PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gonorea adalah Infeksi menular seksual (STI) paling tua yang pernah
dilaporkan, sudah tersirat dalam laporan-laporan di alkitab, literature Hindu,
dan papirus mesir. Gonorea disebabkan oleh invasi bakteri diplokokus gramnegatif, Neisseria Gonorrhoeae, yang pertama kali ditemukan dan diberi nama
oleh ahli dermatologi polandia, Albert Neisseria. Bakteri ini melekat dan
menghancurkan membrane sel epitel yang melapisi kanalis endoserviks dan
uretra. Infeksi ekstragenital di faring, anus dan rectum dapat dijumpai pada
kedua jenis kelamin. Untuk dapat menular, harus terjadi kontak langsung
mukosa-ke-mukosa. Tidak semua orang terpajan ke gonorea akan terjangkit
penyakit, dan risiko penularan dari laki-laki kepada perempuan lebih tinggi
dari pada dari pada penularan perempuan ke laki-laki (Price & Wilson,2005)
Angka gonorea di amerika serikat lebih tinggi dari pada di negara-negara
industru lainnya, dengan perkiraan 50 kali lebih banyak dari pada swedia dan
8 kali dari pada kanada (CDC, 2000). Angka infeksi paling tinggi pada kaum
muda dengan yang tertinggi pada perempuan berusia 15 sampai 19 tahun dan
laki-laki berusia 20 sampai 24 tahun, dan pada laki-laki yang berhubungan
seks dengan sesame jenis ( Price & Wilson,2005).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penting kiranya bagi penyusun
untuk menyusun makalah ini agar dapat dijadikan tambahan ilmu bagi tenaga
calon tenaga kesehatan agar lebih memahami mengenai konsep asuhan
keperawatan pada tentang Asuhan Keperawatan Penyakit Infeksi pada Sistem
Reproduksi khususnya pada gonorea.
B. Perumusan Masalah
1) Bagaimana Definisi dari Gonorea ?
2) Bagaimana Epidemiologi dari Gonorea ?
3) Bagaimana Etiologi dari Gonorea ?
4) Bagaimana Faktor Resiko dari Gonorea ?
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gonorrhea adalah sebuah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Neisseriagonorrhea yang penularannya melalui hubungan kelamin baik
melalui genito-genital, oro-genital, ano-genital. Penyakit ini menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan konjungtiva (Staf
Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993).
Gonorrhea adalah sejenis penyakit yang berjangkit melalui hubungan
kelamin yang disebabkan oleh bakteria Neisseria Gonorrhoeae, yaitu sejenis
2
D. Faktor resiko
Faktor dominan yang ikut menentukan besarnya frekuensi dan distribusi
penyakit menular seksual dalam suatu masyarakat, antara lain: (Hartadi,
2001)
1. Penyebab penyakit (agent)
Penyakit menular seksual seperti gonorrhea penyebabnya adalah bakteri
Neisseria gonorrhea.
2. Tuan (host)
Beberapa faktor yang terdapat pada host yang berperan pada perbedaan
insiden gonorrhea adalah:
a. Umur
Umur sangat mempengaruhi insiden penyakit menular seksual seperti
gonorrhea, sesuai dengan cara penularan penyakit menular seksual
yaitu melalui kontak seksual maka golongan umur dengan insiden
meningkat adalah golongan umur dengan kegiatan seksual aktif.
b. Sex / jenis kelamin
Angka kesakitan kelompok umur tertentu pada penderita penyakit
menular
seksual
seperti
gonorrhea,
pria
adalah
lebih
tinggi
jelas
sehingga
memberikan
kesempatan
lebih
banyak
adalah
lebih
tinggi
bila
dibandingkan
dengan
heteroseksual.
d) Lama bekerja sebagai pekerja seksual komersial.
Pekerjaan seseorang sering merupakan ikatan erat dengan kemungkinan
terjadinya penyakit menular seksual seperti gonorrhea. Pada beberapa
orang yang bekerja dengan kondisi tertentu dengan lingkungan yang
memberikan peluang terjadinya kontak seksual akan meningkatkan
4
tidak diobati maka tanda-tanda infeksi meluas biasanya mulai timbul dalam 10
sampai 14 hari. Tempat penyebaran tersering pada perempuan adalah uretra,
dengan gejala uretritis, disuria, dan sering berkemih serta ke kelenjar bartholin
dan skene yang menyebabkan pembengkakan nyeri. Infeksi yang menyebar ke
endometrium dan tuba fallopii menyebabkan pendarahan abnormal vagina,
nyeri panggul dan abdomen, dan gejala PID progresif apabila tidak diobati.
Gonore mungkin asimtomatik atau menyebabkan pengeluaran rabas
purulen dari uretra atau vagina disertai rasa terbakar sewaktu berkemih.
Sebagian individu mengalami kongjitivitas atau faringitis (Price, Sylvia
Anderson. 2005).
a. Pada pria
1) Masa tunas gonore sangat singkat, pada pria umumnya bervariasi
antara 2-5 hari, kadang - kadang lebih lama karena pengobatan diri
sendiri tapi dengan dosis yang tidak cukup atau gejala sangat samar
sehingga tidak diperhatikan.
2) Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak pada uretra kemudian
diikuti nyeri ketika berkemih
3) Disuria yang timbul mendadak, rasa buang air kecil disertai dengan
keluarnya lendir mukoid dari uretra
4) Retensi urin akibat inflamasi prostat
5) Keluarnya nanah dari penis atau kadang-kadang sedikit mengandung
darah.
6) Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas sewaktu kencing terdapat
pada ujung penis atau bagian distal uretra, perasaan nyeri saat ereksi.
b. Pada wanita
1) Gejala awal biasanya timbul dalam waktu 7-21 hari setelah terinfeksi
2) Penderita seringkali tidak merasakan gejala selama beberapa minggu
atau bulan (asimtomatis)
3) Jika timbul gejala, biasanya bersifat ringan. Namun, beberapa
penderita menunjukkan gejala yang berat seperti desakan untuk
berkemih
4) Nyeri ketika berkemih
5) Keluarnya cairan dari vagina
6) Demam
7) Infeksi dapat menyerang leher rahim, rahim, indung telur, uretra, dan
rektum serta menyebabkan nyeri pinggul yang dalam ketika
berhubungan seksual
8) Pada pemeriksaan, serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen. Wanita dan pria homoseksual yang melakukan hubunga
seks melalui anus, dapat menderita gonore di rektumnya. Penderita
akan merasa tidak nyaman disekitar anusnya dan dari rektumnya keluar
cairan. Daerah disekitar anus tampak merah dan kasar serta tinja
terbungkus oleh lendir dan nanah.
9) Pada umumnya terdapat rasa sakit pada punggung bagian bawah,
bersama-sama keadaan tidak enak badan
F. Patofisiologi
Infeksi dimulai dengan adhesi pada sel mukosa (urethra, vagina, rectum,
tenggorok) kemudian penetrasi ke submukosa dan menyebar baik secara langsung
maupun hematogen.
1) Langsung pada pria menyebabkan prostatitis dan epididymitis, sedangkan
pada wanita langsung menyebar ke kelenjar Bartholin, paraserviks, tuba falopii, dst.
2) Hematogen
Hanya 1% kasus, kebanyakan dari asymptomatic infection pada wanita. Ini
disebabkan adanya kelainan pertahanan tubuh, misalnya. Defisiensi C6-9
atau bakteri yang kebal terhadap antibodi dan komplemen, bakteri dengan
protein porin A pada dinding sel kemudian menginaktivasi C3b.
Manifestasi berupa arthritis, lesikulit, dan tenosynovitis (Djuanda, Adhi,
Mochtar, Aisah, Siti dkk. 2010).
Bakteri secara langsung menginfeksi uretra, endoserviks, saluran anus,
konjungtiva dan farings. Infeksi dapat meluas dan melibatkan prostate, vas
deferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis pada pria dan kelenjar
skene, bartholini, endometrium, tuba fallopi dan ovarium pada wanita.
Setelah melekat, gonokokus berpenetrasi ke dalam sel epitel dan
melalui jaringan sub epitel di mana gonokokus ini terpajan ke sistem imun
(serum, komplemen, immunoglobulin A (IgA dan lain-lain), dan
difagositosis oleh neutrofil. Virulensi bergantung pada apakah gonokokus
mudah melekat dan berpenetrasi ke dalam sel penjamu, begitu pula
8
Neisseria Gonorhoe
Kontak seksual
(Anus, orogenital, genital)
Uretra
endoserviks
Faring
Infeksi meivas
Laki-laki ( prostat, vasdeferens, vasikula seminalis, epididimis dan testis )
Perempuan ( Kelenjar skene, bartholini, endometrium, tuba falopii,
ovarium )
Gonore
Penyebaran gonore secara sistemik melalui darah
Komplikasi
(sinovitis, atritis, endokarditis, meningitis, dermatis)
10
G. Komplikasi
Gonore yang tidak diobati dapat menyebabkan kemandulan pada wanita
atau penyakit radang panggul, dan meningkatkan kehamilan ektopik. Pria dan
wanita dapat mengalami infeksi diseminata disertai atritis, endokarditis, atau
konjungtivitas yang dapat menyebabkan kebutaan. Apabila ditularkan ke bayi
baru lahir sewaktu persalinan, dapat terjadi kebutaan (Corwin, Elizabeth J.
2009)
a. Pada Pria
1) Tysonitis, biasanya terjadi pada pasien dengan preputium yang sangat
panjang dan kebersihan yang kurang baik. Diagnosis dibuat
berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah
frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan menjadi akses
dan merupakan sumber infeksi laten.
2) Parauretritis, sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum
terbuka atau hipospadia. Infeksi pada duktus ditandai dengan butir pus
pada kedua muara parauretra.
3) Radang kelenjar Littre (littritis), tidak mempunyai gejala khusus. Pada
urin ditemukan benang-benang atau butir-butir. Bila salah satu saluran
tersumbat dapat terjadi abses folikular. Diagnosis komplikasi ini
ditegakkan dengan uretroskopi.
4) Infeksi pada kelenjar Cowper (Cowperitis), dapat menyebabkan abses.
Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan di daerah perineum disertai
rasa penuh dan panas, nyeri pada waktu defekasi, dan disuria. Jika
tidak diobati, abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau
rektum dan mengakibatkan proktitis.
5) Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak di daerah
perineum dan suprapubis, malaise, demam, nyeri kencing sampai
hematuria, spasme otot uretra sehingga terjadi retensi urin, tenesmus
ani, sulit buang air besar, dan obstipasi. Pada pemeriksaan teraba
pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan, dan adanya
fluktuasi bila telah terjadi abses. Jika tidak diobati abses akan pecah,
masuk ke uretra posterior atau ke arah rektum mengakibatkan proktitis.
6) Gejala prostatitis kronik ringan dan intermiten, tetapi kadang-kadang
menetap. Terasa tidak enak di perineum bagian dalam dan rasa tidak
11
enak bila duduk terlalu lama. pada pemeriksaan prostat teraba kenyal,
berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan
dengan pengurutan prostat biasanya sulit menemukan kuman gonokok.
7) Vesikulitis ialah radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan
duktus ejakulatorium, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau
apididimitis akut. Gejala subyektif menyerupai gejala prostatitis akut,
yaitu demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada waktu ereksi
atau ejakulasi, dan sperma mengandung darah. Pada pemeriksaan
melalui rektum dapat diraba vesikula seminalis yang membengkak dan
keras seperti sosis, memanjang di atas prostat. Ada kalanya
menentukan batas kelenjar prostat yang membesar.
8) Pada vas deferentitis atau funikulitis, gejala berupa perasaan nyeri pada
daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang sama.
9) Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya
disertaivas deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya
epididimitis ini adalah trauma pada uretra posterior yang disebabkan
oleh pengelolaan atau kelalaian pasien sendiri. Epididimis dan tali
spermatika membengkak dan teraba panas, juga testis, sehingga
menyerupai hidrokel sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali.
Bila mengenai kedua epididimis dapat mengakibatkan sterilitas.
10) Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika
urinaria. Gejalanya berupa poliuria, disuria terminal, dan hematuria.
b. Pada Wanita
1) Parauretritis. Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang
terjadi.
2) Kelenjar bartholin dan labium mayor pada sisi yang terkena
membengkak, merah dan nyeri tekan, terasa nyeri sekali bila pasien
berjalan dan pasien sukar duduk. Abses dapat timbul dan pecah melalui
mukosa atau kulit. Bila tidak diobati dapat rekurens atau menjadi kista.
3) Salpingitis, dapat bersifat akut, subakut atau kronis. Ada beberapa
faktor predisposisi, yaitu masa puerpurium, setelah tindakan dilatasi
dan kuretase, dan pemakaian IUD. Infeksi langsung terjadi dari serviks
melalui tuba fallopi ke daerah salping dan ovum sehingga sehingga
dapat menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Gejalanya terasa
12
tergantung pada fasilitas diagnostik yang ada seperti dilihat pada tabel 1,2,3.
Pemilihan regimen pengobatan sebaiknya mempertimbankan pula temapt
infeksi, resistensi galur N. gonorrhoeae terhadap antimikrobial, dan
kemungkinan infeksi Chlamydia trachomatis yang terjadi bersamaan. Oleh
karena seringkali terjadi koinfeksi dengan C. trachomatis, maka pada seorang
dengan
gonore
dianjurkan
pula
untuk
diberi
pengobatan
secara
Terapi Standar GO
Alergi Penisilin
7
hari
13
Terapi Alternatif
Sembuh
Ter
api
NG
U
7
h
a
r
i
Sembuh
Rujuk
14
Gram
Terapi Standar GO
7 hari
Diplokokus (-)
Leuko < 5
Diplokokus (+)
Alergi Penisilin
Leuko < 5
Terapi Alternatif
Terapi (-)
Terapi NGU
Leuko < 5
Diplokokus (-)
Leuko > 5
Terapi NGU
7 hari
Terapi Alternatif
7 hari
Leuko < 5
Leuko < 5
Leuko > 5
Rujuk
Terapi (-)
Leuko > 5
Rujuk
NGPP
Terapi
Alternatif
NGPP
Leuko < 5
Leuko > 5
Sembuh
7 hari
Leuko < 5
Leuko > 5
Terapi Alternatif
Non NGPP
3 hari
Diplokokus (-)
Diplokokus (+))
Sembuh
Sembuh
Sesuai Resistensi
Terapi NGU
Di
samping
fasilitas
pemeriksaan
laboratorium,
hal
tersebut
di
atas,
maka C.D.C
uretritis
(1989)
gonore
tidak
untuk
uretritis
+
Doksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau Tetrasiklin
4 x 500 mg, selama 7 hari, atau Eritromisin 4 x 500
mg, selama 7 hari
Alternatif Lain
untuk GO :
itu
+
Doksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau Tetrasiklin
4 x 500 mg, selama 7 hari, atau Eritromisin 4 x 500
mg, selama 7 hari
+ 1gr Probenesid
+
Doksisiklin 2 x 100 mg, selama 7 hari, atau
Tetrasiklin 4 x 500 mg, selama 7 hari, atau
Eritromisin 4 x 500 mg, selama 7 hari
Dikutip dari : Buku Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin, Gonore, 2007
Rekomendasi Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2007
dalam pengobatan gonore Centers for Diseases Control and Prevention
(2007) merekomendasikan pengobatan infeksi gonokokus tanpa komplikasi
sebagai berikut (kakoli, 2005) :
Pengobatan Alternatif :
18
Disseminated Gonore
Pengobatan disseminated gonorrhoeae yang direkomendasikan :
terapi
Alternatif
Pengobatan Oral
19
T
A
U
yang
sama
dengan
ceftriaxone
(Rocephin),
Neisseria
klinis
20
harus
21
rekomendasi
utama
untuk
atau
konfirmasi
saat
patner
pengobatan
sexual
yang
menunjukkan
tingkat
Data
penelitian
tahun
oral.
Cefpodoxime merupakan alternatif obat oral sefalosporin generasi ke-3
sebagai dosis tunggal 200 mg diizinkan untuk pengobatan gonore
tanpa komplikasi. Data percobaan terbatas, tetapi pada gambaran waktu
paruhnya
pendek,
sedikit
menguntungkan
farmakokinetiknya
dapat direkomendasikan.
Azitromisin (2 g dosis tunggal) menunjukkan efikasi yang dapat
diterima
Rekomendasi regimen :
23
untuk
C.
trachomatis
Kombinasi
terapi
antimikrobial
gonokokus terutama sesuai saat ragu bila pasien akan kembali untuk
evaluasi follow up.
Follow Up (Bignell, 2005) Penilaian pasien setelah pengobatan :
seksual
agar
dapat
atau
ada
kemingkinan
re-infeksi,
tes
kultur
Menurut
World
Health
Organization
2001,
standar
(oral,
500
mg
dosis
tunggal). Spektinomisin
amoksisilin
direkomendasikan.
dengan
clavulanat
Cotrimoxazole
tidak
merupkan
dapat
kombinasi
tidak
direkomendasikan
untuk
mengobati
25
Pemeriksaan
DNA
pada
prinsipnya
mendeteksi
asam
nucleat
J. Pencegahan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).
Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatannya diperlukan factor
pendukung atau kondisi yang memungkinkan, antara lain: fasilitas pelayanan
kesehatan yang mudah dijangkau, factor dukungan (support) dari pihak lain
misalnya tokoh masyarakat, petugas kesehatan sangat penting untuk
mendukung praktek pencegahan penyakit menulars eksual (Notoadmojo,
1997).
Praktek pencegahan penyakit menular seksual, antara lain : (Sjaiful, 2007)
a. Pencegahan primer, meliputi :
27
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A) Anamnesa
a) Riwayat Keperawatan
Identitas Meliputi :
1) Nama
2) Umur
:
: angka terjadi pada perempuan berusia 15-
28
pengaman)
Q = Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut.
(Berupa rasa gatal, panas sewaktu kencing terdapat pada ujung
penis atau bagian distal uretra, perasaan nyeri saat ereksi)
R = Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar
?
(Rasa tidak nyaman pada uretra kemudian diikuti nyeri ketika
berkemih)
S = Kaji skala nyeri untuk dirasakan.
(Rata-rata nyeri berskala 7)
T = Kapan keluhan dirasakan ?
(Keluhan dirasakan pada saat akan berkemih)
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan pada klien apakah ada anggota keluarga klien yang
menderita penyakit yang sama seperti yang diderita klien sekarang
dan juga apakah ada penyakit keturunan yang di derita
keluarganya.
B) Pola-pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan kesehatannya dalam kehiduoan
sehati harinya, misalnya PH dari klien seperti mandi dan gosok,
gigi serta kebiasaan kebiasaan dalam mengkonsumsi minum
minuman keras dan perokok.
2) Pola tidur dan istirahat
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan pola tidur klien setiap harinya,
sebelum dan setelah sakit, biasanya klien akan mengalami
gangguan pola tidur karena proses inflamasi dan pembengkakan
jika telah terjadi komplikasi.
3) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji kegiatan keseharian dari klien, dan keteraturan klien
dalam berolahraga.
29
dan
pendidikannya.
juga
kognitif
Biasanya
pada
klien,
klien
misalnya
gonore
tingkatan
tingkat
30
Nadi
Tekanan Darah
RR
Suhu
2) Pengkajian Persistem
a. Sistem Integumen
Biasanya terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra, genital
lesions dan skin rashes.
a.
Sistem Kardiovaskuler
Kaji apakah bunyi jantung normal / mengalami gangguan,
biasanya pada klien bunyi jantung normal, namun akan
mengalami peningkatan nadi karena proses dari inflamasi yang
mengakibatkan demam.
b.
Sistem Pernafasan
Perlu dikaji pola nafas klien, auskultasi paru paru untuk
mengetahui bunyi nafas, dan juga kaji anatomi pada sistem
pernafasan, apakah terjadi peradangan atau tidak. Biasanya
pada klien terdapat peradangan pada faringnya karena adanya
penyakit.
c.
Sistem Penginderaan
Kaji konjungtiva, apakah ada peradangan / tidak.
(Konjungtiva tidak mengalami peradangan, namun akan
mengalami peradangan jika pada konjungtivitis gonore dan
juga bisa ditemukan adanya pus )
d.
Sistem Pencernaan
31
e. Sistem Perkemihan
Gejala klinis yang asimptomatik (terjadi infeksi uretritis
akibat infeksi gonokokus pada uretra, endoserviks tubuh
uretra, baru setelah itu diikuti dengan onset munculnya
keluhan disuria.
Keluhan subjektif yang muncul dimulai dengan rasa gatal
panas di bagian distal uretra di sekitar orifisium uretra
eksternum, kemudian disusul dari ujung uretra, disuria, dan
polakisuria.
Biasanya klien akan mengalami , retensi urin karena
inflamasi prostat, keluar nanah dari penis dan kadang
kadang ujung uretra disertai darah, pembengkakan frenulum
pada pria, dan pembengkakan kelenjar bartoloni serta labio
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
Bignell, Chris. 2005. British Association for Sexual Health and HIV: National
Guideline on The Diagnosis and Treatment of Gonorrhoea in Adults 2005.
http://www.bashh.org/guidelines/2005/gc_final_0805.pdf
Bustan. 1997. Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rineka Cipta p. 75
34
Am
Fam
Physician
2006;
73
1779-84,
1786.
http://www.aafp.org/afp
Mandal, dkk. 2006. Penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga.
Natadidjaja, Hendarto. 1990. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa Aksara:
Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip prinsip
Dasar. Jakarta :Rineka Ciptafrf.
35
36