Anda di halaman 1dari 11

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL

1. PENDAHULUAN
a. Pengertian
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea
dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya
penyempitan jalan napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah,
baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan (Muttaqin, 2008).
Asma adalah wheezing berulang dan atau batuk persisten dalam
keadaan dimana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain
yang lebih jarang telah disingkirkan (Mansjoer, 2008).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai
oleh spasme akut otot polos bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi
aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus (Corwin, 2009).

b. Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui.
Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena
hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap
rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau
faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah (Smeltzer & Bare,
2010):
a) Faktor ekstrinsik (alergik): reaksi alergik yang disebabkan oleh
alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-
bulu binatang.
b) Faktor intrinsik (non-alergik): tidak berhubungan dengan alergen,
seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan
polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c) Asma gabungan: Bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
c. Patofisiologi
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran
yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Selain
itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE)
kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap
antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan
pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine,
bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang
bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan
mucus yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari
sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α-adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor
β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-
adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang
mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-
sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan
peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah
bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma.
Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator
kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2010).
d. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik berdasarakan Sundaru (2006):
a) Pemeriksaan spirometri
Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
Peningkatan FEV atau FVC sebanyak >20% menunjukkan diagnosis
Asma.
b) Pemeriksaan tes kulit
Untuk menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik dalam tubuh.
c) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan bila ada kecurigaan terhadap proses
patologik di paru atau komplikasi Asma, seperti pneumothorak,
pneumomediastinum, atelektasis, dan lain-lain.
d) Pemeriksaan analisa gas darah
Pemeriksaan analisa gas darah hanya dilakukan pada penderita dengan
serangan Asma berat.
e) Pemeriksaan sputum
Untuk melihat adanya eosinofil, kristal Charcot Leyden, spiral
Churschmann, pemeriksaan sputum penting untuk menilai adanya
miselium Aspergilus fumigatus.
f) Pemeriksaan eosinofil
Pada penderita Asma, jumlah eosinofil total dalam darah sering
meningkat. Jumlah eosinofil total dalam darah membantu untuk
membedakan Asma dari Bronchitis kronik.

e. Terapi Medis
Menurut PDPI (2011) pengobatan asma terbagi menjadi controller
dan reliver:
a) Controller
a) Glukokortikosteroid inhalasi
Merupakan pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk
mengontrol asma dan merupakan pilihan bagi pengobatan asma
persisten (ringan sampai berat). Berbagai penelitian menunjukkan
perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,
mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan serta
memperbaiki kualitas hidup.
b) Glukokortikosteroid sistemik
Pemberian melalui oral atau parenteral, digunakan sebagai
pengontrol pada keadaan asma persisten berat (setiap hari atau
selang sehari), namun penggunaanya terbatas mengingat risiko
efek sistemik yaitu osteoporosis, hipertensi, diabetes, katarak,
glaukoma, obesitas dan kelemahan otot.
c) Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)
Merupakan antiinflamasi nonsteroid, menghambat pelepasan
mediator dari sel mast melalui reaksi yang diperantai IgE yang
bergantung kepada dosis dan seleksi serta supresi sel inflamasi
tertentu (makrofag, eosinofil, manosit) serta menghambat saluran
kalsium pada sel target. Pemberian secara inhalasi pada asma
persisten ringan dan efek samping minimal berupa batuk dan rasa
obat tidak enak saat melakukan inhalasi.
d) Teofilin
Teofilin merupakan bronkodilator yang memiliki efek
ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Digunakan untuk
menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dengan
merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah
pulmonal. Efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala,
insomnia dan iritabilitas.
e) Agonis beta-2 kerja lama
Termasuk agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan
formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam).
Memiliki efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan
memodulasi pelepasan mediator dari sel mast dan basofil.
f) Leukotriene modifiers
Merupakan anti asma yang relatif baru dan pemberiannya melalui
oral. Menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan
bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan latihan berat.
Selain itu juga memiliki efek antiinflamasi.
b) Reliever
a) Agonis beta-2 kerja singkat
Golongan terdiri dari salbutamol, terbutalin, fenoterol dan
prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Pemberian dapat
secara inhalasi atau oral, pemberian inhalasi memiliki kerja lebih
cepat dan efek samping minimal. Efek samping dapat berupa
rangsangan kardiovaskular, tremor otot rangka dan hipokalemia.
b) Antikolinergik
Pemberiannya secara inhalasi, mekanisme kerjanya memblok efek
pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas.
Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan
tiotropium bromide. Efek samping berupa rasa kering di mulut
dan rasa pahit.
c) Adrenalin
Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat,
bila tidak ada agonis beta-2 atau tidak merespon dengan agonis
beta-2 kerja singkat. Pemberian secara subkutan harus hati-hati
pada usia lanjut atau pada pasien gangguan kardiovaskuler.
2. STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
Pengkajian fokus pada penyakit asma menurut Muttaqin (2008); Potter &
Perry (2009):
a) Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup
normal sehingga pasien dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya
sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan Asma
b) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah, frekuensi,
dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada
pasien sesak, potensial sekali terjadinya kekurangan dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat makan, laju metabolism
serta ansietas yang dialami pasien.
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup
warna,bentuk, konsistensi, frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam
pola eliminasi.
d) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga,
bekerja, dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor
pencetus terjadinya Asma.
e) Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi
berapa lama pasien tidur dan istirahat. Serta berapa besar akibat
kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing dan sesak dapat
mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep
diri pasien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stresor yang dialami
pasien sehingga kemungkinan terjadi serangan Asma yang berulang
pun akan semakin tinggi.
g) Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan
kehidupannya secara normal. Pasien perlu menyesuaikan kondisinya
berhubungan dengan orang lain.
h) Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila
kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan
pasien. Masalah ini akan menjadi stresor yang akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya serangan Asma.
i) Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah
dapat menghambat respon kooperatif pada diri pasien. Cara
memandang diri yang salah juga akan menjadi stresor dalam
kehidupan pasien.
j) Pola mekanisme dan koping
Stres dan ketegangan emosional merupakan faktor instrinsik pencetus
serangan Asma maka prlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi
dan pengaruh terhadap kehidupan pasien serta cara penanggulangan
terhadap stresor.
k) Pola nilai kepercayaan dan spiritual
Kedekatan pasien pada sesuatu yang diyakini di dunia dipercayai
dapat meningkatkan kekuatan jiwa pasien.Keyakinan pasien terhadap
Tuhan Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada-Nya merupakan
metode penanggulangan stres yang konstruktif.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Tidak efektifnya kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mukus.
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
c. Intervensi
N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o
1 Tidak efektifnya Jalan nafas kembali 1. Auskultasi bunyi
kebersihan jalan efektif. nafas, catat adanya
nafas berhubungan Kriteria Hasil : bunyi nafas, misalnya :
dengan akumulasi 1. Sesak berkurang mengi, erekeis, ronkhi.
mukus. 2. Batuk berkurang 2. Kaji / pantau frekuensi
3. Klien dapat pernafasan catat rasio
mengeluarkan inspirasi dan ekspirasi.
sputum 3. Kaji pasien untuk
4. Wheezing posisi yang aman,
berkurang/hilang misalnya : peninggian
5. TTV dalam batas kepala tidak duduk
normal keadaan pada sandaran.
umum baik. 4. Observasi karakteristik
batuk, menetap, batuk
pendek, basah. Bantu
tindakan untuk
keefektifan
memperbaiki upaya
batuk.
5. Berikan air hangat.
6. Kolaborasi obat sesuai
indikasi.Bronkodilator
spiriva 1×1 (inhalasi)

2 Tidak efektifnya Pola nafas kembali 1. Kaji frekuensi


pola nafas efektif. kedalaman pernafasan
berhubungan dengan Kriteria Hasil : dan ekspansi dada.
penurunan ekspansi 1. Pola nafas efektif Catat upaya pernafasan
paru. 2. Bunyi nafas normal termasuk penggunaan
atau bersih otot bantu pernafasan /
3. TTV dalam batas pelebaran nasal.
normal 2. Auskultasi bunyi nafas
4. Batuk berkurang dan catat adanya bunyi
5. Ekspansi paru nafas seperti crekels,
mengembang. mengi.
3. Tinggikan kepala dan
bantu mengubah
posisi.
4. Observasi pola batuk
dan karakter sekret.
5. Dorong/bantu pasien
dalam nafas dan
latihan batuk.
6. Kolaborasi pemberian
oksigen tambahan.
7. Kolaborasi pemberian
humidifikasi tambahan
misalnya : nebulizer.
3 Ketidakseimbangan Kebutuhan nutrisi dapat 1. Kaji status nutrisi
nutrisi kurang dari terpenuhi. klien (tekstur kulit,
kebutuhan tubuh Kriteria Hasil : rambut, konjungtiva).
berhubungan dengan 1. Keadaan umum baik 2. Jelaskan pada klien
intake yang tidak 2. Mukosa bibir lembab tentang pentingnya
adekuat. 3. Nafsu makan baik nutrisi bagi tubuh.
4. Tekstur kulit baik 3. Timbang berat badan
5. Klien menghabiskan dan tinggi badan.
porsi makan yang 4. Anjurkan klien
disediakan minum air hangat
6. Bising usus 6-12 saat makan.
kali/menit 5. Anjurkan klien
7. Berat badan dalam makan sedikit-sedikit
batas normal. tapi sering.
6. Konsul dengan tim
gizi/tim mendukung
nutrisi.
7. Berikan obat sesuai
indikasi

d. Discarge Planning
1. Pasien dengan asma kambuhan harus menjalani pemeriksaan,
mendeteksi substansi yang mencetuskan terjadinya serangan.
2. Menghindari agen penyebab serangan antara lain bantal, kasur
(kapas), pakaian jenis tertentu, hewan peliharaan, kuda, sabun,
makanan tertentu, jamur dan serbuk sari.
3. Menganjurkan pasien untuk segera melaporkan tanda-tanda dan gejala
yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari dengan serangan
akut atau mengalami infeksi pernafasan.
4. Hidrasi adekuat harus dipertahankan untuk menjaga sekresi agar tidak
mengental.
5. Pasien harus diingatkan bahan infeksi harus dihindari karena infeksi
dapat mencetuskan serangan.
6. Menggunakan obat-obat sesuai dengan resep.
7. Kontrol ke dokter sesuai pesanan.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin Elizabeth. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Mansjoer. (2008). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI.

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2011). Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Asma di Indonesia.

Potter, P.A, dan Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta:


Salemba Medika

Smeltzer, S. C., Bare, B. G., (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner &Suddarth. Jakarta: EGC

Sundaru, H. (2006). Asma. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai