dicetuskan oleh (serabut
saraf C). Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas dalam
melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. serabut C menyampaikan
implus yang tidak terlokalisasi (bersifat difusi), viseral dan terus menerus. Sebagai
contoh mekanisme kerja serabut A-delta dan serabut C dalam trauma adalah ketika
seorang menginjak paku, sesaat setelah kejadian orang tersebut dalam waktu kurang
dari 1 detik akan merasakan nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan
transmisi dari serabut A. Dalam beberapa detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai
seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut C. (Prasetyo, 2010, hal 11-14).
Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana implus nyeri kemudian
ditransmisikan serat afferen (A-delta dan C) ke medula spinalis melalaui dorsal horn,
dimana disini implus akan bersinapsis disubtansi gelatinosa (lamina II dan III). Implus
kemudian menyebrang keatas melewati traktus spinothalamus anterior dan lateral.
Beberapa implus yang melewati traktus spinothalamus lateral diteruskan langsung ke
halamus tanpa singgah di formatio retikularis membawa implus fast pain. Di bagian
thalamus dan korteks serebri inilah individu kemudian dapat mempersepsikan,
menggambarkan, melokalisasi, menginterpretasikan dan mulai berespon terhadap
nyeri. (Prasetyo, 2010)
Beberapa implus nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus
pada bagian tengah medula spinalis. Implus ini memasuki formatio retikularis dan
sistem limbik yang mengatur perilaku emosi dan kognitif, serta intregasi dari sistem
saraf otonom. Slow pain yang terjadi akan membangkitkan emosi, sehingga timbul
respon terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar keringat dingin dan
jantung berdebar-debar. (Prasetyo, 2010)
E. PATHWAY

Trauma Traumal Trauma Agen cidera Trauma


Trauma
mekanik termal kimiawi elektrik biologis psikologis

Kontak dengan jaringan


sekitar

Terpajan ujung saraf

Tranduksi stimulus: stimulus diubah menjadi implus

Tranmisi: melalui serabut A dan serabut

Implus ke batang otak

Dari thalamus disebarkan ke daerah somasensorius (koteks serebral)

Sensasi nyeri
Respon apektif sinyal nyeri berulang (>3 bulan)

Perubahan kimia
Nyeri Akut Pada jalur saraf

hipersensitifitas
terhadap sinyal nyeri

Nyeri kronis

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab
dari nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan
imaging seperti foto polos, CT scan, MRI atau bone scan.
G. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
Menurut Berman, et al (2009). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi
melibatkan penggunaan opiate (narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi
nonsteroid), obat-obat adjuvans atau koanalgesik. Analgesic opiate mencakup
derivate opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan
memberikan perasaan euphoria. Semua opiate menimbulkan sedikit rasa kantuk
pada awalnya ketika pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur,
efek samping ini cenderung menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah,
konstipasi, dan depresi pernapasan serta harus digunakan secara hati- hati pada
klien yang mengalami gangguan pernapasan.
Menurut Berman, et al (2009), Nonopiat (analgesik non narkotik) termasuk
obat AINS seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara
bekerja di ujung saraf perifer pada daerh luka dan menurunkan tingkat mediator
inflamasi yang dihasilkan di daerah luka.
Berman, et al (2009) mengatakan analgesic adjuvans adalah obat yang
dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat
mengurangi nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif
ringan atau obat penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme
otot yang menyakitkan, kecemasan, stress, dan ketegangan sehingga klien dapat
tidur nyenyak. Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan
alam perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri
lainnya.
b. Penatalaksanaan secara non farmakologi
Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara teknik
relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan
imajinasi, ketekunan, atau sugesti. berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia
berespons pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan
ketegangan otot. Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu
aktivitas otot dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan
ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks
(Herodes, 2010).
Berikut penatalaksanaan untuk mengurangi rasa nyeri :
1) Efflurage Massage
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang
memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara
berulang (Reeder dalam Parulian, 2014).
2) Terapi Musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentukdan gaya
yang diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat
untuk kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011).
3) GIM (Guided Imagery Music)
GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan untuk
mengurangi nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan imajinasi dan
terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan imajinasi pasien. Musik
digunakan untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi membuat tubuh
lebih berespons terhadap bayangan dan sugesti yang diberikan sehingga pasien
tidak berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014).
4) Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan,
yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara
melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal)
dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat
menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Teknik
relaksasi nafas dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan
aktivitas simpatik dalam system saraf otonom (Fitriani, 2013).
5) Kompres Hangat
Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat yang
dapat menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013).
6) Membimbing Doa Orang Sakit
Doa seperti halnya dzikir, ialah sarana bagi seseorang hamba untuk selalu
mengingat Allah, dengan doa seorang bisa menjadi merasa lebih baik, adapun
doa untuk orang sakit.

H. Pengkajian keperawatan
Mengukur intensitas nyeri adalah bagian penting dalam penilaian awal pasien dan
hali ini dilakukan secara terus-menerus. Terdapat berbagai skala nyeri yang sudah
divalidasi yang dapat membantu pengukuran nyeri. alat pengukuran nyeri ini terdiri
dari skala unidimensi sederhana atau kuesioner multidimensi. Pengukuran nyeri
haruslah melibatkan baik kerangka waktu dan konteks klinis nyeri. pasien dengan
nyeri akut biasanya diminta untuk menggambarkan nyeri saat ini dapat ditanya
tentang intensitas rata-rata selama satu periode tertentu untuk menetapkan informasi
perjalanan nyeri. sementara terhadap pasien dengan nyeri menetap, sebaiknya
ditanyakan tentang nyeri selama beberapa minggu dan mendapatkan pengukuran
terpisah untuk nyeri rata-rata, nyeri terburuk dan teringan (Zacharoff dkk, 2010;
AMA, 2013).
1. Karakteristik nyeri
Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo (2010) mendefinisikan
karakteristik nyeri dibagi metode P, Q, R, S, T yaitu:
a. Faktor pencetus (P: Provocate)
Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien, dalam
hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang
mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka
perawat harus dapat mengeksplore perasaan dan menanyakan perasaan-
perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b. Kualitas (Q: Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh
klien, sering kali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kaalimat :
tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, termasuk
lain-lain, dimana tiap klien mungkin berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri
yang dirasakan. Perawat sebaiknya tidak meberikan kata-kata deskriptif pada
klien. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu memdeskripsikan
sensasi yang dirasakannya setelah perawat mengajukan pertanyaan terbuka.
Misalnya, perawat dapat mengatakan “Coba jelaskan pada saya, seperti apa
nyeri yang Anda rasakan” perawat dapat memberikan klien daftar istilah untuk
mendeskripsikan nyeri hanya apabila klien tidak mampu menggambarkan
nyeri yang dirasakannya.
c. Lokasi (R : Regio)
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk
menunjukan semua bagian/daerah yang merasakan tidak nyaman oleh klien.
Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien
untuk melacak daerah nyeri dari titik yangpaling nyeri, kemungkinan hal ini
akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
Dalam mendokumentasikan hasil pengkajian tentang lokasi nyeri, perawat
hendaknya menggunakan bahasa anatomi atau istilah deskriptif. Sebagai
contoh pernyataan “Nyeri terdapat di kuadran abdomen kanan atas” adalah
pernyataan yang lebih spesifik dibandingkan “klien menyatakan nyeri terasa
pada abdomen”.
d. Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang
paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan
nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. Namun
kesulitannya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien serta tidak adanya batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan,
sedang, dan berat. Hal ini juga biasa disebabkan karena memang pengalaman
nyeri pada masing-masing individu berbeda-beda.
e. Durasi (T: Time)
Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan
rangkaian nyeri. perawat dapat menanyakan “ kapan nyeri dirasakan?, apakah
nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?, seberapa
sering nyeri kambuh?, atau yang lainya dengan kata yang semakna.
2. Data dasar
a. Data pasien
Identitas nama pasien, alamat, umur & tanggal lahir, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, nomer registrasi, diagnose medis
b. Data penanggung Jawab
Identitas nama penanggung jawab, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien.
c. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama biasanya dimulai dari keluhan yang dirasakan yang
membawa klien dibawa ke rumah sakit.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang penyakit yang diderita pasien saat ini, proses penyakit yang
ada.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Berisi riwayat nyeri berulang, pengobatan dan tindakan yang dilakukan.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dimana disini berisikan tentang riwayat genogram keluarga yang
mempunyai penyakit keturunan atau penyakit yang sama diderita oleh
klien.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran : keadaan umum, kesadaran, GCS
Tanda-tanda vital : Tekanan daran, suhu, respirasi, nadi
e. Head to toe :
1) Kepala : bentuk kepala, warna & bentuk rambut, kebersihan daerah kepala
2) Mata : konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/an ikterik, pupil
3) Hidung : bentuk hidung, adanya obstruksi/tidak, terdapat sekret/tidak.
4) Telinga : bentuk telinga, kebersihan telinga adanya sekret/tidak
5) Mulut : bentuk mulut, membran mukosa bibir, gigi, lidah dan stomatitis
6) Leher : vena jagularis, pembesran kelenjar tiroid/tidak
7) Dada :
a) Inspeksi : bentuk dada, retraksi dinding dada, ekspansi dada
b) Perkusi : paru vasikuler, jantung sonor
c) Auskultasi : paru vasikuler, bunyi jantung
8) Abdomen :
a) Inspeksi : simetris dan tidak ada lesi
b) Auskultasi : bunyi bising usus
c) Perkusi : timpani
d) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen
9) Ekstermitas : edema, akral, turgor kulit, kekuatan otot
f. Pengkajian pola fungsional Gordon
1) Pola persepsi kesehatan
Menggambarkan akan pentingnya kesehatan bagi klien. Menggali
pengetahuan klien dan keluarga klien tentang risiko infeksi pada luka yang
terjadi setelah operasi.
2) Pola nutrisi dan metabolik
Menggambarkan akan konsepsi relative kebutuhan metabolik dan
asupan gizi. Pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit dan
membran mukosa. Biasanya pada pasien risiko infeksi terjadi anoreksia,
pada beberapa situasi bisa terjadi mual muntah.
3) Mengkaji nutrisi
Status nutrisi merupakan aspek yang penting dalam penyembuhan
luka. Penyembuhan luka dikaitkan dengan tingkat kecukupan atau
kekurangan dari salah satu nutrisi salah satu unsur nutrisi seperti energi,
protein, lemak maupun zat gizi lainnya. (Boyle, 2009)
g. Pola eliminasi
Menggambarkan pola ekresi.
h. Pola aktivitas dan mobilisasi
Menggambarkan aktivitas pengisian waktu sehari-hari.
i. Pola tidur dan istirahat
Menggambarkan pola tidur dan istirahat klien.
j. Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan konsep diri sendiri dan kemampuan dalam berperan
k. Pola mekanisme koping
Pola pasien dengan risiko infeksi biasanya mengalami ketakutan akan
penyakitnya.
l. Pola keyakinan dan kepercayaan
Menggambarkan dalam diri melakukan ibadah, agama yang dianut.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu,
keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan proses kehidupan yang
aktual/potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (dermawan, 2012).

J. PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
2. Nyeri kronis berhubungan dengan Infiltrasi tumor
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Waktu DX SDKI SLKI SIKI


1 10:00 1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI : Manajemen Nyeri
Ekspetasi : Menurun selama 3x24 jam diharapkan nyeri kronis Observasi :
1. Agen cidera fisiologis dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi
2. Agen pencedera kimiawi SLKI : Tingkat Nyeri lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
3. Agen pencedera fisik Indikator IR ER kualitas, intensitas nyeri.
Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
Meringis
Pola tidur 3. Identifikasi non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat
1. Memburuk dan memperingan nyeri.
2. Cukup memburuk
3. Sedang Terapeutik :
4. Cukup membaik 1. Berikan teknik non farmakologis
5. Membaik untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur.
4. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan pereda nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode,dan
pemicu nyeri.
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri.
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat.
5. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri.

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu.

2 10:30 2 SDKI : Nyeri Kronis Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI : Manajemen nyeri (I.08238)
(D.0078) selama 3x24 jam diharapkan nyeri kronis Observasi:
Penyebab: dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
Indikator IR ER
1. Kondisi musculoskeletal Tingkat Nyeri (L.08066) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Keluhan nyeri kronis nyeri
Meringis 2. Kerusakan system saraf Keterangan: 2. Identifikasi skala nyeri
Sikap protektif
Gelisah
Kesulitan tidur
3. Penekanan saraf 1. Memburuk 3. Identifikasi respon non verbal
4. Infiltrasi tumor 2. Cukup memburuk 4. Identifikasi faktor yang memperberat
5. Ketidakseimbangan 3. Sedang dan memperingan nyeri
neurotransmitter, 4. Cukup membaik 5. Monitor pengetahuan dan keyakinan
neuromodulator, dan 5. Membaik tentang nyeri
reseptor 6. Identifikasi pengaruh nyri trhadap
6. Gangguan imunitas (mis. kualitas hidup
Neuropati terkait HIV, virus 7. Monitor efek samping penggunaan
varicella-zoster) analgetik
7. Gangguan fungsi metabolic
8. Riwayat posisi kerja statis Terapeutik:
9. Peningkatan indeks masa 1. Berikan teknik non farmakologi
tubuh untuk mengurangi nyeri
10. Kondisi pasca trauma 2. Kontrol lingkungn yang
11. Tekanan emosional memperberat rasa nyeri
12. Riwayat penganiyaan (mis. 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
Fisik, psikologi, seksual)
13. Riwayaat penyalahgunaan Edukasi:
obat/zat 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Berman, S. K. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2012. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Eka (2011). Jurnal online Mengenal Terapi
Musik.http://www.terapimusik.com/terapi_musik.htm.
Fitriani, R. (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Respon
Adaptasi Nyeri Pada Pasien Inpartu Kala 1 Fase Laten Di RSKDIA Siti
Fatimah Makasar
Heardman,T. H. (2012-2014). Nursing diagnosis: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Prasetyo, S. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Suarilah. (2013). Guided Imagery and Music (GIM) menurunkan intensitas
nyeri pasien pist section caesarea betbasis adaptasi roy
Sinardja, S, P. Aribawa, I, M. (2013). Penatalaksanaan Nyeri Akut Pada Pasien
Dengan Controlled Analgesia
Smeltzer, S. C (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai