Anda di halaman 1dari 7

KOMUNITAS 3

REVIEW ARTICLE
REVIEW: GAMBARAN KEBIASAAN MENYIRIH YANG DIPERCAYA BAIK
UNTUK KESEHATAN MULUT

DISUSUN OLEH:
DEVI MERRY KRISTINA SINAGA
I1032131037

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016

Review Article
Review: Gambaran Kebiasaan Menyirih yang dipercaya Baik untuk Kesehatan Mulut
1. Identifikasi Jurnal
Jurnal pertama berjudul Betel Quid Chewing and Its Risk Factors in Bangladeshi
Adults oleh Meerjady S Flora, Christopher GN Mascie-Taylor, Mahmudur Rahman dari
WHO South-East Asia Journal of Public Health 2012;1(2):169-181. Jurnal kedua
berjudul Status Kebersihan Gigi Dan Mulut Suku Papua Pengunyah Pinang Di Manado
(Oral And Dental Hygiene Status Of Papuas Areca Nut Chewer) oleh Krista Veronica
Siagian dari Jurnal Dentofasial, Vol.11, No.1, Februari 2012:1-6 ISSN:1412-8926. Jurnal
ketiga berjudul Hubungan Menyirih dengan Keadaan Jaringan Periodontal pada Orang
yang Menyirih di Banjar Sedana Mertha Kota Denpasar Tahun 2012 oleh Ni Wayan
Arini dari Jurnal Kesehatan gigi Vol. 1 Nomor 2 (Agustus 2013).
2. Pendahuluan
Menyirih adalah kegiatan tradisional yang populer yang diintegrasikan ke dalam
praktek-praktek sosial dan budaya dan upacara. Ini adalah kesenangan yang lebih murah,
terjangkau oleh anggota diuntungkan setidaknya masyarakat. Kebiasaan itu telah berlaku
selama setidaknya 2000 tahun di seluruh Asia Selatan, Asia Tenggara dan Pasifik Selatan.
Menirih ini adalah urutan ke empat yang paling umum digunakan zat psikoaktif di dunia
setelah kafein, alkohol dan nikotin (Flora et al, 2012).
Pinang sering dikunyah dalam kegiatan menyirih. Hal ini dianggap oleh banyak orang
di Asia Selatan sebagai baik untuk kesehatan. Hal ini digunakan sebagai, penyegar zat
mulut, penambah rasa, pencahar, memabukkan, untuk impotensi dan masalah ginekologi,
infeksi usus parasit dan untuk gangguan pencernaan dan pencegahan morning sickness
kehamilan. Hal ini juga digunakan sebagai stimulan ringan euforia karena mengandung
tingkat yang relatif tinggi alkaloid psikoaktif. Mengunyah meningkatkan kapasitas untuk
bekerja, menyebabkan sensasi panas di tubuh dan mempertinggi kewaspadaan. Hal ini
digunakan di antara orang miskin untuk menghindari kebosanan dan untuk menekan rasa
lapar (Flora et al, 2012).
Sebuah penelitian di Inggris melaporkan bahwa 42% dari imigran Asia Selatan (dari
Bangladesh) dikunyah pinang karena memberi mereka perasaan menyegarkan dan 35%
menggunakannya karena rasanya yang enak, 29% digunakan sebagai camilan dan lainlain yang digunakan karena itu membantu untuk meringankan stres dan diyakini untuk
memperkuat gigi dan gusi (Flora et al, 2012).

Diperkirakan 600 juta orang menggunakan sirih secara global. Kebiasaan menyirih
telah dilaporkan di banyak negara termasuk Pakistan, Sri Lanka, Bangladesh, Thailand,
Kamboja, Malaysia, Indonesia, China, Taiwan, Papua Nugini, beberapa Kepulauan
Pasifik, dan populasi migran di tempat-tempat seperti Afrika Selatan, Afrika Timur,
Amerika Utara, Inggris, dan Australia. Di Thailand, penurunan telah direkam, sementara
di Taiwan peningkatan konsumsi sudah diketahui, terutama di kalangan anak-anak dan
pemuda. Konsumsi per kapita sirih pound di Taiwan telah meningkat dari 1,4 kg di 1981
7,5 kg pada tahun 1996. Pada tahun 2001, 14,4% dari laki-laki dewasa dan 1,5% dari
wanita dewasa yang saat ini pengunyah sirih. Menyirih secara sosial dapat diterima di
semua lapisan masyarakat, di semua kelompok usia, dan di antara perempuan; meskipun
di kebanyakan negara itu lebih sering terbatas pada kelompok usia yang lebih tua. Pekerja
kerah biru dan miskin pedesaan memiliki tingkat mengunyah lebih tinggi. Pendidikan dan
pendapatan berkorelasi terbalik dengan penggunaan sirih pound. Di Pakistan, setidaknya
satu produk kunyah sirih, pinang dan tembakau yang digunakan sehari-hari oleh 40% dari
remaja dan orang dewasa (Flora et al, 2012).
Setiap suku pada etnis memiliki komposisi mengunyah sirih yang cukup beragam
yaitu pinang (areca catechu L), sirih (piper Betle L), gambir (Uncaria Gambir Roxburgh),
kapur dan tembakau. Bagian tanaman sirih yang paling sering dimnfaatkan yaitu buah,
akar, batang dan daunnya. Bagian pinang yang dimanfaatkan yaitu buah muda.
Bangladesh tradisional, untuk waktu yang lama, telah mengunyah sirih pound sebagai
kebiasaan populer. Sebuah studi, yang dilakukan pada sampel yang terbatas, melaporkan
bahwa 30% dari orang dewasa yang menggunakan sirih secara teratur (Rahman et al,
2006). Di Indonesia kebiasaan mengunyah sirih merupakan kebiasaan yang dilakukan
oleh berbagai suku di Indonesia diantaranya terdapat dalam jumlah yang cukup banyak di
pedesaan. Kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang dilakukan turun temurun pada
sebagian besar penduduk di pedesaan yang mulanya berkaitan erat dengan adat kebisaan
setempat. Adat kebiasaan ini dilakukan pada saat upacara kedaerahan atau pada acara
yang bersifat ritual keagamaan (Hasibuan dkk, 2008).
Tanaman pinang (Areca catechu L) telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
Indonesia sejak dulu, terutama buahnya yang digunakan sebagai komponen utama
campuran mengunyah pinang, dan makan sirih. Kebiasaan mengunyah pinang diyakini
mampu menguatkan gigi, selain menambahkan komposisi yang lain seperti daun sirih,
gambir, dan kapur telah dipercaya dapat menghilangkan bau mulut dan menyebabkan
warna merah pada gigi dan mulut. Bahkan beberapa orang mempercayai bisa sebagai obat
untuk saluran pernapasan dan mampu melawan berbagai penyakit di rongga mulut.

Kepercayaan bahwa mengunyah sirih dapat menghindari penyakit mulut seperti


mengobati gigi yang sakit dan nafas yang tak sedap kemungkinan telah mendarah daging
diantara para penggunanya. Padahal efek negatif menyirih dapat mengakibatkan penyakit
periodontal atau gusi dengan adanya lesi-lesi pada mukosa mulut.
3. Metode Review
Metode penulisan review yang digunakan yaitu studi pustaka dengan teknik
menganalisis isi dari jurnal yang berkaitan dengan gambaran kebiasaan menyirih yang
dipercaya baik untuk kesehatan mulut. Pencarian fakta yang mendukung data yang ditulis
dan bahan untuk referensi lainnya melalui sarana internet. Penyusun mengambil bahan
dari berbagai jurnal dan artikel dari berbagai situs website terpercaya. Tujuan review ini
adalah untuk menemukan gambaran kebiasaan menyirih dan apakah kebiasaan menyirih
memang terbukti baik untuk kesehatan atau sebaliknya.
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1) Betel Quid Chewing and Its Risk Factors in Bangladeshi Adults
Hasil penelitian di Bangladesh mendapatkan secara keseluruhan 31% dari
sampel penelitian itu diketahui mengunyah sirih tapi ada heterogenitas yang
signifikan dalam kaitannya dengan variabel sosio-demografis. Penduduk pedesaan
(43,2%) dua kali lebih mungkin untuk mengunyah sirih daripada orang-orang
perkotaan (19,1%). Tingkat mengunyah dua persen lebih tinggi di antara perempuan
(31,8%) dibandingkan laki-laki (29,8%).
Mengunyah sirih meningkat secara signifikan dari yang lebih muda ke
kelompok usia yang lebih tua memuncak pada kelompok usia 50-69 tahun. Penganut
Hindu lebih cenderung mengunyah sirih dibandingkan dengan kelompok agama lain.
Penggunaan sirih menurun dengan meningkatnya pencapaian pendidikan. Petani lebih
cenderung mengunyah sirih.
Penggunaan sirih lebih umum di antara perokok masa lalu (73,8%) dan
perokok saat ini (37,3%) daripada tidak pernah merokok (25,6%) dan perokok
kadang-kadang (9,7%). Setelah mengontrol variabel sosio-demografis, perokok masa
lalu tiga kali dan perokok saat ini adalah 1,3 kali lebih mungkin untuk menggunakan
sirih. Laki-laki, orang perkotaan, pengusaha, dan Muslim menghabiskan lebih banyak
uang pada mengunyah sirih. Mereka yang berada di 30-39 dan 40-49 kelompok usia
tahun menghabiskan lebih dari orang yang lebih muda (<20 tahun kelompok umur).
Meskipun sirih pound menjadi faktor risiko untuk kanker mulut, itu adalah
kebiasaan populer di Asia Selatan, Asia Tenggara dan Pasifik Selatan. Di Kepulauan
Solomon, subyek yang mengunyah sirih lebih tinggi per hari (>5) menunjukkan risiko

signifikan lebih tinggi untuk kanker mulut dan faring daripada mereka yang
mengunyah lebih sedikit (<5).
2) Status Kebersihan Gigi Dan Mulut Suku Papua Pengunyah Pinang Di Manado
(Oral And Dental Hygiene Status Of Papuas Areca Nut Chewer)
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pada suku Papua yang tinggal di
Manado, laki-laki lebih banyak memiliki kebiasaan mengunyah pinang daripada
perempuan. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pada kelompok usia produktif,
yakni antara 21-25 tahun merupakan kelompok usia yang paling banyak memiliki
kebiasaan mengunyah pinang (60%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian
Meerjady S Flora, Christopher GN Mascie-Taylor, Mahmudur Rahman dari jurnal
pertama yang mendapatkan kegiatan mengunyah memuncak pada kelompok usia 5069 tahun di Bangladesh. Hal yang menarik dalam penelitian ini adalah bahwa 96,67%
responden merupakan mahasiswa perguruan tinggi.
Berdasarkan data yang didapatkan rata-rata pengunyah pinang di Manado
sebesar 2,32. Akan tetapi, terlihat bahwa skor kalkulus rata-rata 1,34, lebih tinggi,
hampir 1,5 kali lipat dari skor debris rata-rata 0,98. Skor kalkulus pada pengunyah
pinang dan sirih cenderung tinggi dikarenakan terbentuknya karang gigi yang
disebabkan adanya stagnasi saliva dan terdapatnya kalsium pada campuran yang
digunakan pada saat menginang. Perpaduan bahan tersebut yang mengakibatkan
kalsifikasi dari karang gigi terutama pada daerah 1/3 servikal gigi rahang bawah yang
lebih banyak dialiri saliva.
3) Hubungan Menyirih dengan Keadaan Jaringan Periodontal pada Orang yang
Menyirih di Banjar Sedana Mertha Kota Denpasar Tahun 2012
Berdasarkan hasil penelitian jurnal ini menunjukkan bahwa dari 20 responden
yang menyirih, 14 (70%) responden berjenis kelamin perempuan dan enam responden
(30%) berjenis kelamin laki-laki. Hasil ini berbeda dengan penelitian dua jurnal diatas
yang menemukan pengunyah sirih lebih banyak pada laki-laki.
Keadaan jaringan periodontal pada orang yang menyirih ditemukan lebih
banyak menderita poket dangkal (pada daerah 1/3 servikal gigi rahang bawah)
sebanyak 14 responden (70%), poket dalam sebanyak 5 responden (25%) dan karang
gigi satu responden (5%). Ditemukan responden terbanyak pada lama menyirih 1-3
tahun dengan jumlah 11 responden (55%), lama menyirih > 3 tahun sebanyak 7
responden (35%) dan < 1 sebanyak 2 responden (10%). Setelah dianalisis, ditemukan

adanya hubungan yang signifikan antara lama kebiasaan menyirih dengan keadaan
jaringan periodontal.
Penyebab terbentuknya penyakit periodontal adalah kalkulus atau karang ggigi
akibat stagnasi saliva pengunyah sirih karena adanya kapur. Gabungan kapur dengan
pinang mengakibatkan respon primer terhadap formasi oksigen reaktif dan mungkin
mengakibatkan kerusakan oksidatif pada DNA di bukal mukosa penyirih. Efek negatif
menyirih dapat mengakibatkan penyakit periodontal atau gusi dengan adanya lesi-lesi
pada mukosa mulut seperti sub mucous fibrosis, oral premalignant, dan bahkan
mengakibatkan kanker mulut. Kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan
kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau. Kapur yang
digunakan dalam mengonsumsi sirih pinang sebenarnya mengandung manfaat untuk
kesehatan periodontal karena mengandung zat-zat kitin yang bermanfaat untuk
kesehatan periodontal. Hal yang menjadi masalah di sini adalah produk kitin yang
digunakan dalam mengunyah sirih dapat merusak periodontal secara mekanis yaitu
dalam bentuk serbuk atau bubuk kapur.
5. Kesimpulan
Frekuensi pengunyah sirih berdasarkan jenis kelamin bervariasi tergantung
kebudayaan pada daerah tertentu. Terdapat hubungan antara penggunaan sirih pinang
terhadap keadaan jaringan periodontal. Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan dan
pertimbangan bagi Dinas Kesehatan untuk usaha peningkatan derajat kesehatan gigi dan
mulut, dan status kebersihannya pada masyarakat yang memiliki kebiasaan mengunyah
pinang dengan mengadakan kegiatan program promosi, edukasi dan pengobatan
kesehatan gigi dan mulut berupa penyuluhan, penyebaran leaflet dan poster, pengobatan
gigi yang terjangkau, bahkan gratis baik di puskesmas, kawasan umum, tempat ibadah
maupun lingkungan sekolah. Diharapkan kebiasaan menyirih tidak terus menerus
dilakukan oleh masyarakat mengingat efek negatif yang lebih banyak timbul daripada
efek positifnya.
6. Daftar Pustaka
Flora, Meerjady S, Christopher GN Mascie-Taylor, Mahmudur Rahman. 2012. Betel
Quid Chewing and Its Risk Factors in Bangladeshi Adults. WHO South-East Asia
Journal of Public Health 2012;1(2):169-181.
Hasibuan S, Permana G, Aliah S. 2008. Mukosa mulut yang dihubungkan dengan
kebiasaan menyirih di kalangan penduduk Tanah Karo Sumatra Utara. Available

from:

URL:

http://repository,usu.ac.id/handle/123456789/3957.

Diunduh

16

September 2016.
Ni Wayan Arini. 2013. Hubungan Menyirih dengan Keadaan Jaringan Periodontal pada
Orang yang Menyirih di Banjar Sedana Mertha Kota Denpasar Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan gigi Vol. 1 Nomor 2 (Agustus 2013).
Rahman M, Rahman M, Flora MS, Akter SFU, Hossain S, Mascie-Taylor CGN.
Behavioural risk factors of non-communicable diseases in Bangladesh. Dhaka:
National Institute of Preventive and Social Medicine, 2006.
Siagian, Krista Veronica. 2012. Status Kebersihan Gigi Dan Mulut Suku Papua
Pengunyah Pinang Di Manado (Oral And Dental Hygiene Status Of Papuas Areca
Nut Chewer. Dentofasial, Vol.11, No.1, Februari 2012:1-6 ISSN:1412-8926.

Anda mungkin juga menyukai