Anda di halaman 1dari 6

KGD 1

LAPORAN PBL TRAUMA INHALASI

DI SUSUN OLEH:
KELOMPOK 1
ANDRA KURNIA

I 1032131003

AGUNG ANGGARA

I 1032131002

BOB KRISTIAN

I 1032131011

CITRA BORNEO

I 1032131013

SAFRIZAL

I 1032131007

SULIYEM

I 1032131021

UTIN YUNI KARTIKA

I 1032131020

MELATI HUTABARAT

I 1032131030

PIKA ROMANA

I 1032131033

SITI FATIMAH

I 1032131035

DEVI MERRY K. SINAGA

I 1032131037

AGUS MULYADI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2016

Kasus 1
Tn. R Seorang karyawan disalah satu perusahaan terbesar di Kalimantan Barat, mengalami
musibah kebakaran dikantornya ketika jam kerja sedang berlangsung, letak kebakaran di
lantai 2 yang bertepatan dengan ruang kantor Tn. R pada saat kebakaran Tn. R mengalami
syncope dan segera dilarikan ke UGD RS Untan. Pada saat di UGD didapatkan bahwa
wajah klien terlihat merah, bagian alis dan bulu hidung sebagian hangus, nafas sesak, saat
auskultasi terdengar wheezing, takikardi, takipnea, pada saat dibuka jalan nafas terdapat
karbon dan adanya tanda-tanda inflamasi di orofaring. Terdapat luka bakar dibagian abdomen
dan tangan sebelah kiri. TD: 80/60 mmHg, N: 140 x/menit. Rencana pemeriksaan rontgen
thorax. Tentukan tindakan KGD prioritas yang dilakukan.
Step 1 (kata sulit)
1. Syncope : penurunan kesadaran (pingsan)
Step 2 (pertanyaan)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pada kasus ini termasuk dalam triage yang mana?


Berapa persen luka bakar pada pasien?
Apa tindakan utama yang dilakukan pada saat di UGD?
Apa tindakan selanjutnya setelah tindakan kegawatdaruratan?
Apa pertolongan pertama yang dilakukan di tempat kejadian?
Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan selain rongen thorak?
Apa indikasi direncanankan pemeriksaan rontgen thorak?

Step 3 (jawaban pertanyaan)


1. Merah (Emergent) yaitu korban-korban yang membutuhkan stabilisasi segera dan
kondisi yang mengancam kehidupan dan memerlukan perhatian segera. Pasien
mengalami penurunan kesadaran, nafas sesak dan takipnea.
2. Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama
rule of nine atau rule of Wallace yaitu:
Kepala dan leher : 9%
Lengan masing-masing 9% : 18%
Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36%
Tungkai masing-masing 18% : 36%
Genetalia/perineum : 1%
Total : 100%
Wajah + abdomen + tangan kiri = 4,5 + 9 + 9 = 22,5%

Purwadianto, Agus, Budi Sampurna. 2013. Kedaruratan Medik: Disertai Contoh


Kasus Klinis: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Tangerang: Binarupa Aksara.
3. a. Cek kesadaran, nadi karotis
b. Airway
Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalsi maka sebelum dikirim ke pusat
luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk melindungi jalan nafas
sebelum terjadi pembengkakan wajah dan faring yang biasanya terjadi 24-48 jam
setelah kejadian, dimana jika terjadi edema maka yang diperlukan adalah
trakeostomi atau krikotiroidotomi jika intubasi oral tidak dapat dilakukan. Tandatanda adanya trauma inhalasi antara lain adalah: riwayat terkurung dalam api, luka
bakar pada wajah, bulu hidung yang terbakar, dan sputum yang hitam.
c. Breathing
Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernafasan seperti susah nafas, stridor,
batuk, retraksi suara nafas bilateral atau tanda tanda keracunan CO maka
dibutuhkan oksigen 100% atau oksigen tekan tinggi yang akan menurunkan waktu
paruh dari CO dalam darah.
d. Circulation
Pengukuran tekanan darah dan nadi untk mengetahut stabilitas hemodinamik.
Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan resusitasi cairan intravena. Pada
pasien dengan trauma inhalasi biasanya biasanya dalam 24 jam pertama
digunakan cairan kristaloid 40-75 % lebih bnayak dibandingkan pasien yang
hanya luka bakar saja.
Pemberian oksigen 100 % dilanjutkan sampai pasien tidak menunjukkan gejala dan
tanda keracunan dan kadar HbCO turun dibawah 10%. Pada pasien yang mengalami
gangguan jantung dan paru sebaiknya kadar HbCO dibawah 2%. Lamanya durasi
pemberian oksigen berdasarkan waktu-paruh HbCO dengan pemberian oksigen 100%
yaitu 30 - 90 menit. Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi
oksigen hiperbarik, jika kadar HbCO diatas 40 % atau adanya gangguan
kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak membaik dalam waktu 4 jam
setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya dikirim ke unit
hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik adalah dimana pasien menghirup oksigen 100%,
dalam suatu ruangan khusus yang diberikan tekanan diatas 1 atmosfer absolut (ATA).
Jumlah oksigen yang dapat larut dalam darah akan semakin banyak, jika kita
menghirup oksigen yang diberikan tekanan diatas 1 ATA.
4. Penatalaksanaan selanjutnya:

1) Pemberian sedative-morfin 10 mg IM (dewasa) atau 1 mg /tahun usia IM (anakanak), diberikan dalam 24 48 jam pertama.
2) Bila luka bakar luas penderita dipuaskan; kecuali bila cairan parenteral tidak dapat
diberikan dalam 30 menit dan bising usus baik, dapat diberikan larutan garam
peroral saja.
3) Khusus untuk luka bakar daerah wajah, posisi kepala harus lebih tinggi dari tubuh;
perhatikan kemungkinan edema larin. Bila perlu lakukan trakeotomi. Pada mata
diberikan salap mata antibiotic dan atropine sulfat 1% tetes mata untuk mencegah
infeksi.
4) Terapi cairan
Diberikan pada luka bakar derajat dua / lebih seluas >20 % pada anak- anak, atau
> 30% pada dewasa. Jumlahnya berdasarkan luka bakar (% luka bakar/ %Luka
Bakar) dan berat badan (BB) dengan rumus Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4
mL.
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
(Purwadianto, Agus, Budi Sampurna. 2013. Kedaruratan Medik: Disertai Contoh
Kasus Klinis: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Tangerang: Binarupa Aksara.)
5. Pertolongan pertama dan transportasi
a. Matikan api dengan memutuskan hubungan (suplai) dengan oksigen dengan
menutup tubuh penderita dengan selimut, handuk, sprai dan lain- lain
b. Perhatikan keadaan umum penderita
c. Pendinginan
a) Membuka pakaian penderita
b) Merendam dalam air (20-30oC) atau air mengalir selama 20 30 menit, untuk
daerah wajah cukup dikompres dengan air.
c) Bila disebabkan oleh zat kimia, selain air dapat digunakan NaCl fisiologi
( untuk zat korosif) atau gliserin (untuk fenol)
d) Pendinginan ini tidak berguna lagi untuk luka bakar lebih dari 1 jam
d. Mencegah infeksi
a) Luka ditutup dengan perban atau kain bersih kering dan tidak dapat melekat
pada luka
b) Penderita dikerudungin kain bersih
c) Luka jangan diberi zat yang tidak larut dengan air, seperti : mentega, minyak,
kecap.
(Purwadianto, Agus, Budi Sampurna. 2013. Kedaruratan Medik: Disertai Contoh
Kasus Klinis: Pedoman Penatalaksanaan Praktis. Tangerang: Binarupa Aksara.)

Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen dengan
masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperlukan pada pasien
dengan penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas. Kecurigaan terhadap
peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban kebakaran dan
inhalasi asap. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan korelasi yang lebih akurat
antara kadar HbCO dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian
oksigen untuk melakukan pemeriksaanpemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan
berapa lama pasien mengalami paparan gas CO. Keracunan CO tidak hanya menjadi
penyebab tersering kematian pasien sebelum sampai di rumah sakit, tetapi juga
menjadi penyebab utama dari kecacatan.
(Louise W Kao, Kristine A Nanagas. Carbon Monoxide Poisoning. EmergMedClin N
Arn22 (2004) 985-1018.
lvan Blumenthal. Carbon monoxide poisoning. J R Soc Med 2001;94:270-272.)
6. Pemeriksaan penunjang:
a. Pulse Oximetry
Digunakan untuk mengukur saturasi hemoglobin yang meningkat palsu akibat
ikatan CO terhadap hemoglobin, sehingga kadar karboksihemoglobin seringkali
diartikan sebagai oksihemaglon.
b. Analisa Gas Darah
Untuk mengukur kadar karboksihemoglobin, keseimbangan asam basa, dan kadar
sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga dan biasanya terjadi
peningkatan kadar laktat plasma.
c. Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi cairan dalam
jumlah besar.
d. Darah Lengkap
Hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan biasanya terjadi sesaat setelah trauma.
Hematokrit
intravaskular.

yang

menurun

Anemia

berat

secara

progresif

biasanya

akibat

terjadi

pemulihan

akibat

volume

hipoksia

atau

ketidakseimbangan hemodinamik. Peningkatan sel darah putih untuk melihat


adanya infeksi.
e. Laringoskopi dan Bronkoskpi Fiberoptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnostik maupun terapeutik. Pada
bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum dengan arang,
petekie, daerah pink sampai abu-abu karena nekrosis, ulserasi, sekresi,

mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk menghilangkan debris dan sel-sel


nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika suction dan ventilasi tekanan positif tidak
cukup memadai.
f. Kadar karboksihemoglobin (COHb)
Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45 % (berat), bahkan setelah 3 jam dari
kejadian, kadar COHb pada batas 20-25 %. Bila kadar COHb lebih dari 15 %
setelah 3 jam kejadian bukti kuat terjadi taruama inhalasi.
(American Collage Surgeon. Penilaian Awal dan Pengelolaannya dalam Advanced
Trauma Life Support for Doctor Edisi ke-8. Jakarta: IKABI. 2008.)
7. Pemeriksaan X-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus keracunan gas dan saat
terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil pemeriksaan X-foto thorax biasanya dalam
batas normal. Adanya gambaran ground-glass appearance, perkabutan parahiler, dan
intra alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek.

Step 4
Tn. R

Korban kebakaran

Syncope / pingsan

Trauma inhalasi

Gejala: wajah klien terlihat merah,

bagian alis dan bulu hidung sebagian


hangus, nafas sesak, saat auskultasi
terdengar wheezing, takikardi, takipnea,
nafas bau karbon, inflamasi orofaring.

C-A-B-C

Penatalaksanaan
selanjutnya

Penatalaksanaan di
tempat kejadian
Pemeriksaan penunjang

Anda mungkin juga menyukai