Anda di halaman 1dari 17

TUBERKULOSIS

1.1 Definisi

Tuberculosis (TB) merupakan airborne infection yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis, pada umumnya menyerang bagian paru dengan cara

penularan secara inhalasi/ droplet (yaitu pada saat orang terinfeksi batuk, bersin,

berbicara, bernyanyi atau bernafas) serta di tandai oleh beberapa gejala pada saat fase

aktif (Aslagaf dkk, 2012).

Sedangkan tuberkulosis yang relaps adalah pasien yang sebelumnya pernah

mengalami pengobatan tubekulosis, dinyatakan sembuh atau diobati pada akhir

pengobatan terbaru mereka, dan sekarang di diagnosis kembali dengan episode

berulang tuberkulosis (Hariadi, 2010)

1.2 Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosis yang merupakan anggota ordo Actinomicetales dan famili

Mycobacteriase. Basil tuberkel berbentuk batang lengkung, gram positif lemah yaitu

sulit untuk diwarnai tetapi sekali berhasil diwarnai sulit untuk dihapus walaupun

dengan zat asam, sehingga disebut sebagai kuman batang tahan asam. Hal ini

disebabkan oleh karena kuman bakterium memiliki dinding sel yang tebal yang terdiri

dari lapisan lilin dan lemak (asam lemak mikolat). Selain itu bersifat pleimorfik, tidak

bergerak dan tidak membentuk spora serta memiliki panjang sekitar 2-4 μm (Junaidi,

2010)

Pada tuberkulosis yang relaps dapat terjadi karena pertumbuhan kembali strain

Mycobacterium tuberculosis yang sama yang menyebabkan episode TB sebelumnya,

yang dikenal sebagai relaps, atau reinfeksi melalui strain yang berbeda (Potter, 2010)

1.3 Manifestasi Klinis


Gejala umum Tuberkulosis adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa

sputum, malaise, gejala flu, demam ringan, nyeri dada, batuk darah. Keluhan yang

dirasakan penderita Tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan

sama sekali. Menurut Wijaya (2013) Tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan,

gejala respiratorik dan gejala sistemik.

1.3.1 Gejala respiratorik

1. Batuk

Gejala batuk merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan dan timbul

paling dini, mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak dan bercampur

darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

2. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, tampak berupa garis, bercak-

bercak darah, gumpalan darah atau darah segar. Batuk darah diakibatkan oleh

pecahnya pembuluh darah, berat 20 ringannya batuk darah tergantung dari besar

kecilnya pembuluh darah yang pecah.

3. Sesak nafas

Diakibatkan adanya kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal yang

menyertai seperti efusi fleura, pneumothorax, anemia da yg lainnya.

4. Nyeri dada

Nyeri dada pada Tuberkulosis termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala timbul

apabila sistem persarafan dipleura terkena.

1.3.2 Gejala sistemik

1. Demam
Gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore hari dan malam hari mirip

demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya

sedang masa bebas serangan makin pendek.

2. Gejala sistemik lain

Seperti keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

1.4 Klasifikasi

Klasifikasi TB ditentukan dengan tujuan agar penetapan Obat Antituberkulosis

(OAT) sesuai dan sebelum pengobatan dilakukan , penderita TB diklasifikasikan

menurut Depkes RI, 2014:

1.4.1 Lokasi anatomi dari penyakit

a. Tuberkulosis paru adalah TB yang terjadi pada parenkim paru. Limfadenitis

TB di rongga dada atau efusi pleura tanpa terdapat gambaran radiologis yang

mendukung TB pada paru, dinyatakan sebagai TB ekstra paru. Pasien yang

menderita TB paru dan menderita TB ekstra paru diklasifikasikan sebagai

pasien TB paru.

1.4.2 Riwayat pengobatan dari penyakit sebelumnya

a. Pasien baru TB adalah pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan

TB sebelumnya atau sudah pernah mengonsumsi Obat Antituberkulosis

(OAT) namun kurang dari 1 bulan atau kurang dari 28 dosis.

b. Pasien yang pernah diobati TB adalah pasien yang sebelumnya sudah pernah

mengonsumsi OAT selama 1 bulan atau lebih (≥28 dosis). Kemudian pasien

diklasifikasikan berdasarkan hasil pengobatan TB terakhir, yaitu:

1) Pasien kambuh adalah pasien TB yang pernah dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap kemudian didiagnosis TB berdasarkan hasil

pemeriksaan bakteriologis atau klinis.


2) Pasien yang diobati kembali setelah gagal adalah pasien TB yang pernah

diobati kemudian dinyatakan gagal pada pengobatan terakhir.

3) Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

adalah pasien yang pernah diobati dan dinyatakan lost to follow

(klasifikasi ini sebelumnya dikenal sebagai pengobatan pasien setelah

putus berobat). Lain-lain adalah pasien TB yang pernah diobati namun

hasil pengobatan akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

c. Pasien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui.

1.4.3 Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat

Pada klasifikasi ini pasien dikelompokkan berdasarkan hasil uji kepekaan contoh

uji dari Mycobacterium tuberculosis terhadap OAT dan dapat berupa:

a. Mono resistan (TB MR) adalah resistan terhadap salah satu jenis OAT lini

pertama.

b. Poli resistan (TB PR) adalah resistan terhadap lebih dari satu jenis OAT lini

pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.

c. Multi drug resistan (TB MDR) adalah resisten terhadap isoniazid (H) dan

rifampisisn (R) secara bersamaan.

d. Extensive drug resistan (TB XDR) adalah TB MDR yang juga resisten terhadap

salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan resistan minimal salah satu dari

OAT lini kedua jenis suntikan seperti kanamisin, kapreomisin, dan amikasin.

e. Resistan Rifampisin (TB RR) adalah resistan terhadap rifampisisn dengan atau

tanpa resistan terhadap OAT jenis lain yang terdeteksi menggunakan uji genotip

(tes cepat) atau metode fenotip (konvensional).

1.4.4 Klasifikasi pasien TB berdasarkan status Human Immunodeficiency Virus (HIV)


a. TB dengan HIV positif (pasien ko-infeksi TB/HIV) adalah pasien TB dengan

hasil tes HIV positif sebelumnya atau sedang mengonsumsi Obat Antiretroviral

(ART) atau hasil tes hiv positif pada saat pasien tersebut didiagnosis TB.

b. Pasien TB dengan HIV negatif sebelumnya atau hasil tes HIV negatif pada saat

pasien tersebut didiagnosois TB dengan catatan: Apabila pada pemeriksaan

yang dilakukan selanjutnya ternyata hasil tes HIV menjadi positif, pasien

tersebut harus disesuaikan kembali klasifikasinya sebagai pasien TB dengan

HIV positif.

c. Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui adalah pasien TB tanpa ada bukti

pendukung dari hasil tes HIV yang telah dilakukan saat diagnosis TB ditetapkan

dengan catatan: Apabila pada saat pemeriksaan selanjutnya dapat diperoleh

hasil tes HIV, pasien harus disesuaikan kembali klasifikasinya berdasarkan hasil

tes HIV terakhir yang dilakukan.

1.4.5 Berikut klasifikasi TB menurut Depkes RI, 2011 sebagai berikut:

a. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada

TB paru.

1) Tuberkulosis paru Basil Tahan Asam (BTA) positif

- Sekurang-kurangnya spesimen dahak Sewaktu - pagi - sewaktu

(SPS) 2 dari 3 spesimen dahak hasilnya positif.

- Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan menunjukkan

gambaran tuberkulosis pada foto toraks penderita.

- Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA dan biakan kuman TB

positif.
- Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan yang dilakukan sebelumnya negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT.

2) Tuberkulosis paru BTA negatif

b. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan penderita sebelumnya dibagi

menjadi beberapa tipe, yaitu:

1) Kasus baru

Merupakan Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (empat minggu).

2) Kambuh (Relaps)

Merupakan Penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis

kembali dan hasilnya BTA positif.

3) Kasus setelah putus berobat (Default)

Penderita yang telah berobat dan putus berobat dua bulan atau lebih

dengan hasil BTA positif.

4) Kasus setelah gagal (Failure)

Penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama penderita menjalani

pengobatan.

5) Kasus pindahan (Transfer In)

Penderita yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain

untuk melanjutkan pengobatannya lagi.

6) Kasus lainnya
Semua kasus TB lain yang tidak termasuk ketentuan diatas. Kelompok

ini termasuk kasus kronik, yaitu penderita dengan hasil pemeriksaan

masih menunjukkan BTA yang masih positif setelah selesai pengobatan

ulang kategori 2.

1.5 Faktor yang Mempengaruhi Tuberkulosis

Menurut Smeltzer, (2010) faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan pada

penderita tuberkulosis ialah :

1. Status Gizi

Status gizi yang kurang mengakibatkan daya tahan tubuh menurun sehingga

tubuh lebih peka terhadap infeksi. Kecukupan gizi dapat berpengaruh terhadap

ketahanan fisik seseorang untuk dapat tumbuh kembang secara sehat dan tidak

mudah terinfeksi oleh berbagai penyakit termasuk tuberkulosis (Widoyono, 2008 ).

2. Penyakit lain yang memudahkan infeksi

Penyakit seperti AIDS, diabetes millitus dan beberapa penyakit lainnya akan

lebih menginfeksi dan memungkinkan timbulnya kembali penyakit tuberkulosis

(Sitepu, 2009).

3. Riwayat minum obat

Riwayat minum obat merupakan tindakan yang dilakukan oleh responden

dalam pengobatan dilihat dari pernah tidaknya penderita minum obat, meminum

obat sesuai dosis yang dianjurkan selama pengobatan.

1.6 Pengobatan Tuberkulosis

Pada dasarnya standar yang digunakan untuk pengobatan TB aktif membutuhkan

waktu selama 6 atau 9 bulan (WHO, 2013). Selama pengobatan, terdapat 2 fase
pengobatan ; pertama yaitu pengobatan dengan menggunakan isoniazid, rifamipicin,

pyrazinamide dan etambutol selama dua bulan. Kedua ialah pengobatan hanya

menggunakan isoniazid dan rifampicin selama 4 bulan. Hal ini di dilakukan secara

kontinu diharapkan bakteri yang aktif dan dorman dapat musnah (Mc Lafferty, 2013)

Penggunaan dosis obat selain berdasarkan pada berat badan, juga didasarkan pada

lama pengobatan yang terbagi menjadi dua tahap. Tahapan pengobatan tuberculosis

menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (2014), yaitu :

1.6.1 Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Tahap ini dimaksudkan untuk secara efektif

menurunkan jumlah kuman yang ada didalam tubuh pasien dan meminimalisir

pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resisten sejak sebelum

pasien mendapatan pengobatan. Pengobatan tahap awal, harus diberikan selama dua

bulan. Umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya

penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan dua minggu.

1.6.2 Tahap lanjutan

Pada tahap ini penderita mendapatkan jenis obat yang sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lama yaitu empat bulan. Tahap lajutan penting untuk membunuh

kuman persisten sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan

tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan

(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu pasien dalam satu

masa pengobatan. Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis (2014)

paduan OAT yang di gunakan di Indonesia :

1. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis

adalah :
 Kategori 1 : 2(HRZE)/ 4(HR) 3.

 Kategori 2 : 2(HRZE) S / 5(HR) 3E3.

 Kategori anak : 2(HRZ) 4 (HR) atau 2HRZ (S) / 4-10 HR

Obat yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resisten obat di Indonesia

terdiri dari OAT lini ke dua, yaitu Kanasimin, Kapreoisin, Levofloksasin,

Etionamide, Sikloserin, Moksiflokasin dan PAS, serta OAT lini satu, yaitu

Pirazinamid dan Etambutol.

2. Paduan OAT Ketegori satu dan Kategori dua

Paduan kategori ini di sediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap

(OAT-KDT). Tablet OAT dan KDT ini terdiri dari kombinasi dua atau empat

jenis obaat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien.

Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.

3. Paket Kombipak

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid

dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan

program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang terbukti mengalami

efek samping pada pengobatan dengan OAT KDT sebelumnya.

4. Paduan OAT Kagetogeri anak

Paduan Kategori ini di sediakan dalam bentuk paket obat kombinasi dosis tetap

(OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3 jenis obat dalam satu

tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas

dalam satu paket untuk satu pasien.

1.7 Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya

1. Kategori-1: 2(HRZE) / 4(HR)3

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:


 Pasien Tuberkulosis terkonfirmasi bakteriologis.

 Pasien Tuberkulosis terdiagnosis klinis.

 Pasien TB ekstra paru.

2. Kategori -2: 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati

sebelumnya (pengobatan ulang):

 Pasien kambuh.

 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya.

 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up).

Paduan OAT kategori 2 pada Tuberkulosis relpas diberikan selama 8 bulan,

dibagi menjadi 2 tahapan yaitu 3 bulan tahap awal dan 5 bulan tahap lanjutan. Paduan

OAT Kategori 2 yang disediakan oleh program adalah dalam bentuk kombinasi dosis

tetap (KDT) dan obat lepas (kombipak).

Dosis paduan OAT KDT Kategori 2 : 2(HRZE)S / (HRZE) /5(HR)3E3

Tahap Awal Tahap Lanjutan


tiap hari 3 kali seminggu
Berat RHZE (150/75/400/275) + S RH (150/150) + E(400)
Badan
Selama 28
Selama 56 hari selama 20 minggu
Hari
30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 500 mg Streptomisin + 2 tab Etambutol
inj.
38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 750 mg Streptomisin + 3 tab Etambutol
inj.
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+ 1000 mg Streptomisin + 4 tab Etambutol
inj.
≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin + 5 tab Etambutol
inj.

Dosis paduan OAT Kombipak Kategori 2: 2HRZES / HRZE / 5H3R3E3

Kaplet Etambutol
Lama Tablet Rifamp Tablet Tablet Tablet Strepto Jumlah
Tahap Pengo Isoniasid isin @ Pirazina @ 250 @ 400 misin hari/kali
Pengobatan batan 450 mid @
@ 300
mgr mgr mgr injeksi menelan
mgr 500 mgr obat
Tahap Awal 2
(dosis harian) bulan 0,75
1 1 3 3 - 56
1 gr
1 1 3 3 - - 28
bulan
Tahap Lanjutan
5
(dosis 3x 2 1 - 1 2 - 60
bulan
semggu)

Cara Penularan TB

1. Sumber penularan adalah pasien TB yang dahaknya mengandung kuman TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan

dahak. Sekali batuk dapat menyebarkan 3000 kuman dalam percikan dahak.

3. Penularan terjadi melalui percikan dahak yang dapat bertahan selama beberapa jam dalam

ruangan yang tidak terkena sinar matahari dan lembab.

4. Semakin banyak kuman yang ditemukan dalam tubuh pasien berarti semakin besar

kemungkinan menularkan kepada orang lain.

5. TB tidak menular melalui perlengkapan pribadi pasien yang sudah dibersihkan, seperti:

peralatan makan, pakaian dan tempat tidur yang digunakan pasien TB.

Orang yang berisiko tinggi terkena TB

1. Orang yang kontak erat dengan pasien TB yang belum diobati.

2. Orang yang status gizimya rendah.

3. Orang dengan daya tahan tubuh rendah.

4. Bayi dan anak-anak yang kontak erat dengan pasien TB BTA positif.

5. Orang dengan HIV dan AIDS.

Pencegahan TB Agar Tidak Menularkan ke Orang Lain


1. Menelan OAT secara lengkap dan teratur sampai sembuh. Pasien TB harus menutup

mulutnya dengan saputangan atau tisu atau lengan tangan pada waktu bersin dan batuk,

dan mencuci tangan.

2. Tidak membuang dahak sembarang tempat, tetapi dibuang pada tempat khusus dan

tertutup. Misalnya: dengan menggunakan wadah atau kaleng bertutup yang sudah diberi

air sabun. Buanglah dahak ke lubang WC atau timbun ke dalam tanah di tempat yang jauh

dari keramaian.

3. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat

Pentingnya Minum Obat Secara Teratur Bagi Penderita TB

Pengobatan TB harus lengkap dan teratur sesuai petunjuk sampai dinyatakan sembuh. Bila

pasien berhenti menelan obat sebelum selesai pengobatan akan berisiko:

1. Penyakit tidak sembuh dan tetap menularkan ke orang lian.

2. Penyakit bertambah parah dan bisa berakibat kematian.

3. Kuman menjadi kebal atau tidak mempan terhadap OAT lini pertama. Jika kuman TB tidak

mempan terhadap OAT lini pertama, maka pasien akan membutuhkan penanganan yang

lebih mahal dan waktu yang lebih lama.

2. Kepatuhan Minum Obat

Niven (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah

sebagai berikut :

1. Faktor penderita atau individu

a. Sikap atau semangat untuk sembuh.

b. Keyakinan adalah dimensi spiritual dalam menjalani kehidupan. Pasien dengan

keyakinan yang kuat akan memiliki sikap yang tabah dan tidak pernah putus asa.

Kekuatan untuk mengontrol penyakitnya dipengaruhi oleh keyakinan pasien,


dimana pasien memiliki keinginan yang kuat dan tabah terhadan anjuran dan

larangan jika mengetahui akibatnya.

2. Dukungan Keluarga

Penderita akan bahagia dan tenang bila mendapat perhatian yang lebih dari

keluarganya karena menimbulkan kepercayaan untuk menghadapi atau mengontrol

penyakitnya dengan lebih baik.

3. Dukungan sosial

Dukungan dalam bentuk emosional dari anggota keluarga lain adalah faktor

terpenting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Keluarga dapat

mengurangi kecemasan yang disebabkankan oleh penyakit tertentu dan dapat

mengurangi godaan ketidakpatuhan.

4. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan ini dapat bermanfaat saat pasien menghadapi bahwa perilaku yang

sehat yang baru merupakan hal yang penting, petugas kesehatan dapat

menyampaikan keinginan mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan secara

terus menerus memeberikan dukungan positif terhadap pasien yang mampu

beradaptasi dengan program pengobatannya.


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TUBERKULOSIS

A. Pengkajian

1. Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif: Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit

tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.

Objektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut;

infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 –410C) hilang timbul.

2. Pola nutrisi

Subjektif: Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.

Objektif: Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

3. Respirasi

Subjektif: Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.

Objektif: Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid

kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi

basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru

dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.),

perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran

bronkogenik).

4. Rasa nyaman/nyeri

Subjektif: Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.

Obiektif: Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul

bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

5. Integritas ego

Subjektif: Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada

harapan.
Objektif: Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

6. Pemeriksaan Diagnostik:

- Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.

- Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-

72 jam).

- Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak

gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas

bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat

dengan densitas tinggi.

- Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB

paru.

- Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).

- Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

2. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Intoleransi aktifitas

C. Intervensi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Intervensi:

1) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara nafas tambahan

2) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction

3) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


4) Monitor respirasi dan status O2

5) Kolaborasi pemberian O2.

2. Ketidakefektifan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi:

1) Kaji adanya alergi makanan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

3) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe

4) Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin c

5) Monitor jumlah nutrisi dkalori.

3. Intoleransi aktifitas

Intervensi:

1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas

2) Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan

3) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan

4) Monitor respon kardiovaskuler terhadap aktivitas

5) Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat.


DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. (2012). Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press.

Balitbang Kemenkes RI. (2014). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI

Hariadi, Slamet, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Departemen Ilmu
Penyakit Paru FK Unair – RSUD Dr. Soetomo.

Junaidi, Iskandar. 2010. Penyakit paru dan saluran napas. Jakarta : Buana Ilmu Populer.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA Jilid 3. Jogjakarta : Mediaction

Potter, Patricia. (2010). Buku Ajar Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek. Edisi 4. Jakarta
: EGC.

Smeltzer, Bare. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa Agung Waluyo.
Edisi 8. Jakarta : EGC.

Soeparman. (2010). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan pada System
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai