Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

NYERI KRONIS PADA PASIEN LOW BACK PAIN (LBP)

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

Dosen Pembimbing: Ns. Ali Maulana, M.Kep

DISUSUN OLEH :

ATRASINA AZYYATI

NIM. I4051201012

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2020
A. Definisi

Rasa nyaman merupakan suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar

manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman, kelegaan, dan transenden (Potter & Perry,

2010). Gangguan rasa nyaman didefinisikan perasaan kurang senang, lega, dan

sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan, dan sosial (PPNI, 2016).

Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari

3 bulan (PPNI, 2016).

B. Etiologi

Menurut PPNI (2016), penyebab terjadinya nyeri kronis antara lain:

a. Kondisi muskuloskeletal kronis

b. Kerusakan sistem saraf

c. Penekanan saraf

d. Infiltrasi tumor

e. Ketidakseimbangan neurotransmitter, neuromodulator, dan reseptor

f. Gangguan imunitas

g. Gangguan fungsi metabolik

h. Riwayat pasca-kerja statis

i. Peningkatan indeks massa tubuh

j. Kondisi pasca-trauma

k. Tekanan emosional

l. Riwayat penganiayaan

m. Riwayat penyalahgunaan obat atau zat


C. Patofisiologi

Pengalaman nyeri melibatkan serangkaian proses neurofisiologis yang kompleks,

secara kolektif disebut sebagai nosisepsi, dengan empat komponen berbeda:

transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Transduksi adalah proses dimana

rangsangan berbahaya (contohnya panas, dingin, distorsi mekanis) dikonversikan

menjadi suatu impuls elektik pada ujung akhir saraf sensoris. Transmisi adalah

konduksi berbagai impuls elektrik ini menuju sistem saraf pusat (CNS) dengan

hubungan utama untuk saraf-saraf ini berada dalam konu dorsalis saraf tulang

belakang dan thalamus dengan proyeksi menuju cingulate, insular, dan korteks

somatosensoris. Modulasi nyeri adalah proses mengubah transmisi nyeri.

Kemungkinan bahwa baik mekanisme inhibitor dan eksitatoris memodulasi transmisi

impuls nyeri (nosiseptif) dalam sistem saraf perifer (PNS) dan CNS. Persepsi nyeri

dianggap dimediasi melalui thalamus yang bertindak sebagai stasiun relay pusat untuk

sinyal rasa sakit yang masuk dan korteks somatosensoris primer yang melayani untuk

diskriminasi pengalaman sensoris spesifik (Janasuta & Putra, 2017).

Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain misalnya badan Pacini dan

Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri. Zat-zat kimia

yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin, beberapa

prostaglandin, ion kalium, dan ion hidrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun di

tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda

spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh

serat C lambat. Serat-serat C tampak mengeluarkan neurotransmitter substansi P

sewaktu bersinaps di korda spinalis. Setelah di korda spinalis, sebagian besar serat

nyeri bersinaps di neuron-neuron tanduk dorsal dari segmen. Namun, sebagian serat
berjalan ke atas atau ke bawah eberapa segmen di korda spinalis sebelum bersinaps.

Setelah mengaktifkan sel-sel di korda spinalis, informasi mengenai rangsangan nyeri

dikirim oleh satu dari dua jaras ke otak - traktus neospinotalamikus atau traktus

paleospinotalamikus. Informasi yang dibawa ke korda spinalis dalam serat-serat A

delta

disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus neospinotalamikus. Sebagian dari serat

tersebut berakhir di reticular activating system (RAS) dan menyiagakan individu

terhadap adanya nyeri, tetapi sebagian besar berjalan ke thalamus. Dari thalamus,

sinyal-sinyal dikirim ke korteks sensorik somatik tempat lokasi nyeri ditentukan

dengan pasti.

Informasi yang dibawa ke korda spinalis oleh serat-serat C, dan sebagian oleh

serat A delta, disalurkan ke otak melalui serat-serat traktus paleospinotalamikus.

Serat-serat ini berjalan ke daerah reticular di batang otak, dan ke daerah di

mesensefalon yang disebut daerah grisea periakuaduktus. Serat- serat

paleospinotalamikus yang berjalan melalui daerah reticular berlanjut untuk

mengaktifkan hipotalamus dan sistem

limbik. Nyeri yang dibawa dalam traktus paleospinotalamik memiliki lokalisasi difus

dan menyebabkan distress emosi berkaitan dengan nyeri (Wahyuningtyas &

Tugasworo, 2015).
D. Pathway

Kondisi
muskuloskeletal Trauma Trauma Trauma Agen Cedera Trauma
kronis Termal Kimiawi Elektrik Biologis Psikologis

Kontak dengan jaringan


sekitar

Terpajan ujung
saraf

Tranduksi stimulus: stimulus diubah menjadi impuls

Transmisi: melalui serabut saraf A dan serabut saraf C

Impuls ke batang otak

Dari thalamus disebarkan ke daerah somasensorius


(Korteks Serebral)

Sensasi nyeri

Respon afektif Sinyal nyeri berulang


(>3bulan)

Nyeri Akut
Perubahan kimia
pada jalur saraf

Hipersensitivitas
terhadap sinyal nyeri

Nyeri Kronis
E. Manifestasi Klinis

Menurut Andarmoyo dalam Supriyadi (2016), manifestasi klinis nyeri kronik

berbeda dengan nyeri akut. Adapun gejala dari nyeri kronis yang dialami klien antara

lain:

a. Keputusasaan

b. Kelesuan

c. Penurunan libido

d. Penurunan berat badan

e. Iritabilitas

f. Mudah tersinggung

g. Tidak tertarik pada aktivitas fisik

Tanda dan gejala dari nyeri kronis yang muncul antara lain (PPNI, 2016):

a. Tanda dan gejala mayor

a) Subyektif

- Mengeluh nyeri

- Merasa depresi

b) Obyektif

- Tampak meringis

- Gelisah

- Tidak mampu menuntaskan aktivitas

b. Tanda dan gejala minor

a) Subyektif

- Merasa takut mengalami cedera berulang

b) Obyektif

- Bersikap protektif
- Waspada

- Pola tidur berubah

- Anoreksia

- Fokus menyempit

- Berfokus pada diri sendiri

F. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan nyeri terbagi menjadi dua macam (Potter & Perry, 2010), yaitu:

a. Farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara farmakologis efektif untuk nyeri dengan skala

sedang ke berat. Penanganan yang sering digunakan untuk menurunkan nyeri

biasanya menggunakan obat golongan analgesik yang terbagi menjadi dua

golongan, yaitu analgesik non-narkotik dan analgesik narkotik. Penanganan

nyeri dengan menggunakan obat analgesik narkotik dengan intravena maupun

intramuskuler (meperidin 75 – 100 mg atau dengan morfin sulfat 10 – 15 mg).

Namun, penanganan nyeri dengan menggunakan agen farmakologis secara

terus-menerus dapat menyebabkan efek ketagihan. Namun demikian,

pemberian obat farmakologis tidak bertujuan untuk meningkatkan

kemampuan pasien sendiri untuk mengontrol nyerinya.

b. Non-farmakologis

Penatalaksanaan nyeri secara non-farmakologis dapat dilakukan dengan cara

terapi fisik meliputi stimulasi kulit, pijatan, kompres hangat dan dingin,

TENS, akupuntur dan akupresur. Terapi kognitif dan biobehavioral seperti

latihan napas dalam, relaksasi progresif, rhythmic breathing, terapi musik,

bimbingan imajinasi, biofeedback, distraksi, sentuhan terapeutik, meditasi,


hipnosis, humor, dan magnet dapat dilakukan (Blacks & Hawks dalam

Supriyadi, 2016). Penanganan non-farmakologis menjadi lebih murah,

mudah, dan efektif dan tanpa efek yang merugikan (Potter & Perry, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Janasuta, Putu Bagus Redika & Putra, Kadek Agus Heryana (2017). Fisiologi Nyeri. Ilmu
Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah
Denpasar.
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/052461207068a4a034b0b87eda
7a01a4.pdf
Potter, P. A & Perry, A. G. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:
EGC.
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Supriyadi, Rizqi (2016) Efektivitas Pemberian Aromaterapi Lemon dan Lavender terhadap
Tingkat Nyeri pada saat Pemasangan Infus di IGD RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Bachelor Thesis, Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Wahyuningtyas P., Sandra Juwita and Tugasworo, Dodik (2015) PENGARUH DERAJAT
DEPRESI DENGAN INTENSITAS NYERI KRONIK (Studi pada Pasien Rawat Jalan
RSUP Dr. Kariadi Semarang). Undergraduate thesis, Faculty of Medicine.

Anda mungkin juga menyukai